Tugas Kelompok Kebijakan 8 Kespro Lansia.docx

  • Uploaded by: uswatun
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Kelompok Kebijakan 8 Kespro Lansia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,496
  • Pages: 18
TUGAS KESPRO LANSIA

Kebijakan Pemerintah Tentang HIV

Dosen : Nama Kelompok 8: Rianggi Hematasari Uswatun Chasanah

UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA FAKULTAS ILMU KESEHATAN JURUSAN KEBIDANAN 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Masalah mengenai HIV dan AIDS merupakan masalah yang menyangkut kesehatan masyarakat

secara

epidemik.

PBB

melalui

program

Millennium

Development

Goals menyantumkan HIV/AIDS sebagai fokus bagi negara-negara untuk ditangani secara serius. jumlah pengidap HIV/AIDS didominasi oleh kelompok usia produktif . Hal tesebut akan berdampak sangat besar pada perekonomian suatu negara untuk jangka panjang. Beberapa hal yang menjadi tantangan pemerintah dicoba untuk atasi melalui upaya domestik dan internasional banyak terjadi di masyarakat. Seperti diskriminasi dan stigma negatif yang berkembang pada ODHA (orang dengan HIV dan AIDS) menimbulkan lingkungan yang tidak kondusif dan dapat memperburuk kondisi ODHA itu sendiri. upaya pemerintah masih terlalu normatif sehingga implementasi program belum tepat sasaran, luasnya wilayah Indonesia, serta kompleksnya masalah pembangunan yang diatasi dan korupsi. Namun usaha terus dilakukan mengingat strategi tersebut responsif dan terus menumbuhkan pengetahuan masyarakat akan bahaya virus HIV/AIDS bukan ODHA. B. Rumusan Masalah 1. Apa saja kebijakan pemerintah tentang HIV?

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemrintah tentang HIV

BAB II PEMBAHASAN 1. Program pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja Program pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja difokuskan pada pembentukan perilaku pekerja untuk tidak terpapar pada rantai penularan HIV/AIDS, antara lain melalui kontak seksual dan kontak jarum suntik. Bentuk kegiatan pencegahan HIV/AIDS ditempat kerja akan banyak berupa pendidikan pekerja (Workers Education) untuk meningkatkan kesadaran akan resiko HIV/AIDS dan adopsi perilaku aman untuk mencegah kontak dengan rantai penularan HIV/AIDS. Pelayanan Kesehatan HIV/AIDS Yang Pernah Dilakukan Oleh Pemerintah : 1.

Pelayanan Promotif : Meningkatkan KIE tentang HIV AIDS. Ø Promosi Perilaku Seksual Aman (Promoting Safer Sexual Behavior). Ø Promosi dan distribusi kondom (Promoting and Distributing Condom). Ø Norma Sehat di Tempat Kerja : tidak merokok, tidak mengkonsumsi Napza. Ø Penggunaan alat suntik yang aman (Promoting and Safer Drug Injection Behavior).

2. Pelayanan Preventif Ø Peningkatan gaya hidup sehat (Reducing Vulnerability of Spesific Pop). Ø Memahami penyakit HIV AIDS, bahaya dan pencegahannya. Ø Memahami penyakit IMS, bahaya dan cara pencegahannya. Ø Diadakannya konseling tentang HIV AIDS pada pekerja secara sukarela dan tidak dipaksa. 3.

Pelayanan Kuratif Ø Pengobatan dan perawatan ODHA Ø Pencegahan dan pengobatan IMS (Infeksi Menular Seksual) Ø Penyediaan dan Transfusi yang aman Ø Mencegah komplikasi dan penularan terhadap keluarga dan teman sekerjanya Ø Dukungan sosial ekonomi ODHA

4.

Pelayanan Rehabilitatif Ø Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuan yang masih ada secara maksimal Ø Penempatan pekerja sesuai kemampuannya Ø Penyuluhan kepada pekerja dan pengusaha untuk menerima penderita ODHA untuk bekerja seperti pekerja lain Ø Menghilangkan Stigma dan Diskriminasi terhadap pekerja ODHA oleh rekan kerja dan pengusaha.

3. Selain itu terdapat pula kebijakan yang merupakan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 yaitu: 1. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berperan aktif dalam pelaksanaan strategi global pencegahan dan penanggulangan AIDS yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. 2.

Meningkatkan

kewaspadaan

masyarakat

terhadap

bahaya

AIDS,

serta

meningkatkan pencegahan dan penanggulangan AIDS secara lintas sektor, menyeleruh, terencana, terpadu dan terkoordinasi.

Dalam melaksanakan tujuan utama tersebut Komisi melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Penanggulangan AIDS yang meliputi pencegahan, penyuluhan, pelayanan, pemantauan, pengendalian bahaya AIDS. 2.

Pengamatan epidemiologic pada lelompok penduduk yang beresiko tinggi mudah tertular dan menjadi sumber penularan/penyebaran HIV.

3.

Mengadakan penyuluhan tentang bahaya dan bagaimana cara mencegah penularan HIV bagi masyarakat umum.

4.

Mengadakan kerjasama internasional dan regional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.

5.

Menyebarluaskan informasi mengenai HIV/AIDS dalam berbagai media massa dengan cara yang tepat dan tidak menimbulkan keresahan serta kebimbangan dalam masyarakat.

Namun Kelemahan dari kebijakan tersebut adalah : 1. Kurang siapnya SDM dari Komisi Penanggulangan AIDS daerah Kabupaten dan Kota. 2. Masih adanya persepsi yang salah, mitos-mitos terhadap HIV/AIDS di masyarakat. 3. Belum tersusunnya kebijakan-kebijakan atau ketentuan hukum terhadap penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba. 4.

Terlalu banyaknya factor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan upaya penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba.

5. Permasalahan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba belum merupakan prioritas sehingga menyulitkan dalam pengadaan dana. 6.

Program-program penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba yang masih berjalan sendiri-sendiri baik yang dilakukan oleh sektor pemerintah maupun masyarakat (Orsos dan LSM) mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kegiatan.

7.

Adanya tantangan sosio-budaya, agama terutama dalam mempromosikan upaya penanggulangan HIV/AIDS.

2. STRATEGI PENCEGAHAN HIV MELALUI PROGRAM NASIONAL Kebijakan Umum 1. Upaya penanggulangan HIV AIDS harus memperhatikan nilai-nilai agama dan budaya/norma kemasyarakatan dan kegiatannya diarahkan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga; 2. Mengingat luasnya respon dan permasalahan, maka upaya penanggulangan AIDS harus dilakukan melalui suatu gerakan secara nasional bersama sektor dan komponen lain; 3. Upaya penanggulangan HIV AIDS harus menghormati harkat dan martabat manusia serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender; 4. Upaya pencegahan HIV AIDS pada anak sekolah, remaja dan masyarakat umum diselenggarakan melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi guna mendorong kehidupan yang lebih sehat;

5. Upaya pencegahan yang efektif termasuk penggunaan kondom 100% pada setiap hubungan seks berisiko, semata-mata hanya untuk memutus rantai penularan HIV; 6. Upaya penanggulangan HIV AIDS merupakan upaya-upaya terpadu dari peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan berdasarkan data dan fakta ilmiah serta dukungan terhadap Odha 7. Upaya penanggulangan HIV AIDS diselenggarakan oleh masyarakat, pemerintah, dan LSM berdasarkan prinsip kemitraan. Masyarakat dan LSM menjadi pelaku utama sedangkan pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang mendukung terselenggaranya upaya penanggulangan HIV AIDS; 8. Upaya penanggulangan HIV AIDS diutamakan pada kelompok masyarakat berperilaku risiko tinggi tetapi harus pula memperhatikan kelompok masyarakat yang rentan, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kelompok marginal terhadap penularan HIV AIDS. Kebijakan Operasional 1. Pemerintah pusat bertugas melakukan regulasi dan standarisasi secara nasional kegiatan program AIDS dan pelayanan bagi Odha 2. Penyelenggaraan dan pelaksanaan program dilakukan sesuai azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program; 3. Pemerintah berkewajiban menjamin tersedianya ARV maupun reagen pemeriksaan secara berkesinambungan; 4. Pengembangan layanan bagi Odha dilakukan melalui pengkajian menyeluruh dari berbagai aspek yang meliputi : situasi epidemi daerah, beban masalah dan kemampuan, komitmen, strategi dan perencanaan, kesinambungan, fasilitas, SDM dan pembiayaan. Sesuai dengan kewenangannya pengembangan layanan ditentukan oleh Dinas Kesehatan. 5. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV AIDS harus didahului dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed consent). Konseling yang memadai harus diberikan sebelum dan sesudah pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan diberitahukan kepada yang bersangkutan tetapi wajib dirahasiakan kepada pihak lain; 6. Setiap pemberi pelayanan berkewajiban memberikan layanan tanpa diskriminasi kepada Odha.

7. Keberpihakan kepada Odha dan masyarakat (patient and community centered); Upaya mengurangi infeksi HIV pada pengguna napza suntik melalui kegiatan pengurangan dampak buruk (harm reduction) dilaksanakan secara komprehensif dengan juga mengupayakan penyembuhan dari ketergantungan napza; 8. Penguatan dan pengembangan program diprioritaskan bagi peningkatan mutu pelayanan, dan kemudahan akses terhadap pencegahan, pelayanan dan pengobatan bagi Odha 9. Layanan bagi Odha dilakukan secara holistik, komprehensif dan integratif sesuai dengan konsep layanan perawatan yang berkesinambungan; 10. Pengembangan layanan dilakukan secara bertahap pada seluruh pelayanan yang ada sesuai dengan fungsi dan strata pelayanan dengan mempertimbangkan kemampuan dan kesiapan sarana, tenaga dan dana; 11. Pencapaian target program nasional juga memperhatikan komitmen dan target internasional. Tujuan Program Tujuan program secara umum juga dapat menjadi arah jalannya suatu program dan indikator dalam melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan program. Pada tingkat nasional tujuan program dirumuskan sebagai berikut: 1.Tujuan Umum Mencegah dan mengurangi penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup Odha serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat. 2.Tujuan Khusus 

Menyediakan dan



dan

meningkatkan

mutu

pelayanan

perawatan,

pengobatan,

dukungan kepada Odha yang terintegrasi dengan upaya pencegahan.

Menyediakan dan menyebarluaskan informasi dan menciptakan suasana kondusif untuk mendukung upaya penanggulangan HIV AIDS, dengan menitik beratkan pencegahan pada

sub-populasi berperilaku resiko tinggi dan lingkungannya dengan tetap memperhatikan sub-populasi lainnya. 

Meningkatkan peran serta remaja, perempuan, keluarga dan masyarakat umum termasuk Odha dalam berbagai upaya penanggulangan HIV AIDS.



Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan antara lembaga pemerintah, LSM, sektor swasta dan dunia usaha, organisasi profesi, dan mitra internasional di pusat dan di daerah untuk meningkatkan respons nasional terhadap HIV AIDS.



Meningkatkan koordinasi kebijakan nasional dan daerah serta inisiatif dalam penanggulangan HIV AIDS.

Universal Access Peningkatan program dijabarkan lebih lanjut menjadi beberapa sasaran kunci, yang juga sejalan dengan upaya mewujudkan universal access dalam mencapai MDG tahun 2015. Indikator pada Inpres 3 tahun 2010 yaitu: 1. Prevalensi HIV pada penduduk usia 15-49 tahun, menjadi kurang dari 0,5% 2. Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV-AIDS, menjadi 75% 3. Jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih yang menerima konseling dan tes HIV, menjadi 400.000 4. Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan pencegahan penularan HIV sesuai pedoman, menjadi 60% 5. Penggunaan kondom pada kelompok risiko tinggi, menjadi 35% pada perempuan dan 20% pada laki-laki 6. Persentase Odha yang mendapatkan ART, menjadi 75%, dan 7. Persentase Rumah Sakit Pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi Odha, menjadi 70%.

Strategi merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Secara umum strategi meliputi: 1. Meningkatkan dan mengembangkan program (Program Expansion Strategy) dengan memfokuskan akses layanan bermutu (Konseling dan Tes HIV, Perawatan Dukungan dan Pengobatan/ PDP, Infeksi Menular Seksual/IMS, Pengurangan Dampak Buruk/PDB, Program Pencegahan dari Ibu ke Anak/PPIA, dll), penguatan jejaring layanan, pelibatan semua penyedia layanan (care provider) dan merespon tantangan baru seperti drug resistance, kolaborasi TB-HIV; 2. Meningkatkan dan memperkuat kebijakan dan kepemilikan program melalui regulasi, standarisasi layanan program, mobilisasi dan harmonisasi sumber daya dan alokasi pembiayaan; 3. Meningkatkan dan memperkuat sistem kesehatan dan manajemen program, melalui peningkatan kapasitas program, pengembangan SDM program yang profesional, manajemen logistik, kegiatan M&E program dan promosi program 4. Meningkatkan dan menguatkan sistem Informasi strategis melalui pengembangan kegiatan surveilans generasi kedua, penelitian operasional untuk memperoleh data dan informasi bagi pengembangan program penanggulangan HIV dan AIDS 5. Memberdayakan Odha dan masyarakat dalam upaya pencegahan, perawatan, dukungan, pengobatan dan upaya kegiatan program lainnya. Kegiatan Strategi Program Konseling dan Tes HIV di Indonesia 1.Target Intervensi Cara paling efisien untuk menurunkan penyebaran HIV dilakukan pada semua populasi dan memprioritaskan target yang berisiko tinggi terinfeksi HIV, yaitu pada kelompok pengguna NAPZA suntik, kelompok pekerja seks, kelompok laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki serta pasangan seksual. Epidemi HIV melalui IDU dimulai di beberapa negara Asia dan kemudian menyebar kepada kelompok berisiko tinggi dan populasi umum. Program pengurangan dampak buruk (harm reduction) dengan pencucian alat suntik dan pertukaran alat suntik, serta terapi rumatan dengan subsitusi terbukti efektif menghambat penularan HIV

diantara pengguna NAPZA suntik. “Akses ke VCT dan ARV harus tersedia di semua area semua Rumah Sakit rujukkan tingkat propinsi dan Kabupaten/Kota. 2.Pencegahan penularan hiv dari ibu ke anak (Prevention of Mother-To-Child Transmission=PMTCT) Beberapa uji coba klinik menunjukkan antiretroviral dapat menurunkan penularan HIV dari ibu ke anak, ibu yang menyusui jangka pendek dan kemudian dapat memperpanjang masa menyusui. Angka anak yang dilahirkan dari ibu terinfeksi HIV secara dramatis menurun dengan adanya intervensi PMTCT. Perempuan hamil mendapatkan penawaran VCT dan hingga tahun 2010 sebanyak 7,5% perempuan hamil positif HIV telah menerima ARV untuk mengurangi risiko penularan. Beberapa negara berkembang di Afrika, Amerika Latin, Eropa Tengah, Eropa Timur dan Asia Tenggara telah mengimplementasikan pencegahan melalui intervensi MTCT dengan memberikan antiretroviral. Voluntary counselling and testing (VCT) selama masa antenatal merupakan pintu masuk pada pelayanan pencegahan melalui ibu ke anaknya. Negara-negara dengan kasus infeksi yang telah masuk populasi umum, menerapkan program PMTCT komprehensif. Data RSUPN Cipto Mangun Kusumo Jakarta menunjukkan bahwa jika pada tahun 1996 dan 2002 diketahui masing-masing terdapat 1 bayi yang dilahirkan dari ibu HIV positif, maka pada tahun 2010 terdapat 65 kasus baru. Jumlah tersebut terus meningkat menjadi 118 kasus baru bayi/anak yang dilahirkan dari ibu HIV positif. Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah. Dengan intervensi PMTCT maka risiko penularan dari yang semula 25 – 45% bisa ditekan menjadi kurang dari 2%. Menurut estimasi Kemkes tahun 2010, setiap tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif yang melahirkan di Indonesia. Berarti, jika tidak ada intervensi sekitar 3000 bayi dikhawatirkan lahir HIV positif setiap tahunnya di Indonesia. Sangat disayangkan, efektivitas intervensi PMTCT tersebut seringkali terhambat oleh faktor biaya.

3. Memastikan layanan darah yang aman pada pelayanan skrining darah Salah satu peran Palang merah Indonesia (PMI) dalam penanggulangan HIV adalah program pencegahan, perawatan dan dukungan terhadap Odha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1990, tugas dari UTD PMI adalah menyediakan darah yang aman dan bebas dari

Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tapi perlu kita ketahui bahwa UTD PMI merupakan unit skrining untuk periksaan darah donor. Upaya yang dilakukan dapat berupa optimalisasi pengelolaan darah dalam suatu UTD baik input, proses maupun output. Penyediaan darah juga harus terstandarisasi dan berkualitas. Sesuai dengan strategi I dari World Health Organization (WHO), maka darah yang tercemar HIV pada pemeriksaan awal akan segera dibuang. Optimalisasi pengelolaan darah dalam hal input yang terpenting adalah di saat proses seleksi calon donor darah sehingga didapatkan donor darah sukarela risiko rendah. Begitupun dalam pemeriksaan dokter juga harus cermat ketika menilai kondisi kesehatan calon donor saat itu. Penanganan input yang optimal merupakan awal dari penyediaan darah yang aman dimana didapatkan bahan tersebut dari donor. Saat ini tiap Unit Transfusi Darah Cabang (UTDC) telah melakukan uji saring terhadap 4 penyakit menular berbahaya yaitu Sifilis, Hepatitis B & C dan HIV. Apabila ada donor darah yang dicurigai terinfeksi dengan hasil tes yang mendukung, maka dirujuk ke Unit Tranfusi Darah Pusat (UTDP) untuk dilakukan tes ulang darah donor tersebut. Hasilnya dikembalikan ke UTDC yang bersangkutan. Di Unit Tranfusi Darah Daerah (UTDD) DKI Jakarta apabila dicurigai adanya infeksi HIV AIDS maka dilakukan rujukan pasien ke rumah sakit yang menyediakan layanan konseling dan tes HIV. Kebijakan PMI mengenai HIV AIDS dalam upaya penanggulangan HIV AIDS secara nasional, memfokuskan kegiatan pencegahan secara nasional melalui:1) Penyediaan darah aman HIV sesuai prosedur tetap (PROTAP)/SOP/PKS = Prosedur Kaya Standar. Sebagai upaya pencegahan HIV tersebut, seluruh Unit Transfusi Darah Cabang (UTDC) PMI telah melakukan uji saring terhadap darah donor.2) Mengembangkan kerjasama dengan penyelenggara layanan konseling dan tes HIV di rumah sakit dan LSM Peduli HIV AIDS. 3) Memberikan bantuan perawatan keluarga bagi Odha, dan dukungan lainnya sesuai kebutuhan. 4) Memantapkan program Pendidikan Remaja Sebaya (PRS) dan Pendidikan Wanita Sebaya (PWS) dalam upaya meningkatkan ketahanan keluarga serta mengembangkan sikap anti stigma dan nondiskriminatif terhadap Odha 5) Pendekatan promotif PMI secara simultan melakukan sosialisasi pesan dari kampanye anti stigma dan diskriminasi terhadap Odha dan keluarganya

4.Voluntary counseling and testing (VCT) sebagai strategi kesehatan masyarakat VCT yang berkualitas baik tidak saja membuat orang mempunyai akses terhadap berbagai pelayanan, tetapi juga efektif bagi pencegahan terhadap HIV. Pelayanan VCT dapat digunakan untuk mengubah perilaku berisiko dan memberikan informasi tentang pencegahan HIV. Klien dimungkinkan mendapat pengetahuan tentang cara penularan, pencegahan, dan pengobatan terhadap HIV, seperti penggunaan kondom, tidak berbagi alat suntik, dan penggunaan alat suntik steril. Konselor juga harus mampu memberikan pengetahuan tentang hubungan IMS dengan HIV dan merujuk klien ketika IMS nya perlu dideteksi dan diobati lebih lanjut. Di banyak negara pembagian kondom dilakukan di klinik VCT dimana VCT merupakan komponen utama dalam program HIV di negara-negara industri. tetapi belum mendapat perhatian baik di negara-negara berkembang. Namun peran pencegahan penularan dan perbaikan akses ke pelayanan perawatan merupakan gambaran bahwa VCT mulai dikenal dan dilaksanakan. Sampai dengan Juni 2010 terdapat lebih kurang 8.000 konselor yang telah dilatih oleh tim pelatih VCT Nasional dengan Sertifikasi yang difasilitasi oleh Kementrian Kesehatan. Sementara itu Rumah Sakit atau klinik VCT yang sudah ada sebanyak 210 klinik baik yang di Rumah Sakit dan klinik. Kemudian untuk Rumah Sakit rujukan ARV mulai tahun 2004 di bentuk di 25 RS, tahun 2006 dikembangkan di 75 RS dan tahun 2007 dikembangkan di 125 RS yang sudah dilatih VCT. Selain itu dalam rangka meningkatkan mutu layanan terutama yang berkaitan dengan kualitas dan sistem layanan VCT, Subdit AIDS dan PMS Ditjen P2PLP Kemenkes RI secara berkala melakukan monitoring dan mentoring terhadap layanan-layanan VCT yang ada di Indonesia. Peningkatan kemampuan konselor juga dilakukan dengan melakukan pelatihan lanjutan VCT, pelatihan konseling Adherence ART dan PITC dan pelatihan konseling terkait lainnya. Di samping itu dalam upaya mengoptimalkan sistem pelayanan VCT di Indonesia saat ini dengan membentuk asosiasi konselor VCT HIV Indonesia, PKVHI (Perhimpunan Konselor VCT HIV Indonesia). Perhimpunan ini mempunyai kepengurusan pusat maupun daerah serta secara rutin melakukan musyawarah nasional maupun wilayah. PKVHI berperan dalam meningkatkan mutu konselor VCT.

5.Kaitan VCT dengan Provider Initiative Testing and Counseling/ PITC Saat ini di berbagai rumah sakit di Indonesia telah dilakukan layanan tes HIV melalui program PITC. PITC adalah program yang dikembangkan dari layanan konseling dan tes HIV. PITC dan VCT adalah satu kesatuan pendekatan dalam HIV konseling dan tes HIV. PITC bukanlah tes mandatori karena mengedepankan prinsip 3C-2R yaitu Consent (persetujuan setelah mendapat informasi dan memahaminya), Counseling (konseling), Confidentiality (konfidensialitas) serta Report (pelaporan) dan Referral (rujukan). Dalam PITC proses konseling pra tes dilakukan dalam bentuk pemberian informasi. Pada hakekatnya layanan PITC bekerja bersama dengan layanan VCT dalam konseling dukungan serta keduanya akan terlaporkan dalam suatu sistem yang baku. 6.Pencegahan Positif dalam Konseling dan Tes HIV Kementerian Kesehatan mendukung upaya pencegahan positif melalui pendekatan konseling dan tes HIV. Pencegahan seharusnya merupakan tanggung jawab bersama, termasuk pemerintah terlibat dalam program pencegahan positif. Tak ada satupun pencegahan HIV yang 100% efektif. Pencegahan dan perawatan HIV saling terkait dan tidak boleh saling bertentangan. Melibatkan orang yang positif pada tiap tahap pengembangan dan implementasi program. Program pencegahan HIV seharusnya dikembangkan tanpa stigmatisasi lebih jauh pada mereka yang sudah termarginalisasi. Kunci pencegahan positif dalam konseling adalah: a

Mencegah penularan HIV kepada orang lain

b

Mencegah penularan infeksi ulang HIV dan infeksi lainnya

c

Meningkatkan kualitas hidup terkait dengan rencana masa depan (termasuk berkeluarga dan

keluarga berencana)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Upaya penanggulangan HIV AIDS harus memperhatikan nilai-nilai agama dan budaya/norma kemasyarakatan dan kegiatannya diarahkan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga;Mengingat luasnya respon dan permasalahan, maka upaya penanggulangan AIDS harus dilakukan melalui suatu gerakan secara nasional bersama sektor dan komponen lain;Upaya penanggulangan HIV AIDS harus menghormati harkat dan martabat manusia serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender;Upaya pencegahan HIV AIDS pada anak sekolah, remaja dan masyarakat umum diselenggarakan melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi guna mendorong kehidupan yang lebih sehat. B. Saran Setelah mengetahui kebijakan-kebiijakan dan penyelengaraan program, diharapkan kita sebagai tenaga kesehatan dapat ikut berpartisipasi dalam menurunkan angka penyakit HIV/AIDS.

DAFTAR PUSTAKA https://www.pdfcoke.com/doc/219429113/Kebijakan-Pemerintah-dalamPenanggulangan-HIV-AIDS-di-Indon https://zarisbudi.wordpress.com/2013/05/13/kebijakan-tentang-pengendalian-hivaids-di-indonesia/

SOAL 1. Apa saja program pencegahan HIV di tempat kerja pada pelayanan promotive? a. Promosi prilaku seksual yang aman dan penggunaan alat suntik yang aman b. Peningkatan gaya hidup sehat (Reducing Vulnerability of Spesific Pop). c. Memahami penyakit HIV AIDS, bahaya dan pencegahannya. d. Memahami penyakit IMS, bahaya dan cara pencegahannya. 2. Dukungan sosial ekonomi ODHA merupakan program pencegahan HIV pada pelayanan apa? a. Promotive b. Preventif c. Kuratif d. Rehabilitative 3. Pada indicator inpres 3 tahun 2010, presentase Odha yang mendapatkan ART berjumlah … a. 40% b. 50% c. 65% d. 75% 4. Dengan program intervensi PMTCT maka risiko penularan HIV dari yang semula 25 – 45% bisa ditekan menjadi kurang dari…. a. 1% b. 2% c. 3% d. 4%

5. Berikut ini yang bukan kegiatan dalam upaya pencegahan HIV AIDS pada anak sekolah, remaja dan masyarakat umum diselenggarakan melalui kegiatan… a. Komunikasi b. Informasi c. Edukasi d. Musyawarah

6. Menghilangkan Stigma dan Diskriminasi terhadap pekerja ODHA oleh rekan kerja dan pengusaha merupakan upaya pelayanan dalam hal… a. Rehabilitative b. Kuratif c. Preventif d. Promotive 7. Ada 2 kebijakan dalam strategi pencegahan HIV melalui program Nasional yaitu … a. Kebijakan internal dan eksternal b. Kebijakan procedural dan teknikal c. Kebijakan umum dan khusus d. Kebijkan umum dan operasional

8. Peningkatan gaya hidup sehat (Reducing Vulnerability of Spesific Pop) merupakan program pencegahan HIV ditempat kerja pada pelayanan…. a. Umum b. Khusus c. Operasional d. Preventif 9. Sebutkan kebijakan yang merupakan keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 2006 ! Jawab : 3. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berperan aktif dalam pelaksanaan strategi global pencegahan dan penanggulangan AIDS yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. 4.

Meningkatkan

kewaspadaan

masyarakat

terhadap

bahaya

AIDS,

serta

meningkatkan pencegahan dan penanggulangan AIDS secara lintas sektor, menyeleruh, terencana, terpadu dan terkoordinasi. 10. Jelaskan 3 kebijakan umum dalam strategi pencegahan HIV melalui program Nasional Jawab :

9. Upaya penanggulangan HIV AIDS harus memperhatikan nilai-nilai agama dan budaya/norma kemasyarakatan dan kegiatannya diarahkan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga; 10. Mengingat luasnya respon dan permasalahan, maka upaya penanggulangan AIDS harus dilakukan melalui suatu gerakan secara nasional bersama sektor dan komponen lain; 11. Upaya penanggulangan HIV AIDS harus menghormati harkat dan martabat manusia serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender; 12. Upaya pencegahan HIV AIDS pada anak sekolah, remaja dan masyarakat umum diselenggarakan melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi guna mendorong kehidupan yang lebih sehat; 13. Upaya pencegahan yang efektif termasuk penggunaan kondom 100% pada setiap hubungan seks berisiko, semata-mata hanya untuk memutus rantai penularan HIV; 14. Upaya penanggulangan HIV AIDS merupakan upaya-upaya terpadu dari peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan berdasarkan data dan fakta ilmiah serta dukungan terhadap Odha 15. Upaya penanggulangan HIV AIDS diselenggarakan oleh masyarakat, pemerintah, dan LSM berdasarkan prinsip kemitraan. Masyarakat dan LSM menjadi pelaku utama sedangkan pemerintah berkewajiban mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang mendukung terselenggaranya upaya penanggulangan HIV AIDS; 16. Upaya penanggulangan HIV AIDS diutamakan pada kelompok masyarakat berperilaku risiko tinggi tetapi harus pula memperhatikan kelompok masyarakat yang rentan, termasuk yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kelompok marginal terhadap penularan HIV AIDS.

Related Documents


More Documents from "Elsa mey Yandce"

Tugas Kmb
August 2019 50
Usaha Dan Energi.pdf
June 2020 28
Tugas Lisa.docx
June 2020 15
Cv.docx
June 2020 15
Dineharthandwriting.pdf
October 2019 25