Tugas Kel 3 Bls.docx

  • Uploaded by: Anonymous c64aMtOAS
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Kel 3 Bls.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,809
  • Pages: 13
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Manajemen airway: Intubasi Endtrakeal Dan Intubasi Nasotrakeal ” Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada ibu Ns. Tiur , M.Kep selaku dosen pengajar mata kuliah BLS( Basic life support) program studi S1 ilmu keperawatan STIKES Syedza Saintika padang. Dalam menyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang kami miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharakan kritik dan saran demi pernaikan sempurnanya makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, Maret 2019

Penulis

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah.Seorang dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan nafas. Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafastidak dapat diamankan. Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas yang normaladalah kunci penting dalam latihan penanganan pasien. Pada pasien yang memilikianatomi jalan nafas yang sulit penting untuk dilakukan penanganan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa 1 – 18% pasien memiliki anatomi jalan nafas yang sulit.Dari jumlah ini 0,05 – 0,35% pasien tidak dapat diintubasi dengan baik, bahkansejumlah lainnya sulit untuk diventilasi dengan sungkup. Jika kondisi iniditempatkankan pada seorang dokter yang memiliki pasien sedang sampai banyak maka dokter tersebut akan menemui 1 – 10 pasien yang memiliki anatomi jalan nafasyang sulit untuk diintubasi. Efek dari kesulitan respirasi dapat berbagai macam bentuknya, dari kerusakan otak sampai kematian. Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter anestesiadalah menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal tanpa pengaruhyang berarti akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan jalan nafas menjadisalah satu bagian yang terpenting dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapaefek dari obat-obatan yang dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhikeadaan jalan nafas berjalan dengan baik. Salah satu usaha untuk menjaga jalan nafasadalah dengan melakukan tindakan intubasi. Airway merupakan komponen terpenting dalam menjaga keadaan vital pasien sehingga dalam keadaaan gawat darurat komponen inilah yang pertama kali dipertahankan. Salah satu cara menjaga patensi saluran napas (airway) adalah dengan intubasi. Intubasi adalah tindakan memasukkan pipa ke dalam trakea melalui rima glottis sehingga ujung distalnya berada kira-kira pada pertengahan antara pita suara dan bifurkasio trakea

1

B. RUMUSAN MASALAH Referat ini membahas general anastesi dengan menggunakan intubasi endotrakeal dan nasotrakeal.

C. TUJUAN Untuk mengetahui general anastesi dengan menggunakan intubasi endotrakeal dan nasotrakeal .

2

BAB II PEMBAHASAN

A. ANATOMI SALURAN NAFAS ATAS Napas manusia dimulai dari lubang hidung. Usaha bernapasmenghantarkan udara lewat saluran pernapasan atas dan bawah kepada alveoli paru dalam volume, tekanan, kelembaban, suhu dan keberhasilan yang cukupuntuk menjamin suatu kondisi ambilan oksigen yang optimal, dan pada prosessebaliknya, juga menjamin proses eliminasi karbon dioksida yang optimal, yangdiangkut ke alveoli lewat aliran darah. Hidung dengan berbagai katup inspirasidan ekspirasi serta kerja mirip katup dari jaringan erektil konka dan septum,menghaluskan dan membentuk aliran udara, mengatur volume dan tekanan udarayang lewat, dan menjalankan berbagai aktivitas penyesuaian udara (filtrasi, pengaturan suhu dan kelembaban udara). Beberapa daerah hidung dimana jalannapas menyempit dapat diibaratkan sebagai “katup”. Pada bagian vestibulumhidung, terdapat dua penyempitan demikian. Penyempitan yang lebih anterior terletak diantara aspek posterior kartilago lateralis superior dengan septum nasi.Tiap deviasi septum nasi pada daerah ini sering kali makin menyempitkan jalannapas dengan akibat gejala-gejala sumbatan jalan napas. Deviasi demikian dapatdisebabkan trauma atau pertumbuhan yang tidak teratur. Penyempitan keduaterletak pada aperture piriformis tulang. Dalam waktu yang singkat saat udaramelintasi bagian horizontal hidung yaitu sekitar 16-20 kali per menit, udara.

3

Gambar 1. Anatomi Saluran Napas Bagian Atas B. INTUBASI trakea adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottis sehingga ujung distalnya berada kira-kira pada pertengahan antara pita suara dan bifurkasio trakea.

C. INTUBASI ENDOTRAKEAL Dalam bidang anestesiologi, pengelolaan jalan nafas merupakan tindakan yang penting. Terdapat berbagai alat yang digunakan dalam mengelola jalan nafas. Pemasangan pipa endotrakeal (ET) merupakan salah satu tindakan pengamanan jalan nafas terbaik dan paling sesuai sebagai jalur ventilasi mekanik. Selain digunakan untuk menjaga jalan nafas dan memberikan ventilasi mekanik, tindakan ini juga dapat menghantarkan agen anestesi inhalasi pada anestesi umum. (Baker,2013; Handerson,2009). Intubasi adalah memasukkan pipa kedalam rongga tubuh melalui mulut atau hidung. Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu endotrakeal dan nasotrakeal,

intubasi endotrakeal adalah memasukkan sehingga ujung kirakira berada dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Tujuan dilakukannya intubasi endotrakeal untuk mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas, mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah terjadinya aspirasi lambung pada keadaan tidak sadar, tidak ada refleks batuk ataupun kondisi lambung penuh, sarana gas anestesi menuju langsung ke trakea, membersihkan saluran trakeobronkial, mengatasi obstruksi lanjut akut, dan pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

4

D. INTUBASI NASOTRAKEAL Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi maupun tindakan intraoral. Dibandingkan dengan pipa orotrakeal, diameter maksimal dari pipa yang digunakan pada intubasi nasotrakeal biasanya lebih kecil oleh karenanya tahanan jalan napas menjadi cenderung meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang dilakukan untuk

intubasi

jangka

panjang

karena

peningkatan tahanan jalan napas serta risiko

terjadinya sinusitis. Teknik ini bermanfaat apabila urgensi pengelolaan airway tidak memungkinkan foto servikal. ntubasi

nasotrakeal

secara

membuta

(blind

nasotrakeal

intubation) memerlukan penderita yang masih bernafas spontan. Prosedur ini merupakan kontraindikasi untuk penderita yang apnea. E. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI Indikasi intubasi yaitu mengontrol jalan napas, menyediakan saluran udara yang bebas hambatan

untuk

ventilasi

dalam

jangka

panjang, meminimalkan risiko aspirasi,

menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi, ventilasi yang tidak adekuat, ventilasi dengan thoracoabdominal pada saat pembedahan, menjamin fleksibilitas posisi, memberikan jarak anestesi dari kepala, memungkinkan berbagai posisi (misalnya,tengkurap, duduk, lateral, kepala ke bawah), menjaga darah dan sekresi keluar dari trakea selama operasi saluran napas, Perawatan kritis : mempertahankan saluran napas yang adekuat, melindungi terhadap aspirasi paru, kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal. Kontraindikasi intubasi endotrakeal adalah : trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi. Indikasi intubasi fiber optik yaitu kesulitan intubasi (riwayat sulit dilakukan intubasi, adanya bukti pemeriksaan fisik sulit untuk dilakukan intubasi), diduga adanya kelainan pada saluran napas atas, trakea stenosis dan kompresi, menghindari ekstensi leher (insufisiensi arteri vertebra, leher yang tidak stabil), resiko tinggi kerusakan gigi (gigi goyang atau gigi rapuh), dan intubasi pada keadaan sadar.

5

F. KOMPLIKASI 1.

Memar, laserasi, dan abrasi

2. Perdarahn hidung (dengan intubasi nasotrakeal) 3.

Obstruksi jalan napas (herniasi manset, tube kaku)

4. Sinusitis (dengan nasotrakeal tube) 5.

Ruptur trakeal

6. Fistula trakeoesofageal. 7. Muntah dengan aspirasi, gigi copot atau rusak 8.

Distrimia jantung.

G. PERSIAPAN ALAT 1. Endotrakeal (ET) tube dalam berbagai ukuran. 2. Stylet (sejenis kawat yangdimasukkan kedalam kateter atau kanula dan menjaga kanula tersebut agar tetap kaku/tegak) 3. Laringoskop, bengkok dan berujung lurus. 4. Forsep macgill ( hanya untuk intubasi nasotrakeal ) 5. Jelli 6. Spuit 10 cc 7. Jalan napas orofaringeal 8. Resusitasi bag dengan adafter dan masker yang dihubungkan dengan tabung oksigen dan flowmeter. 6

9. Peralatan penghisap lendir 10.

Kanul penghisap dengan sarung tangan.

11. Ujung penghisap tonsil Yankauer. 12. Plester 1 cm. 13. Ventilator atau set oksigen. 14. Restrain. 15. Mesin monitor jantung/ EKG. 16. Stetoscope 17. Ambubag / Bag valf mask /Bagging 18.

Alat resusitasi jantung paru

H. PROSEDUR 1. Ingatkan ahli terapi pernapasan, dan siapkan alat ventilator atau set oksigen seperti yang dianjurkan oleh dokter. 2. Jelaskan prosedur pada pasien, jika mungkin. Pasang restrain jika diperlukan. 3. Yakinkan bahwa pasien mendapat terapi intravena yang stabil. 4. Tempatkan peralatan henti jantung disi tempat tidur. 5. Periksa untuk meyakinkan bahwa peralatan penghisap (suction) dan ambubag sudah tersedia dan berfungsi dengan baik, hubungkan ujung penghisap Yankauer dan sumbernya. 6. Jika pasien tidak dalam monitor jantung, hubungkan pada monitor atau EKG. 7. Pidahkan alas kepala dan tempatka pasien sedekat mungkin dengan bagian atas tempat tidur. Pasien harus dalam posisi sniffing, leher dalam keadaan fleksi dengan kepala

7

ekstensi. Hal ini dapat dicapai dengan menempatkan 2-4 inchi alas kepala di leher belakang bagian bawah. 8. Siapkan ET tube, dan kembangkan manset/balonnya untuk mengetahui adanya kebocoran dan pengembangan yang simetris. 9. Basahi ujung distal dari ET tube dengan jeli anestetik. 10. Masukkan stylet ke dalam tube, yakinkan untuk tidak menonjol keluar dari ujung ET tube. 11. Persiapkan untuk memberikan obat-obatan intravena (suksinil-kholin atau diazepam). 12. Pegang ET tube dengan bagian probe dan stylet pada tempatnya, laringoskop , jalan napas orofaringeal ke arah dokter. 13. Setelah ET tube pada tempatnya, kembangkan manset dengan isi yang minimal sebagai berikut : Selama inspirasi (bag resusitasi manual / ventilator), masukan dengan perlahan udara ke garis manset. Tahan manset yang sudah dikembangkan selama siklus ekspirasi – > Ulangi dengan perlahan pengembangan manset selama siklus inspirasi tambahan –> Akhiri mengembangkan manset bila kebocoran sudah terhenti. 14. Lakukan penghisapan dan ventilasi. 15. Untuk memeriksa posisi ET tube, ventilasi dengan bag dan lakukan auskultasi bunyi napas. Observasi penyimpangan bilateral dada. 16. Fiksasi ETT pada tempatnya dengan langkah sebagai berikut: Bagi pasien dengan intubasi oral yang bergigi lengmanset, ( jika jalan napas oral-faringeal yang digunakan, ini harus dipendekkan sehinggga tidak masuk kedalam faring posterior) –> Bagi dua lembar plester, sebuah dengan panjang hampir 20-24 cm dan yang lain sekitar 14-16 cm (cukup untuk mengelilingi kepala pasien dan melingkari sekitar ETT beberapa waktu) –> Letakkkan plester dengan panjang 20-24 cm pada daerah yang rata, tegakkan sisinya keatas, dan balikkan kearah plester dengan panjang 14-16 cm –> Oleskan kapur harus pada daerah sekitar mulut –> Tempatkan plester disamping leher pasien — > Letakkan satu ujung plester menyilang diatas bibir, kemudian ujungnya mengitari ETT pada titik kearah mulut –> Letakkan ujung yang lain dibawah bibir bawah menyilang dagu, kemudian ujungnya mengitari ETT pada titik masuk ke mulut –> Lakukan auskultasi dada bilateral.

8

I. TINDAK LANJUT 1. Pastikan bahwa ETT telah terfiksasi dengan baik dan pasien mendapatkan ventilasi yang adekuat. 2.

Kaji sumber oksigen atau ventilator.

3. Instruksikan untuk melakukan rontgen dada portable untuk memeriksa letak ETT 4.

Yakinkan dan beri srasa nyaman pasien.

J. KESULITAN INTUBASI Sehubungan dengan manajemen saluran nafas, riwayat sebelum intubasi seperti riwayat anestesi, alergi obat, dan penyakit lain yang dapat menghalangi

akses

jalan

napas.

Pemeriksaan jalan napas melibatkan pemeriksaan keadaan gigi; gigi terutama ompong, gigi seri atas dan juga gigi seri menonjol. Visualisasi dari orofaring yang paling sering diklasifikasikan oleh sistem klasifikasi Mallampati Modifikasi. Sistem ini didasarkan pada visualisasi orofaring. Pasien duduk membuka mulutnya dan menjulurkan lidah.

9

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Intubasi endotrakeal adalah tindakan untuk memasukan pipa endostrakeal ke dalam trakea. Tujuannya adalah pembebasan jalan nafas, pemberian nafas buatan dengan bag and mask, pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator), memungkinkan pengisapan sekret secara adekuat, mencegah aspirasi asam lambung dan pemberian oksigen dosis tinggi. Airway merupakan komponen terpenting dalam menjaga keadaan vital pasien sehingga dalam keadaaan gawat darurat komponen inilah yang pertama kali dipertahankan. Salah satu cara menjaga patensi saluran napas (airway) tersebut adalah dengan intubasi trakea. Sehingga teknik intubasi harus dikuasai dengan betul dari mulai indikasi sampai dengan komplikasi-komplikasinya.

10

DAFTAR PUSTAKA

11

Related Documents


More Documents from "Nurdhia Ul Millah"