BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang mampu mengembangkan diri. Kemampuan ini menyebabkan manusia berpeluang untuk membentuk dirinya baik secara fisik maupun mental. Berbagai potensi mental yang terangkum dalam aspek kognisi, emosi, dan konasi dapat dikembangkan manusia untuk menjadi makhluk yang berperadaban (homo sapien). Kemajuan peradaban manusia ini terlihat dari adanya periodisasi sejarah umat manusia seperti zaman prasejarah dan zaman sejarah, zaman kuno, zaman pertengahan, zaman modern hingga zaman pascamodern (post modern). Manusia memiliki berbagai potensi atau sumber daya untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sumber daya ini pada dasarnya baru berupa kemungkinan, layaknya lembaga atau benih pada tumbuh-tumbuhan. Hasilnya baru akan terlihat apabila potensi tersebut dapat disalurkan melalui pengarahan, bimbingan maupun latihan yang terarah, teratur dan sinambung.
I.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana hubungan antara filsafat pendidikan dan kepribadian?
I.3. Tujuan 1.
Untuk mengetahui hubungan antara filsafat pendidikan dan kepribadian.
1
BAB II PEMBAHASAN A.
Filsafat Pendidika dan Kepribadian Peningkatan kualitas sumber daya manusia tentunya berbeda dari zaman ke zaman.
Sifat, bentuk, dan arahannya tergantung dari kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat masing-masing. Peningkatan kualitas sumber daya manusia terlihat dari mereka yang semula awam terhadap masalah yang menyangkut kehidupan dalam bidang profesi menjadi seorang yang profesional. Peningkatan kualitas ini setidaknya telah mampu mengangkat status individu tersebut. Di masyarakat tradisional, peningkatan kualitas sumber daya manusia masih terbatas pada aspek-aspek tertentu yang erat kaitannya dengan tradisi setempat. Namun yang jelas, peningkatan itu tak lepas hubungannya dengan filsafat hidup dan kepribadian masing-masing. Dalam pengertian sederhana, filsafat diartikan sebagai kepribadian jati diri dan pandangan hidup seseorang, masyarakat atau bangsa. Kondisi ini dibentuk oleh tradisi kehidupan masyarkat ataupun oleh usaha yang terprogram. Namun demikian, sesederhana apapun , pembentukan itu tak lepas dari peran pendidikan. Pendidikan menurut Hasan Langgulung, pada prinsipnya dapat dilihat dari dua sudut pandang individu dan masyarakat. Dilihat dari sudut pandang individu, pendidikan merupakan usaha untuk membimbing dan menghubungkan potensi individu. Sementara dari sudut pandang kemasyarakatan, pendidikan merupakan usaha pewarisan nila-nilai budaya dari generasi tua kepada generasi muda, agar nilai-nilai budaya tersebut tetap terpelihara. Hal ini dapat dilihat ketika tradisi sebagai muatan budaya senantiasa terlestarikan dalam masyarakat, dari generasi ke generasi berikutnya. Transfer nilai-nilai budaya yang paling efektif adalah melalui proses pendidikan. Menurut Hasan Langgulung, pendidikan mencakup dua kepentingan utama, yaitu pengembangan potensi individu dan pewarisan nilai-nilai budaya. Kedua hal ini berkaitan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa itu masing-masing. Dengan kata lain, sistem pendidikan bagaimanapun sederhananya mengandung karakteristik tentang jati diri atau pandangan hidup masyarakat atau bangsa yang membuatnya.
2
Dengan demikian, hubungan kedua kepentingan utama itu adalah sebagai berikut : 1. Setiap masyarakat atau bangsa memiliki sistem nilai ideal yang dipandang sebagai sesuatu yang benar. 2. Nilai-nilai tersebut perlu dipertahankan sebagai suatu pandangan hidup atau filsafat hidup mereka. 3. Agar nilai-nilai tersebut dapat dipelihara secara lestari, perlu diwariskan kepada generasi muda. 4. Usaha pelestarian melalui pewarisan ini efektifnya melalui pendidikan. 5. Untuk menyelaraskan pendidikan yang diselenggarakan dengan muatan yang terkandung dalam nilai-nilai yang menjadi pandangan hidup tersebut, maka secara sistematis program pendidikan harus menempatkan nilai-nilai tadi sebagai landasan dasar muatan dan tujuan yang akan dicapai. Sejak zaman Yunani kuno, hubungan filsafat bangsa dengan tujuan pendidikan telah diterapkan. Setidaknya ada dua negara yang menampilkan sisi pandang yang berbeda, yaitu Sparta dan Athena. Sparta sebagai negara militer, memiliki sisi pandang yang didasarkan pada nilai-nilai fisik. Oleh karena itu, menurut mereka pendidikan yang benar adalah apabil dapat membentu manusia yang sehat dan kuat secara fisik. Dasar pemikiran ini mereka jadikan sebagai landasan dalam menyusun sistem pendidikan. Sebaliknya, di negara tetangganya, Athena, pandangan tentang pendidikan agak berbeda. Menurut mereka, manusia memiliki potensi fisik, emosi, dan akal. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan ketiga potensi tersebut secara berimbang. Sebab, menurut pandangan mereka, pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang dapat membentuk manusia yang harmonis. Atas dasar pemikiran filsafat dan pandangan hidup ini, maka pendidikan yang diselenggarakan bangsa Athena jadi berbeda dengan sistem pendidikan Sparta. Kurikulum pendidikannya yang terangkum dalam trivium memuat mata pelajaran ilmu hitung, gymnasium dan musik. Ketiga mata pelajaran pokok ini diarahkan pada pengembangan potensi akal, perasaan dan jasmani. Kemudian diberikan pula mata pelajaran logika dan retorika. Kurikulum ini selanjutnya terus dikembangkan menjadi qaudrivium yang terdiri dari musik, matematika, ilmu ukur dan ilmu bintang, seperti yang kemudian diterapkan di sekolah-sekolah di zaman Romawi.
3
Lain lagi halnya bangsa Amerika yang pandangan hidupnya didasarkan pada filsafat demokratis dan liberalisme. Mereka menyusun sistem pendidikan yang
demokratis.
Berdasarkan filsafat dan pandangan hidup tersebut, maka tujuan pendidikan di Amerika diarahkan pembentukan warga negara yang demokratis. Namun demikian, setiap individu juga memiliki kebebasan yang bertanggungjawab sebagai warga negara, yang secara rinci termuat dalam pernyataan Kemerdekaan Amerika Serikat, 4 Juli 1776. Pernyataan tersebut merangkum pandangan hidup bangsa Amerika. Di dalamnya termuat pandangan mereka terhadap manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki hak untuk hidup, hak untuk merdeka dan hak untuk mencari kebahagiaan hidup. Pemerintah yang dibentuk atas dasar prinsip-prinsip tersebut dibebankan tanggungjawab untuk menjamin terpeliharanya hak-hak yang dimaksud. Demikian pula halnya dengan bangsa Indonesia yang memiliki filsafat dan pandangan hidup tersendiri, yaitu Pancasila. Pandangan hidup ini dengan sendirinya menjadi dasar dan sekaligus tujuan sistem pendidikan nasional. Dengan kata lain, sistem pendidikan nasional disusun atas dasar filsafat pendidikan pancasila. Bila pendidikan dikembalikan pada fungsinya sebagai usaha untuk mengembangkan potensi individu dan sekaligus sebagai usaha mewariskan nilai-nilai budaya, maka pendidikan juga menyangkut pembentukan kepribadian. Pendidikan berkaitan dengan usaha untuk mengubah sikap dan tingkah laku. Sedangkan kepribadian berhubungan dengan pola tingkah laku. Kepribadian setidaknya dapat dilihat dari empat aspek muatannya. Pertama, aspek personalia, yaitu kepribadian dilihat dari pola tingkah laku lahir dan batin yang dimiliki seseorang. Kedua aspek individualitas, yakni karakteristik atau sifat-sifat khas yang dimiliki seseorang sehingga dengan adanya sifat-sifat ini seseorang secara individu berbeda dengan individu lainnya. Ketiga, aspek mentalitas, sebagai perbedaan yang berkaitan dengan cara berpikir. Keempat, aspek identitas, yaitu kecendrungan seseorang untuk mempertahankan sikap dirinya dari pengaruh luar. Identitas merupakan karakteristik yang menggambarkan jati diri seseorang.
4
BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan Manusia merupakan makhluk yang mampu mengembangkan diri baik secara fisik maupun mental. Manusia juga memiliki potensi atau sumber daya untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Berdasarkan aspek personalia, individualitas, mentalitas, dan identitas, terlihat hubungan antara pendidikan dan pembentukan kepribadian serta hubungannya dengan filsafat pendidikan yang bersumber dari nila-nilai budaya sebagai pandangan hidup suatu bangsa.
III.2 Saran Dalam meningkatkan sumber daya manusia, pendidikan harus selalu diperhatikan, sebab pendidikan adalah proses untuk mengubah sesuatu menuju lebih baik serta membimbing dan menghubungkan potensi individu.
5
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin, dan Abdullah Idi. 2011. Filsafat Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada. Said, Moh. 1964. Mendidik dari Zaman ke Zaman. Jakarta : Ikhtiar. http://ikaalifiyah.blogspot.co.id/2015/04/tugas-filsafat-pendidikan-dankebudayaan.html diunduh, 16 Oktober 2017
6