Tugas Imunologi.docx

  • Uploaded by: retno wulandari
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Imunologi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,337
  • Pages: 8
TUGAS IMUNOLOGI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

IMUNOGLOBULIN

OLEH NAMA

: RETNO WULANDARI

NIM

: N11115520

KELAS

: IMUNOLOGI B

MAKASSAR 2018

IMMUNOGLOBIN Sistem Imun adalah sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit. Sebuah system dalam tubuh kita yang memiliki peran vital bagi kelangsungan hidup kita. Ada 3 (tiga) fungsi penting yang harus dimiliki sistem imun yang sehat : 1. Kemampuannya untuk mengenali benda-benda asing seperti bakteri,virus, parasit, jamur, sel kanker, dll. Fungsi ini sangat penting, karena harus bisa membedakan mana kawan ( bakteri yang menguntungkan dan sel tubuh yang baik ) mana lawan ( virus, bakteri jahat, jamur, parasit, radikal bebas dan sel-sel yang bermutasi yang bisa menjadi tumor/kanker ) dan mana yang orang biasa ( alergen, pemicu alergi ) yang harus dibiarkan lewat. 2. Bisa bertindak secara khusus untuk menghadapi serangan benda asing itu3. Sistem Imun mengingat penyerang-penyerang asing itu ( rupa & rumus kimiawi antibodi yang digunakan untuk mengalahkan mereka yang disimpan didalam Transfer Factor tubuh ) sehingga bisa dengan cepat menolak serangan ulang di masa depan. 3. Sistem imun yang sehat adalah sistem imun yang seimbang yang bias meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan penyakit. Sistem imun menyediakan kekebalan terhadap suatu penyakit yang disebut imunitas. Respon imun adalah suatu cara yang dilakukan tubuh untuk memberi respon terhadap masuknya patogen atau antigen tertentu ke dalam tubuh. Sistem pertahanan tubuh terbagi atas 2 bagian yaitu : 1. Sistem Imun Non Spesifik (Innate Immunity System) Innate Immunity adalah pertahanan tubuh yang mempunyai sifat tidak spesifik dan merupakan bagian sistem imun yang berfungsi sebagai barier terdepan pada awal terjadinya infeksi penyakit, oleh karena itu sering disebut n a t u r a l atau nati ve I m m u n i t y Yang termasuk innate immunity adalah : Makrofage, sel darah merah dan selassesories, selain itu juga bahan biokimia dan fisik barier seperti kulit yang mensekresi lisosim dan dapat merusak bakteri seperti S.aureus. oleh karena itu sistem ini spesifik untuk alam. Sehingga jika ada organisme melakukan penetrasi melalui permukaan epithel akan dianulir oleh sitem Retikulum Endothelium (RE) yang merupakan turunan dari sel sumsum tulang yang berfungsi menangkap, internelisasi dan merusak agen infeksius. Dalam hal ini yang bertindak memfagositosit adalah sel kuffer. Selain itu juga sel darah merah termasuk eosinophil, PMN dan monosit dapat migrasi ke dalam jaringan yang dapat merangsang secara invasive. Sel lainnya adalah natural killer, leukosit, sel ini cocok untuk mengenali perubahan permukaan pada sel yang terinfeksi, seperti mengikat dan membunuh sel yang dipengaruhi oleh interferon. Interferon adalah termasuk antibodispesifik yang diproduksi oleh sel target atau sel terinfeksi. Faktor lain yang termasuk innate immunity adalah protein serum yang merupakan protein fase akut. Protein ini mempunyai efek sebagai perlindungan melalui interaksi komplek dengan komplemen, yang selanjutnya diikuti lisisnya agen penyakit. Sebagai tanda awal dari respon imun adalah inflamasi yang merupakan reaksi dari tubuh terhadap injuri seperti invasi agen infeksius. Terjadinya proses ini dapat ditandai dengan 3 hal yaitu pertama terjadi peningkatan daerah ke daerah infeksi, kedua peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan reaksi sel endithel, sehingga terjadi reaksi silang antara molekul besar dan sel endotelial dan ketiga adalah terjadinya migrasi leukosit (PMN) dan makrofage dan kapiler ke jaringan sekitar. Pertahanan non spesifik terbagi atas 3 bagian yaitu : a. Pertahanan Fisik : Kulit, Membran Mukosa b. Pertahanan Kimiawi : Saliva, Air mata, Lisozim (enzim penghancur)

c.Pertahanan Biologis : Sel darah putih yang bersifat fagosit (neutrofil,monosit,acidofil), protein antimikroba dan respon pembengkakan (inflammatory). 2. Sistem Imun Spesifik (Adaptive Immunity System) Adaptive Immunity adalah merupakan sistem pertahanan tibuh lapis kedua, jika innate immunity tidak mampu mengeliminasi agen penyakit.Haliniterjadi jika fagosit tidak mengenali agen infeksius sebab hanya sedikit reseptor yang cocok untuk agen infeksius atau agen tidak bertindak sebagai faktor antigen terlarut (solube antigen) yang aktif. Jika hal ini terus menerus, maka akan diperlukan molekul spesifik yang akan berikatan langsung dengan antigen infeksius yang dikenal dengan antibodi dan selanjutnya akan terjadi proses fagotosis. Antibodi diproduksi oleh sel B yang merupakan molekul fleksibel dan bertindak sebagai adaptor antara agen infeksius dan fagosit. Antibodi mempunyai 2 fungsi selain mempunyai variabel antibodi yang berbeda dan mengikat agen infeksius juga mengikat reseptor sel dan selanjutnya mengaktifkan komplemen yangdiakhiri dengan terjadinya lisis. Sistem Imun ini disebut Spesifik karena : dilakukan hanya oleh sel darah putih Limfosit, membentuk kekebalan tubuh, dipicu oleh antigen (senyawa asing) sehingga terjadi pembentukan antibodi dan setiap antibodi spesifik untuk antigen tertentu. Limfosit berperan dalam imunitas yang diperantarai sel dan antibodi.

Unsur - unsur yang Berperan dalam Reaksi Imunoglobulin. protein yang berfungsi untuk melindungi tubuh lewat proses kekebalan ini dinamakan globulin”, disingkat “Ig”. Protein paling khas pada sistem pertahanan, molekul imuno mengikatkan diri pada antigen untuk menginformasikan kepada sel-sel kekebalan lainnya keberadaan antigen tersebut atau untuk memulai reaksi berantai perang penghancuran. 1. Sel B

Protein“Imuno globulin tentang

Sel Badalah limfosit yang memainkan peran penting pada respon imunhumoral yang berbalik pada imunitas selular yang diperintah oleh sel T. Fungsi utama sel B adalah untuk membuat antibodi melawan antigen. Sel B adalah komponen sistem kekebalan tiruan. Pencerap antigen pada sel B, biasa disebut pencerap sel B, merupakan imunoglobulin. Pada saat sel B teraktivasi oleh antigen, sel B terdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi molekul antibodidari antigen yang terikat pada pencerapnya. Sel B terbagi menjadi dua jenis: a. Sel B-1 atau sel B CD5, merupakan sel B yang ditemukan pada ruang peritonealdan pleuraldan memiliki kemampuan untuk berkembangbiak. b. Sel B-2 atau sel B konvensional, merupakan sel B hasil sintesis sumsumtulang yang memenuhi plasma darah dan jaringan sistem limfatikdan tidak memiliki kemampuan untuk berkembangbiak. Sel B berasal dari sel punca yang berada pada jaringan hemopoietik didalam sumsum tulang.

2. Sel T

Sel T adalah sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang diketahui sebagai limfosit dan memainkan peran utama pada kekebalan selular. Sel T mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T memori dengan kemampuan untuk berkembangbiak dengan cepat untuk melawan infeksi yang mungkin terulang kembali. Kemampuan sel T untuk mengingat infeksi tertentu dan sistematika perlawanannya, dieksploitasi sepanjang proses vaksinasi, yang dipelajari pada sistem kekebalan tiruan. Respon yang dilakukan oleh sel T adalah interaksi yang terjadi antara reseptor sel T (bahasa Inggris: T cell receptor, TCR) dan peptida MHC pada permukaan sel sehingga menimbulkan antarmuka antara sel T dan sel target yang diikat lebih lanjut oleh molekul co-receptor dan co-binding Ikatan polivalen yang terjadi memungkinkan pengiriman sinyal antar kedua sel. Sebuah fragmen peptidakecilyang melambangkan seluruh isi selular, dikirimkan oleh sel target ke antarmuka sebagai MHC untuk dipindai oleh TCR yang mencari sinyal asing dengan lintasan pengenalan antigen. Aktivasi sel T memberikan respon kekebalan yang berlainan seperti produksi antibodi, aktivasi sel fagositatau penghancuran sel target dalam seketika. Dengan demikian respon kekebalan tiruan terhadap berbagai macam penyakit diterapkan. Sel T memiliki prekursor berupa sel punca hematopoietik yang bermigrasi dari sumsum tulang menuju kelenjar timus, tempat sel punca tersebut mengalami rekombinasi VDJ pada rantai-beta pencerapnya, guna membentuk protein TCR yang disebut pre-TCR, pencerap spesial pada permukaan sel yang disebut pencerap sel T (bahasa Inggris: T cell receptor, TCR). "T" pada kata sel T adalah singkatan dari kata timus yang merupakan organ penting tempat sel T tumbuh dan menjadi matang. Beberapa jenis sel T telah ditemukan dan diketahui mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Sel T terbagi menjadi tiga jenis, masing-masing dari ketiga jenis tersebut mempunyai tugas / fungsi yang berbeda-beda : a. S e l T s i t o t o k s i k ( k i l l e r ) , berfungsi membunuh sel-sel yang terinfekasi, sel ini dapat membunuh berbagai bibit penyakit, dan sel kanker. b. Sel T supressor (penekan), mempunyai efek menstabilkan jumlah sel killer agar sel killer tidak membunuh sel-sel tubuh yang sehat. c. Sel T penolong (helper), berfungsi membantu zat antibodi dan sel B penghasil antibodi. Sel ini mengatur respons, kekebalan tubuh dengan cara mengenali dan mengaktifkan limfosit yang lain. 3. Imuno globulin G (IgG) Imunoglobulin G adalah divalen antigen. Antibodi ini adalah imunoglobulin yang paling sering/banyak ditemukan dalam sumsum tulang belakang, darah, lymfe dan cairan peritoneal. Ia mempunyai waktu paroh biologik selama 23 hari dan merupakan imunitas yang baik (sebagai serum transfer). Ia dapat mengaglutinasi antigen yang tidak larut. IgG adalah satu-satunya imunoglobulin yang dapat melewati plasenta. 4. Imuno globulin A (IgA) Imunoglobulin A adalah antibodi sekretori, ditemukan dalam saliva, keringat, airmata, cairan mukosa, susu, cairan lambung dan sebagainya. Yang aktiv adalah bentuk dimer (yy), sedangkan yang monomer (y) tidak aktif. Jaringan yangmensekresi bentuk bentuk dimer ini ialah sel epithel yang bertindak sebagai reseptor IgA, yang kemudian sel tersebut bersama IgA masuk kedalam lumen. Fungsi dari IgA ini ialah:

 Mencegah kuman patogen menyerang permukaan sel mukosa  Tidak efektif dlam mengikat komplemen  Bersifat bakterisida dengan kondisinya sebagai lysozim yang ada dalamcairan sekretori yang mengandung IgA- Bersifat antiviral dan glutinin yang efektif 5. Imuno globulin M (IgM) Imunoglobulin M ditemukan pada permukaan sel B yang matang. IgM mempunyai waktu paroh biologi 5 hari, mempunyai bentuk pentamer dengan limavalensi. Imunoglobulin ini hanya dibentuk oleh faetus. Peningkatan jumlah IgM mencerminkan adanya infeksi baru atau adanya antigen (imunisasi/vaksinasi). IgM adalah merupakan aglutinin yang efisien dan merupakan isohem- agglutinin alamiah. IgM sangat efisien dalam mengaktifkan komplemen. IgM dibentuk setelah terbentuk T-independen antigen, dan setelah imunisasi dengan T-dependent antigen. 6. Imuno globulin D (IgD) Imunoglobulin D ini berjumlah sedikit dalam serum. IgD adalah penenda permukaan pada sel B yang matang. IgD dibentuk bersama dengan IgM oleh sel B normal. Sel B membentuk IgD dan IgM karena untuk membedakan unit dari RNA. 7. Imuno globulin E (IgE) Imunoglobulin E ditemukan sedikit dalam serum, terutama kalau berikatan dengan mast sel dan basophil secara efektif, tetapi kurang efektif dengan eosinpphil. IgE berikatan pada reseptor Fc pada sel-sel tersebut. Dengan adanya antigen yang spesifik untuk IgE, imunoglobulin ini menjadi bereaksi silang untuk memacu degranulasi dan membebaskan histamin dan komponen lainnya sehingga menyebabkan reaksi anaphylaksis. IgE sangat berguna untuk melawan parasit.

Hipersensitivitas Tipe I Hipersensitivitas tipe I atau disebut juga dengan reaksi cepat, reaksi alergi atau reaksi anafilaksis ini merupakan respon jaringan yang terjadi akibat adanya ikatan silang antara alergen dan IgE. Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonasi, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat menimbulkan gejala yang beragam, mulai dari ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Berikut mekanisme umum dari reaksi tersebut :   

Alergen berkaitan silang dengan IgE Sel mast dan basofil mengeluarkan amina vasoaktif dan mediator kimiawi lainnya Timbul manifestasi Manifestasi yang dapat ditimbulkan dari reaksi ini adalah berupa anafilaksis, urtikaria, asma bronchial, atau dermatitis. Uji diagnortik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit (tusukan atau intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (penyebab alergi) yang dicurigai.

Hipersensitivitas Tipe II Hipersensitivitas tipe II disebabkan oleh antibodi yang berupa Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks rkstraseluler. Reaksi ini dapat disebut juga sebagai reaksi sitotoksik atua reaksi sitolitik. Kerusakan yang ditimbulkan akan terbatas atau spesifik pada sel atauu jaringan yang secara langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel. Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen atau reaksi silang yang berkaitan dengan antibodi sel, sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari hipersensitivitas tipe II yaitu sebagai berikut : 

Pemfigus , IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler diantara sel epidermal



Anemia Hemolitik Autoimun, dipicu oleh obat-obatan seperti pensilin yang dapat menempel pada permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian berkaitan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah



Sindrom Goodpasture, IgG bereaksi dengan glomerulus, sehingga menyebabkan kerusakan pada ginjal

membran

permukaan

Mekanisme singkat dari reaksi hipersensitivitas tipe II adalah sebagai berikut :    

IgG dan IgM berikatan dengan antigen di permukaan sel Fagositosis sel target atau lisis sel target oleh komplemen, ADCC dan atua antibodi Pengeluaran mediator kimiawi Timbul manifestasi (anemia hemolitik autoimun, eritoblastosis fetalis, sindrom Good Pasture atau pemvigus vulgaris)

Hipersensitivitas Tipe III Hipersensitivitas tipe II merupakan hipersensitivitsa kompleks imun. Hal ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan terlarut dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau peradangan. Pada kondisi normal, komleks antigen-anibodi yang diproduksi dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya dagosit. Namun terkadang kehadiran bakteri, virus, lingkungan anatu antigen seperti spora fungi, bahan sayuran, dan hewan yang persisten akan membuat tubuh secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut, sehingga terjadi pengendapan kompleks antigenantibodi secara terus menerus. Pengendapan antigen-antibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan didalam saluran kecil, sehingga dapat memengaruhi beberapa organ seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak. Secara umum, mekanisme reaksi tipe III ini adalah : 

Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang sulit difagosit



Mengaktifkan komplemen



Menarik perhatian Neutrofil



Pelepasan enzim lisosom



Pengeluaran mediator kimiawi



Timbul manifestasi, seperti reaksi Arthus, serum sickness, LES, AR, Glomerulonefritis, dan pneumonitis

Hipersensitivitas Tipe IV

Hipersensitivitas tipe IV dikenal sebagai hipersensitivitas yang diperantarai sel atau tipe lambat (delay-tipe). Reaksi ini terjadi karena aktivitas perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Dalam reaksi ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresi sitokin dan kemokin, serta akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan. Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas pneumonitis, hipersensitivitas kontak (kontak dermatitis), dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat kronis. Reaksi ini dibedakan menjadi beberapa reaksi, seperti Tuberkulin, reaksi inflamasi granulosa, dan reaksi penolakan transplant. Mekanisme reaksi ini secara umum adalah sebagai berikut : 

Limfosit T tersensitasi



Pelepasan sitokin dan mediator lainnya atau sitotoksik yang diperantarai oleh sel T langsung



Timbul menifestasi (tuberkulosis, dermatitis kontak, dan reaksi penolakan transplant).

DAFTAR PUSTAKA : Baratawidjaja, Karnen Garna. 2004. Imunologi Dasar. Edisi Keenam. UI Press: Jakarta. Darmono.2006.Farmakologi dan Toksikologi Sistem Kekebalan. UI Press: Jakarta. Roitt, Ivan M. 2002. Immunologi. Edisi delapan. Widya Medika: Jakarta. Site, The BInding. 2007. Human IgG, IgA dan IgM ‘Bindarid’ Radial Immunodifussion. Birmingham.

Related Documents

Tugas
October 2019 88
Tugas
October 2019 74
Tugas
June 2020 46
Tugas
May 2020 48
Tugas
June 2020 45
Tugas
August 2019 86

More Documents from "Luci xyy"

Tugas Imunologi.docx
December 2019 30
Expressions Of Thanking.docx
December 2019 37
Essay Kroma.docx
December 2019 19
Null.pdf
May 2020 16