TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU
CRITICAL APPRAISAL FILSAFAT ILMU
OLEH ANSELMUS DANUS ARIA 1871022009 ILMU BEDAH UMUM
DALAM RANGKA MENJALANI MKDU PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS – 1 (PPDS-1) RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2019
CRITICAL APPRAISAL
1. Definisi adalah proses sistematis untuk menguji validitas, hasil, dan relevansi dari sebuah bukti ilmiah (hasil penelitian) sebelum digunakan untuk mengambil keputusan. Telaah kritis merupakan bagian penting dari evidence-based medicine karena dapat menjembatani jurang antara hasil riset dengan aplikasi praktis. Critical appraisal menjadi suatu keharusan bagi seorang klinisi (ex. Dokter) untuk menerapkan pengetahuan baru dalam praktek sehari-hari. Criticals appraisal digunakan untuk menilai validitas (kebenaran) dan kegunaan dari suatu artikel atau journal ilmiah. Adapun evaluasi dari critical appraisal ini meliputi ;
Relevansi
Peneliti : pakar, pemula, tempat
Sponsor : sumber dana
Rancangan penelitian : sesuai dengan tujuan penelitian
Perfomance penelitian : keandalan definisi operasional, alat
Prosedur menganalisa data
Pembahasan
Kesimpulan
Sedangkan Critical appraisal memiliki fungsi sebagai:
Secara sistematik mengevaluasi literature ilmiah
Dapat memilih literature yang akan diambil
Memutuskan artikel manakah yang akan mempengaruhi pekerjaan yang akan dilakukan
Memisahkan penghalang antara peneliti dengan hasil penelitian
Mendukung perkembangan dari Evidence Based Practice (EBP).
2. Kelebihan dan kekurangan critical appraisal Kelebihan critical appraisal adalah: o Merupakan metode yang sistematis utk menilai hasil, validitas, dan kegunaan dari publikasi artikel ilmiah.
o Jalan untuk mengurangi jurang antara riset dengan praktis. o Mendorong penilaian objektif tentang kegunaan sebuah informasi ilmiah. o Critical appraisal merupakan keterampilan yang tidak sulit dikuasai dan dikembangkan. Kekurangan critical appraisal adalah: o Membutuhkan banyak waktu, terutama pada awal. o Tidak selalu memberikan jawaban yang mudah. o Mengurangi semangat, terutama bila akses terhadap hasil penelitian yang baik pada bidang tertentu sangat terbatas.
PENGERTIAN FILSAFAT ILMU
Semakin berkembangnya peradaban manusia di bidang ilmu pengetahuan, akan diikuti berkembangnya filsafat ilmu, yang merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa (what) dan bagaimana (How) suatu konsep dan pernyataan yang dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. Filsafat ilmu di dalamnya termasuk aktivitas-aktivitas perenungan-perenungan filsafat dalam upaya untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul di sekitar hakekat ilmu, perkembangan ilmu dan penerapan ilmu. Filsafat ilmu memperkenalkan metode ilmiah sebagai cara untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Metode ilmiah ini akan didasari oleh karakteristik berpikir filsafat yang akan selalu didorong untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Secara umum, bidang kajian filsafat cukup luas dan meliputi berbagai jenis bidang kajian. Masing-masing ahli memiliki berbagai gaya pembagian cabang dan bidang kajian filsafat. Dalam beberapa literatur, diantaranya menurut Jujun S. Suriasumantri dan Anna Pudjiadi, secara garis besar filsafat memiliki tiga bidang kajian utama, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. A. Ontologi Ontologi berasal dari dua kata on dan logi artinya ilmu tentang ada. Ontologi adalah teori tentang ada dan realitas. Ontologi merupakan bagian dari metafisika dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Meninjau persoalan secara ontologis adalah mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan realitas. Jadi ontologi adalah bagian dari metafisika yang mempelajari hakekat dan digunakan sebagai dasar
untuk memperoleh pengetahuan atau dengan kata lain menjawab tentang pertanyaan apakah hakekat ilmu itu. Apa yang dapat kita alami dan amati secara langsung adalah fakta, sehingga fakta ini disebut fakta empiris, meliputi seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera. Aspek ontologi dari ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan secara metodis (mengunakan cara ilmiah); sistematis (saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keselurusan); koheren (unsur-unsurnya harus bertautan, tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan); rasional (harus berdasarkan pada kaidah berikir yang benar/logis); komprehensif (melihat objek yang tidak hanya dari satu sisi atau sudut pandang, tetapi juga secara multidimensional atau secara keseluruhan/holistik); radikal (diuraikan sampai akar persoalannya atau esensinya); universal (muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja). Menurut Suriasumantri (2007), Ontology membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: a) Apakah obyek ilmu yang akan ditelaah b) Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut c) Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (berpikir menggunakan otak, merasakan) yang membuahkan pengetahuan. Ontologi berfungsi sebagai refleksi kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-asumsi, dan postulat-postulat ilmu. Ontologi menjadi penting karena pertama, kesalahan suatu asumsi akan melahirkan teori, metodologi keilmuan yang salah pula. Kedua, ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral, komprehensif, dan koheren. Ilmu dengan ciri khas mengkaji halhal yang khusus secara tuntas yang pada akhirnya diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang objek. Namun, pada kenyataannya hasil temuan ilmiah berhenti pada kesimpulan-kesimpulan yang parsial dan terpisah. Ontologists saat ini memiliki pilihan kerangka formal (yang berasal dari aljabar, kategori teori, mereologi, topologi) dalam bentuk teori yang dapat
dirumuskan. Melalui kerangka formal tersebut, memungkinkan ahli filsafat untuk mengekspresikan prinsip intuitif dan definisi dengan jelas dan teliti serta melalui penerapan metode ilmu formal, mereka dapat juga digunakan untuk menguji teori untuk konsistensi dan kelengkapan. Berikut adalah beberapa aliran dalam bidang ontologi. i.
Monoisme Paham ini merupakan paham yang menganggap bahwa hakikat berasal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Tidak mungkin ada beberapa hakikat yang bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan yang menentukan perkembangan yang lainnya. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran.9 - Materialisme, aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi bukan rohani. - Idealisme, merupakan lawan materialisme berupa aliran idealisme yang dinamakan dengan spiritualisme.
ii.
Dualisme Ada juga pandangan yang mengatakan bahwa halikat itu ada dua yaitu materi dan rohani yang disebut dualisme. Kedua macam hakikat ini bebas dan berdiri sendiri. Hubungan kedua menciptakan kehidupan dalam aliran ini. Contohnya, tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini yaitu dalam diri manusia.
iii.
Pluralisme Paham ini berpandangan bahwa segala macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk ini semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictinary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxahoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri atas 4 unsur yaitu tanah, air, api, dan udara.
iv.
Nihilisme Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novel itu, Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima ide nihilisme. Doktrin mengenai nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (360−483 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan oleh pengindraan itu tidak dapat dipercaya, pengindraan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
v.
Agnotisisme Agnotisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun rohani. Kata Agnosticisme berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. “A” artinya not, artinya know. Timbulnya aliran ini disebabkan belum diperoleh seseorang yang mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal.
B. Epistemologi Atau disebut teori pengetahuan cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Epistemologis membahas tentang terjadinya dan kesahihan atau kebenaran ilmu. Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh manusia berhubungan satu sama lain dan tolok ukur keterkaitan ini memiliki derajat yang berbeda-beda. Sebagian ilmu merupakan asas dan fondasi bagi ilmu-ilmu lain, yakni nilai dan validitas ilmu-ilmu lain bergantung
pada ilmu tertentu dan dari sisi ini, ilmu tertentu ini dikategorikan sebagai ilmu dan pengetahuan dasar. Epistemologi (teori pengetahuan) mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan fondasi segala ilmu dan pengetahuan. Walaupun ilmu logika dalam beberapa bagian memiliki kesamaan dengan epistemologi, tetapi ilmu logika merupakan ilmu tentang metode berpikir dan berargumentasi yang benar, diletakkan setelah epistemologi. Menurut William S.Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, 1965, dalam Jujun S.Suriasumantri, 2005, epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan, apakah sumber-sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan dan ruang lingkup pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang mungkin untuk ditangkap manusia? Beberapa metode untuk memperoleh ilmu pengetahuan antara lain : - Empirisme - Rasionalisme - Fenomenalisme - Intusionisme - Dialektis - Metode ilmiah
C. Aksiologi Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “axios” yang berarti nilai dan “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai dalam berbagai bentuk. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Jadi aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
Masalah yang paling banyak dibicarakan antara lain mengenai kebaikan perilaku, keindahan karya seni, dan kekudusan atau kesucian religius. Adapun masalah yang akan dikemukakan disini adalah pendapat dari Langeveld, bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama yaitu etika dan estetika. Keduanya merupakan masalah yang paling banyak ditemukan dan dianggap penting dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Jujun S. Sumantri dalam Suatu Pengantar Filsafat ilmu, aksiologi merupakan
teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh. Sejalan dengan hal ini, Wibisono mengatakan bahwa aksiologi adalah nilainilai yang merupakan tolak ukur kebenaran (ilmiah), etik, dan moral sebagai dasar normatif dalam penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Dalam encyclopedia of philosophy, dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan ‘value’ dan valuation. Dalam hal ini nilai dianggap sebagai nilai memberi nilai dan dinilai. Richard Laningan sebagaimana dikutip Efendi mengatakan bahwa aksiologi yang merupakan kategori keempat dalam studi etika dan estetika. Hal ini berarti bahwa aksiologi berfokus pada kajian terhadap nilai-nilai manusiawi serta bagaimana cara mengekspresikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Bahrum. Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. 2013. Sulesana 8(2):35-45. Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada; 2010 Chambers R, Boath E, Rogers D. Clinical effectiveness and clinical governance made easy. Oxford; Radcliffe Medical Press, 2004 Darmodiharjo D, Siddharta. Pokok Pokok Filsafat Hukum: Apa Dan Bagaimana Filsafat Hukum di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;2006 Jujun S. Suriasuantrim Filsafah Ilmu, Sebuah Pengembangan Populasi. Pustaka Sinar Harapan, 2007 Rapar JH. Pustaka Filsafat: Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius;2010 Salam, Burhanuddin. 2003. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Suparlan Suhartono. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kelompok Penerbit Ar-Ruzz Media;2007 Suriasumantri JS. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan;2007 Susanto A. Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara; 2011 Tafsir A. Filsafat Ilmu. Bandung : PT Remaja Bosda Karya;2004 Wahana, P. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Diamond; 2016 Wardhana. Filsafat Kedokteran. Denpasar: Vaikuntha International Publication; 2016