Tugas Ikm Lanjut.docx

  • Uploaded by: Sovia Muspah
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Ikm Lanjut.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,497
  • Pages: 44
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Epidemiologi berasal dari bahasa yunani yaitu Epi yang berarti pada, Demos yangberarti penduduk, dan Logos yang berarti ilmu. Jadi epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hal – hal yang berkaitan dengan masyarakat. Pada era dewasa ini telah terjadi pergeseran pengertian epidemiologi, yang dulunya lebih menekankan ke arah penyakit menular ke arah – arah masalah kesehatan dengan ruang lingkup yang sangat luas. Keadaan ini terjadi karena transisi pola penyakit yang terjadi pada masyarakat, pergeseran pola hidup, peningkatan sosial, ekonomi masyarakat dan semakin luasnya jangkauan masyarakat. Mula-mula epidemiologi hanya mempelajari penyakit yang dapat menimbulkan wabah melalui temuan-temuan tentang jenis penyakit wabah, cara penularan dan penyebab serta bagaimana penanggulangan penyakit wabah tersebut. Kemudian tahap berikutnya berkembang lagi menyangkut penyakit yang infeksi non-wabah. Berlanjut lagi dengan mempelajari penyakit non infeksi seperti jantung, karsinoma, hipertensi, dll. Perkembangan selanjutnya mulai meluas ke halhal yang bukan penyakit seperti fertilitas, menopouse, kecelakkaan, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat-obat terlarang, merokok, hingga masalah kesehatan yang sangat luas ditemukan di masyarakat. Diantaranya masalah keluarga berencana, masalah kesehatan lingkungan, pengadaan tenaga kesehatan, pengadaan sarana kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian, subjek dan objek epidemiologi berkaitan dengan masalah kesehatan secara keseluruhan. Di era modern dan perkembangan teknologi seperti sekarang ini memicu jangkauan epidemiolgi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan atau ruang lingkup epidemiologi antara lain: a. Epidemiologi Penyakit Menular b. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular c. Epidemiologi Kesehatan Reproduksi 1

d. Epidemiologi Kesehatan Lingkungan e. Epidemiologi Kesehatan Kerja f. Epidemiologi Kesehatan Darurat g. Epidemiologi Kesehatan Jiwa h. Epidemiologi Perencanaan i. Epidemiologi Prilaku j. Epidemiologi Genetik k. Epidemiologi Gizi l. Epidemiologi Remaja m. Epidemiologi Demografi n. Epidemiologi Klinik o. Epidemiologi Kausalitas p. Epidemiologi Pelayanan Kesehatan, dsb. Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih yang menuntut peningkatan kebutuhan masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi. Apalagi dengan munculnya berbagai macam fenomena kesehatan seperti penyakit baru dan lama (prevalensi) mendorong penelitian juga semakin meningakat. Pergeseran ini pula yang menyebabkan pergeseran pengertian/definisi dalam 2

epidemiologi, yang tadinya hanya menekankan pada penyakit-penyakit menular, yang meliputi pencegahan, pemberantasan penyakit menular ke arah mempelajari masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat atau sekelompok manusia yang menyangkut frekuensi, distribusi masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana Studi Penyakit Dari PTM? 2. Bagaimna Studi Penyakit Dari PM? 3. Bagaiamana Epidemiologi Dari Cedera? 4. Apa Saja Yang Menjadi Penyebab Kematatian Di Masyarakat?

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. EPIDEMIOLOGI 1. Definisi Epidemiologi Epidemiologi adalah metode investigasi yang digunakan untuk mendeteksi penyebab atau sumber dari penyakit, sindrom, kondisi atau risiko yang menyebabkan penyakit, cedera, cacat atau kematian dalam populasi atau dalam suatu kelompok manusia. Epidemiologi juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sifat, penyebab, pengendalian, dan faktorfaktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan, dan kematian dalam populasi manusia. Ilmu ini meliputi pemberian ciri pada distribusi status kesehatan, penyakit, atau masalah kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku, waktu, tempat, orang dan sebagainya. Epidemiologi berfokus pada tipe dan keluasan cedera, kondisi, atau penyakit yang menimpa suatu kelompok atau populasi, epidemiologi juga menangani faktor risiko yang dapat memberikan dampak, pengaruh, pemicu, dan efek pada distribusi penyakit, cacat/ defek, ketidakmampuan, dan kematian. Sebagai metode ilmiah, epidemiologi juga digunakan untuk mengkaji pola kejadian yang mempengaruhi faktor-faktor di atas. Subjeksubjek yang dibahas dalam epidemiologi adalah distribusi kondisi patologi dari populasi manusia atau faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi tersebut. 2. Tujuan Epidemiologi Menurut Lilienfeld dalam buku Timmreck (2004) menyatakan bahwa ada tiga tujuan epidemiologi, yaitu: a) Menjelaskan etiologi (studi tentang penyebab penyakit) satu penyakit

atau

sekelompok

penyakit,

kondisi,

gangguan,

defek,

ketidakmampuan, sindrom, atau kematian melalui analisis terhadap 4

data medis dan epidemiologi dengan menggunakan manajemen informasi sekaligus informasi yang berasal dari setiap bidang atau disiplin ilmu yang tepat, termasuk ilmu sosial/ perilaku. b) Menentukan apakah data epidemiologi yang ada memang konsisten

dengan hipotesis yang diajukan dan dengan pengetahuan, ilmu perilaku, dan ilmu biomedis yang terbaru. c) Memberikan dasar bagi pengembangan langkah-langkah pengendalian dan prosedur pencegahan bagi kelompok dan populasi yang berisiko, dan untuk pengembangan langkah-langkah dan kegiatan kesehatan masyarakat yang diperlukan; yang semuanya itu akan digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan langkah-langkah, kegiatan, dan program intervensi.

3. Ruang Lingkup dan Penerapan Epidemiologi Epidemiologi dalam sejarahnya dikembangkan dengan menggunakan epidemik penyakit menular sebagai suatu model studi dan landasannya masih seperti pada model penyakit, metode, dan pendekatannya. Pada jaman dahulu, beberapa epidemik setelah ditelusuri ternyata berasal dari penyebab-penyebab noninfeksius. Pada tahun 1700, James Lind menemukan bahwa penyakit skorbut disebabkan karena

kekurangan vitamin C dalam makanan. Penyakit defisiensi gizi lainnya dihubungkan dengan kekurangan vitamin A dan vitamin D. Beberapa studi juga telah berhasil menghubungkan keracunan timbal dengan berbagai penyakit ringan, kolik, gout, keterbelakangan mental dan kerusakan saraf pada anak, pelukis dan pengrajin tembikar. Dewasa ini, epidemiologi juga telah terbukti efektif dalam mengembangkan hubungan sebab akibat pada kondisi-kondisi noninfeksius seperti penyalahgunaan obat, bunuh diri, kecelakaan lalu lintas, keracunan zat kimia, kanker, dan penyakit jantung. Saat ini area epidemiologi penyakit kronis dan penyakit perilaku merupakan cabang ilmu epidemiologi yang paling cepat berkembang. Epidemiologi dipakai untuk menentukan kebutuhan akan programprogram

pengendalian

penyakit,

untuk

mengembangkan

program

pencegahan dan kegiatan perencanaan layanan kesehatan, serta untuk 5

menetapkan pola penyakit endemik, epidemik, dan pandemik. 4. Manfaat Epidemiologi Ada tujuh manfaat epidemiologi dalam bidang kesehatan masyarakat, yaitu: a. Mempelajari riwayat penyakit

Ilmu epidemiologi bermanfaat untuk mempelajari tren penyakit untuk memprediksi tren penyakit yang mungkin akan terjadi. Hasil penelitian epidemiologi tersebut dapat digunakan dalam perencanaan pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat. b. Diagnosis masyarakat

Epidemiologi memberikan gambaran penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan, defek/cacat apa saja yang menyebabkan kesakitan, masalah kesehatan, atau kematian di dalam suatu komunitas atau wilayah. c. Mengkaji risiko yang ada pada setiap individu karena mereka dapat

mempengaruhi kelompok maupun populasi. Epidemiologi

memberikan

manfaat

dengan

memberikan

gambaran faktor risiko, masalah, dan perilaku apa saja yang mempengaruhi suatu kelompok atau suatu populasi. Setiap kelompok dikaji dengan melakukan pengkajian terhadap faktor risiko dan menggunakan teknik pemeriksaan kesehatan, misalnya: risiko kesehatan, pemeriksaan, skrining kesehatan, tes kesehatan, pengkajian penyakit, dan sebagainya. d. Pengkajian, evaluasi, dan penelitian.

Epidemiologi memberikan manfaat dalam menilai sebaik apa pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dalam mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan populasi atau kelompok. Epidemiologi juga berguna untuk mengkaji keefektifan; efisiensi; kualitas; kuantitas; akses; ketersediaan layanan untuk mengobati, mengendalikan atau mencegah penyakit; cedera; ketidakmampuan; atau kematian. 6

e. Melengkapi gambaran klinis.

Ilmu epidemiologi berguna dalam proses identifikasi dan diagnosis untuk menetapkan bahwa suatu kondisi memang ada atau bahwa seseorang memang menderita penyakit tertentu. Epidemiologi juga berguna untuk menentukan hubungan sebab akibat, misalnya: radang tenggorokan dapat menyebabkan demam rematik. f. Identifikasi sindrom.

Dalam hal ini, ilmu epidemiologi membantu dalam menyusun dan menetapkan kriteria untuk mendefinisikan sindrom, misalnya: sindrom down, fetal alkohol, kematian mendadak pada bayi. g. Menentukan penyebab dan sumber penyakit.

Temuan epidemiologi memberikan manfaat untuk memungkinkan dilakukannya pengendalian, pencegahan, dan pemusnahan penyebab penyakit, kondisi, cedera, ketidakmampuan dan kematian.

5. Segitiga Epidemiologi Epidemiologi memakai cara pandang ekologi untuk mengkaji interaksi berbagai elemen dan faktor dalam lingkungan dan implikasi yang berkaitan dengan suatu penyakit. Ekologi merupakan hubungan organisme, antara satu dengan lainnya. Semua penyakit atau kondisi tidak selalu dapat dikaitkan hanya pada satu faktor penyebab (tunggal). Jika diperlukan lebih dari satu penyebab untuk menimbulkan satu penyakit, hal ini disebut sebagai penyebab ganda (multiple caution). Segitiga Epidemiologi (Triad Epidemiology) yang biasa digunakan dalam penyakit menular merupakan dasar dan landasan untuk semua bidang epidemilogi. Namun saat ini penyakit infeksi tidak lagi menjadi penyebab utama kematian di negara industri sehingga diperlukan model segitiga epdemiologi yang lebih mutakhir. Model ini mencakup semua aspek dalam model penyakit menular, dan agar dapat dipakai bersama penyebab penyakit, kondisi, gangguan, defek, dan kematian saat ini, model ini harus dapat mencerminkan penyebab 7

penyakit dan kondisi saat ini. Ada empat faktor epidemilogi yang sering berkontribusi dalam terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit saat ini, yaitu: (1). Peran pejamu, (2). Agen atau penyebab penyakit, (3). Keadaan lingkungan yang dibutuhkan penyakit untuk berkembang pesat, bertahan, dan menyebar, dan (4). Permasalahan yang berkaitan dengan waktu. Segitiga Epidemiologi Lingkuangan

[penjamu

Model

ini

Agens

berguna

untuk

memperlihatkan

interaksi

dan

ketergantungan satu sama lainnya antara lingkungan, pejamu, agens,dan waktu. Segitiga epidemiologi digunakan untuk menganalisis peran dan keterkaitan setiap faktor dalam epidemiologi penyakit menular, yaitu pengaruh, reaktivitas, dan efek yang dimiliki setiap faktor terhadap faktor lainnya. a.

Agens (faktor penyebab) Agen adalah penyebab penyakit, bisa bakteri, virus, parasit, jamur, atau kapang yang merupakan agen yang ditemukan sebagai penyebab penyakit infeksius. Pada penyakit, kondisi, ketidakmampuan, cedera, atau situasi kematian lain, agen dapat berupa zat kimia, faktor fisik seperti radiasi atau panas, defisiensi gizi, atau beberapa substansi lain seperti racun ular berbisa. Satu atau beberapa agen dapat berkontribusi 8

pada satu penyakit. Faktor agen juga dapat digantikan dengan faktor penyebab, yang menyiratkan perlunya dilakukan identifikasi terhadap faktor penyebab atau faktor etiologi penyakit, ketidakmampuan, cedera, dan kematian. Pada kejadian kecelakaan faktor agen dapat berupa mekanisme kecelakaan, kendaraan yang dipakai. b.

Host (pejamu) Pejamu adalah organisme, biasanya manusia atau hewan yang menjadi tempat persinggahan penyakit. Pejamu memberikan tempat dan penghidupan kepada suatu patogen (mikroorganisme penyebab penyakit) dan dia bisa saja terkena atau tidak terkena penyakit. Efek yang ditimbulkan organisme penyebab penyakit terhadap tubuh juga ditentukan oleh tingkat imunitas, susunan genetik, tingkat pajanan, status kesehatan, dan kebugaran tubuh pejamu. Pejamu juga dapat berupa kelompok atau populasi dan karakteristiknya. Seperti halnya pada kecelakaan lalu lintas, yang menjadi host adalah manusia (pengendara maupun penumpang).

c.

Lingkungan (environment) Lingkungan adalah segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan penularan penyakit. Faktor- faktor lingkungan dapat mencakup aspek biologis, sosial, budaya, dan aspek fisik lingkungan. Lingkungan dapat berada di dalam atau di luar pejamu (dalam masyarakat), berada di sekitar tempat hidup organisme dan efek dari lingkungan terhadap organisme itu. Lingkungan yang berkontribusi dalam kecelakaan adalah lingkungan yang tidak aman seperti kondisi jalan, marka dan rambu jalan.

6. Variabel Epidemiologi Studi epidemiologi deskripstif adalah suatu studi terhadap jumlah dan distribusi penyakit, kondisi, cedera, ketidakmampuan, dan kematian 9

dalam populasi. Untuk melakukan studi ini, ahli epidemiologi harus mengkaji semua aspek waktu, tempat dan orang. Variabel waktu dijawab melalui investigasi dan penelitian terhadap semua aspek elemen waktu yang berhubungan dengan penyebab, kejadian luar biasa, penyebaran, distribusi, dan perjalanan penyakit serta kondisi. Variabel tempat berkaitan dengan lokasi sumber penyakit secara geografis, lokasi saat terjadinya infeksi atau terjadinya cedera dan pengklasteran kasus. Variabel manusia (orang) perlu diselidiki dan dianalisis secara mendalam tentang banyaknya kerusakan yang ditimbulkan penyakit tersebut pada kehidupan dan penderitaan manusia. Variabel ini dipengaruhi oleh penyebaran,

distribusi,

dan

perjalanan

penyakit

serta

kondisi.

berbagaipola perilaku, berbagai keyakinan dalam meyebabkan penyebaran penyakit dan meningkatkan kondisi dan kegiatan yang tidak sehat dalam keluarga, kelompok, dan populasi, variabel manusia dipengaruhi oleh faktor pola perilaku, berbagai keyakinan, tradisi, budaya, dan harapan sosial sampai ke suatu tingkat yang dapat menyebabkan kematian (yang sebenarnya tidak perlu terjadi)

B. PENYAKIT TIDAK MENULAR 1.

Pengertian PTM Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat, karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Dari 3 penyebab utama kematian (WHO, 2013) dua diantaranya adalah penyakit tidak menular yakni penyakit jantung koroner dan stroke. Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri banyak memberi andil terhadap pola fertilitas, gaya hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya memacu semakin meningkatnya PTM. Epidemiologi PTM sangat penting peranannya dengan semakin meningkatnya prevalensi PTM dalam masyatakat. Penyakit tidak menular (non-communicable disease/NCD) adalah kondisi medis atau penyakit yang non-infeksi dan non-menular antara orang10

orang. (Kim HC dan Oh SM., 2013). Penyakit tidak menular (NCD), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke orang. Penyakit tidak menular memiliki durasi panjang dan perkembangan umumnya lambat. (WHO, 2015). Penyakit Tidak Menular sering disebut sebagai penyakit yang bersifat kronis,noninfeksi, new communicable diseases, degenaratif : (M.N. Bustan, 2007) Empat jenis utama dari penyakit tidak menular adalah penyakit kardiovaskular (seperti serangan jantung dan stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (seperti penyakit paru obstruktif kronik dan asma) dan diabetes. (WHO, 2015)  Penyakit kronis biasanya penyakit kronik atau bersifat kronik menahun alias berlangsung lama, tapi ada juga yang kelangsungannya mendadak misalnya saja keracunan.  Penyakit noninfeksi karena penyebabnya bukan mikroorganisme, namun tidak berarti tidak ada peranan mikroorganime dalam terjadinya penyakit tidak menular misalnya luka karena tidak diperhatikan bisa terjadi infeksi.  Penyakit New communicable karena dianggap dapat menular melalui gaya hidup, gaya hidup dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global.  Penyakit degenaratif, karena berhubungan dengan proses degenerasi (ketuaan) atau menurunnya fungsi tubuh seseorang. 2. Ruang Lingkup Penyakit Non Menular Direktorat

Pengendalian

Penyakit

Tidak

Menular

memiliki

lingkupkegiatan yang terdiri dari : a)

Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah

b)

Pengendalian Penyakit Diabetes Millitus dan Penyakit Metabolik

c)

Pengendalian Penyakit Kanker

d)

Pengendalian Penyakit Kronis dan Penyakit Degeneratif Lainnya

e)

Pengendalian Gangguan Akibat Kecelakaan dan Cidera

11

ruang

3.

Perbedaan (Tpenyakit Non Menular) Dengan Pm (Penyakit Menular) No 1.

Penyakit Menular

Penyakit Tidak Menular

Berlangsung akut (dalam waktu Berlangsung kronis (dalam waktu yang panjang atau lama)

yang pendek atau tidak lama) 2.

Dapat ditularkan

Tidak dapat ditularkan

3.

Rantai penularan penyakit jelas

Tidak ada rantai penularan

4.

Mudah mencari penyebab

Sulit mencari penyebab

5.

Disebabkan oleh living agent seperti Disebabkan oleh non living virus,bakteri,protozoa,jamur dll

agentseperti faktor kimiawi, fisik, mekanik, psikis dll

6.

Single kausa

Multiple kausa

7.

Masa inkubasi tidak lama

Masa inkubasi (latent) lama

8.

Diagnosa mudah dilakukan

Diganosa sulit dilakukan

9.

Perkembangan penyakit umumnya

Perkembangan

umumnya Lambat

Cepat 10

Biaya

relatif

murah

untuk Biaya

Penanganannya

4.

penyakit

relatif

mahal untuk

Penanganannya

Riwayat Penyakit Tidak Menular riwayat perjalan penyakit dapat dibagi menjadi lima kategori / lima tahap, yakni : a) Tahap Pra-patogenesis (Stage of susceptibility ) Manusia (host) masih dalam keadaan sehat, namun pada tahap ini pula manusia telah terpajan dan beresiko terhadap penyakit yang ada di sekelilingnya, karena : -

Telah terjadi interaksi dengan bibit penyakit (agent)

-

Bibit penyakit belum masuk ke manusia (host) 12

-

Manusia masih dalam keadaan sehat belum ada tanda penyakit

-

Belum terdeteksi baik secara klinis maupun laboratorium Contoh : Anak yang tidak divaksin rentan terhadap campak

b) Tahap inkubasi Pada tahap ini bibit penyakit telah masuk ke manusia, namun gejala belum tampak. Jika daya tahap pejamu tidak kuat akan terjadi gangguan pada bentuk dan fungsi tubuh. c) Tahap penyakit dini (Stage of pre-symptomatic (sub-clinical) disease) Tahap ini mulai timbul gejala penyakit, sifatnya masih ringan dan umumnya masih dapat beraktivitas. Pada tahap pre- clinical penyakit dapat lanjut ke tahap clinical , atau kadang dapat sembuh sendiri tanpa adanya gejala yang timbul. Contoh : Antibodi orang normal mendeteksi adanya HIV di dalam tubuh d) Tahap penyakit lanjut (Stage of clinical disease ) Pada tahap ini penyakit makin bertambah hebat, penderita tidak dapat beraktiviras sehingga memerlukan perawatan. Contoh : Penyakit diabetes mellitus mempunyai tahapan clinical yang panjang dan dapay menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat. e) Tahap akhir penyakit (Stage of disability or death) Pada tahap akhir perjalanan penyakit ini manusia berada dalam lima keadaan yaitu sembuh semrpuna,sembuh dengan cacat, carrier, kronis atau meninggal dunia. Contoh : Penyakit trachoma dapat meyebabkan kebutaan 5.

Level Of Prevention Penyakit Non Memular Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit adalah untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya pencegahan. Artinya, dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta perubahan yang terjadi di setiap masa/fase tersebut, dapat dipikirkan upayaupaya pencegahan apa yang sesuai dan dapat dilakukan sehingga penyakit itu 13

dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak menjadi lebih berat, bahkan dapat disembuhkan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu di bagi atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit. Dalam epidemiologi dikenal ada empat tingkat utama pencegahan penyakit, yaitu : 1. Pencegahan tingkat awal (Priemodial Prevention) 2. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) 3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) 4. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention)

Pencegahan tingkat awal dan pertama berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis, sedangkan pencegahan tingkat kedua dan ketiga sudah berada dalam keadaan pathogenesis atau penyakit sudah tampak. Bentuk-bentuk upaya pencegahan yang dilakukan pada setiap tingkat itu meliputi 5 bentuk upaya pencegahan sebagai berikut :

1. Pencegahan tingkat awal (primodial prevention) 

Pemantapan status kesehatan (underlying condition)

2. Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) 

Promosi kesehatan (health promotion)



Pencegahan khusus

3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) 

Diagnosis awal dan pengobatan tepat (early diagnosis and prompt treatment)



Pembatasan kecacatan (disability limitation)

4. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary Prevention) 14



Rehabilitasi (rehabilitation)

Salah satu teori public health yang berkaitan dengan pencegahan timbulnya penyakit dikenal dengan istilah 5 Level Of Prevention Against Diseases. Leavel dan Clark dalam bukunyaPreventive Medicine For The Doctor In His Community mengemukakan adanya tiga tingkatan dalam proses pencegahan terhadap timbulnya suatu penyakit. Kedua tingkatan utama tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Fase sebelum sakit Fase pre-pathogenesis dengan tingkat pencegahan yang disebut pencegahan primer (primary prevention). Fase ini ditandai dengan adanya keseimbangan antara agent (kuman penyakit/ penyebab), host (pejamu) danenvirontment (lingkungan). 2. Fase selama proses sakit Fase pathogenesis, terbagi dalam 2 tingkatan pencegahan yang disebut pencegahan sekunder (secondary prevention) dan pencegahan tersier (tertiary prevention). Fase ini dimulai dari pertama kali seorang terkena sakit yang pada akhirnya memiliki kemungkinan sembuh atau mati. Pada dasarnya ada 4 tingkat pencegahan penyakit secara umum, yakni pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap terjadinya cacat dan terakhir adalah rehabilitasi. Keempat tingkat pencegahan

tersebut

saling

berhubungan

erat

sehingga

dalam

pelaksanaannya sering dijumpai keadaan yang tumpang tindih. a) Pencegahan tingkat Dasar (Primordial Prevention) Pencegahan tingkat dasar merupakan usaha mencegah terjadinya risiko

atau

mempertahankan 15

keadaan

risiko

rendah

dalam

masyarakat terhadap penyakit secara umum. Tujuan primordial prevention ini adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup social-ekonomi dan cultural

yang

mendorong peningkatan risiko penyakit . upaya ini terutama sesuai untuk ditujukan kepada masalah penyakit tidak menular yang dewasa ini cenderung menunjukan peningkatannya. b) Pencegahan ini meliputi usaha memelihara dan mempertahankan kebiasaan atau pola hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang dapat mencegah meningkatnya risiko terhadap penyakit dengan melestarikan pola atau kebiasaan hidup sehat yang dapat mencegah atau mengurangi tingkat risiko terhadap penyakit tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara umum. Contohnya seperti memelihara cara makan, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan lainnya dalam usaha mempertahankan tingkat risiko yang rendah terhadap berbagai penyakit tidak menular. Selain itu pencegahan tingkat dasar ini dapat dilakukan dengan

usaha

mencegah

timbulnya

kebiasaan

baru

dalam

masyarakat atau mencegah generasi yang sedang tumbuh untuk tidak melakukan kebiasaan hidup yang dapat menimbulkan risiko terhadap berbagai penyakit seperti kebiasaan merokok, minum alkhohol dan sebagainya. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini

terutama

kelompok masyarakat usia muda dan remaja dengan tidak mengabaikan orang dewasa dan kelompok manula. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pencegahan awal ini diarahkan kepada mempertahankan kondisi dasar atau status kesehatan masyarakat

yang

bersifat

positif

yang

dapat

mengurangi

kemungkinan suatu penyakit atau factor risiko dapat berkembang atau memberikan efek patologis. Factor-faktor itu tampaknya banyak bersifat social atau berhubungan dengan gaya hidup atau pola makan. Upaya awal terhadap tingkat pencegahan primordial ini 16

merupakan upaya mempertahanka kondisi kesehatan yang positif yang dapat melindungi masyarakat dari gangguan kondisi kesehatan yang sudah baik. Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa usaha pencegahan primordial ini sering kali disadari pentingnya apabila sudah terlambat. Oleh karena itu, epidemiologi sangat penting dalam upaya pencegahan penyakit.

1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan

tingkat

pertama

merupakan

upaya

untuk

mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit (Eko budiarto, 2001). Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) dilakukan dengan dua cara : (1) menjauhkan agen agar tidak dapat kontak atau memapar penjamu, dan (2) menurunkan kepekaan penjamu. Intervensi ini dilakukan sebelum perubahan patologis terjadi (fase prepatogenesis). Jika suatu penyakit lolos dari pencegahan primordial, maka giliran pencegahan tingkat pertama ini digalakan. Kalau lolos dari upaya maka penyakit itu akan segera dapat timbul yang secara epidemiologi tercipta sebagai suatu penyakit yang endemis atau yang lebih berbahaya kalau tumbuldalam bentuk KLB.

Pencegahan tingkat pertama merupakan suatu usaha pencegahan penyakit melalui usaha-usaha mengatasi atau mengontrol faktor-faktor risiko dengan sasaran utamanya orang sehat melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi kesehatan) serta usaha pencegahan khusus terhadap penyakit tertentu. Tujuan pencegahan tingkat pertama adalah mencegah agar penyakit tidak terjadi dengan mengendalikan agent dan faktor determinan. Pencegahan tingkat pertama ini didasarkan pada hubungan interaksi antara pejamu (host), penyebab (agent atau pemapar), lingkungan (environtment) dan proses kejadian penyakit. 17

Usaha pencegahan penyakit tingkat pertama secara garis besarnya dapat dibagi dalam usaha peningkatan derajat kesehatan dan usaha pencegahan khusus. Usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion) atau pencegahan umum yakni meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab dan derajat risiko serta meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal. contohnya makan makanan bergizi seimbang, berperilaku sehat, meningkatkan kualitas lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit misalnya, menghilangkan tempat berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi dan mencegah polusi udara, menghilangkan tempat berkembang biaknya vektor penyakit misalnya genangan air yang menjadi tempat berkembang

biaknya

nyamuk Aedes atau terhadap agent penyakit seperti misalnya dengan memberikan antibiotic untuk membunuh kuman.

Adapun usaha pencegahan khusus (specific protection) merupakan usaha yang ter-utama ditujukan kepada pejamu dan atau pada penyebab untuk meningkatkan daya tahan maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit tertentu. Contohnya yaitu imunisasi atau proteksi bahan industry berbahaya dan bising, melakukan kegiatan kumur-kumur dengan larutan Flour untuk mencegah terjadinya karies pada gigi. Sedangkan terhadap kuman penyakit misalnya mencuci tangan dengan larutan antiseptic sebelum operasi untuk mencegah infeksi, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan untuk mencegah penyakit diare. Terdapat dua macam strategi pokok dalam usaha pencegahan primer, yakni : (1) strategi dengan sasaran populasi secara keseluruhan dan (2) strategi dengan sasaran hanya terbatas pada kelompok risiko tinggi. Strategi pertama memiliki sasaran lebih luas sehingga lebih bersifat radikal, memiliki potensi yang besar pada populasi dan sangat sesuai untuk sasaran perilaku. Sedangkan pada strategi kedua, sangat mudah diterapkan secara individual, motivasi subjek dan pelaksana cukup tinggi serta rasio antara manfaat dan tingkat 18

risiko cukup baik. Pencegahan pertama dilakukan pada masa sebelum sakit yang dapat berupa :

a. Penyuluhan kesehatan yang intensif. b. Perbaikan gizi dan penyusunan pola menu gizi yang adekuat. c. Pembinaan dan pengawasan terhadap pertumbuhan balita khususnya anak-anak, dan remaja pada umumnya. d. Perbaikan perumahan sehat. e. Kesempatan memperoleh hiburan yang sehat untuk memungkinkan pengembangan kesehatan mental maupu sosial. f. Nasihat perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab. g. Pengendalian terhadap faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit h. Perlindungan terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.

Pencegahan primer merupakan upaya terbaik karena dilakukan sebelum kita jatuh sakit dan ini adalah sesuai dengan “konsep sehat” yang kini dianut dalam kesehatan masyarakat modern.

2. Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit atau yang terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini untuk menemukan status patogeniknya serta pemberian pengobatan yang cepat dan tepat. Tujuan utama pencegahan tingkat kedua ini, antara lain untuk mencegah meluasnya penyakit menular dan untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut, mencegah komplikasi hingga pembatasan cacat. Usaha pencegahan penyakit tingkat kedua secara garis besarnya dapat dibagi dalam diagnosa dini dan

pengobatan 19

segera (early diagnosis

and

promt

treatment) serta pembatasan cacat.

Tujuan utama dari diagnosa dini ialah mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular, dan tujuan utama dari pengobatan segera adalah untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat. Cacat yang terjadi diatasi terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya kecacatan yang lebih baik lagi.

Selain itu, pemberian pengobatan dini pada mereka yang dijumpai menderita atau pemberian kemoprofilaksis bagi mereka yang sedang dalam proses patogenesis termasuk mereka dari kelompok risiko tinggi penyakit menular tertentu.

3. Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) Pencegahan pada tingkat ketiga ini merupakan pencegahan dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta program rehabilitasi. Tujuan utamanya adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut, seperti pengobatan dan perawatan khusus penderita kencing manis, tekanan darah tinggi, gangguan saraf dan lain-lain serta mencegah terjadinya cacat maupun kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitasi.

Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis (seperti pemasangan

protese),

rehabilitasi

mental

(psychorehabilitation)

dan

rehabilitasi sosial, sehingga setiap individu dapat menjadi anggota masyarakat yang produktif dan berdaya guna. 20

6

Patogenesis Penyakit Non Memular Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti cacat fisik, gangguan mental, kanker, penyakit degeneratif, penyakit gangguan metabolisme, dan kelainan-kelainan organ tubuh lain penyakit jantung, pembuluh darah, penyakit tekanan darah tinggi, penyakit kencing manis, berat badan lebih, osteoporosis, kanker usus, depresi dan kecemasan. Penyakit Tidak Menular (PTM) tidak dikarenakan adanya proses infeksi. Bahkan sebagian penelitian menyebutkan bahwa orang yang mulai terkena Penyakit Tidak Menular ini tidak merasakan adanya gejala. Sehingga banyak orang yang baru menyadarinya ketika Penyakit Tidak Menular (PTM) tersebut sudah dalam keadaan parah. Penyakit non infeksi dipakai karena penyebab PTM biasanya bukan oleh mikroorganisme. Namun tidak berarti tidak ada peranan mikroorganisme dalam terjadinya PTM. Penyakit degeneratif karena kejadiannya bersangkutan dengan proses degenerasi atau ketuaan sehingga PTM banyak ditemukan pada usia lanjut. New communicable disease karena penyakit ini dianggap dapat menular, yakni melalui gaya hidup. Gaya hidup dalam dunia modern dapat menular dengan caranya sendiri, tidak seperti penularan klasik penyakit menular yang lewat suatu rantai penularan tertentu. Gaya hidup di dalamnya dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global.

7. Faktor Risiko Penyakit Non Menular

Menurut Maryani dan Rizki tahun 2010 dalam sebuah artikel menyebutkan bahwa Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius) dan tidak dapat berpindah dari satu orang ke orang lain. Faktor risiko penyakit tidak menular dipengaruhi oleh kemajuan era globalisasi yang telah mengubah cara pandang penduduk dunia dan melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru yang tidak sesuai 21

dengan gaya hidup sehat (Nura Wijoreni, 2014) Faktor penyebab dalam PTM dipakai istilah Faktor Risiko (risk factor) untuk membedakan dengan istilah etiologi pada penyakit menular atau diagnosis klinis. Macam-macam Faktor Risiko: (Dodit Aditya, 2008) 1. Menurut dapat tidaknya Risiko itu diubah:

a. Unchangeable Risk Factors yaitu Faktor risiko yang tidak dapat diubah. Misalnya: Umur, genetic

b. Changeable Risk Factors yaitu Faktor Risiko yang dapat berubah. Misalnya: kebiasaan merokok, olahraga 2. Menurut Kestabilan Peranan Faktor Risiko:

a. Suspected Risk Factors Faktor risiko yang dicurigai yaitu faktor risiko yang belum mendapat dukungan ilmiah/ penelitian dalam peranannya sebagai faktor yang berperan dalam kejadian suatu penyakit. Misalnya: merokok menyebabkan terjadinya kanker leher Rahim. b. Established Risk Factor Faktor risiko yang ditegakkan yaitu faktor riusiko yang telah mendapat dukungan ilmiah/ penelitian dalam peranannya sebagai faktor yang berperan dalam kejadian suatu penyakit. Misalnya: Rokok sebagai faktor risiko terjadinya kanker paru. Perlunya dikembangkan konsep Faktor Resiko ini dalam Epidemiologi PTM berkaitan dengan beberapa alasan, antara lain :

1.

Tidak Jelasnya Kausa PTM terutama dalam hal ada tidaknya mikroorganisme dalam PTM. 22

2.

Menonjolnya penerapan konsep Multikausal pada PTM.

3.

Kemungkinan adanya Penambahan atau Interaksi antar resiko

4.

Perkembangan Metodologik telah memberi kemampuan untuk mengukur besarnya factor resiko.

C. PENYAKIT MENULAR 1. Pengertian Penyakit Menular Dewasa ini banyak penyakit menular yang telah mampu diatasi bahkan ada yang telah dapat dibasmi berkat kemajuan teknologi dalam mengatasi masalah lingkungan biologis yang erat hubungan nya dengan penyakit menular. Akan tetapi masalah penyakit menular masih tetap dirasakan oleh sebagian besar penduduk negara berkembang, di samping munculnya masalah baru pada negara yang sudah maju. Penguasaan teknologi terhadap pengaruh lingkungan biologis yang erat hubungan nya dengan penyakit menular maka penguasaan terhadap lingkungan fisik sedang dikembangkan di berbagai negara dewasa ini yang sejalan dengan terhadap lingkungan biologis. Dewasa ini berbagai jenis penyakit menular telah dapat diatasi terutama pada negara-negara maju, tetapi sebagian besar penduduk dunia yang mendiami belahan dunia yang sedang berkembang, masih terancam dengan berbagai penyakit menular tertentu. Dalam hal ini maka penyakit menular dapat di kelompokan dalam 3 kelompok utama yakni: a) Penyakit yang sangat berbahaya karena kematian cukup tinggi. b) Penyakit menular yang dapat menimbulkan kematian atau cacat, walaupun, akibatnya lebih ringan dibanding dengan yang pertama. c) Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian, tetapi dapat mewabah sehingga dapat menimbulkan kerugian waktu maupun materi/biaya. 2.Faktor Penyebab Penyakit Menular Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam masyarakat, maka 23

dikenal adanya beberapa faktor yang memegang peranan penting antara lain adanya faktor penyebab (agent) yakni organisme penyebab penyakit, adanya sumber penularan (resorvoir maupun resources), adanya cara penularan khusus (mode of transmission), adanya cara meninggalkaan penjamu dan cara masuk ke penjamu lainnya, serta keadaan ketahanan penjamu sendiri. Yang merupakan penyebab kausal (agent) penyakit menular adalah unsur biologis, yang bervariasi mulai dari partikel virus yang paling sederhana sampai organisme multi selular yang cukup kompleks yang dapat menyebabkan penyakit manusia. Unsur penyebab ini dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok yakni: a) Kelompok arthropoda (serangga), seperti pada penyakit scabies, pediculosis dan lain-lain. b) Kelompok cacing/helminth baik cacing darah maupaun cacing perut dan yang lainnya. c) Kelompok protozoa, seperti plasmodium,amoeba,dan lain-lain. d) Fungus atau jamur, baik uniseluler maupun multiseluler. e) Bakteri termasuk spirocheata maupun ricketsia yang memiliki sifat tersendiri. Sebagai makhluk biologis yang sebagian besar adalah kelompok mikroorganisme, unsur penyebab penyakit menular tersebut juga mempuyai potensi untuk tetap berusaha untuk mempertahankan diri terhadap faktor lingkungan di mana ia berada dalam usaha mempertahankan hidupnya serta mengembangkan keturunannya. Adapun usaha tersebut yang meliputi berkembang biak pada lingkungan yang sesuai/menguntungkan, terutama pada penjamu /host dimana mikro-organisme tersebut berada, berpindah tempat dari satu penjamu lainnya yang lebih sesuai/menguntungkan, serta membentuk pertahanan khususnya pada situasi lingkungan yang jelek seperti membentuk spora atau bentuk lainya. 3. Mekanisme Penyakit Menular 24

Aspek sentral penyebaran penyakit menular dalam masyarakat adalah mekanisime penularan (mode of transmissions) yakni berbagai mekanisme di mana unsur penyebab penyakit dapat mencapai manusia sebagai penjamu yang potensial. Mekanisme tersebut meliputi cara unsur penyebab (agent) meninggalkan reservoir, cara penularan untuk mencapai penjamu potensial, serta cara masuknya ke penjamu potensial tersebut. Seseorang yang sehat sebagai salah seorang penjamu potensial dalam masyarakat, mungkin akan ketularan suatu penyakit menular tertentu sesuai dengan posisinya dalam masyarakat serta dalam pengaruh berbagai reservoir yang ada di sekitarnya. Kemungkinan tersebut sangat di pengaruhi pula olah berbagai faktor antara lain: a) Faktor lingkungan fisik sekitarnya yang merupakan media yang ikut mempengaruhi kualitas maupun kuantitas unsur penyebab. b) Faktor lingkungan biologis yang menentukan jenis vektor dan resevoir penyakit serta unsur biologis yang hidup berada di sekitar manusia . c) Faktor lingkungan sosial yakni kedudukan setiap orang dalam masyarakat, termasuk kebiasaan hidup serta kegiatan sehari-hari. 1) Cara unsur penyebab keluar dari penjamu (Reservoir) Pada umumnya selama unsur penyebab atau mikro-organisme penyebab masih mempunyai kesempatan untuk hidup dan berkembang biak dalam tubuh penjamu, maka ia akan tetap tinggal di tempat yang potensial tersebut. Namun di lain pihak, tiap individu penjamu memiliki usaha perlawanan terhadap setiap unsur penyebab patogen yang mengganggu dan mencoba merusak keadaan keseimbangan dalam tubuh penjamu. 2) Unsur penyebab yang akan meninggalkan penjamu di mana ia berada dan berkembang biak, biasanya keluar dengan cara tersendiri yang cukup beraneka ragam sesuai dengan jenis dan sifat masing-masing. Secara garis besar, maka cara ke luar unsur penyebab dari tubuh penjamu dapat dibagi dalam beberapa bentuk, walaupun ada di antara unsur penyebab yang dapat menggunakan 25

lebih satu cara. 3) Cara penularan (mode of transmission) Setelah unsur penyebab telah meninggalkan reservoir maka untuk mendapatkan potensial yang baru, harus berjalan melalui suatu jalur lingkaran perjalanan khusus atau suatu jalur khusus yang disebut jalur penularan. Tiap kelompok memiliki jalur penularan tersendiri dan pada garis-garis besarnya dapat di bagi menjadi dua bagian utama yakni: a) Penularan langsung yakni penularan penyakit terjadi secara langsung dari penderita atau resevoir, langsung ke penjamu potensial yang baru. b) Penularan tidak langsung yakni penularan penyakit terjadi dengan melalui media tertentu seperti melalui udara (air borne) dalam bentuk droplet dan dust, melalui benda tertentu (vechicle borne), dan melalui vector (vector borne). 4. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular a.

Pencegahan Penyakit Menular Pengertian pencegahan secara umum adalah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum kejadian. Dalam mengambil langkahlangkah

untuk

pencegahan,

haruskan

didasarkan

pada

data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis epidemiologi atau hasil pengamatan penelitian epidemiologis. Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan secara umum yakni: 1)

Pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, sasaran pencegahan pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan penjamu. a) Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab atau menurunkan pengaruh penyebab serendah mungkin dengan 26

usaha antara lain: desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan mikro-organisme penyebab penyakit,

penyemprotan

inteksida

dalam

rangka

menurunkan menghilangkan sumber penularan maupun memutuskan rantai penularan, di samping karantina dan isolasi yang juga dalam rangka memutuskan rantai penularannya. b) Mengatasi/modifikasi

lingkungan

melalui

perbaikan

lingkungan fisik seperti peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan dan perubahan serta bentuk pemukiman lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan biologis seperti pemberantasan serangga dan binatang pengerat, serta peningkatan lingkungan sosial seperti kepadatan rumah tangga, hubungan antar individu dan kehidupan sosial masyarakat. c) Meningkatkan daya tahan penjamu yang meliputi perbaikan status gizi, status kesehatan umum dan kualitas hidup penduduk, pemberian imunisasi serta berbagai bentuk pencegahan khusus lainnya, peningkatan status psikologis, persiapan perkawinan serta usaha menghindari pengaruh faktor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui peningkatan kualitas gizi, serta olah raga kesehatan. 2)

Pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat . sasaran pencegahan ini terutama ditunjukkan pada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspek) atau yang terancam akan menderita (masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk mencegah proses 27

penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadi akibat samping atau komplikasi. a) Pencarian peningkatan

penderita usaha

secara

dini

surveveillans

dan

aktif

penyakit

melalui tertentu,

pemeriksaan berkala serta pemeriksaan kelompok tertentu (calon pegawai, ABRI, mahasiswa dan sebagainya), penyaringan (screening) untuk penyakit tertentu secara umum dalam masyarakat, serta pengobatan dan perawatan efektif. b) Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi mereka yang dicurigai berada pada proses prepatogenesis dan patogenesis penyakit tertentu. 3)

Pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Sasaran pencegahan tingkat ke tiga adalah penderita penyakit tertentu dengan tujuan mencegah

jangan

sampai

mengalami

cacat

permanen,

mencegah bertambah parahnya suatu penyakit atau mencegah kematian akibat penyakit tersebut. Pada tingkatan ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan suatu penyakit tertentu. Rehabilitasi adalah usaha pengembalian fungsi fisik, psikologi dan sosial optimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik/medis, rehabilitasi mental/psikologis serta rehabilitasi sosial. Ketiga tingkat pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam pelaksanaan nya sering dijumpai keadaan yang tumpang tindih. b.

Penanggulangan penyakit menular. Yang dimaksud dengan penanggulangan penyakit menular (kontrol) adalah upaya untuk menekan peristiwa penyakit menular dalam masyarakat serendah mungkin sehingga tidak merupakan gangguan kesehatan bagi masyarakat tersebut. 28

Seperti halnya pada upaya pencegahan penyakit, maka upaya penanggulangan penyakit menular dapat pula dikelompokan pada tiga kelompok sesuai dengan sasaran langsung melawan sumber penularan atau reservoir, sasran ditujukan pada cara penularan penyakit, sasaran yang ditujukan terhadap penjamu dengan menurunkan kepekaan penjamu. c.

Sasaran langsung pada sumber penularan penjamu. Keberadaan suatu sumber penularan (reservoir) dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam rantai penularan. Dengan demikian keberadaan sumbar penularan tersebut memegang peranan yang cukup penting serta menentukan cara penanggulangan yang paling tepat dan tingkat keberhasilannya yang cukup tinggi. 1. Sumber penularan terdapat pada binatang peliharaan (domestik) maka upaya mengatasi penularan dengan sasaran sumber penularan lebih mudah dilakukan dengan memusnahkan binatang yang terinfeksi serta melindungi binatang lainnya dari penyakit tersebut (imunisasi dan pemeriksaan berkala) 2. Apabila

sumber

penularan

adalah

manusia,

maka

cara

pendekatannya sangat berbeda mengingat bahwa dalam keadaan ini tidak mungkin dilakukan pemusnahan sumber. Sasaran penanggulangan

penyakit

pada

sumber

penularan

dapat

dilakukan dengan isolasi dan karantina, pengobatan dalam berbagai bentuk umpamanya menghilangkan unsur penyebab (mikro-organisme) atau menghilangkan fokus infeksi yang ada pada sumber. d.

Sasaran ditujukan pada cara penularan Upaya mencegah dan menurunkan penularan penyakit yang ditularkan melalui udara, terutama infeksi saluran pernapasan dilakukan desinfeksi udara dengan bahan kimia atau dengan sinar ultra violet, ternyata kurang berhasil. Sedangkan usaha lain dengan 29

perbaikan sistem ventilasi serta aliran udara dalam ruangan tampaknya lebih bermanfaat. e.

Sasaran ditujukan pada penjamu potensial. Sebagaimana

diterangkan

sebelumnya

bahwa

faktor

yang

berpengaruh pada penjamu potensial terutama tingkat kekebalan (imunitas) serta tingkat kerentanan/kepekaan yang pengaruhi oleh status gizi, keadaan umum serta faktor genetika. 1. Berbagai penyakit dewasa ini dapat dicegah melalui usaha imunitas yakni peningkatan kekebalan aktif pada penjamu dengan pemberian vaksinasi. Pemberian imunisasi aktif untuk perlindungan penyakit (DPT) merupakan pemberian imunisasi dasar kepada anak-anak sebagai bagian terpenting dalam program kegiatan kesehatan masyarakat. 2. Peningkatan kekebalan umum. Berbagai usaha lainnya dalam meningkatkan daya tahan penjamu terhadap penyakit infeksi telah diprogramkan secara luas seperti perbaikan keluarga, peningkatan gizi balita melalui program kartu menuju sehat (KMS), peningkatan derajat kesehatan masyarakat serta pelayanan kesehatan terpadu melalui posyandu.

Keseluruhan

program

ini

bertujuan

untuk

meningkatkan daya tahan tubuh secara umum dalam usaha menangkal berbagai ancaman penyakit infeksi.

D. KECELAKAAN 1. Kecelakaan Lalu lintas Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan raya ada yang terjadi karena kendaraan yang selip, tergelincir, dan terguling di jalan satu arah, ataupun terjadi karena adanya tabrakan antara lain tabrakan antar kendaraan, tabrakan kendaraan dengan pejalan kaki, dengan binatang ataupun dengan 30

benda yang tidak bergerak. Dalam hal ini termasuk di dalamnya trotoar dan kendaraan-kendaraan seperti mobil, motor dan sepeda. Kecelakaan dapat mengakibatkan cedera pada seseorang (fatal, serius, ataupun ringan) dan kerusakan pada bendanya. Kecelakaan yang bersifat fatal seperti yang pernah terjadi di Inggris dimana dalam suatu kejadian kecelakaan mengakibatkan korbannya meninggal setelah sempat mengalami cedera setelah kecelakaan (biasanya kurang dari 30 hari). Kategori kecelakaan lalu lintas ini diluar dari kecelakaan yang disengaja

karena

bunuh

diri.

Sedangkan

kecelakaan

yang

serius

mengakibatkan korbannya untuk dirawat di rumah sakit. Biasanya korban mengalami cedera seperti patah tulang, gegar otak, cedera bagian dalam, luka parah dan trauma sehingga membutuhkan perawatan medis. Kecelakaan yang ringan adalah kecelakaan dimana korbannya hanya mengalami cedera ringan seperti keseleo, memar, luka kecil dan syok ringan dimana penanganannya hanya membutuhkan untuk dipindahkan ke sisi jalan dan ditenangkan. 2. CEDERA a) Pengertian Cedera Menurut Baker et al dalam referensi buku Gibson 1961 dan Haddon 1963, suatu cedera disebabkan oleh pajanan yang akut dari agen secara fisik seperti energi mekanis, panas, listrik, zat kimia, dan radiasi ion-ion yang berinteraksi dengan tubuh dalam jumlah yang besar, melebihi batas toleransi tubuh manusia. Dalam beberapa kasus seperti banjir atau dingin, cedera dapat terjadi karena secara tiba-tiba terjadi kurangnya agen yang penting bagi tubuh seperti oksigen ataupun panas. Sekitar tiga perempat dari kasus cedera, termasuk cedera karena tabrakan kendaraan bermotor, jatuh, cedera olahraga, dan karena tertembak, semuanya disebabkan karena energi mekanis. Beberapa

definisi 31

tentang

cedera

menjelaskan

bahwa

umumnya waktu antara terkena pajanan sampai terjadi akibat memiliki waktu yang relatif singkat. Namun, beberapa ahli juga berpendapat bahwa rentang waktu antara terjadinya pajanan sampai terjadinya cedera dapat berlangsung lama seperti pada kasus keracunan gas monoksida, penyalahgunaan alkohol, atau oleh logam berat. Jadi perbedaan antara cedera dan penyakit dapat dikatakan sebagai isu yang saling berhubungan. Sebagai contoh suatu kasus dimana seorang pekerja konstruksi mengalami cedera (berupa faktur) pada jari kakinya ketika sedang menggunakan alat pengebor. Sedangkan kasus lain yang disebut sebagai penyakit ketika pekerja lain didiagnosis menderita tendonitis pada siku lengannya karena getaran yang terus menerus dialami dari alat bor yang dia pakai. Jadi dapat dikatakan keakutan dari suatu faktor pajanan yang diterima sangat mempengaruhi seberapa besar bahaya itu menimbulkan dampak fisik. Apabila pajanan terjadi dalam waktu yang relatif singkat, maka dampak yang akan terjadi lebih kepada terjadinya cedera daripada penyakit. Cedera dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok, yaitu: (1). cedera yang tidak disengaja (unintentional injuries) dan (2). cedera yang berhubungan dengan kekerasan (violence-related injuries atau sering disebut intentional injuries). Kasus cedera yang tidak disengaja berhubungan dengan insiden lalu lintas dan transportasi, atau kecelakaan yang terjadi di rumah, tempat kerja, tempat-tempat umum dan karena bencana alam. Pada kelompok cedera yang berhubungan dengan tidak kekerasan biasanya berhubungan dengan cedera yang disebabkan oleh kekerasan yang dilakukan oleh orang lain, suatu kelompok, teror, ataupun pada diri sendiri. Cedera yang tidak disengaja (Unintentional Injuries) didefinisikan sebagai: cedera fisik/ kerusakan fisik pada tubuh; kerusakan/ cedera yang diakibatkan oleh suatu energi besar yang mengenai tubuh ( baik 32

secara fisik maupun radiasi), atau dari pajanan dari luar (seperti racun), dan juga karena kekurangan/ tidak adanya unsur yang esensial untuk manusia bisa hidup seperti oksigen dan panas; Perlakuan, pajanan, atau hal-hal pribadi yang tidak dapat dilakukan secara bebas oleh seseorang. Cedera dalam klasifikasi ini terjadi dalam beberapa mekanisme, termasuk di dalamnya jatuh, kecelakaan lalu lintas, bahaya banjir, kebakaran dan cairan panas, serta racun. Energi yang dapat menyebabkan cedera adalah sebagai berikut: a. Energi mekanik, yaitu dampak dari suatu benda yang bergerak atau

tetap di permukaan jalan, pisau, ataupun kendaraan. b. Radiasi seperti radiasi ultraviolet. c. Suhu seperti suhu air atau udara yang terlalu panas atau terlalu dingin. d. Energi listrik seperti pencahayaan yang kurang dan sengatan listrik. e. Zat kimia seperti racun atau zat-zat yang mengubah pola pikir seperti

obat- obatan terlarang ataupun alkohol. Di Amerika Serikat, cedera pada golongan ini mengambil bagian dua pertiga dari kejadian cedera yang menyebabkan kematian. Dan setengah dari kejadian cedera itu adalah cedera yang berhubungan dengan insiden kendaraan bermotor. WHO mendefinisikan cedera yang berhubungan dengan tindak kekerasan (intentional injuries) sebagai cedera yang disebabkan secara sengaja berupa kekerasan fisik, ancaman ataupun suatu aksi, melawan seseorang, orang lain, melawan sekolompok orang atau komunitas yang akhirnya berakibat terjadinya cedera, kematian, gangguan psikologis, kemunduran, dan kerugian. Ada tiga kategori dalam jenis cedera ini yaitu: kekerasan pada diri sendiri, kekerasan yang dilakukan oleh orang lain atau sekelompok orang, dan kekerasan yang terjadi pada kelompok yang lebih besar seperti pada suatu negara yang dilakukan oleh kelompok/ golongan politik, kelompok militer, maupun organisasi teroris. 33

b) Proses terjadinya cedera Mekanisme terjadinya suatu cedera melibatkan tiga faktor yang saling berinteraksi dan secara epidemilogis ketiga faktor itu adalah Host, Agent, dan Environment. Dalam hal ini manusia yang mengalami cedera sebagai faktor Host (penjamu), kendaraan dan beberapa faktor penyebab cedera (multiple) sebagai Agent, dan lingkungan jalan ataupun lingkungan kejadian sebagai faktor Environment. c) Karakteristik Kasus Cedera 1) Umur Berdasarkan data kecelakaan data lalu lintas jajaran Dir. Lantas Polda Metro Jaya tahun 2006 memperlihatkan risiko kematian tertinggi kasus cedera pada umur 31-40 tahun 2) Jenis kelamin Kematian karena cedera lebih besar terjadi pada laki-laki daripada pada perempuan. Morris mendapatkan laki-laki umur >40 tahun merupakan faktor risiko, dipengaruhi penyakit penyerta dan adanya cedera kepala/perut. d) Penyakit Penyerta Morris 1990: 1942-1943) memperlihatkan 11 macam penyakit kronis sebagai faktor risiko kematian. Beberapa penelitian mengatakan tentang hubungan antara pengguna alkohol dengan keparahan cedera, alkohol terutama menyebabkan kematian tinggi pada anak-anak muda. 1)

Perilaku Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Studi memperlihatkan hubungan dari faktor mental atau perilaku dengan cedera. Perilaku memakai alat pelindung diri sewaktu berkendara sangat berhubungan dengan keparahan dari cedera yang dialami ketika terjadi suatu kecelakaan.

2)

Karakteristik Cedera 34

a)

Waktu Cedera

Faktor waktu adalah waktu terjadinya cedera yang terdiri dari jam/hari/tanggal/bulan/tahun/musim. Kriteria korban kecelakaan lalu lintas berdasarkan laporan kecelakaan lalu lintas di jalan total tahun 1997, oleh PT Jasa Marga, didapatkan kriteria korban kecelakaan lalu lintas, yaitu: I.

Luka ringan Luka ringan adalah keadaan korban mengalami luka-luka yang tidak membahayakan jiwa dan atau tidak memerlukan pertolongan atau perawatan lebih lanjut di rumah sakit. Misalnya: 

Luka kecil di daerah kecil dengan perdarahan sedikit dan penderita sadar.



Luka bakar dengan luas kurang dari 5% permukaan tubuh



Keseleo dari anggota badan yang ringan tanpa komplikasi



Penderita-penderita

yang

sudah

disebutkan di atas yang berada dalam keadaan sadar tidak pingsan atau muntah-muntah. II.

Luka berat Luka berat adalah keadaan korban mengalami luka-luka yang dapat membahayakan jiwanya dan memerlukan pertolongan/ perawatan lebih lanjut dengan segera di rumah sakit. Misalnya: 

Luka yang menyebabkan keadaan penderita

menurun,

biasanya

luka

yang mengenai kepala dan batang kepala. 35



Luka bakar yang luasnya meliputi 25% dengan luka baru tingkat II – III.



Patah tulang anggota badan dengan komplikasi disertai rasa nyeri yang hebat dan perdarahan hebat.

 III.

Perdarahan hebat kurang lebih 500 cc

Benturan/luka yang mengenai badan penderita yang menyebabkan kerusakan alat-alat dalam, misalnya dada, perut, usus, kandung kemih, ginjal, limpa, hati, tulang belakang, batang kepala. Korban luka berat dalam penelitian in adalah korban manusia akibat kecelakaan lalu lintas, yang dinyatakan menderita patah tulang atau dalam keadaan pingsan waktu dibawa ke rumah sakit atau dinyatakan dirawat di rumah sakit serta tercantum dalam laporan polisi.

IV.

Meninggal dunia Meninggal adalah keadaan pada penderita dimana terdapat tanda-tanda kematian secara fisik. Korban meninggal

adalah

korban

kecelakaan

yang

meninggal di lokasi kejadian atau meninggal selama perjalanan ke rumah sakit.

3. KECELAKAAN SEBAGAI FAKTOR PENTING TERJADINYA CEDERA Istilah kecelakaan seringkali dipakai untuk mendefinisikan kejadian yang tidak disengaja yang mengakibatkan ataupun memiliki potensi untuk mengakibatkan cedera. Istilah kecelakaan juga sering dipakai sebagai sinonim dari cedera. Namun seringkali karena definisi dan cakupan dari 36

kata kecelakaan yang terlalu luas membuat kebingungan dalam pengertiannya dan juga menjadi faktor penghambat dalam usaha-usaha pengendalian cedera. Hal ini dikarenakan oleh beberapa orang memiliki pengertian bahwa kecelakaan adalah sesuatu kejadian yang tidak dapat diprediksikan atau sebagai rencana dari Tuhan (Holder et al. referensi dari Haddon 1968). Padahal kenyataannya, peristiwa yang membuat seseorang cedera tidak terjadi secara random dan memiliki faktor-faktor risiko yang dapat diidentifikasi. Kejadian yang menyebabkan cedera tersebut terjadi karena adanya interaksi antara orang, kendaraan, peralatan, proses, dan lingkungan fisik serta sosial.

E. KEMATIAN YANG SERING TERJADI DALAM MASYARAKAT Penyakit tidak menular saat ini menjadi perhatian yang sangat penting pada sektor kesehatan masyarakat, karena memiliki predikat sebagai penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian. Berdasarkan Global Status Report on Non-communicable Disease (WHO, 2011), sebanyak 63% kematian di dunia disebabkan oleh penyakit tidak menular, seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, kanker, dan penyakit pernafasan, dan 80%-nya terjadi di negara berpendapatan menengah ke bawah (lower-middle income). Perbandingan kasus kematian akibat penyakit tidak menular di negara-negara berdasarkan pendapatannya dapat dilihat pada Gambar 1.

37

low-income

lower-middle-income

upper-middle-income

high-income

Mortality related to NCDs included in the national health reporting system Mortality data is population based Year of last report on mortality data 2007 or later

Gambar 1. Prevalensi kematian akibat penyakit tidak menular di negara-negara anggota WHO berdasarkan pendapatannya oleh Bank Dunia, 2010 (Sumber: WHO, 2011)

Penyakit tidak menular merupakan penyakit dengan kasus kematian terbanyak di wilayah Amerika, Mediterania Timur, Eropa, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat. WHO memperkirakan, secara global, kasus kematian akibat penyakit tidak menular akan meningkat sebanyak 15% dalam kurun waktu 1 dekade (2010 – 2020). Peningkatan kasus kematian tertinggi berada di wilayah Afrika, Asia Tenggara, dan Mediterania Timur dengan persentase lebih dari 20%. Penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian utama di dunia adalah penyakit kardiovaskuler (17 juta kematian atau 48% dari kematian akibat penyakit tidak menular), kanker (7,6 juta kematian atau 21% dari kematian akibat penyakit tidak menular), penyakit pernafasan, termasuk asma dan PPOK (4,2 juta kematian), dan diabetes (1,3 juta kematian). Lebih dari 80% kematian akibat 38

penyakit kardiovaskuler dan diabetes terjadi di negara berpendapatan menengah ke bawah. Proporsi penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian dunia menyebabkan kematian dunia dapat dilihat pada Gambar 2.

Cancers

Diabetes

Cardiovascular disease

Digestive disease

Chronic respiratory disease

Other noncommunicable disease

Berdasarkan gambar di atas, penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia adalah penyakit kardiovaskuler. Tingginya angka mortalitas tersebut disebabkan oleh faktor risiko utama, yaitu peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah seseorang akan meningkatkan risiko terkena stroke dan penyakit jantung koroner (WHO, 2011). Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang > 140/90 mmHg (Essop & Naidoo, 2009). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu: hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer/esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan telah mendominasi 95% kasuskasus hipertensi. Sementara itu, hipertensi sekunder (5%) adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit parenkim ginjal, penyakit renovaskuler, endokrin, sindrom Cushing, dan hipertensi gestasional (Gray, 2002). Sebanyak 15-37% dari populasi dewasa di dunia telah mengalami hipertensi. Secara umum, penduduk kota/urban lebih banyak mengalami hipertensi daripada penduduk desa/rural (WHO, 2002). Dalam beberapa kelompok umur, Chobanian et al. (2004) mengatakan bahwa risiko penyakit kardiovaskuler akan 39

meningkat 2 kali jika terjadi peningkatan tekanan darah sebesar 20/10 mmHg, dimulai dari 115/75 mmHg. Jika tidak terkendali, hipertensi akan menyebabkan stroke, infarc myocardial, gagal jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Data WHO (2011) juga menunjukkan bahwa hipertensi diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian atau 12,8% dari total kematian tahunan. Sementara itu, menurut Brown et al. (2009), penurunan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg berhubungan dengan penurunan risiko terkena komplikasi penyakit kardiovaskuler.

Hipertensi Konsumsi rokok Diabetes Kurang olahraga Obesitas

0

2

4

6

8

10

12

14

Persentase

Gambar 3. Faktor risiko penyebab kematian di dunia, 2010 (Sumber: WHO, 2011) 40

Berdasarkan gambar di atas, pada tahun 2010, hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menjadi penyebab kematian di dunia sebesar 13%. Faktor risiko yang lain, yaitu konsumsi rokok (9%), diabetes (6%), kurang olahraga (5%), dan obesitas (5%). Oleh karena itu, pengelolaan tekanan darah seseorang menjadi sangat penting untuk menurunkan risiko kematian. Penyakit hipertensi esensial merupakan penyakit yang tidak disebabkan oleh 1 faktor saja, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berperan terhadap peningkatan tekanan darah. Beberapa faktor risiko hipertensi esensial adalah obesitas, dislipidemia, asupan tinggi natrium, gaya hidup (kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol), faktor stres/emosi, umur, jenis kelamin dan kurangnya asupan kalium (Chobanian et al., 2004). Selain dari faktor tersebut, genetika/riwayat keluarga juga memiliki peran penting terhadap kejadian penyakit hipertensi esensial (Bakris et al., 2005). Hipertensi sering disebut dengan pembunuh yang diam-diam (silent killer), karena penderita hipertensi mengalami kejadian tanpa gejala (asymtomatic) selama beberapa tahun dan kemudian mengalami stroke atau gagal jantung yang fatal. Proses penuaan di negara berpendapatan menengah dan bawah, termasuk Indonesia, akan meningkatkan jumlah kematian karena penyakit tidak menular utama untuk 25 tahun ke depan (WHO, 2002). Salah satu faktor risiko hipertensi adalah stres. Stres akan menstimulasi saraf simpatetik, sehingga meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung. Keadaan ini akan mengakibatkan tekanan darah meningkat. Berdasarkan penelitian Katari et al. (1976) yang disitasi oleh Misti (2009), adanya kecenderungan meningkatnya prevalensi hipertensi pada orang yang tinggal di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan, sebesar 14,2%. Angka ini dikaitkan dengan kehidupan perkotaan yang penuh ketegangan, seperti pekerjaan dan penghasilan serta kecemasan lain yang tidak jelas penyebabnya. Menurut Suyono (2001), stres dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya 41

hipertensi. Selama hampir 50 tahun ini, stres psikologis sebagai pemicu terjadinya berbagai kelainan kardiovaskuler sering dikaitkan dengan kepribadian tipe A yang memiliki

karakteristik

selalu tergesa-gesa,

ambisius, agresif,

kompetitif,

ketidaksabaran, ketegangan otot, waspada, bergaya bicara cepat dan empatik, sinis, permusuhan, dan potensi kemarahan yang tinggi

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Epidemiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia serta faktorfaktor yang mempengaruhinya. Epidemiologi adalah metode investigasi yang digunakan untuk mendeteksi penyebab atau sumber dari penyakit, sindrom, kondisi atau risiko yang menyebabkan penyakit, cedera, cacat atau kematian

dalam

populasi

atau 42

dalam

suatu

kelompok

manusia.

Epidemiologi juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sifat, penyebab, pengendalian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan, dan kematian dalam populasi manusia. Ilmu ini meliputi pemberian ciri pada distribusi status kesehatan, penyakit, atau masalah kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku, waktu, tempat, orang dan sebagainya. B. Saran Diharapkan mahasiswa mampu memahami dan mengetahui epidemiologi menyangkut studi penyakit, cedera dan kematian yang terjadi dimasyarakatr penelitian epidemiologis agar tidak terjadi kekeliruan saat meneliti.

43

Related Documents


More Documents from ""

Tugas Kelompok 5.docx
December 2019 19
Biodata Diri Ammha
August 2019 38
Makalah.docx
December 2019 26
Absttak Jadiii.docx
December 2019 15
Tugas Ikm Lanjut.docx
December 2019 18