1. Analisis Kelas Sosial Masyarakat jawa sejak awal terbentuk dalam beberapa stratitikasi sosial , terdapat golongan yang terbentuk menurut hirarki kekuasaan yaitu kaum yang berkuasa atau disebut juga bangsawan dan kaula atau rakyat biasa. Dari sini terpancar kedalam banyak tingkatan lainya, seperti penguasaan lahan (aset) dan mereka yang bertindak sebagai pekerja atau buruh. Kemudian terbagi pula dalam kelompok kemapanan adat atau penguasaan agama yang disebut dengan priyayi. Kuntowijoyo dalam buku raja priyayi dan kawula membagi golongangolongan tersebut kedalam status dan peranan masing-masing, dalam perananya status tidak selalu berjalan bersamaan dengan peranan. Ada pihak yang menyandang status elit tertentu namun tidak jarang perananya dijalankan oleh pihak lain. Relasi kuasa inilah yang menjadi sumber pergulatan dan pembentukan varian kelas sosial di tanah jawa. Lebih lanjut Cliford Geertz dalam buku Abangan, Santri, Priyayi dalam masyarakat jawa melihat penggambaran strata dari prilaku keagamaan dan kebudayaan yang kemudian melahirkan sebutan abangan dan kaum santri. Penjelasan terhadap hal ini dapat dilihat dari model pembentukan kelas sosialnya, baik karena kuasa kepemilikan aset pemangku adat penguasaan agama maupun karena hasim pergumulan sosial lainya seperti kelompok preman, jawara, dll. Keadaan ini terus melakukan modifikasi secara alamiah bersamaan dengan perubahan waktu dan jaman serta pengaruh kekuatan eksternal. Runtuhnya kerajaan-kerajaan di jawa serta mencairnya kelompok bangsawan atau priyayi bersamaan dengan hilangya kekuasaan telah pula mengikis pengaruh kuasa mereka dan lambat laun menjelma sebagai masyarakat biasa yang kemudian peranan kan ditentukan oleh indikator lain sebagai mana kebutuhan masyarakat baru, seperti ilmu pengetahuan, teknologi & informasi dan kapitalisasi bahkan digitalisasi. Namun demikian faktor-faktor awal status sosial sejauh dijalankan berdampingan dengan unsur-unsur modern maka relasi budaya dan kuasa itu relatif bisa di pertahankan. Apapun strata sosial yang terjadi, pada dasarnya selalu dihadapkan pada gerakan sosial yang akan melahirkan format baru sosial sejalan dengan perkembangan sosial itu sendiri, karena itu perlu dicermati bentuk-bentuk gerakan sosial kearah mana format baru itu dihasilkan. Dalam studi gerkan sosial sekurang-kurangnya ada empat tipologi gerakan sosial seperti yang dinyatakan Mohtar Masoed dalam artikelnya gerakan sosial dan politik bahwa tipe gerakan dimaksud sebagai berikut : pertama gerakan sosial artenatif, gerakan ini bertujuan melakukan perubahan terbatas dan hanya menyangkut individu saja, yaitu mendorong mereka untuk meninggalkan sikap dan prilaku tertentu dan menggantinya dengan sikap dan prilaku artenatif kedua gerkan sosial penyelamatan, gerakan ini juga mengarahkan perhatian pada beberapa individu, tetapi berusaha menrubah kehidupan mereka secara radikal. Hasil transformasi ini kadang-kadang bisa begitu besar sehingga individu yang jadi sasaran digambarkan seperti mengalami kelahiran kembali. Ketiga,gerakan sosial reformatif, gerakan ini berusaha melakukan perubahan terbatas pada seluruh masyarakat. Merubah formasi tertentu dalam masyarakat yang dianggap usang diganti dengan formasi baru yang dianggap releva. Keempat gerakan sosial revolusioner adalah gerakan yang bertujuan melakukan perubahan mendasar dan menyeluruh. Gerakan ini menolak lembaga sosial yang ada dan memaksakan pilihan baru yang betul-betul berbeda. Sekurang-kurangnya gerakan seperti diatas itulah yang akan dihadapi oleh kelas-kelas sosial di tanah jawa yang terbentuk karena prose kebudayaan dan masyarakat. Karena itu
modifikasi kelas sosial akan berdatangan sejalan dengan perkembangan zaman bahkan boleh jadi perkembangan itu akan mengancam kelas sosial itu sendiri.
2. Identitas sosial Untuk menjelaskan carok di madura terdapat beberapa ilustrasi yang cukup menarik ketika tahun tujuh puluan terjadi carok masal antara masyarakat bangkalan dan sampang dimana ketika itu gubernur jawa timur dijabat seorang bangsawan madura yaitu Raden panji moh noer. Banyak pihak kebingungan mencari bentuk penyelesaian tuntas agar carok itu segera selesai. Tapi bagi moh noer yang paham betul terhadap karakter orang madura ia segera menemukan cara terbaik, dimana tokoh-tokoh utama bangkalan dan sampang dibujuk dan diajak untuk datang ke makam sunan ampel yang oleh mereka sangat dihormati dan dijunjung tinggi, datas pusara sunan ampel itulah diajak berikral dan bersumpah untuk menyudahi carok masal dan membangun perdamaian abadi. Hasilnya sungguh sangat mengagetkan semua pihak carok yang diduga akan berkelanjutan, teryata dapat ditemukan cara damai dan tuntas. Tentu orang tidak memahami karakter orang madura tidak akan menemukan secepat itu rumusan yang tepat. Carok memang disebabkan oleh pembelaan harga diri yang berlebihan mereka yang tergangu kehormatanya memilih untuk carok dan mempehtaruhkan hidup dan mati, semboyan orang madura yang sanga t terkenal “ lebih bhegus pote tolang etembeng pote mata” menegaskan bahwa refleksi carok terhadap pembelaaan harga diri mereka. Dalam buku Carok Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura oleh DR.A.LATIEF WIYATA menegaskan bahwa tergangunya kehormatan masalah-masalah privat sperti istri,anak keluarga, hubungan emosional dengan patron, martabat diri, tergangunya kepemilikan pribadi maupun hak-hak lainya menjadi lahan pemicu terjadinya carok. Kebiasaan carok ini menjadi sulit diatasi karena masuk dalam kebanggaan identitas. Di tahu delapan puluhan pemerintah pernah berusaha untuk mengurangi carok dengan memasang baleho-beleho besar di sepanjang jalan di madura dengan pesan akibat carok dengan penjara dan kuburan namun baleho tersebut tidak meyerutkan carok justru semakin menambah identas mereka. Diujung tahu delapan puluhan pernah diproduksi film nasional dengan judul carok, maka dengan alasa tidak menambah kebaggaan carok pada orang madura film idtu dilarang masuk dan diputar di madura. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan penajaran nilai-nilai keagamaan seta pengaruh kebudayaan luar, lambat laun carok ini menurun dan secara perlahan-lahan tidak lagi menjadi kebanggaan dan identitas bahkan bisa berubah menjadi aib sebagai mana pesanpesan agama tentang dilrangnya kekerasan dan pembunuhan. Kalau simpul-simpul masyarakat samapai ketingkat pedesaan terus menyurahkan pesan moral untuk tidak carok dan semakin tumbuhnya masyarakat terdidik dan terpelajar maka carok itu akan memudar dan sirna dari bumi madura.