Tugas I Paper.docx

  • Uploaded by: Daud Surentu
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas I Paper.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,573
  • Pages: 14
STRUKTUR BETON DASAR PAPER: MATERIAL PENYUSUN BETON

disusun oleh : 1. DAUD SURENTU

17 012 015

2. ISABELLA TENGKUE

17 012 036

3. RIDHO PEROPAH

17 012 053

4. CHIVINTA MAMAHIT

17 012 081

5. FARADILLA SIKUMBANG

17 012 100

KONSTRUKSI BANGUNAN DAN GEDUNG D4 IVA POLITEKNIK NEGERI MANADO 2019

1. Semen Semen yang merupakan salah satu bahan dasar pembuatan beton tergolong kedalam jenis semen hidrolis. Jenis semen hidrolis yang banyak digunakan hingga saat ini adalah merupakan semen Portland yang dipatenkan di inggris pada tahun 1824 atas nama Joseph Aspdin. Semen Portland adalah material berbentuk bubuk berwarna abu-abu dan banyak mengandung kalsium dan aluminium silica. Bahan dasar pembuat semen sebenarnya adalah batu kapur yang mengandung CaO, serta lempung atau tanah liat yang banyak mengandung SiO2 dan Al2O3. Material-material ini dicampur dan ditambahkan gips dalam jumlah yang cukup, kemudian dibakar dalam klinker kemudian di dinginkan. Gambar 2.1 menunjukkan secara ringkas proses pembuatan semen Portland. Pada gambar tersebut, material penyusun dasar semen (kapur, silika dan alumina) diangkut dari lokasi penambangan. Selanjutnya material-material yang masih dalam bentuk batuan dihaluskan untuk memecah bongkahan batu menjadi serpihan yang lebih kecil. Kemudian material-material yang sudah dihaluskan tadi dimasukkan dan dicampurkan dalam suatu tungku berputar dan dibakar pada suhu sekitar 1550oC hingga menjadi bahan yang disebut dengan istilah klinker. Klinker kemudian didinginkan dan dihaluskan kembali hingga menjadi berbentuk serbuk. Klinker yang sudah halus dan dingin itu kemudian diberi bahan tambah gips atau kalsium sulfat (CaSO4) sebanyak kira-kira 2% hingga 4% sebagai bahan pengontrol waktu ikat semen. Pada tahap ini dapat pula ditambahkan bahan lain guna memperoleh sifat-sifat semen yang diinginkan, misalkan ditambah dengan kalsium klorida agar semen cepat mengeras. Selanjutnya tahapan akhir dari proses mnufaktur semen adalah tahap kemasan, semen dapat dijual dalam bentuk kemasan kantong (40 kg atau 50 kg), atau juga dapat disimpan dalam silo, untuk dijual dalam bentuk semen curah.

Bahan-bahan dasar semen yang terdiri dari kapur (CaO), silica (SiO2), alumina (Al2O3), dan oksida besi (Fe2O3), pada saat proses manufaktur seiring dengan penambahan bahan tambah lainnya, maka terjadilah suatu reaksi kimiawi yang cukup kompleks. Sebagai hasilnya terjadi perubahan susunan kimia dalam semen, namun semen yang telah jadi pada umumnya mengandung unsur-unsur kimia seperti ditunjukkan dalam table 2.1. Tabel 2.1 Komposisi Oksida Semen Portland Senyawa Oksida

Persentase (%)

Kapur, CaO

60 – 67

SiO2

17 – 25

Al2O3

3–8

Fe2O3

0,5 – 6

MgO

0,1 – 4

Alkali (K2O, Na2O)

0,4 – 1,3

SO3

1,3 – 3,0

Meskipun banyak unsur kompleks yang terbentuk pada pembuatan semen, namun ada 4 unsur utama yang paling penting yang terkandung dalam semen, yaitu: 1.

Trikalsium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2

2.

Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2

3.

Trikalsium aluminat (C3A) Atau 3cao.Al2O3

4.

Tetrakalsium aluminoferit (C4AF) atau 4CaO. Al2O3. Fe2O3 Trikalsium silikat dan dikalsium silikat adalah bagian terpenting dari semen yang

memberikan kekuatan pada semen. Jumlah total C3S dan C2S berkisar antara 70% hingga 80% dari berat semen, dengan kisaran jumlah C3S adalah 45% sedangkan C2S adalah 25%. Pada semen modern, C3A dan C4AF secara berangsur dikurangi jumlahnya dalam komposisi kimiawi semen. Di pasaran terdapat beberapa jenis semen yang sering digunakan di dunia konstruksi, tergantung jenis dan permasalahan yang dihadapi selama masa konstruksi. Beton yang terbuat dari semen Portland biasanya memerlukan waktu sekitar dua puluh delapan hari untuk

memperoleh kekuatan maksimalnya. Namun dalam beberapa hal khusus, sering dibutuhkan beton yang memiliki kuat tekan awal yang tinggi, sehingga diperlukan semen-semen jenis khusus. Semakin cepat beton mengeras, maka semakin efisien pula proses konstruksi yang sedang berjalan. Untuk struktur-struktur berukuran massif seperti bendungan dan pilar jembatan, panas hidrasiyang terjadi di dalam beton akan terdisipasi secara lambat, dan hal ini mengakibatkan permasalahan yang serius. Hal ini akan mengakibatkan beton berekspansi selama hidrasi sehingga akan menimbulkan retakan-retakan pada beton. Untuk mengatasi hal tersebut maka dapat digunakan jenis semen yang memiliki panas hidrasi rendah. Pada struktr-struktur yang dituntut memiliki ketahanan yang tinggi terhadap bahan-bahan kimia seperti sulfat, misalnya pada bangunan bawah laut, maka harus digunakan jenis semen yang tahan terhadap serangan sulfat dan klorida. Secara umum sesuai dengan standar dari American Society for Testing and Materials (ASTM), jenis semen yang ada dapat dikatergorikan menjadi lima jenis: 

Tipe I – Jenis semen biasa yang dapat digunakan pada pekerjaan konstruksi umum.



Tipe II – Merupakan modifikasi dari semen tipe I, yang memilki panas hidrasi lebih rendah dan dapat tahan dari beberapa jenis serangan sulfat.



Tipe III – Merupakan tipe semen yang dapat menghasilkan kuat tekan beton awal yang tinggi. Setelah 24 jam proses pengecoran semen tipe ini akan menghasilkan kuat tekan dua kali lebih tinggi daripada semen tipe biasa, namun panas hidrasi yang dihasilkan semen jenis ini lebih tinggi daripada panas hidrasi semen tipe I.



Tipe IV – Merupakan semen yang mampu menghasilkan panas hidrasi yang rendah, sehingga cocok digunakan pada proses pengecoran struktur beton massif.



Tipe V – Digunakan untuk struktur-struktur beton yang memerlukan ketahanan yang tinggi dari serangan sulfat. Selain itu, pada bebrapa tahun belakangan juga muncul semen-semen jenis lain seperti

Portland Pozzolana Cement (PPC) yang dibuat dengan menggilingkan terak, gypsum dan bahan pozzolan. Produk ini lebih tepat digunakan untuk bangunan umum dan bangunan yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang, seperti: jembatan, jalan raya, perumahan, dermaga, beton massa, bendungan, bangunan irigasi, dan fondasi pelat penuh. Ada juga tipe Oil

Well Cement (OWC) yang merupakan semen khusus yang lebih tepat digunakan untuk pembuatan sumur minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur minyak bawah permukaan laut dan bumi. Untuk saat ini jenis OWC yang telah dproduksi adalah kelas G, HSR (High Sulfat Resistance) disebut juga sebagai “BASIC OWC”. Bahan aditif/tambahan dapat ditambahkan/dicampurkan hingga menghasilkan kombinasi produk OWC untuk pemakaian pada berbagai kedalaman dan temperature. Gambar 2.2 menunjukkan beberapa jenis semen produksi salah satu pabrik semen terkemuka di Indonesia. Semen akan bereaksi apabila dicampurkan dengan air, dan akan mulai membentuk pasta yang secara perlahan akan mengeras menjadi suatu massa yang padat. Proses ini disebut dengan istilah proses hidrasi semen. Pada proses ini pasta semen secara berangsur-angsur mengeras hingga menjadi cukup kaku untuk menahan suatu tekanan. Waktu yang diperlukan untuk mencapai tahap ini disebut waktu ikat semen. Waktu ikat dihitung sejak saat pertama kali air dicampurkan. Waktu ikat semen sendiri dibedakan menjadi dua macam yaitu waktu ikat awal (initial time) dan waktu ikat akhir (final setting time). Waktu ikat awal adalah waktu dari mulai pencampuran semen dengan air hingga kehilangan keplastisannya. Sedangkan waktu yang diperlukan hingga pasta semen menjadi massa yang keras disebut dengan waktu ikat akhir. Pada semen biasa waktu ikat awal tidak kurang dari 60 menit, sedangkan waktu ikat akhir tidak lebih dari 8 jam.

Reaksi hidrasi semen berlangsung secara lambat antara 2 hingga 5 jam sebelum mengalami percepatan setelah kulit permukaan butir semen pecah. Produk utama dari hidrasi semen adalah kalsium silikat hidrat yang tidak terlarut dalam air, serta kalsium hidroksida yang larut dalam air. Reaksi hidrat semen Portland merupakan reaksi kimiawi yang sangat kompleks,

namun secara umum reaksi hidrasi semen dengan air dapat dituliskan dalam persamaan kimia berikut: 2C3S + 6 H2O

(C3S2H3) + 3 Ca(OH)2

2C3S + 4 H2O

(C3S2H3) + Ca(OH)2

Agar reaksi hidrasi dapat berlangsung, pada umumnya dibutuhkan air sebanyak kurang lebih 25% dari berat semen (atau dikatakan rasio air semen = 0,25). Tambahan air diperlukan untuk memberikan mobilitas pada air di dalam pasta semen selama proses hidrasi sehingga dapat mencapai partikel semen, di samping itu air tambahan juga diperlukan untuk memberikan kemudahan pekerjaan (workability) pada campuran beton. Untuk beton normal, rasio air semen pada umumnya berkisar antara 0,40 hingga 0,60, sedangkan untuk beton mutu tinggi rasio air semen biasanya diambil cukup rendah hingga 0,20. Untuk mengatasi masalah kemudahan pengerjaan, maka pada campuran beton utu tinggi biasanya ditambahkan bahan kimia yang dikenal dengan admixture.

2. Air Air merupakan bahan yang terpenting juga dalam pembuatan suatu campuran beton. Air yang dicampurkan dengan semen akan membungkus agregat halus dan agregat kasar menjadi satu kesatuan. Pencampuran semen dan air akan menimbulkan suatu reaksi kimia yang disebut dengan istilah reaksi hidrasi. Dalam reaksi hidrasi komponen-komponen pokok dalam semen bereaksi dengan molekul air membentuk hidrat atau produk hidrasi. Dalam pembuatan campuran beton, hendaknya digunakan ait bersih yang tidak tercampur dengan kotoran-kotoran kimia yang memungkinkan timbulnya reaksi sampingan dari reaksi hidrasi. Hampir semua air alami yang dapat diminum dan tidak memiliki rasa atau bau dapat digunakan sebagai air pencampuran dalam pembuatan beton. Adanya kotoran yang berlebih pada air tidak saja berpengaruh pada waktu ikat beton, kekuatan beton, stabilitas volume (perubahan panjang), namun juga dapat mengakibatkan pengkristalan atau korosi tulangan. Sedapat mungkin air dengan konsentrasi padatan terlarut sebaiknya dihindari. Perbandingan antara jumlah berat air dengan jumlah berat semen (rasio air semen) memegang peranan vital dalam kuat tekan beton. Jumlah air yang terlalu banyak akan menurunkan mutu beton, sedangkan jumlah air yang sedikit akan menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan konstruksi, kerana beton menjadi sulit dicetak. Karena beton harus cukup

kuat dan mudah untuk dicetak, maka keseimbangan perbandingan antara berat air dan seen harus mendapat perhatian yang cukup.

3. Agregat Pada suatu campuran beton normal, agregat menempati 70% hingga 75% volume beton yang mengeras. Sisanya ditempati oleh pasta semen, air yang tersisa dari reaksi hidrasi serta rongga udara. Secara umum semakin padat susunan agregat dalam campuran beton, maka beton yang dihasilkan akan semakin tahan lama dan ekonomis. Oleh karena itu, agar dapat dipadatkan dengan baik, maka ukuran agregat harus dipilih sedemikian rupa sehingga memenuhi gradasi yang disarankan. Perlu juga diperhatikan bahwa agregat sehendaknya memiliki kekuatan yang baik, awet dan tahan cuaca, disamping itu harus bersih juga dari kotoran seperti lempung, tanah liat, lanau, maupun kotoran organik lainnya yang akan melemahkan lekatan antara pasta semen dan agregat. Agregat alam secara umum diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Agregat yang dapat melalui saringan No. 4 (4,75 mm) dapat diklasifikasikan sebagai agregat ringan. Sedangkan agregat yang tertahan saringan No. 4 diklasifikasikan sebagai agregat kasr. Gambar 2.3 memperlihatkan bentuk agregat kasar dan agregat halus. Apabila dalam suatu campuran beton dikehendaki agregat dengan kombinasi tertentu, maka agregat dapat disaring dengan menggunakan suatu set alat saring agregat dan dilakukan percobaan analisis gradasi agregat (sieve analysis). Gambar 2.4a menunjukkan alat uji gradasi agregat halus yang merupakan susunan saringan No. 4 (4,75 mm), No. 8 (2,36 mm), No.16 (1,18 mm), No. 30 (0,60 mm), No. 50 (0,30 mm), No. 100 (0,15 mm), dan No. 200 (0,075 mm). hasil uji gradasi agregat pada umumnya disajikan dalam suatu kurva gradasi agregat seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4b.

Ukuran maksimum agregat dibatasi menurut SNI 2847:2013 Pasal 3.3.2, yaitu disyaratkan bahwa ukuran agregat tidak melebihi: a. 1/5 kali jarak terkecil antara bidang samping cetakan. b. 1/3 kali tebal plat. c. 3/4 kali jarak bersih antara tulangan, jaring kawat baja, bundle tulangan, tendon, atau bundle tendol prategang. Dengan pembatasan tersebut, maka ukuran maksimum butir agregat yang umumnya dipakai adalah 10 mm, 20 mm, 30 mm, atau 40 mm. jika tidak digunakan baja tulangan, misalnya beton siklop atau beton untuk pondasi sumuran, maka bisa digunkan ukuran agregat hingga maksimum 150 mm. Pada campuran beton dengan menggunakan agregat normal, akan dihasilkan beton dengan berat jenis 2.200 hingga 2.400 kg/m3. Namun untuk tujuan tertentu, terkadang dapat digunakan agregat dengan berat jenis yang lebih kecil atau lebih besar daripada berat jenis agregat normal. Beton yang memiliki berat jenis kurang dari 1.800 kg/m3 dikategorikan sebagai beton ringan (lightweight concrete). Penggunaan beton ringan dapat mengurangi berat mati suatu struktur beton atau mengurangi sifat penghantaman panasnya. Tergantung pada adanya rongga udara pada agregat, atau pembuatan rongga udara dalam beton. Beberapa cara pembuatan ini adalah: 1.

Beton ringan dengan bahan batuan yang berongga atau agregat ringan buatan yang digunakan juga sebagai pengganti agregat kasar/kerikil. Beton ini memakai agregat

ringan yang mempunyai berat jenis yang rendah (berkisar 1400 kg/m3-2000 kg/m3) akibat agregat kasar yang bersifat porous. Agregat yang dipakai berasal dari alam, proses pembakaran, hasil produksi serta bahan-bahan organik. Campuran beton yang menggunakan agregat ringan butiran halus maupun kasar menghasilkan beton yang dikenal dengan nama “All-Lightweight Concrete”. Untuk memperoleh kekuatan beton yang lebih baik, agregat halus diganti dengan pasir alam dikenal dengan nama “Sanded Lightweight Concrete”. Seain itu, pemakaian pasir alam dengan gradasi yang baik dapat memperbaiki workability adukan beton ringan. Tetapi untuk menjaga kepadatan beton tetap rendah, pemakaian pasir alam dibatasi 15%-30% dari volume agregat. 2.

Beton ringan tanpa pasir. Beton ini adalah beton yang tidak menggunakan agregat halus (pasir) pada campuran pastanya atau sering disebut beton nonpasir sehingga mempunyai sejumlah besar pori-pori. Dengan berat isi berkisar 880-1200kg/m3, yang dipengaruhi oleh berat isi agregat dan kadar semen. Pemakaian beton tipe ini sangat baik untuk kemampuan insulasi dari struktur, meskipun keberadaan rongga udara sangat banyak dan cenderung seragam dapat mengurangi kuat tekan agregat.

3.

Beton ringan yang diperoleh dengan memasukkan udara dalam adukan atau mortar (beton aerasi/beton busa/gas). Dengan demikian akan terjadu pori-pori udara berukuran 0,1-1 mm dalam beton yang dikenal sebagai beton teraerasi, beton berongga, beton busa atau beton gas. Beton ini memiliki berat isi 200-1440 kg/m3 dan biasanya digunakan untuk keperluan insulasi serta beton tahan api. Dengan menambahkan larutan hidrogen peroksida sebagai aerated agent, volume campuran beton akan mengembang secara dramatis hal ini membuat penggunaan material menjadi lebih ekonomis. Beton yang teraerasi ini kemudian diperkeras di dalam cetakan dengan memberikan tekanan, proses ini dilakukan dengan memasukkan beton ke dalam pressurized steam chamber (autocleave). Selain beton ringan, terkadang digunakan juga agregat dengan berat tertentu sehingga

bisa menghasilkan beton dengan berat jenis besar, atau dikategorikan sebagai beton berat (heavyweight concrete). Beton jenis ini terkadang digunakan untuk kepentingan pembuatan dinding reaktor nuklir guna melindungi dari radiasi sinar gamma dan sinar-X atau terkadang juga digunakan sebagai struktur pemberat pipa yang tertanam di dasar laut. Agregat yang digunakan

dapat berupa bijih besi, atau batuan barit (barium sulfat) yang dipecah-pecah menjadi ukuran yang diinginkan. Berat jenis beton berkisar antara 3.200 hingga 5.200 kg/m3.

4. Bahan Tambah Bahan tambah (admixture) adalah material yang ditambahkan dalam campuran beton selain semen, agregat, dan air. Bahan tambah ini diberikan segera sebelum atau pada saat proses pengadukan campuran beton dimulai. Secara umum fungsi dari bahan tambah adalah utuk menghasilkan beton yang lebih baik dari sisi pengerjaan, mutu maupun keekonomisannya. Beberapa jenis bahan tambah yang sering digunakan antara lain adalah: a.

Bahan tambah pemercepat petumbuhan kuat tekan beton (accelerating admixture). Bahan tambah ini dicampurkan ke dalam adukan beton untuk mereduksi waktu ikat beton dan mempercepat laju pertumbuhan kuat tekan beton. Bahan ini berasal dari bermacammacam garam terlarut seperti kalsium klorida, bromida, karbonat, silika, dan senyawa organik seperti trietanolamine. Namun demikian bahan tambah yang mengandung kalsium klorida tidak boleh digunakan pada lingkungan yang memiliki rasio korosi pada baja tulangan. Selain itu bahan ini juga tidak boleh dipakai pada struktur beton prategang, pada beton dengan aluminium tertanam dan beton yang dicor dengan bekisting menggunakan baja galvanis. Dosis maksimum yang dapat diberikan dari bahan tambah jenis ini adalah 1% dari berat semen, atau sering diambil 0,5% saja.

b.

Bahan tambah pembentuk gelembung udara (air-entrainng admixtures). Bahan tambah ini membentuk gelembung udara berdiameter 1 mm pada campuran beton atau mortar pada saat proses pengadukan campuran dilakukan. Bahan tambah ini akan meningkatkan kemudahan pengerjaan beton serta pada beton yang telah mengeras akan mampu menigkatkan ketahanan terhadap es. Sebagian besar bahan tambah pembentuk gelembung udara berbentuk cair, meskipun ada sebagian yang berbentuk serbuk, serpihan ataupun semi padat. Jumlah yang dibutuhkan dalam suatu campuran tergantung pada bentuk dan gradasi agregat yang digunakan. Semakin halus agregat yang digunakan, maka dibutuhkan dosis yang semakin banyak.

c.

Bahan tambah pengurang air (water-reducing admixtures). Bahan tambah jenis ini banyak digunakan untuk mengurangi rasio air-semen sehingga dapat menigkatkan kuat tekan beton. Sebagian besar bahan tambah jenis ini berbentuk cair, dan biasanya menjadi

bagian dari air pencampuran beton dan mengurangi jumlah air yang dibutuhkan dalam suatu adukan beton. Dosis digunakan biasanya diambil bervariasi dari 1% hingga maksimum 2% berat semen. d.

Bahan tambah untuk memperlambat waktu ikat beton (set retarding admixtures). Bahan ini digunakan untuk memperlama waktu ikat beton, dan biasa digunakan apabila tempat pengadukan beton dan tempat penuangan adukan (lokasi proyek) cukup jauh, sehingga selisih waktu antara mulai pencampuran adukan hingga pemadatan lebih dari 1 jam. Di kota-kota besar dengan lalu lintas yang padat dan macet, bahan tambah ini sangat membantu para penyedia beton segar.

e.

Bahan tambah untuk mengurangi air dalam jumlah besar (high range water reducer) bahan ini digunakan untuk mengurang jumlah air campuran hingga 12% bahkan lebih, dan dapat menghasilkan beton dengan tingkat kelecakan yang bagus. Bahan tambah ini sering disebut juga dengan istilah superplasticizer.

f.

Bahan tambah pozzolan. Pozzolan adalah bahan alam atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur-unsur silika atau alumina. Pozzolan sendiri tidak mempunyai sifat semen, namun dalam keadaan halus (lolos ayakan 0,21 mm) bereaksi dengan air dan kapur padam pada suhu normal (24-27oC) menjadi suatu massa padat yang tidak larut dalam air. Pozzolan dapat dipakai sebagai bahan tambah untuk menggantikan sebagian jumlah semen. Jika dipakai sebagai subtitusi parsial semen Portland, maka persentase penggunaan pozzolan biasanya berkisar antara 10 hingga 35% dari berat semen. Jenisjenis pozzolan yang dapat digunakan sebagai bahan tambah dalam campuran beton antara lain abu terbang (fly ash) dan silica fume. Abu terbang (fly ash) merupakan hasil limbah pembakaran batu bara. Menurut ASTM C618-93, fly ash dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu N, F , dan C. Abu terbang kelas N merupakan hasil kalsinasi dari pozzolan alam seperti tanah diatomice, batu apung dan abu vulkanis. Abu terbang kelas F dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan menpunyai sifat-sifat pozzolanik. Sedangkan abu terbang kelas C dihasilkan dari hasil pembakaran lignit dan memilki sifatsifat seperti semen serta mempunya kandungan lumpur yang tinggi diatas 10%. Butiran abu terbang cenderung berbentuk bulat dengan diameter butiran antara 0,3-20 µm. Ukuran butiran yang sangat kecil ini akan mengisi pori antara agregat kasar dan agregat halus sehingga diharapkan dapat memperkuat pori dan meningkatkan kekuatan beton.

Selain itu terdapat pula beberapa keuntungan penggunaan abu terbang antara lain meningkatkan daya tahan terhadap serangan sulfat dan alkali, memperkecil nilai susut dan porositas beton. Bahan silica fume merupakan hasil sampingan dari produksi logam silikon dan ferrosilikon. Silica fume terdiri dari partikel-partikel yang sangat halus dengan luas permukaan 20 m2/kg. kandungan silica (SiO2) dalam silica fume sangat tinggi hingga mencapai 85%-98%. Karena tingkat kehalusan yang cukup tinggi dan juga kandungan silika yang tinggi pula, maka silica fume dapat digunakan sebagai bahan tambah dalam pembuatan beton mutu tinggi. Selain abu terbang dan silica fume, terdapat bahan tambah lain berbentuk bubuk yang merupakan hasil sampingan dari produksi besi. Bahan tambah ini dikenal dengan sebutan slag. Beberapa jenis slag mempunyai sifat seperti semen. Beberapa sifat slag yang menguntungkan antara lain dapat meningkatkan kuat tekan beton meningkatkan daya tahan terhadap sulfat dan air laut, dapat menurunkan panas hidrasi yang timbul serta dapat memperkecil porositas beton.

5. Tulangan Baja Tulangan baja, yang biasanya berupa batang baja bulat, diletakan di dalam beton, khususnya si daerah tarik, untuk memikul gaya tarik yang timbul dari beban eksternal yang bekerja pada struktur beton. Tulangan juga digunakan untuk menigkatkan tahanan tekan dari struktur beton. Harga tulangan baja lebig mahal daripada harga beton itu sendiri, namun tulangan baja memiliki kuat luluh hingga 10 kali kuat tekan beton. Tulangan memanjang yang diletakan dalam beton, dan berfungsi memikul gaya tarik ataupun tekan yang terjadi, dinamakan tulangan utama. Pada elemen pelat, terkadang diberikan tulangan dalam arah tegak lurus tulangan utama yang disebut sebagai tulangan sekunder, atau tulangan pembagi. Pada elemen balok, terdapat tulangan dalam arah melintang dari tulangan utama, yang berfungsi untuk memikul gaya geser, tulangan ini disebut tulangan geser atau tulangan sengkang. Tulangan berbentuk penampang lingkaran paling banyak digunakan dalam struktur beton bertulang. Berdasarkan bentuknya, tulangan baja terdiri dari tulangan baja polos dan tulangan baja sirip (deform). Tulangan baja polos di lapangan dinotasikan sebagai Bj.Tp, sedangkan

tulangan baja sirip/deform biasa diberi notasi Bj.TD. Gambar 2.13a memperlihatkan contoh tulangan baja deform ini. Dalam aplikasi di lapangan, disarankan untuk menggunakan tulangan baja sirip untuk digunakan sebagai tulangan utama karena bentuk penampangnya yang bersirip mampu meningkatkan lekatan dengan beton serta mengurani lebar retak beton pada daerah tarik. Ukuran diameter tulangan baja tersedia di lapangan mulai dari diameter 6 mm, 8, 10, 13, 16, 19, 22, 25, 29, 32 hingga 50mm. mutu dari baja tulangan ditentukan berdasarkan kuat lelehnya (fy). table 2.4 memberikan beberapa nilai mutu baja tulangan yang dapat digunakan dilapangan. Kuat Leleh Minimum, fy,

Kuat tarik minimum, fu,

Kg/mm2(MPa)

Kg/mm2(MPa)

Bj.TP 24

24 (235)

39 (382)

Bj.TP 30

30 (294)

49 (480)

Bj.TD 24

24 (235)

39 (382)

Bj.TD 30

30 (294)

49 (480)

Bj.TD 35

35 (343)

50 (490)

Bj.TD 40

40 (392)

57 (559)

Bj.TD 50

50 (490)

63 (618)

Jenis

Simbol

Polos

Deform

Jenis tulangan baja selain bentuk batang seperti dijelaskan diatas, adalah berbentuk jaring kawat baja. Jaringan kawat baja adalah jaringan kawat yang berbentuk segi empat dari hasil penarikan dingin dan dibuat dengan pengelasan empat titik. Jaringan kawat baja atau sering dikenal dengan istilah wire-mesh, dikenali berdasarkan diameter kawat baja dan ukuran lobang kotaknya (jarak pusat ke pusat antara kawat baja). Kawat baja yang digunakan harus memiliki kuat tarik minimum yang tidak kurang dari 490 MPa. Gambaar 2.13b memperlihatkan jenis tulangan ini.

Di samping kedua jenis tulangan baja tersebut diatas, masih ada satu lagi jenis penulangan pada beton yaitu dengan menggunakan kabel baja mutu tinggi atau dikenal dengan kabel prategang. Kabel prategang terdiri dari untaian kawat baja mutu tunggi yang digunakan secara khusus pada konstruksi beton prategang. Kawat baja yang digunakan memiliki diameter nominal mulai dari 2,5 mm, 3, 4, 5, 7, dan 8 mm. Beberapa buah kawat baja tersebut di untai menjadi satu kesatuan yang disebut dengan istilah stand. Satu stand dapat terdiri dari dua, tiga, hingga 7 buah kawat baja. Kuat tarik ultimit dari sebuah stand dapat mencapai 1.700 hingga 1.800 MPa. Gambar 2.14 menunjukkan suatu kabel baja prategang.

Related Documents

Tugas I
June 2020 14
Tugas Ppl I Angga.doc
June 2020 1
Tugas I Paper.docx
June 2020 9
Tugas Askeb I Chelsea
October 2019 31

More Documents from ""