ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA PASIEN KOLESTEATOMA DENGAN TINDAKAN TYMPANOPLASTI
OLEH: KELOMPOK 2 1. GITA VIDYA NATALIA LUMBANTOBING
17D10013
2. I GEDE GITA ARIAWAN
17D10017
3. MADELINE IRENE KRISTI
17D10035
4. MUHAMAD ABEL PRAYOGA
17D10038
5. MUHAMMAD INDRA APRIANTO
17D10039
6. PUTU RAMA PRATAMA KARMA
17D10052
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Denpasar, Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Table of Contents Type chapter title (level 1) ................................................................................................. 1 Type chapter title (level 2) .............................................................................................. 2 Type chapter title (level 3) .......................................................................................... 3 Type chapter title (level 1) ................................................................................................. 4 Type chapter title (level 2) .............................................................................................. 5 Type chapter title (level 3) .......................................................................................... 6
Table of Contents Type chapter title (level 1) ................................................................................................. 1 Type chapter title (level 2) .............................................................................................. 2 Type chapter title (level 3) .......................................................................................... 3 Type chapter title (level 1) ................................................................................................. 4 Type chapter title (level 2) .............................................................................................. 5 Type chapter title (level 3) .......................................................................................... 6
Table of Contents Type chapter title (level 1) ................................................................................................. 1 Type chapter title (level 2) .............................................................................................. 2 Type chapter title (level 3) .......................................................................................... 3 Type chapter title (level 1) ................................................................................................. 4 Type chapter title (level 2) .............................................................................................. 5 Type chapter title (level 3) .......................................................................................... 6
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pendengaran bekerja dengan cara menyalurkan gelombang suara yang masuk ke telinga dan menyebabkan gendang telinga bergetar. Getaran ini akan melewati tiga tulang kecil (ossicles) di dalam telinga tengah. Ossicles akan memperkuat getaran dan meneruskannya pada telinga bagian dalam, di mana sel-sel kecil rambut di dalam rumah siput yang berbentuk melingkar dan tabung spiral bergerak menanggapi getaran lalu mengirim sinyal melalui saraf ke otak. Gangguan pendengaran terjadi ketika seseorang tidak dapat mendengar sebagian atau keseluruhan pendengaran di salah satu atau kedua telinga. Tanda-tanda umum terjadinya gangguan pendengaran mencakup kesulitan mendengar saat orang lain melakukan percakapan, sering
meminta
orang
lain
untuk
mengulangi
perkataan,
dan
mendengarkan musik atau televisi dengan volume lebih tinggi dari pada orang lain. Tuli konduktif adalah salah satu gangguan pendengaran yang mana suara dari luar tidak bisa masuk ke telinga bagian dalam karena terjadinya masalah pada saluran telinga, gendang telinga, maupun telinga tengah. Gangguan pendengaran ini bisa disebabkan karena trauma, tumor (kolesteatoma), adanya benda atau cairan di dalam telinga, serta infeksi. Kolesteatoma adalah pertumbuhan epitel skuamosa yang abnormal pada telinga tengah dan mastoid.8,9 Insidensi kolesteatoma yang didapat berkisar antara 9 sampai 12 kasus per 100.000 orang dewasa dan 3 sampai 15 kasus per 100.000 anak-anak. Laki-laki dibandingkan perempuan 2 : 1 pada kejadian kolesteatoma yang telah dilaporkan. Pada anak-anak, 72 persen anak laki-laki lebih tinggi. (Lung Kuo et al., 2015). Kolesteatoma dapat membesar dan menghancurkan osikel menyebabkan penurunan pendengaran konduktif. Pendengaran lebih baik bila masih terdapat struktur suprastapes. Prosesus longus inkus merupakan bagian yang paling
sering mengalami nekrosis pada OMSK dengan kolesteatoma karena memilki pendarahan yang relatif paling sedikit dibandingkan bagian osikel lainnya.
Pada
stadium
yang
lebih
lanjut
kolesteatoma
dapat
menghancurkan struktur intratemporal menyebabkan tuli sensorineural atau paralisis nervus fasial dan juga mengerosi dinding mastoid. Pada negara dengan akses yang terbatas untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang optimal, kolesteatoma tetap menjadi penyebab morbiditas dan sering menyebabkan kematian. Diagnosis yang terlambat, penyakit yang ekstensif, insidens komplikasi yang tinggi dan follow-up yang rendah masih menjadi masalah utama penyakit ini di negara berkembang. Berdasarkan hal tersebut di atas, menunjukkan pentingnya penulisan ini dimana makin meningkatnya kasus tersebut pada kolesteatoma. Oleh karena hal tersebut, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengangkat mengenai asuhan keperawatan pada kolesteatoma.
1.2 Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan pada orang dewasa dengan penderita kolesteatoma?
1.3 Tujuan Penulisan Mengetahui tentang bagaimana asuhan keperawatan pada orang dewasa dengan penderita kolesteatoma.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kolesteatoma Kolesteatoma adalah tumbuhnya tumor jinak di area telinga tengah atau di belakang gendang telinga. Kondisi ini mungkin terjadi akibat cacat lahir, tapi pada umumnya terjadi pada orang yang mengalami infeksi telinga tengah berulang. Terbentuknya tumor jinak disebabkan oleh tumbuhnya kista disertai penumpukan sel-sel kulit mati, lendir, atau kotoran telinga. Penumpukan tersebut kemudian semakin membesar dan bisa menghancurkan struktur tulang di telinga tengah. Jika terjadi, penyakit ini dapat menganggu fungsi telinga, keseimbangan tubuh, dan juga otot sekitar di wajah.
2.2 Etiologi Selain infeksi telinga berulang, kolesteatoma juga bisa terjadi akibat terganggunya fungsi tabung eustachius. Tabung esutachius adalah saluran penghubung telinga tengah dengan saluran hidung. Normalnya, tabung eusachius akan melakukan membuka dan metutup untuk menyamakan tekanan udara antara telinga bagian luar dan dalam. Namun, fungsinya bisa terganggu akibat infeksi. Beberapa kondisi yang menyebabkan tabung eustachius tidak dapat berfungsi dengan baik dan berisiko menyebabkan kolesteatoma adalah: a. Flu atau pilek parah b. Sinusitis c. Infeksi telinga tengah (otitis media) d. Alergi Semua kondisi di atas dapat menyebabkan produksi lendir di saluran pernapasan jadi lebih banyak. Ekstra lendir bisa menyebar ke area saluran telinga tengah melewati ostia, menumpuk di tabung eustachius, menarik bakteri untuk berkembang biak dan menyebabkan infeksi.
2.3 Patofisiologi Infeksi telinga yang parah dapat berkembang menjadi infeksi telinga tengah kronis, terutama tulang mastoid (mastoiditis). Infeksi telinga berulang terus-menerus dapat menyebabkan lubang besar di gendang telinga yang tidak bis dengan mudah ditutup dengan patch. Dalam hal ini cangkok lemak mungkin diperlukan untuk menutup lubang. Lubang yang terjadi, bersama-sama dengan pertumbuhan kulit ke lubang persisten di dalam gendang telinga menghasilkan kondisi dikenal kolesteatoma.
2.4 Tatalaksana Pembedahan Perbaikan
kolesteatomi
membutuhkan
pendekatan
posterior
auricular dibandingkan dengan pendekatan transauricular untuk perbaikan bedah dari membrane timpani (timpanoplasti) dan berlangsung lebih lama dari myringotomy dan/atau penempatan tabung telinga (placement of ear tubes). Ini juga membutuhkan rotasi tempat tidurruang operasi 180 derajat menjauh dari anestesi dan membutuhkan intubasi trakea.
2.5 Anestesi Umum Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan lebih panjang, misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lain-lain. Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri, menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh otot. Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital melakukan fungsinya selama operasi dilakukan. Untuk menentukan prognosis ASA (American Society of Anesthesiologists) membuat
klasifikasi berdasarkan status fisik pasien pra anestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai berikut: ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi. ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut dengan lekositosis. ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik berat yang diaktibatkan karena berbagai penyebab. Contohnya pasien apendisitis perforasi dengan septi semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium. ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam kehiduannya. ASA 5, yaitu pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani dan syok hemoragik karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda darurat (E = emergency), misalnya ASA 1 E atau III E. Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus cepat
dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal.
2.6 Farmakokinetik obat anestesi yang diberikan 2.6.1 Tabel Obat Premedikasi No
Nama Obat
Farmakokinetik
1
Midazolam
a. Onset kerja obat 30 detik – 1 menit IV, 15 menit IM b. Efek puncak; IV 3-5 menit, IM 15-30 menit c. Durasi aksi obat 15-80 menit IV/IM d. Diabsorbsi dari jaringan otot dengan cepat dan sempurna e. Konserntrasi plasma maksimum dicapai dalam 30 menit f. Disekresi melalui hati sebanyak 40-50% g. Menembus plasenta dan memasuki sirkulasi janin. Ada petunjuk bahwa midazolam diekskresi dalam air susu manusia.
2
Petidin
a. Dimetabolisme dengan kecepatan 17 %/jam b. 80% dihancurkan dalam tubuh oleh hidrolis pada liver, sehingga gangguan fungsi liver dapat menghambat penghancuran obat ini, c. 5-10% dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk tidak berubah, 5% dikeluarkan bersama urinedan 64% terbungkus oleh plasma, d. Efek puncak : IV 5-20 menit, IM 30-50
menit, epidural/ spinal 30 menit.
3
Sulfas Atropin
a. Paruh waktu 2-3 jam, 50% terbungkus oleh protein plasma. b. Eliminasi pada anak < 2 tahun dan usia lanjut itu lambat. c. Ekskresi sebagian melalui ginjal, sebagian lainnya dihancurkan dalam tubuh, dengan pembentukan tropine dan asam tropik.
2.6.2 Tabel Obat Induksi dan Pemeliharaan NO Nama Obat 1
Propofol
Farmakokinetik a. Propofol dapat melewati plasenta tapi dapat dikeluarkan dengan cepat dari sirkulasi neonates. b. Distribusi
dalam
tubuh
dapat
digambarkan melalui cara : 1. Dari darah kedalam jaringan tubuh secara cepat. 2. Pembuangan metabolic dari dalam darah yang terjadi secara cepat ( 30 – 60 menit). 3. Fase akhir yang berlangsung lambat dimana
obat
tereleminasi
dari
bagian yang kurang perfusi. c. Propofol di metabolisme di dalam liver ke dalam konjugasi glucuronide dan dibuang melalui ginjal.
2.
O2+N2O+Isofluran
a. Semua obat-obatannya tidak terionisasi
dan memiliki berat molekul yang rendah
sehingga
mudah
berdifusi
dengan cepat dari aliran darah ke jaringan. b. Dapat dihantarkan ke dalam aliran darah melalui rute khusus, yaitu paruparu. c. Ambilan
alveolus
gas
atau
uap
anestetik inhalasi ditentukan oleh: 1.Ambilan oleh paru. 2.Difusi gas dari paru ke darah. 3.Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya. d. Kelarutan zat inhalasi dalam darah merupakan
faktor
penting
dalam
menentukan kecepatan induksi e. dan pemulihannya. f. Kelarutan zat anestesi di dalam darah, tergantung dari potensi masing-masing zat anestesi. g. Derajat potensi ini ditentukan oleh Kadar Alveolus Minimal (KAM) atau MAC(Minimum
Alveolar
Concentration). h. MAC ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan satu atmosfir yang i. diperlukan untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar. j. Makin tinggi MAC, maka makin rendah potensi zat anestesi tersebut.
k. Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat anestetik dalam alveoli sama dengan tekanan zat dalam l. darah dan otak tempat kerja obat. m. Sebagian
besar
gas
anestetik
dikeluarkan oleh paru. n. Sebagian
lagi
dimetabolisme
oleh
hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450. o. Sisa metabolisme yang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal. Untuk
menghindari
komplikasi,
anestesiologi harus mengetahui batas konsentrasi N2O sampai 50% dan menghentikan N2O 15 menit sebelum operasi selesai.
2.6.3 Tabel Obat Relaksasi Otot NO Nama Obat 1
Atracurium
Farmakokinetik a. Absorbsi dari Intra Vena dan Intra Muskular b. Distribusi:
keseluruh
cairan
extracellular. Tidak menembus sawar plasenta c. Metabolisme: waktu eliminasi 20 menit, hasil
metabolisme
dibuang
melalui
ginjal secara lambat dan menembus sawar otak. Hal ini meninggikan MAC dari halothan sebesar 30% dengan konsentrasi tinggi. d. Proses
metabolisme
terjadi
secara
stimulant dan tidak terpengaruh oleh
kelainan hati dan ginjal dan juga aktivitas plasma kolinesterase. e. Jadi durasinya pada pasien normal dan pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal juga dengan aktifitas plasma kolinesterase akan sama.
2.7 Fokus Pengkajian 1. Identitas pasien dan penanggung jawab 2. Keluhan utama Saat MRS dan Saat Pengkajian 3. Riwayat penyakit pasien Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu(termasuk riwayat pembedahan) dan riwayat penyakit keluarga, riwayat alergi dan riwayat penggunaan obat antikoagulan 4. Keadaan umum Keadaan umum, status kesadaran dan tanda-tanda vital 5. Pemeriksaan Fisik Pengkajian Head to Toe, tanda-tanda vital dan status fisik ASA 6. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium dan 7. Persiapan Operasi Puasa, pemasangan cateter urin, IV cateter, hasil pemeriksaan penunjang (Laboratorium dan), inform consent dan verifikasi pasien (nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, lokasi pembedahan dan tindakan pembedahan).
2.8 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul 1. Nyeri Akut 2. Hambatan Komunikasi Verbal 3. Risiko Perdarahan 4. Gangguan Perfusi Jaringan
5. Ketidakefektifan pola napas 6. Ketidakefektifan bersihan jalan napas 7. Mual Muntah 8. Risiko aspirasi 9. Risiko Jatuh 2.9 Intervensi Keperawatan No 1 2 3 4 5 6 7
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi Keperawatan
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PRA, INTRA, DAN POST ANESTESI
3.1 PENGKAJIAN 3.2 D