ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK KELAS X DAN XI DI SMAN KHUSUS JENEPONTO (STATISTIK DESKRIPTIF)
TUGAS FINAL UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Metodologi Penelitian Kuantitatif Yang dibina oleh Bapak Dr. Parno, M.Si
Oleh : Riskawati
160321800991
UNIVERSITAS NEGERI MALANG PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN FISIKA Desember 2016
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran sains yang diharapkan menjadi sarana pengembangan kemampuan berpikir peserta didik untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan tujuan pembelajaran fisika yang dicanangkan oleh pemerintah yaitu peserta didik mampu menguasai konsep dan prinsip fisika untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2003). Tujuan tersebut dilaksanakan untuk menciptakan dorongan bekerja yang “literate” secara ilmiah dan secara teknologi agar menghasilkan peserta didik yang berkemampuan literasi sains yang sama untuk dapat bertahan di pasar global. Berdasarkan laporan dari American Asssociation for the Advancement of Science (AAAS) pada tahun 1993 bahwa literasi sains menjadi tujuan utama dari pendidikan sains. Makna pembelajaran sains dapat dirasakan oleh peserta didik jika memiliki kemampuan literasi sains yang tinggi. Literasi sains diartikan sebagai pemahaman terhadap sains dan aplikasinya bagi kehidupan masyarakat (Hurd, 1998). Namun, beberapa penelitian menyatakan bahwa rata-rata kemampuan literasi sains masyarakat Indonesia masih berada dalam kategori rendah. Hal tersebut dibuktikan dari beberapa fakta yang ditemukan antara lain: berdasarkan data TIMMS (studi internasional tentang matematika dan IPA) pada tahun 2011 menyatakan bahwa skor kemampan literasi Indonesia tidak jauh berbeda dengan Suriah, Oman dan Ghana yang memperoleh skor kemampuan literasi yang rendah. Selain itu, tabel liga global yang diterbitkan oleh Firma Pendidikan Pearson pada akhir tahun 2012 menempatkan sistem pendidikan Indonesia di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brazil (Hafid, 2014).
Fakta tersebut juga diperkuat dari berita yang diterbitkan pada harian Tempo, bahwa survei Programme for International Study Assessment (PISA) yang diadakan setiap tiga tahun sekali oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) menyatakan bahwa sejak tahun 2000 Indonesia selalu menempati posisi terbawah dalam memperoleh skor kemampuan literasi sains. Dalam hasil PISA 2012 yang diumumkan Desember 2013, dari 65 negara yang mengikuti program survei ini rata-rata skor sains peserta didik Indonesia adalah 382 yang berada jauh di bawah rata-rata, yakni 494, 496, dan 501 untuk masing-masing bidang (Rizki, 2013). Data tersebut diperoleh berdasarkan hasil pengukuran PISA yang dilakukan di beberapa sekolah umum di Indonesia. Hasil dari tes PISA digunakan sebagai bahan analisis dan rekomendasi pengambilan kebijakan tertentu, terutama dalam bidang pendidikan. Pertanyaan yang muncul adalah apakah hasil survey yang diperoleh juga berlaku di sekolah unggulan. Indonesia memiliki program sekolah unggulan di beberapa daerah salah satunya adalah SMAN Khusus Jeneponto yang terletak di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Sama halnya dengan sekolah unggulan yang lain, SMAN Khusus Jeneponto ditunjang dengan daya dukung sekolah yang baik seperti sarana dan prasarana serta fasilitas seperti perpustakaan dan laboratorium yang lengkap dan memiliki tenaga pendidik yang profesional. Selain itu, SMAN Khusus juga ditunjang dengan intake yang tinggi dari peserta didik yang dibuktikan dari tingginya rata-rata skor hasil belajar yang diperoleh yaitu 84,64. Tingginya rata-rata skor yang diperoleh dapat menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah tersebut terlaksana dengan baik. Jika merujuk pada keterlaksanaan proses pembelajaran di sekolah tersebut, seharusnya dapat menghasilkan peserta didik yang memiliki kemampuan literasi yang tinggi. Literasi sains sangat erat kaitanya dengan keberhasilan proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah pada ranah kognitif dan afektif dalam bentuk skor atau hasil belajar.
Soobard & Rannikmae (2011), menyatakan bahwa pengukuran kemampuan literasi sains peserta didik dikembangkan untuk mengidentifikasi hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran sains di sekolah. Berkenaan dengan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengkaji bagaimana gambaran kemampuan literasi sains peserta didik dengan judul “Analisis Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik Kelas X dan XI SMAN Khusus Jeneponto”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran kemampuan literasi sians peserta didik kelas X dan XI di SMAN Khusus Jeneponto? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kemampuan literasi sians peserta didik kelas X dan XI di SMAN Khusus Jeneponto. D. Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1.
Manfaat Teoretis Sebagai bahan pertibangan dan referensi bagi peneliti selanjutnya, khususnya yang
akan meneliti atau mengkaji masalah yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 2.
Manfaat Praktis a. Bagi peneliti, penelitian ini menjadi media belajar dalam usaha melatih diri sekaligus mengaplikasikan ilmu yang diperoleh. b. Bagi pengembangan ilmu, memberikan sumbangan pengetahuan bagi dunia pendidikan sehubungan dengan gambaran kemampuan literasi sains.
c. Bagi sekolah, sebagai langkah awal di dalam mendesain proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan literasi sains peserta didik; d. Bagi peserta didik, implikasi dalam pembelajaran fisika untuk menerapkan sains fisika dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif untuk mengetahui gambaran kemampuan literasi sains peserta didik kelas X dan XI di SMAN Khusus Jeneponto. Penelitian deskriptif dalam menjelaskan sampel secara keseluruhan peneliti biasanya akan mendefinisikan variabel, mengukur dan untuk setiap ukuran dihitung satu atau lebih statistik deskriptif, seperti ukuran tendensi sentral (mean, median, modus) dan ukuran variabilitas (standar deviasi, varians dan jangkauan) (Gall, 1996). B. Lokasi, Waktu, dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMAN Khusus Jeneponto, Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 selama 4 pekan. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X dan XI SMAN Khusus Jeneponto. C. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan literasi sains. Kemampuan literasi sains dibatasi secara operasional yaitu skor yang dicapai peserta didik setelah mengerjakan tes kemampuan literasi sains yang dibagi ke dalam 5 kategori, yaitu: 1) Scientific Illiteracy (SI), 2) Nominal Scientific Literacy (NSL), 3) Functional Scientific Literacy (FSL), 4) Conceptual Scientific Literacy (CSL), dan 5) Multidimensional Scientific Literacy (MSL) D. Sampel Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X dan XI di SMAN Khusus Jeneponto pada tahun ajaran 2014/2015 dengan jumlah 76 orang.
14
E. Teknik Pengumpulan Data 1.
Tahap persiapan Persiapan yang dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian yaitu: a.
Mengumpulkan literatur, sumber bacaan dan keterangan yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti untuk memberikan landasan teoritis dan pemahaman dasar, agar pelaksanaan penelitian berlangsung efektif dan lancar.
b.
Pemilihan sekolah penelitian sesuai dengan latar belakang
c.
Observasi pada lokasi penelitian.
d.
Penyusunan tes kemampuan literasi sains dan pedoman pengkategorian jawaban atau rubrik penilaian. Tes dan rubrik penilaian kemampuan literasi sains peserta didik di adaptasi dari instrumen yang dikembangkan oleh Soobard & Rannikmae (2011) sebanyak 3 nomor dan soal dari PISA (the Programe of Students assesment) sebanyak 7 nomor. Kedua instrumen tersebut merupakan jenis soal kemampuan literasi sains yang memiliki karakteristik soal yang berbeda. PISA mengembangkan sebuah situasi cerita yang lebih berkaitan dengan konten atau isi mata pelajaran peserta didik di sekolah sedangkan Soobard & Rannikmae mengembangkan soal yang lebih berhubungan dengan situasi cerita yang memiliki daya tarik bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari (Soobard & Rannikmae, 2011). Instrumen kemampuan literasi sains selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B. Jawaban peserta didik dibagi ke dalam lima level kemampuan literasi sains antara lain yang : 1) scientific illiteracy, 2) nominal scientific literacy, 3) functional scientific literacy, 4) conceptual scientific literacy, dan 5) multidimensional scientific literacy
berdasarkan kerangka acuan atau deskripsi level kemampuan literasi sains menurut Bybee (1997). e.
Uji coba instrumen pada responden setara untuk mengetahui kemungkinan jawaban sebagai bahan dasar pembuatan rubrik penilaian.
f.
Pembuatan rubrik penilaian kemampuan literasi sains peserta didik.
g.
Validasi rubrik penilaian kemampuan literasi sains peserta didik kepada dua orang validator. Tabel 2.1 Kategori jawaban peserta didik berdasarkan level kemampuan literasi sains, (R Soobard, 2011; Bybee, 1997; Schwartz, 2006) Level
Deskripsi Peserta didik tidak memiliki vocabulary atau istilah sains, konsep-konsep sains, konteks dan tidak mampu Scientific mengidentifikasi pertanyaan atau masalah sehingga Illiteracy (SI) tidak mampu menjawab apapun pada lembar jawaban yang disediakan. Peserta didik setuju dengan apa yang dinyatakan orang Nominal lain tanpa adanya ide-ide sendiri. Selain itu, karena Scientific Literacy pemahaman peserta didik yang masih terbatas sehingga (NSL) banyak yang salah paham (misconception). Peserta didik dapat mendeskripsikan makna konsep, Functional prinsip, hukum dan teori dengan benar dari buku teks Scientific Literacy berupa fakta-fakta dasar tetapi pemahamannya masih (FSL) sangat terbatas pada aspek definisi dan pengertian. Peserta didik mulai mengembangkan pemahamannya terhadap konsep, prinsip, hukum dan teori dalam suatu disiplin ilmu. Peserta didik memanfaatkan konsep antar Conceptual disiplin ilmu dan menunjukkan pemahaman dan saling Scientific Literacy keterkaitan. Peserta didik memiliki pemahaman tentang (CSL) masalah, membenarkan jawaban dengan benar informasi dari teks, grafik atau tabel. Peserta didik mampu menganalisis alternatif solusi. Peserta didik memanfaatkan berbagai konsep dan Multidimensional menunjukkan kemampuan untuk menghubungkan konsep-konsep tersebut dengan kehidupan sehari-hari. Scientific Literacy Peserta didik mengerti bagaimana ilmu pengetahuan, (MSL) masyarakat dan teknologi yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Peserta didik juga
menunjukkan pemahaman tentang pengetahuan melalui jawabannya.
2.
sifat
ilmu
Tahap pelaksanaan penelitian Tahap ini merupakan tahap pemberian instrumen literasi sains. Sebelum diadakan
penelitian, terlebih dahulu dilakukan konsultasi dengan beberapa guru bidang studi mata pelajaran sains dan kepala sekolah mengenai penelitian yang akan dilaksanakan. Pelaksanaan penelitian (pemberian instrumen) disesuaikan dengan jadwal kelas sehingga tidak mengganggu mata pelajaran yang lain. 3.
Tahap pengumpulan data Pengumpulan data penelitian dilakukan setelah penelitian dilaksanakan dengan
mengumpulkan semua skor hasil pengukuran kemampuan literasi sains peserta didik. Jawaban peserta didik yang terkumpul kemudian diperiksa oleh
3 (tiga) orang pemeriksa dan
selanjutnya dianalisis oleh peneliti untuk memperoleh hasil penelitian yang benar. F. Teknik Analisis Data Data skor kemampuan literasi sains peserta didik yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis ini ditampikan dalam bentuk mean, median, standar deviasi (SD), skor maksimum, skor minimum, variansi, skor idel terendah, dan skor ideal tertinggi.