Tugas-essay-sistem-muskuloskeletal.docx

  • Uploaded by: fatkhur rokhimnet
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas-essay-sistem-muskuloskeletal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,048
  • Pages: 5
ESSAY : Dalam berkas rekam medis pasien di rumah sakit terdapat satu lembaran yaitu lembar persetujuan tindakan medis. Lembaran ini akan diisi/diberi persetujuan oleh pasien atau keluarganya apabila telah mendapat penjelasan dari tenaga kesehatan. Proses pemberian penjelasan ini disebut sebagai informed consent. Istilah Informed consent dalam Undang-Undang Kesehatan kita tidak ada, yang tercantum adalah istilah persetujuan, menerima atau menolak tindakan pertolongan setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut. Informed consent pada hakikatnya adalah persetujuan atas dasar informasi yang merupakan alat untuk menentukan nasib sendiri dalam pelayanan kesehatan. Pentingnya informed consent bagi dokter dan pasien yang tidak dilengkapi dengan form. Tindakan yang dalam pelayanan medis karena informed consent dilengkapi dengan form disepakati oleh RS X sebagai merupakan suatu proses komunikasi antara dokter dan tindakan invasif yang berisiko tinggi, sedangkan yang tidak pasien untuk menentukan terapi atau penyembuhan yang dilengkapi dengan form merupakan tindakan invasif yang terbaik dan tepat bagi pasien. Dalam melakukan tindakan keperawatan perawat harus bertanggung jawab dengan apa yang dia lakukan dan menggunakan hak dan kewajibannya dengan benar. Setiap melakukan tindakan keperawatan pasti akan ada inform consent yang harus di berikan kepada pasien atau keluarga pasien, yang sangat penting bagi perawat dan dokter dalam melakukan tindakan keperawatan. Dengan demikian manfaat dari penggunaan inform consent yaitu : -

Melindungi

dokter

dan

perawat

dalam

melakukan

tindakan

keperawatan -

Melindungi pasien dari tindakan medis yang dilakukan

Ada 8 prinsip etika keperawatan yang wajib diketahui oleh perawat dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu, kelompok/keluarga, dan masyarakat. 1. Otonomi (Autonomi) prinsi otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain harus menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan

diri. Salah satu contoh yang tidak memperhatikan otonomi adalah Memberitahukan klien bahwa keadaanya baik,padahal terdapat gangguanatau penyimpangan 2. Beneficience (Berbuat Baik) prinsip ini menentut perawat untuk melakukan hal yan baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan. Contoh perawat menasehati klien tentang program latihan untuk memperbaiki kesehatan secara umum, tetapi perawat menasehati untuk tidak dilakukan karena alasan resiko serangan jantung. 3. Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktorfaktor dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan. 4. Nonmaleficince (tidak merugikan) prinsi ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Contoh ketika ada klien yang menyatakan kepada dokter secara tertulis menolak pemberian transfuse darah dan ketika itu penyakit perdarahan (melena) membuat keadaan klien semakin memburuk dan dokter harus mengistrusikan pemberian transfuse darah. akhirnya transfuse darah ridak diberikan karena prinsi beneficence walaupun pada situasi ini juga terjadi penyalahgunaan prinsi nonmaleficince. 5. Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setia klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan harus akurat, komprehensif, dan objektif. Kebenaran merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klie memiliki otonomi sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu. Contoh Ny. S masuk rumah sakit dengan berbagai macam fraktur karena kecelakaan mobil, suaminya juga ada dalam kecelakaan tersebut dan meninggal dunia. Ny. S selalu bertanya-tanya tentang keadaan suaminya. Dokter ahli bedah berpesan kepada perawat untuk belum memberitahukan kematian suaminya kepada klien perawat tidak mengetahui alasan tersebut dari dokter dan kepala ruangan menyampaikan intruksi dokter harus diikuti. Perawat dalam hal ini dihadapkan oleh konflik kejujuran. 6. Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan

meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain. 7. Confidentiality (Kerahasiaan) kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Dokumentasi tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan harus dihindari. 8. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanda tekecuali. Contoh perawat bertanggung jawab pada diri sendiri, profesi, klien, sesame teman sejawat, karyawan, dan masyarakat. Jika perawat salah memberi dosis obat kepada klien perawat dapat digugat oleh klien yang menerima obat, dokter yang memberi tugas delegatif, dan masyarakat yang menuntut kemampuan professional.

Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari rangkaian upaya penganggulangan penderita gawat darurat yang perlu diorganisir. Instalasi Gawat Darurat harus dapat Mencegah kematian dan cacat pada penderita gawat darurat hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya (Departemen Kesehatan RI, 1992). Di dalam ruangan IGD, seringkali petugas berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan nyawa pasien. Pada kondisi Gawat Darurat, tindakan penyelamat secara cepat menjadi baku standart pelayanan di IGD manapun. Keadaan ini pada akhirnya seringkali menjadi dilema di kalangan petugas kesehatan sendiri. Secara hukum, mereka menjadi rentan tuntutan apabila tidak mempunyai informed consent sebelum melakukan tindakan. Keadaan tidak menjadi lebih baik juga sebaliknya, apabila petugas menunggu adanya keluarga untuk memberikan informed consent dan pasien tidak tertolong karena penanganan yang terlambat. Penggunaan informed consent di setting gawat darurat memerlukan aturan yang berbeda dengan ruangan lainnya. Informed cosent sangat berperan penting dalam melakukan tindakan kperawatan. Dalam melakukan tindakan keperawatan dokter atau perawat yang ada wajib memberikan lembar persetujuan kepada pasien yang di lakukan tindakan keperawatan kepada pasien dan keluarga yang ada, jika pasien dalam keadaan tidak

sadarkan diri maka harus diberikan kepada keluarga atau walinya yang membawanya ke Rumah Sakit yang ada. Namun jika tidak ada keluarganya, hanya ada pasien dan pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri dan mengancam nyawa (dalam keadaan gawat darurat) maka Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini, dokter akan mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien. Prosedur penyelamatan nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan / prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi. Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.

DAFTAR PUSTAKA 1. Kerbala, Husein. Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2017

More Documents from "fatkhur rokhimnet"