Tugas Essai Vina.docx

  • Uploaded by: Vina Nurul
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Essai Vina.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,982
  • Pages: 10
ESSAI

SISTEM KESEHATAN INDONESIA DAN JEPANG

Oleh

Vina Nurul Alvionita 1711411016

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI UNIVERSITAS ANDALAS 2019

Latar Belakang Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans). Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi yang ke semuanya membentuk satu kesatuan, dalam arti semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama yang telah ditetapkan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia sekaligus investasi dalam pembangunan bangsa. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan tujuan guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesehatan mempunyai peranan besar dalam meningkatkan derajat hidup masyarakat, maka dari itu semua negara berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Pelayanan kesehatan berarti setiap upaya yang sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat. Berdasarkan pengertian sistem diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa sistem kesehatan merupakan kelompok aneka organisasi yang memberikan input pada pelayanan kesehatan, utamanya sumber daya manusia, sumber daya fisik (fasilitas dan alat), serta pengetahuan/teknologi. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan dukungan Sistem Kesehatan Nasional yang tangguh.

Bicara mengenai sistem kesehatan, setiap negara tentu memiliki kebijakan tersendiri dalam mengatur kesejahteraan kesehatan masyarakatnya. Mulai dari pelayanan, pelaksanaan, hingga upaya-upaya kecil untuk memperbaiki kesehatan ke masyarakat langsung. Tujuan Sistem kesehatan tersebut adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara sinergis, berhasil-guna dan berdaya-guna, sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibentuklah program pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu, saya mencoba membahas tentang masalah sistem kesehatan untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan masalah kesehatan di sistem kesehatan di Indonesia dan membandingkannya dengan salah satu negara Asia, yaitu Jepang. Dengan tujuan agar negara Indonesia bisa mengambil dan mencontoh hal positif di negara Jepang dalam bidang kesehatan.

1.1 Sistem Kesehatan di Indonesia

Indonesia memiliki sistem yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan di bidang kesehatan masyaraktnya. Sistem tersebut disebut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang mulai dikembangkan pada tahun 1982. Dimana Penyusunan SKN dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai landasan, arah dan pedoman penyelenggaraan pembangunan kesehatan baik oleh masyarakat, swasta maupun oleh pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/kota) serta pihak pihak terkait lainnya. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Indonesia adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna mencapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945. Dari rumusan pengertian tersebut, SKN tidak hanya menghimpun upaya sektor kesehatan saja, melainkan juga upaya dari berbagai sector lainnya termasuk masyarakat dan swasta. Berhasil atau tidaknya sistem kesehatan tidak ditentukan oleh sektor kesehatan semata. Dalam definisi yang lebih luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain seperti pertanian dan lainnya. Di Indonesia, sektor kesehatan yang dijalankan berasal dari sektor nirlaba. Nirlaba yang dimaksud adalah sistem kesehatan Indonesia berfokus pada tujuan sosial dan lingkungan dibandingkan mencari profit contohnya berupa uang. Saat ini, sektor kesehatan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks. Selain harus beradaptasi dengan berbagai regulasi yang terkait dengan pembangunan kesehatan, pada saat yang sama juga harus menyesuaikan dengan beberapa perubahan strategis di bidang kesehatan dan menyelesaikan permasalahan kesehatan di era desentralisasi. Salah satu perubahan lingkungan strategis nasional yang turut mempengaruhi arah dan kebijakan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Salah satu kebijakan strategis nasional pemerintah adalah dengan menargetkan semua penduduk telah tercakup dalam program JKN di tahun 2019. Program tersebut otomatis menuntut dilakukannya peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan baik tingkat pertama maupun fasilitas tingkat lanjutan, serta perbaikan sistem rujukan pelayanan kesehatan. Namun, sejak JKN digulirkan sebagai program nasional, selalu terjadi defisit, dari angka Rp 3,3 triliun ( tahun 2014) menjadi Rp 6 triliun (tahun 2015) dan sekarang menyentuh Rp 8–9 triliun (tahun 2016). Kondisi ini tentunya patut dipikirkan.

Selain JKN, beberapa terobosan pemerintah di bidang kesehatan, masih dikatakan belum cukup untuk meningkatkan akses dan mutu layanan kesehatan di Indonesia. Adanya defisit anggaran dalam program JKN setiap tahun menunjukkan bahwa terdapat sesuatu yang belum sempurna dalam pelaksanaan program itu. Isu transparansi layanan kesehatan juga masih menjadi problematika dalam masyarakat. Adanya isu penolakan pasien apabila ingin berobat ke rumah sakit adalah bukti masih terbatasnya akses bagi peserta JKN. Selain itu, mutu layanan dan sarana prasarana kesehatan di setiap daerah yang masih belum merata menjadi permasalahan pelik yang berdampak pada pembangunan kesehatan di daerah. Dengan kata lain, walaupun progam JKN penting untuk dilakukan, bagaimana masyarakat mendapatkan akses dan layanan kesehatan yang baik, upaya pencegahan penyakit dan koordinasi lintas sektor dalam pembangunan kesehatan juga penting untuk diperhatikan. Artinya kebijakan di bidang kesehatan baik ditingkat pemerintah pusat maupun daerah penting untuk diperhatikan. Intinya, pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan masih menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Sehingga diperlukan pemantapan dan percepatan melalui SKN sebagai pengelolaan kesehatan yang disertai berbagai terobosan penting, antara lain program pengembangan Desa Siaga, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) yang dapat diwujudkan melalui Jampersal. Terjadinya perubahan lingkungan strategis seperti adanya regulasi penyelenggaraan kepemerintahan dan di tingkat global telah terjadi perubahan iklim serta dan upaya percepatan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), sehingga diperlukan penyempurnaan dalam pengelolaan kesehatan. ‘The Indonesian Institute’ mengeluarkan hasil riset yang mengemukakan ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di negri ini. 1.

Masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Karena dari sekitar 9.599 puskesmas dan 2.184 rumah sakit yang ada di Indonesia, sebagian besarnya masih berpusat di kota-kota besar. Perkembangan jumlah rumah sakit di Indonesia menurut wilayah, sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dimana tahun 2013 tercatat 1.162 unit dengan pertumbuhan rata-rata dalam lima tahun terakhir sebesar 11,78%. Sementara diurutan kedua adalah wilayah Sumatera dengan jumlah RS tahun 2013 sebanyak 511 unit dengan pertumbuhan rata-rata dalam lima tahun terakhir sebesar 7,35%, diurutan ketiga adalah wilayah Sulawesi sebanyak 194 unit RS dengan pertumbuhan rat-rata 9,92%.

Indonesia yang masih memiliki banyak daerah terpencil membuat infrastruktur tidak bisa menyebar secara adil dan luas. Akibatnya, sering kali masyarakat terpencil kesulitan memeriksakan kesehatan mereka dan akhirnya lebih memilih tidak mengobatinya atau datang ke orang pintar yang sama sekali tidak efektif.

2. Persoalan kedua juga menyangkut masalah distribusi yang belum merata, khususnya tenaga kesehatan. Keadaan maldistribusi dapat dikaitkan dengan kekhawatiran karier (continuing professional) para tenaga medis. Mengingat banyaknya tenaga kesehatan terutama dokter spesialis yang banyak berada di perkotaan ataupun Pulau Jawa. Sementara untuk di daerah, yang dimaksudkan disini adalah luar Pulau Jawa ataupun DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan) mengalami kekurangan tenaga spesialis. Hal ini disebabkan kurang mendukungnya sarana dan prasarana dalam menunjang karirnya, termasuk akses untuk perkembangan keilmuannya. Sehingga peminatan para dokter spesialis untuk ke daerah menjadi minim. Selain itu ada pula permasalahan mengenai waktu kerja atau kontrak kerja dari pemerintah maupun profesi. Seperti yang kita ketahui, dalam pendidikan profesi biasanya ada waktu atau kontrak tertentu untuk melakukan tugas profesionalnya ke berbagai tempat dalam kurun waktu tertentu. Di 2014 jumlah tenaga kesehatan yang terdiri atas dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, kefarmasian, dan lain-lainnya mencapai 891.897. Jumlah tersebut meningkat sedikit dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 877.098. Persebaran tenaga kesehatan Indonesia masih belum merata dimana Kemenkes menunjukkan sebanyak 48% tenaga kesehatan banyak terpusat di pulau Jawa dan Bali dengan jumlah kurang lebih 435.877 orang. Sementara itu, di daerah seperti Papua yang berpenduduk termasuk banyak, jumlah tenaga kesehatan hanya mencapai 2 persen dengan jumlah 18.332 orang, Yang kemudian disusul oleh Kepulauan Maluku dengan tenaga kesehatan paling sedikit dengan jumlah hanya 15.947 orang, atau 1 persen dari total keseluruhan tenaga kesehatan di Indonesia.

3.

Pendanaan Pada tahun 2014, pemerintah hanya mengalokasikan 2,4 persen dana APBN untuk bidang kesehatan. Belum lama ini, pemerintah menunjukkan upaya serius dalam pembangunan kesehatan dengan menaiknya alokasi anggaran kesehatan menjadi 5% dari APBN. Peningkatan tersebut antara lain dengan

menambah sarana dan prasarana puskesmas, dana bantuan operasional kesehatan (BOK) dua kali lipat, dan penambahan tenaga kerja. Selain dari prasarana, Indonesia memiliki dua sistem pembayaran kesehatan. Yang pertama adalah Fee for Services, berarti pasien akan membayar langsung berupa uang atas jasa yang diberikan petugas kesehatan. Intinya, makin banyak tindakan atau jumlah pasien, maka makin banyak pula keuntungan didapat oleh pemberi pelayanan kesehatan. Indonesia kebanyakan masih memakai sistem ini. Dengan demikian, secara tidak langsung Fee for services didorong untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan imbalan jasa yang lebih banyak. Yang kedua adalah asuransi kesehatan yang berasal dari pemerintah maupun swasta. Masyarakat yang telah menajdi peserta akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung tombak yang memenuhi kebutuhan utama kesehatan dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit yang dialami pasien. Penyedia pelayanan kesehatan (dokter, dst) telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana akan menjadi pemasukan bagi PPK.

1.2 Sistem Kesehatan di Jepang Jepang merupakan negara dengan luas sekitar 377,864 km2 dengan jumlah penduduk 126,9 juta jiwa. Layaknya negara-negara maju lain, Jepang juga memiliki expectacy of life yang tinggi yang sayangnya tidak diikuti dengan angka birth rate yang tinggi. Hal ini mengakibatkan menurunnya jumlah penduduk usia produktif. Ini akan menjadi tantangan tersendiri, dikarenakan dapat meningkatkan anggaran sistem pensiun serta jaminan kesehatan. Jepang memiliki sumber daya yang cukup baik untuk dapat menciptakan sebuah sistem jaminan kesehatan yang berkualitas bagi masyarakatnya. Jaminan kesehatan diberikan kepada seluruh masyarakatnya, sesuai dengan program yang diikuti, mulai dari penyakit umum hingga penyakit yang memerlukan penanganan khusus dengan menggunakan teknologi yang canggih. Di Jepang saat ini terdapat lebih dari 1000 rumah sakit mental, 8700 general hospital dan 1000 comprehensive hospital dengan total 1.5 juta tempat tidur. Ditambah dengan klinik gigi sebanyak 48.000 serta sejumlah 79.000 unit layanan kesehatan dengan fasilitas rawat jalan maupun rawat inap.

Jumlah tenaga medis di Jepang, pada awal tahun 1990 terdapat hampir 191.400 dokter, 66.800 dokter gigi, 333.000 perawat dan lebih dari 200.000 tenaga medis alternatif bersertifikasi. Di Jepang dokter dapat dengan bebas mengajukan klaim atas berbagai layanan kesehatan yang mereka ingin berikan. Dan juga tidak ada batasan bagi pasien dalam menentukan apakah mereka ingin menggunakan jasa dokter umum ataupun oleh spesialis. Sejak tahun 1995, pemerintah Jepang telah menganggarkan sebesar 15.9% dari total pengeluaran pemerintah di sektor jaminan kesehatan dan ini terus mengalami peningkatan hingga tahun 2008 menjadi 17.9%. Asuransi privat pada periode tahun 1995 hingga 2002 hanya memiliki kontribusi yang sedikit dalam pembentukan pengeluaran kesehatan sektor privat, yaitu sebesar 2.5% pada tahun 1995 dan mengalami penurunan menjadi 1.8% pada tahun 1996 dan turun kembali pada tahun 1997 menjadi 1.5%. yang menarik adalah pada tahun 2003 terjadi peningkatan persentase kontribusi asuransi swasta dalam pengeluaran kesehatan sektor privat, dari 1.7% pada tahun 2002 menjadi 13.1% pada tahun 2003. Hal ini merupakan akibat dari dilakukannya revisi pada sistem jaminan kesehatan di Jepang pada tahun 2003 untuk membebankan biaya pada penduduk usia lanjut (elderly) dalam pemberian benefit asuransi kesehatan dan digesernya pengelolaan asuransi kesehatan bagi wiraswastawan (self employed) dan lansia menjadi dikelola oleh pemerintah daerah. Maka masyarakat seiring dengan meningkatnya tingkat perekonomian negara, maka banyak masyarakat yang mengalihkan kepesertaan mereka dari program yang dijamin oleh pemerintah kepada program asuransi swasta. Artinya akumulasi dana yang dikumpulkan masyarakat secara efektif telah memberikan kontribusi bagi penyelenggaraan jaminan kesehatan di Jepang. Benefit dalam asuransi kesehatan di Jepang berlaku untuk seluruh rumah sakit baik milik pemerintah maupun swasta, tetapi tidak berlaku untuk sistem “dokter keluarga”. Rumah sakit hanya sebagai pemberi pelayanan, untuk biaya yang dikeluarkan Rumah Sakit mengajukan klaim kepada Lembaga Asuransi pasien. Untuk pemeriksaan kesehatan tahunan (kenshin) diberikan bebas biaya bagi seluruh penduduk. Asuransi menanggung biaya mulai dari rumah sakit, dokter, sampai obat-obatan sesuai dengan jenis asuransi peserta, dan tentunya terjadi perbedaan benefit yang diterima. Karena adanya perbedaan contribusi pada masing-masing jenis asuransi, maka terjadi perbedaan benefit yang diperoleh oleh peserta masing-masing jenis asuransi.

Di Jepang sistem jaminan kesehatan dibagi menjadi 3 cluster secara umum, yaitu : 1. Employer-Based Insurance (Shakai Kenkou Hoken) Yaitu sistem asuransi berbasis tempat kerja yang memberikan bantuan keuangan kepada para pekerja yang digaji oleh perusahaan dan juga kepada anggota keluarga tanggungannya dengan memberikan manfaat asuransi dalam hal

sakit, melahirkan luka, dan kematian. Keluarga tertanggung adalah keluarga sampai dengan level ke-3, yaitu sampai pada kakek atau nenek dan cucu. Jaminan kesehatan ini bisa dinikmati pekerja kantor, pegawai negri, pegawai negara, dan juga pengajar. 2. National Health Insurance (Kokumin Kenkou Hoken) Sistem asuransi yang mengcover orang-orang yang tidak tercakup dalam sistem asuransi Employer-Based Insurance. Termasuk didalamnya adalah para petani, para pekerja di sektor informal serta wiraswastawan (self employed). Jenis asuransi ini dibagi menjadi 2, yaitu : • National Health Insurance untuk tiap kota • National Health Insurance Union (utnuk desa dan disesuaikan dengan kondisi desa masing-masing). Asuransi jenis ini mendapatkan subsidi dari pemerintah sebesar 50% dari total pengeluaran pemerintah untuk belanja kesehatan. Peserta dan tanggungan dalam jenis asuransi ini mendapatkan 70% benefit dan harus membayarkan 30% sebagai cost sharing, dan ada kemungkinn tambahan untuk biaya obat-obatan, karena tidak seluruh jenis obat di tanggung oleh asuransi ini. Asuransi ini juga memberikan benefit yang cukup besar, yaitu 70% dari total biaya, artinya peserta memberikan cost sharing sebesar 30%. Layanan yang diberikan juga cukup lengkap seperti halnya asuransi Employer Based Insurance, mulai dari sakit secara umum mapun khusus, perawatan gigi, persalinan sampai dengan kematian dan pemakaman peserta atau tertanggung. Tapi asuransi ini tidak diberikan jika penyakit ditimbulkan oleh pasien sendiri seperti pemasangan kawat gigi, kecelakaan, bedah kosmetik, cedera karena mabuk dan lain-lain, kecuali melewati batas. • National Health Insurance For Elderly, asurasi ini ditujukan khusus untuk lansia. Keanggotaan bagi asuransi ini diperuntukan bagi penduduk dengan usia yang telah mencapai ≥70 tahun atau bagi penduduk dari usia 65-69 tahun yang memiliki cacat permanen (disability). Dalam asuransi ini, biaya yang ditanggung pasien ditiadakan, dengan sistem penjaminan 70% dijamin oleh dana yang dikumpulkan dari kontribusi peserta serta asuransi jenis lain, 20% ditanggung oleh pemerintah pusat dan 10% ditanggung oleh pemerintah lokal. Selain dari berbagai macam asuransinya, Jepang juga melatih masyarakatnya untuk dapat menjaga kesehatannya dengan mandiri. Hal sederhana bisa dilihat dengan gaya hidup masyarakatnya yang sehat karena menganggap kesehatan berharga. Orang Jepang membiasakan diri untuk berolah raga dan memiliki gizi yang cukup. Bahkan dalam kebiasaan makanpun mereka mengatur jadwal makan agar kesehatan mereka baik sehingga tubuh dapat tahan terhadap penyakit yang bisa datang karena pergantian musim.

1.3 Diskusi topik Semua negara yang memiliki sistem kesehatan tentu bertujuan sama, yaitu meningkatkan derajat kesehatan rakyatnya. Dan sistem kesehatan tersebut dibentuk menyesuaikan kondisi dari masing-masing negara tersebut. Indonesia memiliki sistem kesehatan yang disebut SKN (Sistem Kesehatan Nasional). Sistem ini sudah mulai dibentuk dan diterapkan di Indonesia tahun 1982. Melalui sistem ini, pemerintah berupaya meningkatkan kinerja tiap-tiap sektor untuk mendukung kesempurnaannya sektor kesehatan di Indonesia. Selama 37 tahun diberlakukan, masyarakat Indonesia mulai terbantu dengan adanya jaminan kesehatan yang di bentuk pemerintah. Adanya jaminan ini akan membuat masyarakat tidak ragu untuk menikmati pelayanan kesehatan karena sudah terbantu. Masyarakatpun juga makin dimanjakan dengan munculnya asuransi swasta yang jumlahnya lumayan banyak. Sayangnya, meski sudah diberlakukan selama 37 tahun, sistem kesehatan di Indonesia masih saja terasa belum cukup untuk mewujudkan tujuannya. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut. Mulai dari jumlah SDM (tenaga kesehatan), infrastruktur yang masih kurang, bahkan dari segi dana. Perbandingan tenaga kesehatan dan pasien yang ditangani di Indonesia masih berada di angka yang tinggi, yaitu sekitar 1 : 4000. Sementara di negara lain, tenaga kesehatan memiliki perbandingan kurang lebih 1 : 1000. Hal ini disebabkan karena distribusi tenaga kesehatan yang masih kurang. Tenaga kesehatan lebih memilih untuk bekerja di kota-kota besar. Akibatnya, masyarakat di daerah terpencil kurang dapat menikmati pelayanan kesehatan. Selain itu, untungnya pemerintah sudah menaikkan persentase dana untuk kesehatan Indonesia dari APBN sebanyak 5%. Meskipun begitu, pertumbuhan kesehatan Indonesia yang cenderung lambat membuat peningkatandana dari APBN tersebut kurang terlalu nampak. Harapannya, dengan meningkatnya dana dari APBN untuk kesehatan Indonesia, SKN bisa lebih mumpuni dan bisa melayani kesehatan seluruh masyarakat indonesia dimanapun berada dan apapun status sosialnya.

1.4 Solusi Sebagai sesama negara di Asia, Indonesia perlu mencontoh tata sistem kesehatan di negara Jepang. Jepang yang menonjolkan kelebihan di segi asuransi membuat masyarakat merasa aman mengenai dana dan juga infrastruktur yang lengkap karena dukungan dana yang besar dari pemerintah. Semua masyarakat Jepang dari berbagai kalangan bisa menikmati asuransi tanpa terkecuali. Bahkan asuransi tersebut juga diberlakukan untuk orang luar yang menetap di Jepang lebih dari setahun. 3 asuransi yang tersedia di Jepang memudahkan

masyarakatnya untuk menanggung biaya pengobatan, bahkan bagi lansia diatas 70 tahun, pembayaran pengobatan digratiskan karena ditanggung oleh pemerintah daerah dan pusat. Selain terfokus pada asuransi, Indonesia juga bisa mencontoh jumlah tenaga kesehatan yang aktif di Jepang. Jumlah rumah sakit di Jepang lebih banyak berkali-kali lipat dibanding Indonesia yang berjumlah 1598 rumah sakit (general). Ditambah lagi fakta di Indonesia bahwa perbandingan dokter dan pasien yang ditangani suatu daerah bisa mencapai 1 : 4000 yang disebabkan karena tidak meratanya distribusi tenaga kesehatan. Jepang memiliki hampir 191.400 dokter, 66.800 dokter gigi, 333.000 perawat dan lebih dari 200.000 tenaga medis alternatif bersertifikasi bahkan pada awal tahun 1990. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan antara tenaga medis dan pasien yang dirawat bias lebih kecil disbanding Indonesia. Hal terpenting yaitu permasalahan dana. Kesehatan merupakan salah satu kunci penting kesejahteraan masyarakat pada suatu Negara. Dengan banyaknya dana pemerintah yang dialokasikan untuk kesehatan otomatis akan meningkatkan derajat kesehatan itu pula. Sebagaimana dana tersebut dipakai untuk melengkapi peralatan medis di setiap rumah sakit pemerintah bahkan sampai ketersediaannya obat-obatan penunjang. Indonesia merupakan Negara yang lebih besar dua kali lipat disbanding Jepang, namun sayangnya pengalokasian dana untuk kesehatan dari pemerintah hanya 5% dibandingkan Jepang sebanyak 17,9%. Diharapkan Indonesia juga bias menaikkan pengalokasian dana dari APBN sehingga kualitas kesehatan di Negara ini bisa menyusul Jepang. Meskipun bukan sesame Negara maju, diharapkan Indonesia bisa bagus dalam sektor kesehatan.

Related Documents

Tugas Essai Vina.docx
May 2020 14
Essai
July 2020 28
Essai Tugass.docx
May 2020 22
Essai Blog
May 2020 26
Essai Raf.docx
June 2020 21
Essai Peminatan.docx
April 2020 27

More Documents from "nola mw"