Tugas Dr Irawan.docx

  • Uploaded by: Gendis nuromas
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Dr Irawan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 553
  • Pages: 2
Manajemen perdarahan Intervensi Awal Tahap pertama penatalaksanaan hemorrhage adalah memberikan tekanan yang kuat dan kontinyu. Tekanan umumnya dilakukan langsung di tempat perdarahan (misalnya soket gigi). Alternatif lain, tekanan dilakukan di pembuluh darah yang lebih ke proksimal dibanding tempat terjadinya perdarahan (misal arteri dan vena fasialis). Hal ini dapat mengontrol atau minimal menekan keparahan perdarahan. Tindakan awal tersebut dapat dilakukan dengan memberi tekanan pembuluh darah tanpa perlu melihat langsung pembuluh darah. Hal ini dapat memberikan waktu lebih panjang untuk mengeksplorasi luka dan menentukan pembuluh darah yang terlibat langsung. Ketika pembuluh darah tersebut sudah terlihat seluruhnya, hemostat dapat menutup rapat kedua akhiran pembuluh darah yang parah, yang kemudian dilakukan ligasi atau kauterisasi. Hemostat sebaiknya tidak diletakkan pada luka bedah secara blinded. Setelah aplikasi awal berupa tekanan untuk mengontrol perdarahan, anestesi lokal yang mengandung epinephrine sebaiknya diaplikasikan Efek α-agonist dari epinephrine memberikan hemostasis lokal. Yang terpenting, anestesi lokal mempunyai efek pain control, sehingga memungkinkan dilakukan eksplorasi pembedahan dan debridement luka. Apabila perdarahan terus berlangsung setelah tindakan awal yang diberikan, pemeriksaan medis dibutuhkan segera. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan minimal prothrombin time (PT), partial thromboplastin (PTT) dan complete blood count (CBC). CBC memberikan gambaran nilai platelet, hemoglobin, dan hematokrit yang akan memberikan gambaran keparahan hilangnya darah. Selain pemeriksaan tersebut, dokter gigi juga memerlukan nilai bleeding time pasien tersebut. Apabila PT, PTT, nilai platelet serta bleeding time dalam rentang normal, dicurigai bahwa pasien mempunyai kelainan perdarahan. Nilai-nilai abnormal mengindikasikan baik kelainan congenital atau kelainan perdarahan bawaan. Terapai saat keadaan cyanotic spell (hypoxemic spell) biasanya sembuh sendiri (self- limited) dan lamanya kurang dari 15-30 menit. Upaya yang dapat diberikan agar penderita lebih baik pada saat serangan yaitu: 1. Posisi knee chest, pada anak yang lebih besar squatting atau mengangkat kaki sampai ke dada pada posisi telentang atau tengkurap. Sama dengan pada bayi atau anak yang lebih

kecil dengan mengendong bayi pada bahu orang tua dengan lutut titekuk sampai dada. Upaya ini menigkatkan resistensi perifer eksremitas inferior sehingga menigkatkan aliran darah ke paru. 2. Di rumah sakit dapat diberikan oksigen dengan masker wajah. 3. Bila episode cyanotic spell belum membaik dapat diberikan morfin sulfat 0,1 mg/kgBB biasa diberikan subkutan, intramuscular atau intravena. Manfaat morfin sulfat dalam pengobatan hypoxemic spell sudah diketahui sejak lama, diduga mempunyai efek relaksasi lagsung pada infundibulum subpulmonal atau melalui efek pada system saraf pusat, atau efek vagotonik perifer. Oleh karena morfin sulfat dapat diberikan intramuscular, maka cara ini dapat diberikan pada terapi inisial hypoxemic spell apabila jalur intravena belum tersedia. 4. Metabolic asidosis sering terjadi dengan cepat pada keadaan hypoxemic spell. Pemberian sodium bikarbonat dengan dosis 1mEq/kgBB dapat diberikan secara empiric segera setelah jalur intravena terpasang. 5. Apabila upaya di atas belum berhasil dapat diberikan beta bloker seperti propranolol. Dosis total maksimum propranolol sebesar 0,1 mg/kgBB. Dosis total yang dihitung diencerkan dengan 10 ml salin dalam siringe dan tidak lebih dari separuh dosis diberikan secara inisial sebagai bolus intravena. Sisanya dapat diberikan secara perlahan-lahan dalam 5-10 menit kemudian jika dosis inisial yang telah diberikan tampaknya belum efektif dalam mengatasi hypoxemic spell. Setiap pemberian propranolol harus tersedia juga untuk mengatasi pengaruh kelebihan dosis obat beta bloker. 6. Sama halnya dengan posisi knee chest menigkatkan tahanan sistemik, infus cairan itravena untuk menambah volume, akan mempunyai efek yang sama. 7. Pada keadaan yang jarang apabila semua tindakan fisisk dan farmakologi tidak berhasil, anesthesia umum dapat dikerjakan untuk meredakan hypoxemic spell.

Related Documents


More Documents from "Adyastha Kost"