Tugas Dr Erial Agd.docx

  • Uploaded by: Adyastha Kost
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Dr Erial Agd.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,075
  • Pages: 32
Analisis Polimorfisme Promoter Gen SORD -888G>C pada Penderita Retinopati Diabetika

TUGAS KWID

Oleh: dr. Agung Darmawan Departemen: Ilmu Kesehatan Mata

Pembimbing Dr. Erial Bahar M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSUP DR. MOH. HOESIN PALEMBANG TAHUN 2019

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak mampu memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan secara efektif insulin yang dihasilkan. Insulin adalah hormon yang mengatur gula darah. Hiperglikemi, atau meningkatnya gula darah umumnya terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol dan dengan waktu lama akan memicu timbulnya kerusakan sistem tubuh, terutama darah dan pembuluh darah.1 Hasil data statistik yang dilaporkan National Diabetes Statistics Report pada tahun 2012, 29,1 juta penduduk Amerika atau 9,3% populasi mengidap DM dan diperkirakan 90% penderita DM mengidap DM tipe 2.1,2 Saat ini penyakit DM tipe 2 merupakan salah satu penyebab kematian yaitu sekitar 80% pada negara berkembang.2 Komplikasi di mata yang paling sering dijumpai adalah retinopati diabetika (RD) yaitu kerusakan pembuluh darah kecil di retina yang berdampak kebutaan.3 Retinopati diabetika berpotensi menyebabkan kebutaan pada penderita DM. Probabilitas komplikasi ini meningkat sesuai dengan meningkatnya lama penyakit DM diderita.3 Prevalensi RD pada penderita DM sebanyak 28,5%, dengan ancaman visus sekitar 30%, dan 15% diantaranya mengalami kebutaan.2,3 The Diab Care Asia 2008 dengan melibatkan 1.758 penderita DM pada 18 pusat pelayanan primer dan sekunder di Indonesia melaporkan bahwa 42% penderita DM akan mengalami komplikasi retinopati dan 6,4% 1

diantaranya merupakan RD proliferatif.

4

Kebutaan akibat RD berkaitan dengan terjadinya hambatan pada dan kerusakan pembuluh darah mikro di retina. Kondisi hiperglikemi kronis memulai kaskade perubahan

biokimia dan fisiologi yang menyebabkan kerusakan mikrovaskular dan disfungsi retina.5 The Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menyatakan ada hubungan yang kuat antara kondisi hiperglikemi kronis dan perkembangan retinopati diabetik, tetapi mekanisme yang memicu perkembangan kerusakan mikrovaskular masih belum jelas.5,6 Sejumlah interkoneksi jalur biokimia telah diteliti memiliki hubungan potensial antara hiperglikemi dan retinopati diabetik. Pada kondisi hiperglikemi, terjadi peningkatan fluks glukosa melalui jalur poliol, dimana enzim aldose reductase (AR) menyebabkan berkurangnya glukosa yang akan diubah menjadi sorbitol sehingga glukosa tersebut dikonversi menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehydrogenase (SORD).5 Hubungan antara polimorfisme gen aldose reductase (AR) dan RD telah pernah dilaporkan sebelumnya pada beberapa populasi. Hasilnya menunjukkan terdapatnya hubungan bermakna antara polimorfisme gen AR dengan kejadian RD (P = 0.009).7-11 Penumpukan sorbitol yang cepat diubah menjadi fruktosa oleh enzim SORD memicu kerusakan osmotik pada sel endotel retina dan perisit melalui aktivasi advanced glycation endproducts (AGEs), oxidative-nitrosative stress, dan jalur Protein Kinase C (PKC), inflamasi dan ketidakseimbangan growth factor, dengan demikian akan memicu RD.5,6 Bukti eksperimental menunjukkan terdapat hubungan penting antara RD dan gen SORD, yaitu enzim yang berperan pada tahap kedua jalur poliol.5,12 Studi yang dilakukan Amano et al pada tahun 2007, menunjukkan over ekspresi SORD menstimulasi oksigen reaktif pada kultur perisit spesies mamalia yang terpapar glukosa dengan kadar tinggi. Peneliti juga menyebutkan bahwa inhibitor AR dan antioksidan benar-benar memblokir efek buruk dari SORD yang berlebih di perisit dengan mencegah hilangnya perisit dan hiperpermeabilitas vaskular, yang merupakan perubahan awal karakteristik RD pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin.13 Pada SORD terdapat 2 regio promoter, yaitu -1214C > G (rs2055858) dan -888G > C (rs3759890), yang memiliki hubungan ketidakseimbangan lengkap dan dikaitkan dengan

ekspresi gen dalam sel retina pasien diabetes, sehingga memainkan peranan pada patogenesis RD.13,14 Genotip -888G > C diamati lebih sering muncul pada pasien dengan RD dibanding pasien tanpa komplikasi pada penduduk Jepang, dan hubungan antara RD dan alel G pada polimorfisme -888G > C sudah pernah diobservasi pada subyek dengan DM tipe 2.15 Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan kajian tentang hubungan atau pengaruh polimorfisme promoter gen SORD -888G > C dan penderita DM tipe 2 dengan RD maupun pada penderita DM tipe 2 tanpa RD. Belum adanya data tentang data mengenai polimorfisme promoter gen SORD -888G > C pada penderita DM tipe 2 yang berobat ke poliklinik mata RSMH Palembang, maka penelitian tentang pengaruh polimorfisme promoter gen SORD -888G > C terhadap kejadian retinopati diabetika sangat diperlukan.

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Berapa frekuensi genotip promoter gen SORD -888G > C pada kelompok retinopati diabetika dan kelompok pembanding pada penderita DM tipe 2? 2. Berapa frekuensi alel G dan C promoter gen SORD pada penderita retinopati diabetika dan kelompok pembanding pada penderita DM tipe 2? 3. Bagaimana hubungan antara polimorfisme promoter gen SORD -888G > C terhadap terjadinya retinopati diabetika penderita DM tipe 2?

1.3. Hipotesis H0. Tidak terdapatnya hubungan antara polimorfisme promoter gen SORD -888G > C dan kejadian retinopati diabetika pada penderita DM tipe 2. H1. Terdapat hubungan antara polimorfisme promoter gen SORD -888G > C dan kejadian retinopati diabetika pada penderita DM tipe 2.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Mengetahui peran polimorfisme promoter gen SORD -888G > C pada kejadian retinopati diabetika penderita DM tipe 2. 1.4.2. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi distribusi frekuensi genotip promoter gen SORD -888G > C pada kelompok retinopati diabetika dan kelompok pembanding pada penderita DM tipe 2. 2. Mengidentifikasi distribusi frekuensi alel G dan C promoter gen SORD pada penderita retinopati diabetika dan kelompok pembanding pada penderita DM tipe 2. 3. Menganalisis hubungan antara polimorfisme promoter gen SORD -888G > C terhadap terjadinya retinopati diabetika penderita DM tipe 2.

1.5. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademik (Teoritis) Memberikan sumbangan teori tentang konsep dasar patogenesis retinopati diabetika penderita DM tipe 2 di Sumatera Selatan. b. Manfaat Terapan (Pelayanan Masyarakat) Memberikan data genetik sebagai acuan dalam usaha-usaha preventif terhadap retinopati diabetika penderita DM tipe 2 di Sumatera Selatan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Retinopati Diabetika 2.1.1. Definisi Retinopati diabetika (RD) merupakan suatu mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah arteriol prekapiler, kapiler dan pembuluh darah vena. Pada penderita diabetes melitus terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, akibat kurangnya insulin di dalam tubuh maupun penggunaan insulin yang tidak efektif.5 Peningkatan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus (DM) akan mempengaruhi struktur dinding pembuluh darah kapiler retina sehingga fungsinya terganggu. Diduga kadar gula darah yang tinggi dalam waktu lama akan mengakibatkan perubahan glukosa menjadi sorbitol. Peningkatan kadar sorbitol akan menganggu perisit intramular dan mempengaruhi autoregulasi dari kapiler retina. Akibat lanjutnya adalah melemahnya dinding kapiler retina dan terjadi penonjolan pada suatu tempat yang dikenal dengan mikroaneurismea. Mikroaneurisma ini adalah gejala awal dari dari RD.1618

Menurut The Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS), RD dibagi menjadi dua kelompok yaitu nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR) dan proliferative diabetic retinopathy (PDR) serta dengan edema makula atau tanpa edema makula.16,17 Retinopati diabetika nonproliferatif (NPDR) ringan merupakan bentuk paling ringan dan tidak bergejala, dan pada pemeriksaan segmen posterior hanya dijumpai gambaran mikroaneurisma. 6

Pada NPDR sedang, dijumpai mikroaneurisma, perdarahan (dot dan blot), eksudat keras, cotton wool spot (CWS), venous beading, dan penyempitan arteriola. NPDR berat bila semua yang

diatas (NPDR sedang) ditambah satu dari 3 dibawah ini: perdarahan blot di empat kuadran, venous beading di dua kuadran, intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) pada satu kuadran. Klasifikasi yang lebih berat dari NPDR adalah retinopati diabetika proliferatif (PDR). PDR dini bila terdapat neovaskularisasi di papil (new vessel at disc / NVD) atau dimana-mana (new vessel elsewhere / NVE). PDR beresiko tinggi pada NVD lebih dari ¼ diameter papil, NVD kurang dari ¼ papil dengan perdarahan vitreus, dan NVE lebih dari ½ diameter papil dengan perdarahan vitreus. Edema makula dini adalah penebalan retina atau eksudat keras dalam 1 diameter papil dari fovea. Edema makula bermakna klinis (clinically significant macular edema / CSME) bila terdapat kriteria berikut: penebalan retina atau edema kurang 500 µm dari fovea, eksudat keras kurang dari 500 µm dari fovea berhubungan dengan penebalan retina, dan penebalan retina seluas satu diameter diskus dari bagian tengah makula.5,16-19 2.1.2. Patogenesis Patogenesis terjadinya komplikasi mikrovaskular pada RD sampai saat ini belum diketahui secara pasti. The Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) menyatakan ada hubungan yang kuat antara kondisi hiperglikemi kronis dan perkembangan retinopati diabetika.20-22 Hiperglikemi kronis dan faktor resiko lain (misalnya hipertensi) dipercayai menginisiasi perubahan kaskade biokimiawi dan fisiologi yang memicu kerusakan mikrovaskular dan disfungsi retina. Pada jalur biokimia meliputi jalur fluks poliol, glikasi protein non-enzimatik, aktivasi protein kinase C (PKC), sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), inflamasi, dan stres oksidatif.5,6,17,23 2.1.2.1. Jalur Fluks Poliol Pada DM, jalur poliol melakukan metabolisme terhadap glukosa yang berlebihan. Enzim aldose reductase (AR) yang ada di retina mengurangi perubahan glukosa menjadi sorbitol dengan menggunakan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) sebagai

kofaktor. Sorbitol kemudian diubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehydrogenase (SORD). Tetapi pada keadaan ini sorbitol akan terakumulasi di intraselular karena sifat senyawanya tidak dapat melewati membran basalis (Gambar 1). Penumpukan sorbitol yang selanjutnya akan diubah menjadi fruktosa inilah yang menyebabkan kerusakan daya osmotik endotel pembuluh darah dan fungsi sel.6,12,24,25

Gambar 1. Jalur Sorbitol yang Berkaitan dengan Mekanisme Potensial pada Komplikasi Diabetes (Dikutip dari: Aldose reductase, oxidative stress, and Diabetes melitus. Frontiers in Pharmacology. 2012)

2.1.2.2. Glikasi Protein Non-enzimatik Hiperglikemi akan menyebabkan reaksi non-enzimatik sehingga meningkatkan kadar advanced glycation endproducts (AGEs). AGEs merupakan hasil dari ikatan non-enzimatik dari protein lisin yang bersifat ireversibel. Produk awal dari reaksi ini disebut Schiff’s base yang secara spontan akan berubah menjadi produk Amadori yang selanjutnya akan terjadi pembentukan AGEs. Kadar AGEs yang meningkat akan diikuti oleh hilangnya perisit dalam pembuluh darah retina.6,26-28

2.1.2.3. Aktivasi Protein Kinase C (PKC) Protein kinase C (PKC) merupakan suatu enzim dimana pembentukkan isomer dari ß1/2 enzim ini berkaitan erat dengan RD. Dalam kondisi hiperglikemi, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC dari glukosa. Selanjutnya terjadi peningkatan enzim PKC yang selanjutnya juga meningkatkan ekspresi yang berlebihan dari isomer PKC ß1/2 yang berefek pada beberapa jalur yang mempengaruhi perubahan permeabilitas vaskular hemodinamik retina, dan ekspresi dari vascular endothelial growth factor (VEGF) pada jaringan retina dan meningkatkan aktivasi dan adhesi leukosit.6,29,30 2.1.2.4. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS) Sistem RAA adalah sistem endokrin yang berperan penting untuk regulasi tekanan darah dan keseimbangan cairan tubuh. Pada pasien dengan RD, ekspresi dari reseptor dan sinyal molekul sistem RAA yang disebut angiotensin converting enzyme I dan II ( ACE I dan ACE II) meningkat di retina. Meskipun mekanisme pasti kontribusi sistem RAA ini belum dapat diuraikan, studi in vitro menyebutkan bahwa angiotensin II terlibat dalam aktivasi PKC.5,6 2.1.2.5. Inflamasi subklinis Patogenesis dari proses inflamasi pada RD sangat kompleks. Perubahan biokimiawi yang terjadi akibat hiperglikemi ini akan menyebabkan inflamasi subklinis di retina, inflamasi ini memicu meningkatkan tekanan darah intraokular melalui endothelial nitric oxide syntase (eNOS), pembentukkan pembuluh darah baru yang lemah, peningkatan permeabilitas karena aktivitas vascular endothelial growth factor (VEGF) yang selanjutnya akan menyebaban perdarahan di retina dan leukostasis karena munculnya faktor proinflamasi.5,6

2.1.2.6. Stres oksidatif Stres oksidatif merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara oksigen radikal dan pertahanan antioksidan di sistem biologi. Stres oksidatif akan menghasilkan kerusakan jaringan yang merupakan suatu tanda adanya penyakit kronis dan kematian sel. Kondisi hiperglikemi yang memicu stres oksidatif menyebabkan perubahan hemostasis termasuk pada retina yang selanjutnya berkembang menjadi retinopati. Brownlee menyebutkan bahwa oksigen radikal pada mitokondria menyebabkan putusnya rantai DNA sehingga terjadinya aktivitas poly-(ADPribose)-polymerase (PARP). Aktivitas PARP menghambat aktivitas gyceraldehyde phosphate dehydrogenase (GAPDH) yang selanjutnya mengakibatkan akumulasi hasil metabolisme glikolitik. Hasil metabolimse ini mengaktifkan jalur poliol, AGEs, dan PKC yang merupakan patogenesis RD.6

2.1.3. Patofisiologi Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina. Dinding kapiler terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membran basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membran sel yang terletak di dalamnya. Sel perisit berfungsi mempertahankan stuktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.17-18 Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa

jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras fluoresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina. Hiperglikemi kronis dan faktor resiko lain (misalnya hipertensi) dipercayai menginisiasi perubahan kaskade biokimiawi dan fisiologi yang memicu kerusakan mikrovaskular dan disfungsi retina (Gambar 2).5,17,18

Gambar 2. Patofisiologi Retinopati Diabetika (Dikutip dari Diabetic retinopathy. Lancet. 2010; 376: 124-136)

Perubahan histopatologis kapiler retina pada RD dimulai dari penebalan membran basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel. Patofisiologi RD melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler, yaitu: 1. Pembentukkan mikroaneurisma 2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah 3. Penyumbatan pembuluh darah 4. Proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina 5. Kontraksi dari jaringan fibrosis kapiler dan jaringan vitreus.

Penyumbatan dan hilangnya perfusi (nonperfusion) menyebabkan iskemik retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Kebutaan akibat RD dapat terjadi melalui beberapa mekanisme berikut: 1. Edema makula atau nonperfusi kapiler 2. Pembentukkan pembuluh darah baru pada RD proliferatif dan kontraksi jaringan fibrosis menyebabkan ablasio retina (retinal detachment) 3. Pembuluh darah baru yang terbentuk menimbulkan perdarahan preretina dan vitreus 4. Pembentukkan pembuluh darah baru dapat menimbulkan glaukoma. Perisit memiliki kontrol terhadap stabilitas pembuluh darah dan sel endotel. Hilangnya perisit dapat merusak blood-retinal barrier (BRB) dan merusak endotel. Perubahan vaskular ini memicu iskemik, proliferasi vaskular retina, dan ablasio retina (Gambar 3). Perdarahan adalah bagian dari stadium PDR dan merupakan penyebab utama dari kebutaan permanen. Selain itu, kontraksi dari jaringan fibrovaskular yang menyebabkan ablasio retina juga merupakan salah satu penyebab kebutaan pada PDR.5,17,18,31

Gambar 3. Perubahan Vaskuar pada Retinopati Diabetika (Dikutip dari: Diabetes and Retinal Vascular Dysfunction. Journal of Ophthalmic and Vision Research. 2014)

2.2. Genetik Retinopati Diabetika Etiologi RD sampai sekarang masih sulit dimengerti. Studi kohort luas telah dilakukan dan menunjukkan lebih dari 50% pasien dengan DM tipe 1 dan lebih dari 30% pasien dengan DM tipe 2 berkembang menderita RD. Ini menunjukkan suatu keadaan hiperglikemi kronis bukanlah salah atu faktor yang menjelaskan onset RD pada pasien DM. Tampaknya faktor genetik juga memiliki peranan terhadap kejadian RD.32 Oleh karena itu faktor ini perlu ditentukan untuk memilih subkelompok penderita DM dan untuk mengidentifikasi kelompok dalam populasi umum yang harus menyadari konsekuensi serius terhadap komplikasi DM.15 Mutasi dapat berkontribusi pada fenotip penyakit, dan umunya diterima faktor genetik yang menunjukkan kekambuhan dan perkembangan penyakit, terutama jika itu sering terjadi dan berupa bentuk polimorfisme gen. Adanya hubungan antara polimorfisme regio 5’ yang tidak diterjemahkan pada gen VEGF dan RD telah dilaporkan sebelumnya.32 Polimorfisme insuline-like growth factor-1, intercellular adhesion molecule 1 (ICAM-1), aldose reductase, reseptor advanced glycation end products (RAGE), plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) juga telah dilaporkan sebagai faktor yang memodifikasi RD.8,10,33-36 Beberapa studi yang melaporkan hubungan antara RD dan polimorfisme gen aldose reductase (AR). Enzim ini mengubah glukosa menjadi sorbitol dan merupakan satu dari dua enzim pada jalur poliol yang teraktivasi oleh kondisi hiperglikemi. Komponen lain adalah sorbitol dehydrogenase (SORD) yaitu enzim yang mengubah sorbitol menjadi fruktosa yang kurang diselidiki lebih lanjut. Hal ini memungkinkan karena konsekuensi peran lebih langsung AR daripada SORD pada metabolisme glukosa.9,37,38 Namun penelitian Tilton dan Amano menyatakan aktivitas SORD memiliki peran yang lebih besar terhadap kejadian RD dibanding tahap pertama oleh aktivitas AR.39 Amano mengungkapkan bahwa polimorfisme prometer gen SORD memiliki korelasi dengan meningkatnya level ekspresi sel retina pada penderita DM

sehingga polimorfisme ini memiliki peran penting terhadap patogenesis RD. Studi sebelumnya dilakukan pada populasi penduduk Jepang dalam jumlah yang terbatas.13,40

2.3. Gen Sorbitol Dehydrogenase (SORD) 2.3.1. Genom dan Gen Genom adalah keseluruhan materi genetik yang terdapat pada organisme. Materi genetik terdapat pada kromosom dan sebagian kecil pada mitokondria. Kromosom manusia terdiri dari 22 pasang kromosom tubuh (autosom) dan sepasang kromosom seks (genosom). Kromosom manusia merupakan struktur yang tersusun dari nukleotida yang disebut deoxyribonucleic acid (DNA) dan protein histon serta protein non-histon. Struktur DNA adalah double helix yang dihubungkan dengan fosfat dan gula deoxyribosa yang terdiri dari ikatan fosfodiester dan basa nukleotida purin dan pirimidin. Basa purin terdiri dari Guanin (G) dan Adenin (A), sedangkan basa pirimidin terdiri dari Citosin (C) dan Timin (T). Secara komplemen basa C berpasangan dengan G dan basa T berpasangan dengan A. Ukuran segmen DNA dinyatakan dengan base pair (bp).40 Gen adalah segmen DNA yang membawa materi genetik yang diperlukan untuk mensintesa polipeptida tertentu, jadi setiap protein sudah disandi oleh suatu gen. Struktur gen tersusun atas regulator yang terdiri dari promoter dan struktural, struktural terdiri dari bagian yang akan diterjemahkan menjadi polipeptida disebut ekson dan bagian yang tidak diterjemahkan disebut intron (gambar 6).30,41

Gambar 6. Ekspresi Gen (Dikutip dari NCBI Probe Database)

Mutasi adalah setiap perubahan urutan basa nukleotida pada DNA. Mutasi dapat terjadi pada tingkat kromosom atau gen. Mutasi dapat berubah delesi, translokasi, transversi dan bertambahnya jumlah kromosom. Mutasi yang paling sering terjadi adalah mutasi gen. Mutasi pada gen yang tidak menimbulkan perubahan pada struktur protein melainkan hanya mengakibatkan variasi pada fungsi protein tersebut dikenal sebagai polimorfisme. Polimorfisme dapat mengakibatkan perubahan basa (mutasi) pada promoter, intron, dan ekson.40,42 2.3.2. Promoter Gen SORD dan Retinopati Diabetika Sorbitol dehydrogenase (SORD) adalah enzim yang mengandung zinc yang mengubah sorbitol menjadi fruktosa dengan NAD+ sebagai koenzim. Enzim ini merupakan family multigene yang mengandung alkohol dan treonin. SORD terlibat dalam metabolisme dalam jalur poliol tahap kedua dalam mengatur osmotik. Regulasi pada jalur poliol didugam mempengaruhi akumulasi sorbitol yang berhubungan dengan DM dan komplikasinya.43

Struktur utama dari SORD pada manusia ditentungan dengan cDNA dan kloning genomik. Urutan nukleotida mRNA meliputi 2.471 bp yang termasuk sebuah kerangka baca terbuka yang menghasilkan protein dari 356 residu asam amino. Rentang struktur gen SORD diperkirakan 30 kb yang dibagi menjadi 9 ekson dan 8 intron (gambar 7). Gen ini berada di kromosom 15q21 oleh hibridisasi in situ. Terdapat dua tempat untuk menginisiasi, yaitu tiga pengulangan Sp1 dan urutan berulang (CAAA)5 yang diobservasi pada regio 5’ noncoding, tidak ada elemen klasik TATAA atau CCAAT.44,44

Gambar 7. Gen SORD (Dikutip dari NCBI Probe Database)

Amano menemukan over ekspresi SORD berpotensi pada toksisitas glukosa pada perisit retina yang memicu akseletasi hilangnya perisit.13,42 Selanjutnya, Tilton melaporkan aktivitas SORD pada tahap kedua jalur poliol memiliki kontribusi sebagai etiologi RD. Dua regio promoter yang paling sering muncul pada metode sekuensing adalah -1214C> G dan -888G> C (gambar 8).44

Gambar 8. Gen SORD promoter -888 (Dikutip dari NCBI Probe Database)

Beberapa penelitian dilakukan untuk mengungkap hubungan antara polimorfisme promoter gen SORD dengan kerentanan suatu populasi terhadap RD. Awalnya, Tilton dkk pada tahun 1995 adalah yang pertama meneliti hubungan SORD terhadap tikus diabetes yang dipicu oleh streptozocin. Pada penelitian ini dilakukan hambatan terhadap SORD dengan 2-methyl-4(N,N-dimethylsulfamoyl-piperazino)-pyrimidine (S-0773) didapatkan suatu kesimpulan bahwa disfungsi vaskular akibat peningkatan oksidasi dari sorbitol menjadi fruktosa lebih besar kaitannya karena jalur sorbitol itu sendiri dibanding karena level osmotik peningkatan level sorbitol akibat AR.37 Penelitian selanjutnya dilakukan pada sel retina sapi oleh Amano dkk pada tahun 2002. Hasilnya menunjukkan SORD yang memediasi pembentukkan fruktosa dari

sorbitol menghasilkan generasi reactive oxygen species (ROS) yang memiliki peran penting patogenesis RD.45 Amano dkk melakukan kajian ulang mengenai aktivitas SORD pada jalur poliol. Studi ini melibatkan 143 sampel dari populasi Jepang penderita DM dan menemukan subtitusi dasar yang lazim C>G dan G>C pada polimorfisme gen SORD di promoter -1214 bp dan -888 bp. Genotip GG lebih sering muncul muncul pada RD dibanding tanpa RD. Selanjutnya didapatkan frekuensi masing-masing alel tersebut lebih tinggi pada pasien dengan RD dibanding tanpa RD (P < 0.09), hasil ini menunjukkan bahwa polimorfisme regio promoter gen SORD memiliki hubungan terhadap ekspresi gen SORD pada sel dinding vaskular retina.13 Pada tahun 2008, Szaflik dkk juga melakukan penelitian yang sama pada 215 sampel dari populasi Polandia yang menderita DM tipe 2. Studi ini menunjukkan alel G pada promoter -888G > C lebih sering muncul pada RD. Tapi studi ini menunjukkan hubungan yang lemah antara polimorfisme gen SORD baik dari promoter -1214C > G maupun -88G>C (OR 2.0, 95% CI 1.29-3.07).15 Terakhir, Ferreira dkk melakukan studi mengenai hubungan antara polimorfisme promoter gen SORD -888C > G pada 446 sampel dari populasi Kaukasia-Brazil pada tahun 2013. Frekuensi genotip ditemukan sama antara grup dengan RD dan tanpa RD (P = 0.962), dan berkesimpulan bahwa tidak adanya hubungan antara polimorfisme promoter gen SORD 888C > G terhadap kejadian RD.14 Perbedaan etnis diidentifikasi sebagai faktor yang bertanggung jawab atas perbedaan yang diamati dalam studi hubungan genetik antara polimorfisme gen dan RD. Bahkan, frekuensi alel G bervariasi dari sekita 0.07-0.31 pada subjek Eropa dan Cina, dan dari 0.37-0.48 pada subjek Jepang dan Afrika Sub-Sahara.46

2.4. Kerangka Teori

Promoter Gen SORD -888

Polimorfisme Promoter Gen SORD -888 G>C Variabel Independen DM tipe 2 Sorbitol Dehydrogenase ↑↑

Aldose Reductase ↑↑ Glukosa↑↑

Sorbitol↑↑ NADPH/NADP

Fruktosa↑↑ NAD+/NADH

Disfungsi Endotel Vaskular

Gangguan Permeabilitas Vaskular

Retinopati Diabetika Variabel Dependen

Pembentukan AGEs

2.5. Kerangka Konsep

GC

DM tipe 2

Promoter Gen SORD 888G > C

GG CC

Hiperglikemi

Gangguan Permeabilitas Vaskular

Retinopati Diabetika

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus-kontrol.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Departemen Kesehatan Mata FK UNSRI/RSMH Palembang dan Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi FK UNSRI/RSMH Palembang dalam kurun waktu Februari 2016 – Mei 2016.

3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1. Populasi dan Sampel Populasi target adalah penduduk Sumatera Selatan yang merupakan suku asli Melayu. Populasi terjangkau adalah semua pederita DM tipe 2 yang dikonsulkan ke poli mata subdivisi retina RSMH Palembang. Subyek penelitian adalah penderita DM tipe 2 yang dilakukan pemeriksaan oftalmoskop direk dan foto fundus. Kelompok kasus adalah penderita DM tipe 2 yang dilakukan pemeriksaan oftalmoskop direk dan foto fundus didapatkan retinopati diabetik berdasarkan kriteria ETDRS. Kelompok pembanding adalah penderita DM tipe 2 yang dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda retinopati diabetik yang dibuktikan dengan 25

oftalmoskop direk.

3.3.2. Besar Sampel Perhitungan besar sampel ditentukan berdasarkan rumus sebagai berikut untuk penelitian kasus kontrol berpasangan: (𝑍𝛼+𝑍𝛽)𝑠 2

n={

(𝑥1−𝑥2)

(1,96+1,64)4,5 2

} = {

4

} = 16,4025

Keterangan: n

= Besar sampel



= Deviat baku alfa untuk α=0,05, Zα = 1,96



= Deviat baku beta untuk ß = 0,10, Zß = 1,64

s

= Simpang baku dari selisish nilai antar kelompok = 4,5 dB

x1-x2 = Selisisih minimal rerata yang dianggap bermakna = 4 dB Jumlah minimal kasus pada studi ini adalah 16, 4025 dibulatkan menjadi 20 sehingga penelitian ini menetapkan jumlah subyek masing-masing kelompok kasus dan kontrol adalah 20 orang. 3.3.3. Kriteria Pemilihan Sampel Kriterian penyertaan dalam penelitian ini adalah: a. Kelompok kasus: -

Laki-laki atau wanita berumur 45-65 tahun

-

Suku melayu asli di Sumatera Selatan

-

Penderita DM tipe 2

-

Lama menderita DM ≥ 5 tahun

-

Pada pemeriksaan oftalmoskop direk dan foto fundus menunjukkan tanda-tanda retinopati diabetika berdasarkan kriteria ETDRS

-

Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani formulir informed consent.

b. Kelompok pembanding: -

Laki-laki atau wanita berumur 46-65 tahun, suku Melayu asli di Sumater Selatan, di-matching umur (rentang 5 tahun), jenis kelamin dan lamanya menderita DM

-

Penderita DM tipe 2

-

Lama menderita DM ≥ 5 tahun

-

Pada pemeriksaan oftalmoskop direk dan foto fundus tidak menunjukkan tandatanda retinopati diabetika

-

Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani formulir informed consent.

Kriteria penolakan dalam penelitian: Tidak bersedia ikut serta dalam penelitian 3.3.4. Alat dan Bahan Penelitian -

Lembar pernyataan bersedia ikut dalam penelitian

-

Lembar formulir identifikasi dan pemeriksaan

-

Status medis penderita

-

Senter

-

Pantocain 0,5% tetes mata

-

Tonometri Schiotz

-

Tropicamid 1% tetes mata

-

Oftalmoskop direk (Neitz)

-

Disposibe syringe 3 cc

-

Alcohol pad

-

Tourniquet

-

Plester

-

Tabung EDTA

-

Foto fundus

3.3.5. Teknik Pengambilan Sampel Sampel diambil dengan teknik consecutive sampling. Semua penderita DM tipe 2 dijadikan sebagai populasi terjangkau dan diambil sebagai sampel bila memenuhi kriteria inklusi, sampai memenuhi jumlah yang ditetapkan. Sampel terpilih ini kemudian dikelompokkan menurut umur (interval 5 tahun), jenis kelamin dan lamanya menderita DM. Langkah ini penting untuk mencari peserta kelompok pembanding. Individu dengan DM tipe 2 dan diperiksa dengan oftalmoskop direk dan dilakukan foto fundus bila ditemukan tanda retinopati diabetika berdasarkan kriteria ETDRS yang bersedia ikut dalam penelitian ini memenuhi kriteria penyertaan diambil sebagai sampel kasus. Penderita DM tipe2 dan tidak ditemukan retinopati diabetika dari pemeriksaan funduskopi direk diambil sebagai sampel pembanding setelah dilakukan penyetaraan (matching) untuk interval umur, jenis kelamin, dan lama menderita DM.

3.4. Variabel Penelitian -

Variabel Bebas

: Promoter gen SDH -888G > C

-

Variabel Terikat

: Retinopati Diabetika

3.5. Batasan Operasional 1. Kelompok kasus adalah penderita DM tipe 2 dengan retinopati diabetika berdasarkan kriteria ETDRS, jenis kelamin laki-laki atau perempuan, dengan waktu menderita DM ≥ 5 tahun dan berusia 45-65 tahun.

2. Kelompok pembanding adalah penderita DM tipe 2 tanpa retinopati diabetika, jenis kelamin laki-laki atau perempuan, dengan waktu menderita DM ≥ 5 tahun dan berusia 45-65 tahun. 3. ETDRS (Early Treatment Diabetic Retinopathy Study) membagi klasifikasi retinopati diabetika dan CSME (clinically significant macular edema) berdasarkan: -

Retinopati diabetik nonproliferatif ringan, hanya dijumpai mikroaneurisma

-

Retinopati diabetika nonproliferatif sedang, dijumpai mikroaneurisma dan perdarahan intraretina

-

Retinopati diabetika nonproliferatif berat, terdapat perdarahan intraretina di 4 kuadran, venous beading terjadi di lebih dari 2 kuadran, intraretinal microvascular abnormalities (IRMA) terjadi lebih dari 1 kuadran.

-

Retinopati diabetika proliferatif didapatkan neovaskularisasi, perdarahan vitreus dan praretina.

-

Clinically significant macular edema (CSME) ringan, dijumpai penebalan retina terletak 500µm dari bagian tengah makula.

-

CSME sedang, dijumpai penebalan retina terletak 500µm dari bagian tengah makula dengan eksudat keras.

-

CSME berat, terjadi penebalan retina seluas satu diameter diskus dari bagian tengah makula

4. Polimorfisme adalah variasi dua atau lebih fenotip yang secara genetik disebabkan oleh perbedaan alel. Polimorfisme promoter gen SORD -888G > C didapat dengan cara PCR. 5. Sekuensing adalah suatu metode untuk mengurutkan asam nukleat pada suatu gen yang mengkode protein. 6. Penduduk asli Sumatera Selatan adalah penduduk asli yang berasal dari suku-suku di daerah Sumatera Selatan.

3.6. Cara Kerja Semua penderita DM tipe 2 yang dikonsulkan ke poliklinik mata subdivisi retina RSMH Palembang dan masuk kriteria pemilihan sampel akan dilakukan pencatatan identifikasi pasien. Anamnesis dilakukan mengenai lamanya menderita DM, keluhan penurunan tajam penglihatan. Dilakukan pemeriksaan visus dengan menggunakan Snellen chart pada jarak 6 meter dan dilakukan pencatatan. Dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan tonometri Schiotz kemudian pupil dilebarkan dengan tropicamid 1% tetes mata. Segmen posterior diperiksa dengan menggunakan oftalmoskop direk dalam keadaan pupil lebar dan ditentukan kriteria retinopati diabetika atau tidak retinopati diabetika dilakukan foto fundus. Pada kelompok pembanding dilakukan tindakan yang sama, namun tidak dilakukan foto fundus. Kelompok studi dan kelompok kontrol diambil darah 3 ml dan dimasukka ke dalam tabung yang mengandung EDTA untuk isolasi DNA, PCR dan sekuensing. Isolasi DNA dilakukan dengan metode fenol-kloroform. 3.6.1. Prosedur Pengambilan Sampel Darah Sampel darah diambil melalui punksi vena mediana cubiti sebanyak 3 ml dan dimasukkan ke dalam tabung yang mengandung antikoagulan ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA) untuk pemeriksaan ekstraksi DNA dan PCR. Darah disimpan dalam suhu -200C sebelum dilakukan prosedur isolasi DNA.

3.6.2. Ektraksi DNA, PCR, dan Sekuensing 3.6.2.1. Ekstraksi DNA Isolasi dilakukan dengan metode ekstraksi DNA Chelex-100 dengan menggunakan Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 7,4; Safonin 0,5% dalam PBS; dan Chelex 20% dama dd H2O pH 10,5. Adapun cara kerjanya sebagai berikut: a. Ambil 200 µl darah dimasukkan ke dalam tabung 1,5 ml steril b. Dicuci dengan PBS pH 7,4 sebanyak 1 ml kemudian disentrifuge dengan kecepatan 5.000 rpm selama 5 menit diulang 2-3 kali c. Supernatan dibuang, lalu ditambahkan 500 µl 0,5% Safonin dalam PBS dicampur dengan baik menggunaka vortex kemudian diinkubasi dalam es selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan sentrifuge dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit d. Supernatan dibuang, ditambahkan 50 µl Chelex 20% dalam dd H2O pH 10,5% dan ditambah 100 µl dd H2O e. Diinkubasi dalam air mendidih selama 10 menit. Selanjutnya disentrifuge dengan kecepatan 12.000 rpm selam 10 menit f. DNA akan berada pada bagian supernatan (DNA containing water) lalu bagian ini dipindahkan dalam tabung steril dan disimpan pada suhu -200C. g. 3.6.2.2. PCR dan Sekuensing Terhadap DNA genom hasil isolasi diatas dilakukan pemeriksaan PCR. Fragmen DNA genom yang akan dianalisis ditingkatkan kuantitasnya dengan mengamplifikasi secara in vitro dengan menggunakan pasangan primer oligonukleotida sintetik yang membatasi daerah yang akan diamplifikasi. Pada penelitian ini digunakan 1 pasang primer oligonukleotida untuk

deteksi polimorfisme titik forward: 5’-GTCAGGCTGGTCTCGAACTC-3’ dengan titik reverse: 5’-CTGCCTGAGGGTCCATATTC-3’ PCR dilakukan pada mesin i-cycler (Biorad). Prinsip dasar amplifikasi DNA dengan menggunakan mesin PCR adalah sintesis DNA in vitro secara bireksional berulang melalui ekstensi primer oligonukleotida yang dirancang berdasarkan urutan nukleotida dari rantai DNA yang diamplifikasi. Proses sintesis ini berlangsung dalam tiga tahap reaksi yang berulang pada suhu yang berbeda yaitu reaksi denaturasi untuk memisahkan rantai ganda menjadi dua rantai tunggal, reaksi annealing yaitu menyatunya kembali kedua rantai DNA tersebut dan eksistensi yaitu sintesis DNA melalui perpanjangan suatu primer mengikuti urutan nukleotida DNA rantai tunggal pasanganny. Volume total reaksi PCR untuk masing-masing adalah 50 µl. Hasil PCR tersebut dipurifikasi dan dilakukan direct sequencing menggunakan mesin ABI Sequencer DNA dari Applied Biosystems, Inc. Analisis sekuensing dan analisis urutan asam amino yang dikode nukleotida tersebut diatas dengan program BioEdit VII dengan membandingkan sekuen sampel dengan sekuen refrence Gene Bank, Gene ID NT010194.

3.7. Kerangka Kerja Penelitian

Populasi Sumatera Selatan

Penjelasan tentang penelitian

Informed consent

Anamnesis, pemeriksaan fisik, oftalmoskop direk, foto fundus Kriteria penyertaan

Kelompok DM tipe 2 dengan retinopati diabetika

Kelompok DM tipe 2 dengan retinopati diabetika

Diambil sampel darah sebanyak 3 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang berisi EDTA untuk analisis genetik

Dilakukan ekstraksi DNA dan analisis genetik dengan metode PCR

Sekuensing

Analisis data

3.8. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama bulan Februari 2016 sampe Mei 2016 dengan perincian waktu sebagai berikut: Kegiatan

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

2016

2016

2016

2016

2016

Persiapan Pembacaan proposal Pelaksanaan Analisis data Penulisan laporan

3.9. Biaya Penelitian 1. Penyusunan dan presentasi proposal penelitian

Rp. 2.000.000

2. Disposable syringe 3 cc (100)

Rp.

300.000

3. Alkohol pad 1 box

Rp.

30.000

4. Tabung EDTA 2 box

Rp.

250.000

5. Kit Isolasi DNA

Rp. 2.000.000

6. Kit PCR

Rp. 3.000.000

7. Enzim retriksi 3 Kit

Rp. 4.000.000

8. Sekuensing 40 sampel

Rp. 8.400.000

9. Biaya UPKK dan UBH

Rp.

10. Penyusunan dan presentasi hasil penelitian

Rp. 3.000.000

Total

720.000

Rp. 23.700.000

3.10. Personalia Penelitian Prosedur penelitian ini dilakukan oleh: 1. Pemeriksaan oftalmologis dan pengambilan darah dilakukan oleh peneliti (dr.Agung Darmawan) dengan pengawasan dokter spesialis mata di RSMH Palembang (dr. Ramzi Amin, Sp.M(K)). 2. Pemeriksaan dan operator PCR dilakukan peneliti dibawah supervisi dari pembimbing Dr. Erial Bahar M.Sc.

3.11. Pengolahan Data dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan piranti lunak program statistik statistical package for social science program (SPSS for windows). Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.0 for windows untuk menilai distribusi dan frekuensi gen SORD promoter -888G > C pada kelompok kasus retinopati diabetika dan kelompok kontrol. Analisis hubungan antara polimorfisme gen SORD promoter -888G > C dengan kejadian retinopati diabetika dengan batas kepercayaan (confidence interval, CI) 95%. Data akan ditampilkan secara deskriptif dalam bentuk narasi, tabel dan persentase.

Related Documents


More Documents from "Sandy Daeng"