Tugas Cardio Chf.docx

  • Uploaded by: nurjanna
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Cardio Chf.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,345
  • Pages: 31
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap osksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (padila, 2012) Masalah kesehatan dengan gangguan system kardiovaskuler lebih tepatnya Congestive Heart Failure (CHF) masi menduduki peringkat yang tinggi, menurut data Whorld Heart Failure (CHF) mempengaruhi lebih dari 20 juta pasien di dunia dan meningkat seiring pertambahan usia dan pada umumnya mengenai pasien dengan usia sekitar lebih dari 65 tahun dengan presentase sekitar 6-10% lebih banyak mengenai laki-laki dari pada wanita. Pada tahun 2030 WHO memprediksi bahwa peningkatan penderita Congestive Heart Failure (CHF) mencapai -+23 juta jiwa di dunia. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan salah satu masalah khas utama pada beberapa negara industri maju dan negara berkembang seperti Indonesia (Austrayani, 2012) Menurut Kompas Lusia, (2010), sekitar 4,3 juta penduduk Indonesia mengalami Congestive Heart Failure (CHF), dan 500.000 kasus baru Congestive Heart Failure (CHF) lebih buruk dibandingkan dengan kanker apapun kecuali kanker paru-paru dan kanker ovariaum karena sampai 75% penderita Congestive Heart Failure (CHF) maninggal dalam kurun waktu 5 tahun sejak diagnosis. Dalam profil kesehatan Indonesia pada tahun (2005) Congestive Heart Failure (CHF) merupakan urutan ke 5 penyebab kematian terbanyak di rumah sakit seluruh Indonesia. Perubahan garya hidup, kadar kolesterol yang tinggi, perokok aktif dan kurangnya kesadaran berolahraga menjadi factor pemicu munculnya Congestive Heart Failure (CHF) (Kompas, 2010).

1

Congestive Heart Failure (CHF) diperkirakan akan menjadi penyebab utama secara menyeluruh dalam waktu 15 tahun mendatang, meliputi Amerika, Eropa, dan sebagai besar Asia. Hal tersebut menjadi dasar angka prevalensi penyakit kardiovaskuler secara cepat di negara-negara berkembang dan Negara Eropa Timur. Selain itu, gagal jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di Rumah Sakit (Redmission) meskipun pengetahuan rawat jalan telah diberikan secara optimal (ardiansyah, 2012). Pada penelitian di Amerika resiko berkembangnya penyakit Congestive Heart Failure (CHF) yaitu mencapai 20% untuk usia _> 40 tahun dengan kejadian >650.000 kasus baru yang diagnosis Congestive Heart Failure (CHF) selama beberapa dekade terakhir. Kejadian Congestive Heart Failure (CHF) meningkat dengan bertambahnya usia. Tingkat kematian untuk Congestive Heart Failure (CHF) sekitar 50% dalam waktu lima tahun (Arini, 2015). Prevalensi Congestive Heart Failure (CHF) di Indonesi menurut Riskesdas (2013) sebesr 0,3 data prevalensi penyakit di tentukan berdasarkan hasil wawancara pada reponden umur _>15 tahun merupakan gabungan dari kasus penyakit yang perna di diagnose dokter atau kasus yang mempunyi gejala penyakit Congestive Heart Failure (CHF) (Riskesdas, 2013). Di Rumah Sakit Umum Daerah Prif. Dr Margono soekarno Purwokerto yang di raeat karena congestive Heart Failure (CHF) di tahun 2010 terdapat 506 orang yang terdiri dari 221 laki-laki dan 469 perempuan. Pada tahun 2011 terdapat 842 orang yang terdiri dari 373 laki-laki dan 469 perempuan. Pada tahun 2012 terdapat 1111 orang yang terdiri dari 526 laki-laki dan 585 perempuan. Pada tahun 2013 terdapat 1142 orang yang terdiri dari 550 lakilaki 592 perempuan. Pada tahun 2014 terdiri dari 1380 orang yang terdiri dari 667 laki-laki dan 713 perempuan. Dan pada tahun 2015 sampai dengan bulan oktober rediri dari 863 orang yang terdiri dari 375 perempuan dan 488

2

laki-laki. Dari tahun ke tahun angka kejadian Cngestive Heart Failure (CHF) terus meningkat (Pranoto, 2015). Sehubung dengan prevalensi kejadian Congestive Heart Failure (CHF) masi tinggi yang ditemukan serta masi adanya resiko seperti dampak kematian yang di timbulkan akibat Congestive Heart Failure (CHF) maka peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara maksimal dan optimal maka di perlukan pemahaman tentang konsep dasar penyakit Congestive Heart Failure (CHF) dan proses keperawatannya.

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan umumnya adalah untuk memenuhi tugas kelompok kardiovaskuler yang berjudul Congestive Heart Failure (CHF) untuk menambah pengetauan kepada kelompok 3 kardiovaskuler dan temanteman. 2. Tujuan khusus a. Mahasiswa

mampu

memahami

mengenai

konsep

medis

Congestive Heart Failure (CHF) b. Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Klien dengan Congestive Heart Failure (CHF).

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis 1. Definisi Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan- keperluan tubuh. (Wijaya A. s., 2013) Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah

dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan jaringan terhadap osksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (padila, 2012)

2. Etiologi a. Mekanisme dasar Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan menganggu kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi cardiac output dan meningkatkan volume ventrikel. Dengan meningkatnya EDV ( volume akhir diastolik ventrikel) maka terjadi pula peningkatan tekanan darah akhir diastolik kiri (LEDV). Dengan meningkatnya LEDV, maka terjadi pula peningkatan tekan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung kedalam anyaman vaskuler paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi kecepatan

drainase

limfatik,maka

akan

tejadi

edema

interstitial.peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan

4

cairan merembes ke alveoli dan terjadilah edema paru-paru. (safery, 2013)

b. Respon kompensatorik 1) Meningkatkan aktivitas adrenergik simpatik Menurunya cardiac output akan meningkatkan aktivitas adrenegerik simpatik yang dengan merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adregenerik jantung dan medulla adrenal Denyut jantung dan kekuatan kontraktil akan meningkat untuk menambah cardiac output ( CO), juga terjadi vasokontriksi artri perifer untu menstabilkan tekanan arteri dan retribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya, seperti kulit dan ginjal agar perfusi ke jantung dan ke otak akan dapat dipertahankan. Vasokontraksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung yang selanjutnya akan menambah kekuatan kontriksi. 2) Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin angiontensin aldosterone (RAA) Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air leh ginjal, meningkatkan volume ventrkel-ventrikel tegangan tersebut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontrakbilitas miokardium 3) Atropi ventrikel Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotopi miokardium akan bertambah tebalnya dinding 4) Efek negatif dan respon kompensatorik Pada awalnya respon kompensatorik menguntungkan namun pada

akhirnya

dapat

5

menimbulkan

berbagai

gejala,

meningkatkan laju jantung dan memperburuk tingkat gagal jantung. Resistensi jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas dini mengakibatkan bendungan paruparu dn vena sistemik dan edema,fase kontruksi arteri dan redistribusi aliran darah menganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena menimbulkan tanda serta gejala , misalnya berkurangnya jumlah air kemih yang dikeluarkan dan kelemahan tubuh. Vasokontriksi arteri juga menyebabkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkatkan kalau dilatasi ruang jantung. Akibat kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen juga meningkat, yang juga ditambah lagi adanya hipertensi miokard dan perangsangan simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan miokard akan oksigen tidak terpenuhi maka akan terjadi iskemia miokard, akhirnya dapat timbul beban miokard yang tinggi dan serangan gagal jantung yang berulang. (safery, 2013)

3. Patofisiologi a. Mekanisme Dasar Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi cardiac output dan meningkatkan volume ventrikel. Dengan meningkatnya ECV (volume akhir diastolik ventrikel) maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Dengan peningkatan LEDV, maka terjadi pula peningkatan tekan atrium (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung ke dalam anyaman vaskuler paru-patu meningkatkan tekanan kapiler

6

dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke alveoli dan terjadilah edema paru-paru. b. Respon kompensatorik 1) Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas adrenergic simpatik yang dengan merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraktil akan meningkat untuk menambah cardiac output (CO), juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan retribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah keorgan-organ yang rendah metabolismenya, seperti kulit dan ginjal agar perfusi kejantung dan keotak dapat dipertahankan. Vasokontriksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung yang selanjutnya akan menambah kekuatan kontriksi. 2) Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin angiotensin aldosterone (RAA) Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal, meningkatnya volume ventrikel-ventrikel tegangan tersebut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontrakbilitas miokardium. 3) Atropi ventrikel Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotropi miokardium akan bertambah tebalnya dinding. 4) Efek negatif dari respon kompensatorik

7

Pada awalnya respon kompensatorik menguntungkan namun pada

akhirnya

dapat

menimbulkan

berbagai

gejala,

meningkatkan laju jantung dan memperburuk tingkat gagal jantung. Resistensi jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas dini mengakibatkan bendungan paruparu dan vena sistemik dan edema, fase kontruksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena menimbulkan tanda serta gejala, misalnya berkurangnya jumlah air kemih yang dikeluarkan dan kelemahan tubuh. Vasokontriksi arteri juga menyebabkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat kalau dilatasi ruang jantung. Akibat kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen juga meningkat, yang juga ditambah lagi adanya hipertensi miokard dan perangsangan simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan miokard akan oksigen tidak terpenuhi maka akan terjadi iskemia miokard, akhirnya dapat timbul beban miokard yang tinggi dan serangan gagal jantung yang berulang (Saferi & Yessie, 2013)

4. Manifestasi Klinis Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongestif berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi. (padila, 2012) a. Gagal jantung kiri : Kongestif paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang dating dari paru, Manifestasi klinis yang terjadi yaitu: 1) Dyspnea, terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan menganggu pertukaran gas.Dapat terjadi Ortopnoe .Beberapa

8

pasien dapat mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea. 2) Batuk 3) Mudah lelah, terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi 4) Karena meningkatkan energy yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk 5) Kegelisahan atau kecemasan, terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

b. Gagal jantung kanan : 1) Kongestif jaringan perifer dan visceral 2) Oedema ektremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema pitting Penambahan BB 3) Hepatomegalik dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen Terjadi akibat pembesaran vena hepar 4) Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen 5) Nokturi 6) Kelemahan

5. Pemeriksaan Penunjang (Saferi & Yessie, 2013) a. Radiogram dada 1) Kongesti vena paru 2) Redistribusi vascular pada lobus-lobus atas paru 3) Kardiomegali b. Kmia darah 1) Hipotermia 2) HIperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung

9

3) BUN dan kreatinin meningkat c.

Urine 1) Lebih pekat 2) BJ meningkat 3) Na meningkat

d.

Fungsi hati 1) Pemanjangan masa protombin 2) Peningkatan bilirubin dan enzim hati (SGOT dan SGPT meningkat)

6. Komplikasi (Saferi & Yessie, 2013) a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri. b. Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung dan otak) c. Episode trombolitik : Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi dengan aktivitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah. d. Efusi pericardial dan tamponade jantung : Masuknya cairan kekantung pericardium, cairan dapat meregangkan perikardium sampai ukuran maksimal. COP menurun dan aliran balik vena ke jantung -> tamponade jantung.

7. Farmakologi Optimasi terapi dapat berlangsung selama beberapa bulan dan memerlukan pengawasan ketat terhadap gejala, status cairan, fungsi ginjal, dan tingkat elektrolit. Inhibitor ACE memperbaiki prognosis pada semua tingkat gagal jantung dan sebaiknya digunakan sebagai terapi awal pada semua pasien.

10

Antagonis reseptor angiotensi II bisa menjadi terapi alternatif potensial pada pasien yang intoleran terhadap inhibitor ACE, kecuali jika ada kontraindikasi dengan obat golongan lain. a.

Terapi inhibitor ACE Sebenarnya semua pasien dengan gagal jantung klinis sebaiknya mendapatkan inhibitor ACE sebagai terapi awal ( tabel 16.3 ). Pasien asimptomatis sebaiknya juga menerima inhibitor ACE jika terdapat disfungsi ventrikel kiri yang signifikan ( yaitu fraksi ejeksi ventrkel kiri <40% ). Kebanyakan gejala dan tanda gagal jantung disebabkan oleh retensi garam dan air yang mengakibatkan ↑ tekanan pengisian jantung.diuretik sebaiknya ditambahka pada terapi inhibitor ACE untuk membantu mengontrol gejala dan tanda kongesti. Jika respon pasien terhadap terapi tungal inhibitor ACE tidak mencukupi, tambahkan suatu diuretik dan/ atau ↑ dosis inhibitor ACE. Sebenarnya semua pasien gagal jantung klinis memerlukan terapi kombinsi inhibitor ACE dan diuretik. Tabel 2.1 Regimen pendosisan inhibitor ACE pada gagal jantung. Obat

Dosis awal

Rentang pemeliharaan

Kaptopril

6,25 mg 2x sehari

50 mg 3x sehari

Enalapril

2,5 mg sehari

20 mg sehari dalam satu sampai dosis terbagi; maksimum 40 mg

Lisinopril

b.

2,5 mg sehari

20-40 mg sehari

Perindopril 2 mg sehari

4-8 mg sehari

Ramipril

5-10 g sehari

1,25 mg sehari

Antagonis reseptor angiotensi II Beberapa pasien tidak dapat menoleransi inhibitor ACE karena efek samingnya, seperti batuk atau ruam kulit. Pada pasien ini, antagonis reseptor angiotensin II yang baru sebaiknya digunakan

11

sebagai mekanisme alternatif penghambatan sistem renin angiotensin. Namun, jika pasien pernah mengalami angioedema dengan inhibitor ACE, antagonis reseptor angiotensin II juga dikontraindikasikan. Antagonis reseptor angiotensin II dapat memberikan manfaat yang sama seperti inhibitor ACE dengan fokus untuk mengontrol gagal jantung dan perbaikan prognosis. Pada saat tulisan ini dibuat, antagonis reseptor angiotensi II disetujui hanya untuk terapi hipertensi. Jika memburuknya fungsi ginjal yang progresif menjadi alasan utama

penghentian

inhibitor

ACE,

penghambat

reseptor

angiotensin II mungkin menghasilka efek yang sama pada fungsi ginjal. 1) Terapi diuretik a) Golongan diuretik sebaiknya ditambahkan kedalam terapi inhibitor ACE untuk mengontrol gejala dan tanda kongesti. Diperlukan pengawasan secara ketat terhadap berat badan, fungsi ginjal, dan elektrolit. b) Golongan diuretik kuat biasa digunakan khususnya untuk gagal jantung dengan tingkat keparahan sedang; tiazid menghasilka kondisi diuresis bertahap dan efektif untuk gagal jantung ringan. c) Perhatian: jika golongan diuretik tiazid dan diuretkkuat dikobinasikan, terhadap efek yang sangat sinergis dan kombinasi itu sebaiknya disediakan untuk gagal jantung berat. d) Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, kombinasi inhibitor ACE dengan diuretik, suatu diuretik hemat kalium atau suplemen K+ terkadang diperlukan. e) Pada pasien dengan gangguan ginjal, jika golongan diuretik digunakan dengan inhibitorACE, diuretik hemat kalium atau suplemen K+ biasanya tidak diperlukan dan

12

dapat menyebabkan hiperkalemia yang mengancam kehidupan. f) Jika hipokalemia ternyata sukar diperbaiki, dapat terjadi hipomagnesemia. c.

Terapi 𝛽- bloker Percobaan

klinik

baru-baru

ini

menunjukkan

efek

menguntungkan 𝛽- bloker pada pasien dengan gagal jantung sistolik dan fraksi efeksi rendah, dengan pengontrolan gagal jantung, fraksi ejeksi ventrikular kiri dan prognosisnya. Keuntungan penghambatan reseptor 𝛽 yang telah terbukti dalam uji klinis meliputi penurunan semua penyebab kematian, kematian mendadak, dan angka opname gagal jantung, serta pembalikan beberapa tingkat kerusakan jantung. Karvedilot dan bisoprolot sekarang telah mendapat lisensi dan UK untuk gagal jantung kronik. Terdapat 2 kondisi klinis yang menggunakan 𝛽- bloker untuk beberapa waktu : 1) Setelah stabilisasi gagal jantung akut pada pasien AF, untuk mengotrol kecepatan ventrikel yang tinggi. 2) Pada pasien dengan gangguan jantung diastolik primer, untuk memperbaiki pengisian diastolik. Terapi 𝛽- bloker pada pasien gagal jantung bisa jadi sangat sulit dilakukan, inisisai terapi dan peningkatan dosis harus dilaksanakan dibawah konsultasi dengan seorang spesialis. Pasien dengan gagal jantung sistolik sering kali sangat sensitif terhadap 𝛽-bloker, komplikasi yang sering terjadi meliputi memburuknya gagal jantung, semakin parahnya hipotensi, dan bradiaritma. Komplikasi ini disebabkan oleh 𝛽- bloker, yang menyebabkan hilangnya kontrol pengisian jantung oleh sistem

13

saraf simpatik. Komplikasi ini dapat diperkecil dengan strategi sebagai berikut : 1) Mulai terapi dimulai dengan dosis yang sangat kecil 2) ↑ dosis dilakukan sangat bertahap 3) Sering lakukan pengawasan pasien, dengan penimbangan berat badan setiap hari 4) Sesuaikan dosis pengobatan lain, seperti golongan diuretik dan inhibitor ACE untuk mengimbangi kecenderungan ↑ gagal jantung 5) Hindari tambahan obat vasodilator secara bersamaan 6) Jangan masukkan pasien dengan gangguan gagal jantung snagat parah dan pasien dengan gagal jantung yang tidak dikontrol pada terapi lain Saran yang paling tidak baik dimulai dengan dosis rendah dan dijalankan perlahan. Gunakan salah satu regimen dibawah ini: 1) Bisoprolol 1,25 mg sekali sehari ( dosis dapat ditingkatkan 2x lipat setiap 2-4 minggu, selama pasien stabil, dengan tujuan ↑ dosis hingga 10 mg sekali sehari ) 2) Karvedilol 3,125 mg 2x sehari ( dosis dapat ditingkatkan 2x lipat setiap 2-4 minggu, selama pasien stabil, dengan tujuan ↑ dosis hingga 25 mg 2x sehari ) 3) Metoprolol 12,5 mg 2x sehari ( dosis dapat ditingkatkan 2x lipat setiap 2-4 minggu, selama pasien stabil, dengan tujuan ↑ dosis hingga 100 mg 2x sehari). 𝛽-bloker

standar

seperti

metoprolol

mungki

dapat

memberikan manfaat yang mirip dengan 𝛽-bloker yang lebih baru seperti bisoprolol dan karvedilol, sehingga biaya pengobatan lebih efektif. Namun, baik bisoprolol maupun

14

karvedilol memberikan keuntungan karena merupakan tablet yang kekuatannya lebih rendah untuk permulaan terapi. Selain itu, keduanya merupakan 𝛽-bloker yang jelas disetujui untuk digunakan pada gagal jantung. d.

Terapi digoksin Terdapat 2 indikasi penggunaan digoksin pada pasien dengan gagal jantung. a.

Pada pasien dengan AF, untuk mengotrol kecepatan ventrikel yang tinggi

b.

Pada pasien dengan sinus rhythm (SR), jika gagal jantung tidak dapat dikontrol secara memadai dengan dosis optimal inhibitor ACE dan diuretik kuat. Jika pasien belum pernah menggunakan digoski, berikan

regimen dosis berikut : a.

Digoksin 62,5-500 mcg oral sehari, berdasarkan usia, kreatinin plasma, dan konsentrasi digoksin plasma. Pada pasie denganfungsi ginjal normal, waktu paruh dioksin

β‰₯24 jam. Setelah inisiasi terapi atau perubahan dosis digoksin, pasien akan memerlukan β‰₯5 hari ( lima waktu paruh ) untuk mencapai konsentrasi tunak. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, waktu paruh digoksin mungkin sangat diperpanjang. Pasien lebih lama mencapai konsentrasi tunak, an memmerlukan ↓ dosis pemeliharaan.

Direkomendasikan

pengawasan

konsetrasi

digoksinplasma. Jika pasien memerlukan digitalisasi lebih cepat, contohnya fibrilasi atrium dengan kecepatan ventrikel tinggi, berikan regimen dosis sebagai berikut :

15

a. Dogoksin 500 mcg sampai 1 mg oral dengan segera, diikuti dengan 250-500 mcg oral setiap 4-6 jam ( sampai dengan 1,52 mg pada 24 jam pertama. b. Selanjutnya digoksin 62,5-500 mcg sehari secara oral, berdasarkan usia, kreatinin plasma dan konsentrasi digoksin plasma. Peringatn : pasien lansia rentan terhadap toksisitas digoksin, sebagian karena ↓ klirens ginjal dan sebagian karena jaringan jantung mereka lebih sensitif terhadap kerja obat; karena itu, umumnya dosis awal dan pemeliharaan harus lebih rendah (Wiffen, Mitchell, Snelling, & Stoner, 2018) 8. Nutrisi a. Diet sehat jantung Cara terbaik untuk menjaga tubuh dari serangan jantung adalah dengan menjalankan diet seimbang, yaitu mengomsumsi makanan yang mengandung berbagai zat gizi meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk hidup sehat optimal. Usahakan mengomsusi berbagai jenis makanan, termasuk sayursayuran, gandum, daging rendah lemak, ikan, buah-buahan, minyak sayuran, kacang-kacangan, serta sedikit mengkomsumsi lemak. Fungsi zat gizi dalam tubuh adalah sebagai sumber energi ( karbohidrat dan lemak ), zat pembangun ( protein ) terutama untuk tumbuh kembang serta mengganti sel-sel tubuh yang rusak dan sumber zat pengatur ( vitamin dan mineral ). Bahan makanan yan mengandung karbohidrat adalah beras, jagung, sagu, ubi dan hasil olahannya. Sumber protein nabati dapat diperoleh dari tempe, tahu, kacang-kacangan, sedangkan protein hewani dari daging, telur, ayam, dan ikan. Sumber zat pengatur bisa di dapat dan sayur dan

16

buah-buahan. Kelengkapan asupan nutrisi dan gizi tersebut merupakan keharusan untuk menjaga metabolisme tubuh tetap baik. Untuk menghindari penimbungan lemak dalam pembulu darah seseorang perlu menghindari lemak jenuh seperti lemak sapi, kambing, makanan bersantan dan

gorengan karena dapat

meningkatkan kadar kolestrol darah. Lemak tak jenuh tunggal yang mempunyai sedikit pengaruh terhadap peningkatan kadar kolestrol darah terdapat pada mnyak zaitun, minyak biji kapas, minyak wijen, dan minyak kelapa sawit. Sedangkan lemak tak jenuh ganda yang berpengaruh terhadap penurunan kadar kolestrol darah terdapat pada minyak jagung, minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak bunga matahari dan minyak ikan. b. Sayuran Radikal bebas dapat menyebabkan bisul atau endapan pada pembuluh darah yang dapat menyebabkan penyumbatan. Untuk mengeluarkan kandungan radikal bebas dalam tubuh perlu adanya antioksidan yang berfungsi untuk menangkap dan membuang kandungan radikal bebas dalam tubuh. Antioksidan dapat diperoleh dari berbagai macam buah-buahan dan sayuran. Untuk itu, pastikan sayur dan buah-buahan masuk dalam daftar menu makanan anda sehari-hari. Pilih roti gandum dan sereal untuk sarapan pagi. Kacang-kacangan dan pola baik untuk di komsumsi, namun tidak setiap hari. c. Lemak Anda perlu menhindari makanan yang mengandung lemak dan kolestro tinggi karena berdampak buruk bagi kesehatan. Seafood memiliki kandungan kolestrol tinggi yang tidak baik untuk kesehatan jantung. Kurangi mengkonsumsi makanan yang digoreng dan banyak mengandung lemak, sebaliknya makanan dapat diolah dengan cara direbus, dikukus, atau di panggang. Sebisa mungkin, produk makanan yang anda konsumsi rendah lemak atau tampa

17

lemak misalnya susu, keju, mentega, atau makanan lain yang rendah lemak. d. Garam Untuk penggunaan sehari-hari, pilih makanan yang berlabel rendah garam β€˜ low salt β€˜ atau β€˜salt reduced’. Pilih makanan ringan yang sehat misalnya buah-buahan segar atau kacang-kacangan tanpa garam, atau satu cangkir buah olahan. Kurangi yang banyak mengandung gula, lemak dan garam.

e. Minuman Air putih dan jus buah sayuran juga baik untuk di konsumsi setiap hari. Batasi konsumsi minuman berkarbonasi yang biasanya kaya akan gula. Kopi dan teh juga aman untuk dikonsumsi dalam batas yang wajar. Untuk susu pilih susu yang rendah lemal. f. Kurangi konsumsi junk food Penyakit jantung kerap diidentikkan dengan penyakit akibat banyak konsumsi makanan enak dengan kandungan lemak dan kolestrol tinggi. Kandungan lemak jenuh yang cukup tinggi dalam junk food berbahaya bagi tubuh karena merangsang hati memproduksi banyak kolestrol yang juga berperang sebagai pemicu munculnya penyakit jantung. Semakin lama, kolestol yang mengendap akan menghambat aliran darah dan oksigen sehingga mengganggu metabolisme sel otot jantung. g. Konsumsi alpukad Alpukad adalah buah yang kaya lemak. Kandungan lemak yang terdapat dalam buah alpukad adalah lemak sehat seperti asam lemak tak jenuh tunggal oleat yang bersifat antioksidan kuat. Lemak tersebut membantu menurunkan kadar LDL ( kolestrol jahat ) dan menaikkan HDL ( kolestrol baik ) yang sangat diperlukan untuk kesehatan jantung. Selain itu kandungan betakarotin, klorofil,

18

vitamin E, dan vitamin B kompleks juga baik bagi kesehaan serta mampu menekan resiko strok dan serangan jantung. h. Konsumsi Kalsium (CI) Kalsium adalah mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu lebih dari 90% bahan keras dalam tulang dan gigi. Kalsium diperlukan untuk pembentukan tulang dan gigi, serta penting dalam proses pembekuan darah dan kontraksi otot. Kalsium berperang penting dalam mencegah penyakit osteoporosis. Selain baik untuk tulang menurut penelitian kalsium juga dapat mencegah penyakit jantung dan stroke. i. Konsumsi Vitamin C dan E Beberapa makanan yang telah disebutkan diatas juga mengandung vitamin C dan E yang dapat mencegah penyakit jantung. Vitamin C berperang dalam pembentukkan kolagen dan merupakan faktor positif untuk mencegah serangan jantung koroner. Kekurangan vtamin C menyebabkan susunan sel arteri sehingga dapat terisi kolestrol dan menyebabkan aterosklerosis atau proses pengapuran dan penimbunan elemen kolestrol. Sedangkan vitamin E merupakan antioksidan yang berperan mencegah terjadinya proses oksidasi dalam tubuh, dimana kolestrol LDL yang menembus dinding arteri dapat menyumbat pembulu darah setelah mengalami oksidasi. Vitami E dapat ditemukan dalam minyak nabati ( minyak kedelai, minyak jagung, minyak biji bunga matahari ), kacang-kacangan, biji-bijian, serta padi-padian. j. Berhenti merokok Merokok adalah kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Sebagai motivasi seseorang dapat memperhitungkan dampak kerugian besar yang ditimbulkan oleh rokok bagi kondisi kesehatan. Kebiasaan merokok menjadi salah satu faktor penyebab bagi timbulya beberapa penyakit serius seperti kanker, penyakit jantung, penyakit pembuluh darah, dan stroke. Seseorang perokok pasif ( orang yang ikut

19

menghirup asap rokok dari perokok di sekitarnya ) memiliki 70% resiko menderita penyakit akibat rokok. Mengingat bahaya yang ditimbulkan, dapat mulai mengupayakan lingkungan rumah atau tempat-tempat umum sebagai area bebas rokok. (Sutanto, 2010)

20

9. Pathway

21

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian (Padila, 2012) (Wijaya & Putri, 2013) a. Pengkajian Primer 1) Airway : Batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot pernapasan, oksigen 2) Breathing : Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal 3) Circulation riwayat GJK sebelumnya, penyakit katub jantung, anemia, syok, bengkak pada kaki, telapak kaki dan abdomen. Tekanan darah mungkin

menurun

(gagal

memompa),

tekanan

nadi

menunjukkan peningkatan volume sekuncup, frekuensi jantung takikardi (gagal jantung kiri), irama jantung sistemik ( fibrilasi atrium, kontraksi vertikel prematur/takikardi blok jantung, bunyi jantung S3 (gallop), nadi perifer berkurang, perubahan dalam denyutan nadi jugularis, warna kulit kebiruan, punggung kuku pucat atau sianosis, hepar ada pembesaran/dapat teraba, bunyi napas krakles atau rochi, edema umum atau pitting, khususnya pada ekstremitas. b. Pengkajian Sekunder 1) Aktifitas/istirahat Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas. 2) Integritas ego Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung 3) Eliminasi Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi

22

4) Makanan/cairan Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan. Pembengkakan ekstremitas bawah, diet tinggi garam, penggunaan diuretik 5) Hygiene Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang 6) Neurosensori Kelemahan, pusing, mudah tersinggung 7) Nyeri/kenyamanan Nyeri dada akut-kronik, nyeri abdomen kanan atas, gelisah 8) Interaksi sosial : Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan.

2. Diagnosa Keperawatan (Wilkinson, 2014) (Nurarif & Kusuma, 2015) a. Gangguan pertukaran gas b. Penurunan curah jantung c. Kelebihan volume cairan d. Intoleransi aktivitas

23

3. Intervensi Keperawatan NO DX DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL

INTEVENSI/NIC

1.

Gangguan pertukaran gas

NOC:

NIC:

Definisi : kelebihan atau defisit pada

a. Status pernapasan : pertukaran gas:

oksigenasi dan/atau eliminasi karbon

pertukaran CO2 atau O2 di alveoli

dioksida pada membrane alveolar-

untuk mempertahankan konsentrasi

kapiler.

gas darah arteri

Batas karakteristik : a. Pernapasan abnormal ( misalnya kecepatan, irama, kedalaman) b. Sianosis

b. Status pernapasan : ventilasi : perpindahan udara masuk dan keluar paru-paru c. Tanda-tanda vital : kondisi suhu,

c. Penurunan karbon dioksida

nadi, pernapasan, dan tekanan darah

d. Dyspnea

dalam rentang normal

e. Hipoksia

Kriteria hasil:

f. Cupping hidung

a. Mendemonstrasikan peningkatan

g. Takikardi

ventilasi dan oksigenasi yang

Faktor –faktor yang berhubungan :

adekuat

a. Perubahan membrane alveolarkapiler

24

a. Kaji suara nafas pasien b. Observasi TTV dan saturasi O2 c. Beri posisi semi Fowler d. Ajarkan batuk efektif e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian 02 dan terapi obat f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian suction g. Kolaborasi dengan Analisis dalam pemeriksaan AGD

b. Ventilasi perfusi

b. Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda- tanda distress pernapasan c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspnea ( mampu mengeluarkan sputum dan bernafas dengan mudah d. Tanda- tanda vital dalam rentang normal

2.

Penurunan curah jantung

NOC :

Definisi : Ketidakadekuatan darah yang

a. Efektivitas pompa jantung :

NIC : a. Kaji adanya nyeri dada

dipompa oleh jantung untuk memenuhi

keadekuatan volume darah yang

kebutuhan metabolic tubuh.

diejeksikan dari ventrikel kiri untuk

b. Kaji adanya bunyi jantung

Batas karakteristik :

mendukung tekanan perfusi sistemik

c. Observasi Tanda-tanda vital

a. Perubahan frekuensi/ irama jantung 1) Aritmia, bradikardi, takikardi b. Perubahan preload

b. Status sirkulasi : tingkat pengaliran darah yang tidak terhambat, satu arah pada tekanan yang sesuai

1) Edema, keletihan

25

(intensitas, loasi, durasi)

sebelum dan sesudah aktivitas d. Monitor balance cairan

c. Perubahan Afterload 1) Dyspnea d. Perubahan kontraktilitas 1) Penurunan indeks jantung Faktor-faktor yang berhubungan:

melalui pembuluh darah besar aliran sistemik dan pilmonal c. Status tanda vital : tingkat suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah dalam rentang normal

a. Perubahabn afterload

Kriteria hasil :

b. Perubahan kontraktilitas

a. Tanda vital dalam rentang normal

c. Perubahan frekuensi jantung d. Perubahan preload e. Perubahan irama f. Perubahan volume sekuncup

(Tekanan darah, Nadi, Respirasi)

e. Monitor adanya dyspnea, fatigue, takipnea f. Monitor toleransi aktivitas g. Monitor suhu, warna, kelembapan kulit h. Anjurkan pasien untuk menurunkan stress i. Berikan posisi semi fowler

b. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelehan c. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites d. Tidak ada penurunan kesadaran

3.

Kelebihan volume cairan

NOC :

Definisi : peningkatan retensi cairan

a. Keseimbangan elektrolit dan asam-

NIC : a. Kaji intake dan output

isotonik

basa : keseimbangan elektrolit dan

b. Kaji lokasi dan luas edema

Batasan karakteristik :

non elektrolit dalam kompartemen

c. Observasi TTV

a.

Gangguan elektrolit

intrasel serta ekstrasel tubuh

d. Monitor adanya distensi

b.

Anasarka

leher, edema perifer

26

c.

Ansietas

d.

Azotemia

keseimbangan air dalam komponen

f. Batasi masukan cairan

e.

Perubahan tekanan darah

intrasel dan ekstrasel tubuh

g. Kolaborasi dengan dokter

f.

Perubahan pola pernapasan

g.

Penurunan hematokrit

keparahan kelebihan cairan di dalam

h.

Penurunan hemoglobin

kompertemen intrasel dan ekstrasel

i.

Dispnea

tubuh.

j.

Edema

Kriteria hasil :

k.

Asupan melebihi haluaran

a. Terbebas dari edema, efusi, anasarka

l.

Distensi vena jugularis

b. Tidak ada dyspnea/ortopnea

m. Oliguria n.

Efusi pleura

Faktor-faktor yang berhubungan :

b. Keseimbangan cairan :

c. Keparahan overload cairan : tingkat

c. Terbebas dari distensi vena jugularis, reflek hepatojugular (+) d. Memelihara tekanan vena sentral,

a. Gangguan mekanisme regulasi

tekanan kapiler paru, output jantung

b. Kelebihan asupan cairan

dan vital sign dalam batas normal

c. Kelebihan asupan natrium

e. Menjelaskan indikator kelebihan cairan

27

e. Monitor berat badan

dalam pemberian diuretik

4.

Intoleransi aktivitas

NOC :

NIC

Definisi : ketidakcukupan energy

a. Toleransi aktivitas : respon fisologis

a. Kaji aktivitas yang mampu

psikologis atau fisiologis untuk

terhadap gerakan yang memakan

melanjutkan atau menyelesaikan

energy dalam aktivitas sehari-hari

aktivitas kehidupan sehari-hari yang

b. Penghematan energy : tindakan

dilakukan b. Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medic dalam

harus atau yang ingin dilakukan.

individu dalam mengelola energy

merencanakan program terapi

Batasan Karakteristik :

untuk memuali dan menyelesaikan

yang tepat

a. Respon tekanan darah abnormal

aktivitas

terhadap aktivitas b. Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas c. Perubahan ekg yang mencerminkan aritmia d. Perubahan ekg yang mencerminkan iskemia e. Dipsnea setelah beraktivitas

c. Perawatan diri-aktivitas kehidupan sehari-hari (AKSI) : kemampuan

c. Anjurkan pasien membatsi gerak d. Bantu untuk mendapatkan

untuk melakukan tugas-tugas fisik

alat bantu aktivitas seperti

yang paling dasar dan aktivitas

kursi roda dan krek

perawatan pribadi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu. Kriteria hasil : a. Iklim social keluarga : lingkungan

Faktor-faktor yang berhubungan :

yang mendukung yang bercirikan

a. Tirah baring atau immobilisasi

atau hubungan dan tujuan anggota

b. Kelemahan umum

keluarga

28

e. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu ruang f. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan g. Motivasi respon fisik, emosi, social, dan spiritual

c. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

b. Partisipasi waktu luang : mengunakan aktivitas yang menarik,

d. Immobilitas

menyenangkan, dan menenangkan

e. Gaya hidup monoton

untuk meningkat kesejahteraan. c. Meningkatkan hubungan yang efektif dalam perilaku pribadi interaksi social dengan orang, kelompok d. Ketersediaan dan peningkatan pemberian actual bantuan yang andal dari orang lain

Tabel 2. 2 Intervensi Keperawatan

29

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Setelah menguraikan pembahasan pada kasus gangguan sistem kardiovaskuler dengan CHF maka pada Bab ini kami dapat menarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut: 1. Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap osksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (padila, 2012) 2.

Diagnosa keperawatan pada klien CHF adalah: a. Gangguan pertukaran gas b. Penurunan curah jantung c. Kelebihan volume cairan d. Intoleransi aktivitas

3.

Dalam melaksanakan rencana keperawatan ditetapkan sesuai dengan masalah yang ada dan diprioritaskan dari masalah yang aktual dan potensial.

B. Saran 1. Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan CHF atau gagal jantung kongestif diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep dan teori penyakit bagi seorang perawat 2. Penulis menyarakan agar memberikan Asuhan Keperawatan dalam masalah gagal jantung kongestif harus secara komprehensif/menyeluruh dan tidak bias dilakukan secara setengan-setengah (hanya sekedar evaluasi hasil). Banyak masalah yang muncul secara kompleks, berhubungan dengan disfungsi kerja jantung, dan perawat harus memperhatikan itu, terutama untuk kebutuhan dasar klien.

30

DAFTAR PUSTAKA

Austrayani, N. P. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Congestive Heart Failure. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. jogjakarta: Mediaction. Padila. (2012). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. padila. (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah. yogyakarta: Nuha Medika. Saferi, A., & Yessie, P. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Nuha Medika. safery, W. a. (2013). Keperawatan Medical Bedah. yogyakarta: Nuha Medika. Sutanto. (2010). CEKAL ( Cegah dan Tangkal ) Penyakit Modern. Yogyakarta: C.V Andi OFFSET. Wiffen, P., Mitchell, M., Snelling, M., & Stoner, N. (2018). Oxford Handbook of Clinical Pharmacy, First Edition. Jakarta: EGC. Wijaya, A. s. (2013). Keperawatan Medical Bedah. yogyakarta: Nuha Medika. Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 2 : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika. Wilkinson, J. M. (2014). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

31

Related Documents

Tugas Cardio Chf.docx
June 2020 16
Cardio
June 2020 39
Cardio
June 2020 24
Cardio
April 2020 44
{cardio} Hipolipidemiantes
November 2019 56
Cardio Plus
November 2019 50

More Documents from ""

Z.docx
June 2020 17
Sap Kanker Paru.docx
May 2020 20
Tugas Cardio Chf.docx
June 2020 16
Simple Present.docx
May 2020 18
Askep Dhf.docx
May 2020 24