Laporan Hasil Wawancara Petani Mengenai Inovasi Pertanian dan Nelayan DisusunUntuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah BAHASA INDONESIA Yang di ampu oleh : Dr. H.Nashar,SE.MM.M.Si
Disusun oleh kelompok : 1. A. ZAKI MUBROK 2. AHMAD MIN HAJI 3. NANANG AGUS JULIYANTO
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI PAMEKASAN 2016-2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan ini. Saya juga bersyukur atas berkat rezeki dan kesehatan yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat mengumpulkan bahan-bahan materi makalah ini dari buku. Kami telah berusaha semampu kami untuk mengumpulkan berbagai macam bahan tentang Pola Perilaku Petani. Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu kami mohon bantuan dari para pembaca. Demikianlah laporan ini kami buat, apabila ada kesalahan dalam penulisan, kami mohon maaf yang sebesarnya dan sebelumnya kami mengucapkan terima kasih. Wassalamu’alikum Wr.Wb
Pamekasan, 10 Desember 2016
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I ...................................................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Kegiatan dan Tujuan Wawancara ............................................................. 1
1.3
Metode yang Digunakan .......................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3 2.1
Tinjuan Pustaka ........................................................................................ 3
BABA III................................................................................................................. 7 3.1
Komoditas yang Diusahakan .................................................................... 7
3.2
Inovasi yang Dilakukan ............................................................................ 8
3.3
Nelayan ................................................................................................... 10
3.4 Dimensi-Dimensi Pandangan Atas Berbagai Hal Serta Kehidupan Masyarakat Nelayan .......................................................................................... 15 3.5
Keragaan Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Nelayan ....... 17
BAB IV ................................................................................................................. 18 4.1
Kesimpulan ............................................................................................. 18
4.2
Saran ....................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan pedesaan
merupakan integrasi dari
perencanaan sosial, ekonomi, ekologi, teknologi (termasuk inovasi), fisikteknis, informasi dan institusi. Pembangunan pedesaan diperlukan agar masyarakat desa bisa bersaing dengan masyarakat secara global. Masyarakat desa yang mayoritas berprofesi sebagai petani pun perlu melakukan berbagai inovasi dalam menjalankan profesinya. Inovasi tersebut dapat dilakukan pada produk hasil pertanian atau pun pada teknologi pertanian yang digunakan, serta dapat pula dilakukan strategi pemasaran yang lebih maju. Kegiatan wawancara petani ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi petani di sekitar Jatinangor terkait aplikasi inovasi terhadap bidang pertanian yang digelutinya. Langkah berikutnya adalah dengan membuat suatu rekomendasi agar tujuan dari dilakukannya inovasi dicapai oleh petani di sekitar Jatinangor ini. Dengan demikian diharapkan pekerjaan bertaninya menjadi lebih efisien, meningkatnya nilai jual hasil panen, dan dapat meningkatkan kesejahteraan petani tersebut.
1.2 Kegiatan dan Tujuan Wawancara Kegiatan yang dilakukan adalah dengan melakukan wawancara secara langsung ke daerah Desa Pagendingan dengan narasumber Bapak Hosen, yang
1
telah menggeluti usaha tani sejak dua puluh tahun lalu namun hanya dijadikan sampingan dari pekerjaanya di perusahaan projek pembangunan.
1.3 Metode yang Digunakan Metode yang di gunakan adalah dengan deskriftifanalisis. Mengenai hasil observasi langsung terhadap petani.
2
BAB II PUSTAKA
2.1 Tinjuan Pustaka Inovasi memiliki tiga komponen yaitu ide atau gagasan, metode atau praktek, dan produk (barang atau jasa). Untuk dapat disebut inovasi, ketiga komponen tersebut harus mempunyai sifat “baru”. Sifat baru tersebut tidak selalu berasal dari hasil penelitian mutakhir. Hasil penelitian yang telah lalu pun dapat disebut inovasi, apabila diintroduksikan kepada masyarakat tani yang belum pernah mengenal sebelumnya. Jadi, sifat “baru” pada suatu inovasi harus dilihat dari sudut pandang masyarakat tani (caon adopter), buka kapan inovasi tersebut dihasilkan. Pada inovasi ini terdapat beberapa karakteristik inovasi, yaitu: a)
Keuntungan relatif (relative advantages) merupaan tingkatan di mana suatu ide dianggap suatu yang lebih baik dari pada ide-ide yang ada sebelumnya, secara ekonomis menguntungkan.
b) Kesesuaian (compatibility) adalah sejauh mana masa lalu suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nlai yang ada, pengalamann masa lalu, dan kebutuhan adopter. Oleh karena itu inovas yang tidak kompatibel dengan ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel. c)
Kerumitan (complexity) adalah suatu tingkatan di mana suatu inovasi relatif sulit dimengerti dan digunakan. Kesulitan untuk dimengerti dan
3
digunakan, akan merupakan hambatan bagi proses kecepatan adopsi inovasi. d) Kemungkinan untuk dicoba (triability) adalah suatu tingkat di mana suatu inovasi dalam skala kecil. Ide baru yang dapat di coba dalam skala kecil biasanya diaopsi lebih cepat dati pada inovasi yang tidak dapat dicoba terlebih dahulu, dan e)
Mudah diamati (observability) adalah suatu tingkatan hasil-hasil inovasi dapat dengan mudah dilihat sebagai keuntungan tingkat ekonomis, sehingga mempercepat proses adopsi. Calon-calon pengadopsi lainnya tidak perlu lagi menjalani tahap percobaan, dapat terus ke tahap adopsi. Inovasi pertanian adalah suatu ide, gagasa, atau jasa yang bersifat “baru” yang dapat berpengaruh terhadap meningkatnya harga jual. Inovasi pertanian ini sudah banyak diterapkan oleh banyak orang.
Inpovasi
pertanian ini berupa pengubahan produk pertanian menjadi produk jadi yang dapat langsung di konsumsi tanpa melalui pengolahan yang sulit. Sudah banyak sekali inovasi pertanian yang diterapkan di Indonesia, inovasi pertanian ini dapat menjadi salah satu solusi dalam permsalahan produk pertanian (Mulyoutami, 2013). Terdapat beberapa permasalah produk pertanian, sehingga diperlukan suatu inovasi pertanian, yaitu: a)
Sifat produk pertanian yang mudah rusak dan bulky, sehingga diperlukan teknologi pengemasan dan transportasi yang mampu mengatasi masalah tersebut.
4
b) Sebagian besar produk pertanian bersifat musiman dan sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, sehingga kontinuitas produksi agroindustri menjadi tidak terjamin, dan c)
Kualitas produk pertanian yang dihasilkan umumnya masih rendah, sehingga mengalami kesulitan dalam persaingan pasar baik di dalam negeri maupun di pasar imternasional (Kartasapoetra, 1994). Dalam mengadopsi suatu inovasi ini diperlukan beberapa tahapan yang dpaat mendukung suatu inovasi tersebut dapat diterima oleh masyarakat luas sebagia berikut. a) Tahap awareness (kesadaran) yaitu tahapan seseorang tahu dan sadar terdapat suatu inovasi sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut. b) Tahap
interest
(keinginan)
yaitu
tahap
seseorang
mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut, sehingga ia mulai tertarik pada hal tersebut. c) Tahap evaluation (evaluasi) yaitu tahap seseorang membuat keputusan apakah ia menolak atau menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasinya. d) Tahap trial (mencoba) yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.
5
e) Tahap adoption (adopsi) yaitu tahap seseorang mamastikan atau mengkonfirmasikan keputusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut (Serah, 2014).
6
BABA III HASIL DAN PEMBAHASAN WAWANCARA
3.1 Komoditas yang Diusahakan Komoditas yang ditanam oleh Bapak Hosen adalah padi, singkong, dan jagung. Pada pelaksanaanya ketiga komoditas tanaman ini ditanam secara tumpang sari dengan maksud untuk menutupi kerugian akibat anjloknya harga pasar.
Luasan lahan Bapak Hosen tersebar di beberapa desa, beliau
membelinya dari petani sekitar yang membutuhkan uang untuk kebutuhan hidupnya seperti untuk membuat pesta pernikahan anaknya dan lain-lain.
Gambar 1. Tanaman singkomg Lahan Bapak Ujan terdiri atas lahan sawah dan lahan tegalan. Pada lahan sawah ketika air tersedia saja di musim hujan, padi ditanam sebagai komoditas utama. Setelah padi dipanen lahan sawahnya kemudian dikeringkan dan
7
ditanami jagung sebagai komoditas utama. Pada lahan tegalan komoditas utama yang yang ditanam adalah jagung dan ditumpangsarikan dengan singkong.
3.2 Inovasi yang Dilakukan Tanaman yang dilakukan inovasi pertanian ini dikhususkan untuk tanaman singkong, hal ini dikarenakan secara kuantitas tanaman singkong yang berjumlah sedikit dan jika dilihat dari segi harga tanaman singkong ini terbilang cukup rendah.
Namun, ada beberapa inovasi pertanian yang
dilakukan untuk semua komoditas yang ditanam oleh Bapak Ujan, seperti melakukan mini riset terlebih dahulu sebelum dilakukan penanaman pada musim tanam berikutnya dan melakukan strategi dalam pembelian lahan maupun dalam penjualan hasil panen. Dari hasil wawancara dan analisis penulis, dapat diketahui bahwa Pak Ujan telah melakukan beberapa inovasi dalam usaha taninya diantaranya : 1.
Inovasi Pada Tahap On Farm Pada tahap On Farm Bapak Ujan memiliki teknik tersendiri agar produktivitas tanamannya lebih tinggi dari petani lain, yaitu dengan melakukan mini riset sendiri terhadap dosis dan kombinasi pupuk, serta bibit unggul yang paling unggul berdasarkan informasi yang beliau terima dari rekanan kerjanya yang bergelut di bidang pertanian. Beliaupun senantiasa mencari berbagai informasi baik dari internet, ataupun dari networking nya dengan orang-orang dari Dinas Pertanian Jawa Barat.
2.
Inovasi Pada Manajemen Usaha Tani
8
Untuk
memperluas
lahannya
beliau
mengkombinasikan
pengetahuannya di bidang industri pembangunan dengan pengetahuannya di bidang pertanian mengenai peninjauan tempat yang strategis untuk dilakukan usaha tani. Lahan-lahan yang dinilai memiliki kesuburan yang cukup beliau usahakan untuk membelinya, beliau melakukan strategi “beli butuh” dari petani-petani yang kesulitan mendapatkan uang untuk kebutuhan tersiernya seperti menikahkan anak dan membuat pesta pernikahan, sedangkan lahan-lahan pertanian yang dinilai sudah tidak subur atau tidak produktif lagi beliau jual ke proyek pembangunan dengan promosi sedemikian rupa. Dalam mempekerjakan buruh tani pun beliau cukup bijak dan telah mempertimbangkan jumlah HOK dengan kebutuhannya sehingga tidak merugi. Sebelum menanam tanaman yang diusahakan Bapak Ujan selalu melakukan survey harga jual di pasaran sehingga kemungkinan rugi menjadi lebih kecil. Bapak Ujan seringkali menjual hasil taninya ke pasar atau menjual hasil panenya secara langsung ke konsumen yaitu dengan cara menawarkan kepada tenan-temannya, namun jika harga sedang murah pak Ujan lebih memilih menjualnya ke tengkulak dengan cara “ditebas”. 3.
Inovasi Pada Produk Pertanian yang Dihasilkan Dalam rangka meningkatkan nilai jual produknya, dan juga untuk mengantisipasi kerugian saat harga jual komoditasnya rendah Bapak ujan sudah memiliki rencana untuk megubah sebagian produknya menjadi olahan makanan atau bahan baku makanan. Ide inovasi ini beliau dapatkan dari hasil networking nya dengan orang-orang peranian. Salah satu yang
9
akan segera beliau realisasikan adalah pembuatan kripik singkong dan pembuatan tepung mocav atau tepung terigu dari singkong, serta pembuatan mie dari tepung mocav tersebut. Untuk teknis manajemennya beliau ingin memberdayakan ibu-ibu petani dalam melakukan inovasi ini. Dalam
memelihara
budidaya
tanaman
singkong
yang
ditumpangsarikan dengan tanaman padi maupun tanaan singkong yang ditumpangsarikan dengan tanaman jagung melibatkan earga sekitar rumah Bapak Ujan, seperti tetangga dan lain-lain. Namun, dalam pelibatan warga tersebut Bapak Ujan hanya mempekerjakan warga tersebut tanpa adanya pemberdayaan. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya pengetahuan atau pengajaran khusus yang diberikan oleh Bapak Ujan terhadap warga tersebut yang dapat menjadikan warga tersebut dapat membangun usaha sendiri atau memiliki lahan sendiri dengan menerapkan pengetahuan yang diberikan.
3.3 Nelayan Sejak dari dahulu sampai sekarang, pekerjaan nelayan merupakan pekerjaan turun temurun dan umumnya tidak banyak mengalami perubahan yang berarti. Dalam masyarakat nelayan ditemukan adanya kelas pemilik dan kelas pekerja. Kelas pemilik yang dapat dinyatakan sebagai juragan, kesejahteraannya relatif lebih baik karena menguasai faktor produksi seperti kapal, mesin alat tangkap maupun faktor pendukungnya seperti es, garam dan lainnya. Kelas pekerja atau penerima upah dari pemilik merupakan mayoritas, dan kalaupun mereka berusaha memiliki sendiri alat produksi, umumnya masih 10
sangat konvensional,
sehingga produktivitasnya kurang berkembang,
“kelompok inilah yang terus berhadapan dan digeluti oleh kemiskinan”. Menurut data, jumlah nelayan di Madhura sekitar 321.000 orang yang tersebar di 4 kabupaten dan kota, dan dari jumlah tersebut, nelayan tradisional mencapai 70 persen, nelayan menengah 20 persen dan nelayan skala besar 10 persen. Berarti, nelayan yang termarginalkan adalah sekitar 70 persen dari jumlah nelayan (sekitar 224 ribu lebih) nelayan masih berada di bawah garis kemiskinan. Dengan demikian pembahasan masyarakat nelayan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah nelayan tradisonal. Waktu bekerja nelayan harus mengikuti siklus bulan yaitu dalam 30 hari satu bulan namun sayangnya yang dapat dimanfaatkan untuk melaut hanya 20 hari, sisanya Nampaknya masyarakat nelayan sulit dilepaskan dari jebakan kemiskinan, karena mereka sering dihadapkan pada musim paceklik, dan untuk mengatasi masalah di musim paceklik ini, berbagai usaha dilakukan nelayan, contohnya adalah mereka menjual perhiasan istri demi menyambung hidup keluargnya ataupun meminjam pada rentenir. Potret kehidupan nelayan kecil di pesisir memang belum terlepas dari jerat rentenir, bahkan kian hari jerat itu dirasakan semakin melilit. Utang ke rentenir telah membuat nelayan terjebak dalam kemiskinan terstruktur, sehingga kehidupan nelayan tak kunjung sejahtera. Lebih parah lagi, ”pulang melaut umumnya para nelayan hanya cukup membeli beras sebanyak dua liter”, karena tersangkut pinjaman rentenir dengan bunga yang ditetapkan mereka.
11
Umumnya, nelayan bisa bertahan hanya dan hanya jika didorong semangat hidup yang kuat dengan motto kerja keras agar kehidupan mereka menjadi lebih baik. Nelayan tradisional berjuang keras melawan terpaan gelombang laut yang dahsyat pada saat pasang naik untuk mendapatkan ikan. Dengan hanya mengandalkan kemampuan mesin dompeng misalnya, nelayan dapat berada pada radius 500 M dari pinggir pantai dan dengan cara seperti ini nelayan akan mendapatkan lebih banyak dibandingkan dengan bila menangkap ikan di bibir (tepi pantai) pada radius 200 M, yang ikannya sudah langka. Pekerjaan menangkap ikan dikerjakan oleh lelaki karena merupakan pekerjaan yang penuh resiko, sehingga keluarga yang lain tidak dapat membantu secara penuh. Kalaupun nelayan pekerja memiliki alat produksi sendiri ternyata alat tangkap ikan yang dimiliki tersebut belum dilengkapi dengan alat teknologi tangkap ikan, dan modal usaha, sehingga penghasilannya tidak seperti bila mereka menggunakan alat teknologi tangkap ikan yang baik. Bagi para nelayan memang tidak ada pilihan lain, karena pekerjaan yang berhadapan dengan ancaman gelombang laut, ombak, cuaca, dan kemungkinan terjadi karam saat akan melaut ke tengah lautan untuk menangkap ikan adalah pekerjaan turun temurun tanpa pernah belajar sebagai nelayan yang modern. Dengan demikian sangat diharapkan sekali walaupun harapan tersebut bagaikan kerakap tumbuh di batu, bahwa mereka perlu modal usaha untuk perbaikan dan peningkatan kesejahteraan hidup. Kenyataannya, pada usia meningkat remaja anak nelayan mulai diajak berlayar dan ikut melaut, sehingga merka jarang yang sekolah. Kini harus dipahami bahwa kehidupan nelayan memerlukan perhatian yang multi dimensi. Tantangan yang terbesar
12
adalah bagaimana membangun kehidupan nelayan menjadi meningkat kesejahterannya. Besar kemungkinannya hal ini dapat dicapai melalui pendidikan yang akan mengangkat harkat dan martabat kehidupan masyarakat nelayan maupun masyarakat lainnya yang terkait dengan sumber daya kelautan dan pesisir. “Usaha ke arah ini haruslah bermuara pada peningkatan kemakmuran nelayan, terutama nelayan kecil dan petani ikan. Dengan demikian, masalah sosial budaya yang terdapat pada kehidupan nelayan antara lain adalah: a) Rendahnya tingkat pendidikan b) Miskin pengetahuan dan teknologi untuk menunjang pekerjaannya c) Kurangnya tersedia wadah pekerjaan informal d) Kurangnya daya kreativitas e) Belum adanya perlindungan terhadap nelayan dari jeratan para tengkulak. Melihat kondisi kehidupan nelayan yang tidak memungkinkan anak nelayan memasuki sekolah formal karena keberadaan anak nelayan dimaksudkan untuk membntu ayahnya mencari ikan ke laut. Kini dlpertanyakan bagaimanakah model pendidikan bagi anak nelayan, apakah pendidikan anak nelayan memerlukan pendidikan khusus sebagaimana halnya juga dengan anak petani miskin yang membantu orang tuanya di sawah? Melihat kehadiran anak nelayan di sekolah formal lebih banyak absennya karena ikut melaut membantu orang tuanya, apakah anak nelayan perlu mendapat pendidikan khusus di sekolah formal? Ataukah anak nelayan diberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan membantu orang tua kelaut?
13
Pemberdayaan anak nelayan ternyata tidak bisa diseragamkan, tetapi harus disesuaikan dengan kondisi aktual masyarakat setempat. Misalnya saja pendidikan manajemen keuangan yang diharapkan memungkinkan mereka terbebas dari jeratan tengkulak, harus diberikan dengan memperhatikan budaya dan kondisi psikologis mereka. Jika ini tidak diperhatikan, dipastikan program pemberdayaan pendidikan akan gagal karena pemberdayaan pendidikan anak nelayan tidak terlepas dari pemberdayaan masyarakat pesisir. Persoalan yang dihadapi adalah, sebagian masyarakat pesisir masihberanggapan bahwa pendidikan itu tidak penting. Yang perlu dilakukan adalah membalik paradigma nelayan selama ini, dengan menyatakan bahwa pendidikan itu penting. Dengan demikian beralasanlah bila anak nelayan perlu dicarikan model pendidikan dasar yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan kehidupan mereka. Kini dipertanyakan bagaimanakah model pendidikan dasar yang sesuai bagi anak nelayan? Melalui penelitian khusus untuk pendidikan dasar bagi anak masyarakat nelayan, akan terungkap kemungkinan bentuk pendidikan yang sesuai bagi masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan dalam penelitian ini adalah masyarakat nelayan trdisional Madhura. Model yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah model pendidikan dasar bagi anak nelayan, bukanlah model pendidikan dasar pada sekolah formal, dan kemungkian besar berbeda dengan pendidikan dasar yang sudah ada. Kini masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah alternatif model pendidikan dasar pada masyarakat nelayan? Tujuan penelitian ini adalah
14
mengkaji model pendidikan dasar untuk anak masyarakat nelayan agar mereka dapat sekolah dan terpenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat nelayan, dan lebih jauh lagi pada gilirannya kelak mereka akan terbebas dari kemiskinan.
3.4 Dimensi-Dimensi Pandangan Atas Berbagai Hal Serta Kehidupan Masyarakat Nelayan 1.
Dimensi Pendidikan Mengingat masyarakat nelayan adalah masyarakat yang memiliki sifat-sifat khusus, baik dari segi pemahaman terhadap pendidikan, tingkat kesejahteran, miskinnya pengetahuan dan teknologi untuk menunjang pekerjaan, kurang kreatif, maupun kurang terencana manajemen keuangan untuk menentukan masa depan, maka model yang dianut adalah model pemberdayaan nelayan melalui pendidikan berbasis kebutuhan komunitas dan berbasis masyarakat nelayan. Konsep pendidikan berbasis komunitas nelayan pada dasarnya mengacu kepada konsep pemberdayaan komunitas nelayan, yaitu bagaimana membuat komunitas pada masyarakat nelayan memiliki pandangan perlunya pendidikan dasar bagi anak nelayan. Hal ini disebabkan sebagian masyarakat pesisir masih beranggapan bahwa pendidikan itu tidak penting dan kini saatnya menyadarkan masyarakat nelayan bahwa bahwa pendidikan itu penting.
2.
Dimensi Ekonomi
15
a. Kehidupan ekonomi dalam kaitannya dengan sosial budaya masyarakat nelayan adalah penggalian informasi mengenai: Pengaruh sistem kemasyarakatan terhadap aktivitas kehidupan ekonomi b. Cara berpikir, pandangan dan sikap warga masyarakat terhadap aktivitas kehidupan ekonominya c. Sikap hidup dari warga masyarakat terhadap kekuatan, proses, dan hukum-hukum ekonomi yang berlaku dalam aktivitas kehidupan ekonominya d. Sikap warga masyarakat terhadap kerja, kekayaan dan sistem gotongroyong. Informasi akan hal-hal yang dimaksud diharapkan dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa masyarakat nelayan membentuk dan menjalani kehidupan perekonomiannya. 3.
Dimensi Politik Kajian atas dimensi politik bertujuan untuk melihat pola kekuasaan, wewenang dan kepemimpinan yang ada pada masyarakat nelayan. Pada akhirnya, pola yang didapat akan menentukan tingkat keberdayaan masyarakat nelayan yang bersangkutan itu sendiri.
4.
Dimensi Tingkah Laku Dimensi ini merupakan kajian sosial budaya dilihat dari perspektif individu dan bukan sebagai anggota masyarakat yang terikat oleh normanorma yang dibentuk oleh masyarakat dimana si individu itu hidup dan tinggal. Hal ini perlu didalami semenjak ada beberapa faktor kepribadian seseorang yang tidak tergantung pada perannya didalam suatu masyarakat. Untuk itu, didalam dimensi ini kajian difokuskan pada penggalian
16
informasi yang terkait dengan pendapat individu dalam masyarakat tentang: a. azas-azas kehidupan b. perilaku dan tindakan. Pengetahuan tentang kedua hal tersebut merupakan informasi yang esensial di dalam arahan kebijakan tentang metode pendampingan di lingkup program atau kegiatan pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat.
3.5 Keragaan Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Berdasarkan uraian tentang pandangan atas berbagai hal serta kehidupan masyarakat di dimensi-dimensi yang dianalisis, maka dapat disimpulkan bahwa pada beberapa dimensi atau kondisi sosial budaya yang dikaitkan dengan upaya pemberdayaan masyarakat nelayan laut di Indonesia, tampaknya masih memiliki ciri-ciri umum masyarakat pedesaan. Namun demikian, sebagian kondisi sosial budaya juga telah terjadi proses transisi dari masyarakat yang berkarakter masyarakat pedesaan menjadi masyarakat dengan karakter masyarakat urban (perkotaan). Karakter masyarakat pedesaan di antaranya adalah tingkat konflik dan persaingan yang tinggi, kegiatan bekerja merupakan syarat penting untuk dapat bertahan hidup, masih kentalnya sistem tolong menolong dan jiwa gotong-royong serta masih berjalannya sistem musyawarah yang diteladani oleh tokoh-tokoh masyarakat. Sebaliknya, masyarakat perkotaan pada umumnya tidak lagi memiliki karakter masyarakat pedesaan sebagaimana yang dimaksud.
17
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Inovasi pertanian adalah suatu teknik atau inovasi yang dilakukan oleh para petani atau pengusaha dalam bidang pertanian untuk meningkatkan harga jual. Berdasarkan hasil wawancara petani yang telah dilakukan dan hasil perbandingan dengan kelompok lain, dapat diketahui bahwa rata-rata petani di daerah Jatinangor sudah mengaplikasikan inovasi pada kegiatan on farm nya, manajemen usaha taninya, dan juga pada produk hasil taninya.
Inovasi
tersebut, seperti dengan mengubah bentuk hasil panen menjadi keripik singkong, tepung mocav, dan lain-lain. Inovasi-inovasi pertanian ini dilakukan karena harga jual hasil panen beberapa komoditas pertanian yang terbilang cukup rendah, namun pemeliharaan tanaman budidaya tersebut yang membutuhkan pengeluaran yang cukup tinggi. Hasil kajian menunjukkan bahwa masyarakat nelayan masih memiliki karakter masyarakat pedesaan. Namun demikian, telah tampak pula adanya transisi sosial budaya dari masyarakat pedesaan menuju masyarakat urban. Menyikapi karakter sosial budaya masyarakat nelayan yang mencirikan suatu masyarakat pedesaan, maka diperlukan arahan kebijakan yang mampu menggerakkan kearifan tradisional masyarakat nelayan yang difasilitasi oleh pemerintah. Sebagai contoh adalah program pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berdasar pada konsep co-management. Masyarakat pedesaan pada dasarnya merupakan masyarakat yang sanggup bekerja keras,
18
namun untuk itu diperlukan pendampingan dalam perbaikan cara-cara bekerja agar hasil yang diperoleh secara ekonomis efisien. Konsep pembangunan ini juga tidak mengabaikan sistem masyarakat yang secara positif mampu mendukung keberhasilan program pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat.
4.2 Saran Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Kartasapoetra. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Jakarta : Rineka Cipta 1994. Mulyoutami. Inovasi Teknologi Pertanian.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 2013. Danim, S. 2003. Metode Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
20