DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................2 1.1.
Latar Belakang .......................................................................................................2
1.2.
Tujuan .....................................................................................................................3
1.3.
Ruang Lingkup .......................................................................................................3
1.4.
Sistematika Penulisan ............................................................................................ 3
BAB II.....................................................................................................................................5 KASUS DAN SISTEM YANG DIKAJI ................................................................................5 2.1.
Kasus .......................................................................................................................5
2.2.
Sistem yang Dikaji .................................................................................................5
BAB III ...................................................................................................................................9 TAHAPAN PERUMUSAN KEBIJAKAN ............................................................................9 BAB IV .................................................................................................................................39 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................. 39
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota pada dasarnya dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor manusia, faktor aktivitas manusia, serta faktor pergerakan manusia (Tamin, 2000). Ketiga faktor tersebut akan mendorong terjadinya perkembangan pada kebutuhan ruang yang ditunjukkan dengan adanya perubahan penggunaan lahan. Perkembangan pertumbuhan lahan tersebut akan disertai dengan semakin meningkatnya interaksi antar ruang kegiatan yang dapat tercermin pada peningkatan intensitas pergerakan penduduk (transportasi).
Seiring dengan peningkatan intensitas pergerakan dan perkembangan suatu kota tersebut, maka tuntutan akan penyediaan jaringan transportasi semakin meningkat pula, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Peningkatan jaringan transportasi tersebut (khususnya jalan) tentunya harus dapat mengimbangi peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang relatif lebih cepat. Apabila peningkatan jaringan transportasi tersebut lebih kecil (tidak sebanding) dengan peningkatan jumlah pergerakan kendaraan bermotor, maka akan menimbulkan masalah kemacetan lalu lintas.
Masalah kemacetan ini seringkali terjadi pada kawasan yang mempunyai intensitas kegiatan dan penggunaan lahan yang tinggi. Selain itu, kemacetan lalu lintas terjadi karena volume lalu lintas yang tinggi yang disebabkan oleh kombinasi dari lalu lintas menerus seperti lalu lintas regional dan lalu lintas lokal. Kemacetan tersebut seringkali merupakan hal biasa dan rutin terjadi, sehingga dapat mengakibatkan ketidakefisienan penggunaan sumberdaya, dan dapat mengganggu kegiatan di lingkungan yang bersangkutan, serta berdampak pada kegiatan sosial ekonomi manusia.
Jalan Ir. H. Djuanda yang terletak di Bandung merupakan jalan arteri sekunder yang menghubungkan bagian utara dan pusat kota Bandung. Lokasi jalan Ir. H. Djuanda ini sangat strategis sehingga banyak kegiatan yang sangat berkembang pada ruas ini. Banyak pengunjung baik dari dalam kota, maupun dari luar kota melakukan pergerakan pada ruas jalan ini, baik untuk berkegiatan di jalan Ir. H. Djuanda, maupun hanya lewat. Adapun 2
dengan kondisi yang demikian, intensitas pergerakan di jalan Ir. H. Djuanda ini menjadi semakin besar, baik dari kendaraan bermotor, maupun pejalan kaki, terutama pada saat hari libur dan weekend, sedangkan kondisi prasarana pergerakan yang disediakan relatif tidak bertambah sehingga menimbulkan kemacetan.
Untuk menanggulangi masalah kemacetan, terutama di perkotaan, diperlukan analisa mendalam dan intervensi terhadap situasi jalan Ir. H. Djuanda yang ada tersebut sehingga dapat dicari alternatif konkret yang dapat diimplikasikan untuk menanggulangi masalah kemacetan tersebut. 1.2. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan tugas besar ini yaitu : 1. Mampu memahami permasalahan transportasi dari kasus yang dikaji dari berbagai sudut pandang. 2. Mampu memahami langkah-langkah perumusan alternatif kebijakan/rekomendasi menangani suatu kasus transportasi. 3. Mampu mengkaji pelaksanaan sistem transportasi melalui data terukur, baik dari masa lalu, masa sekarang, dan dimasa yang akan datang. 4. Mampu
memberikan
alternatif/rekomendasi
suatu
masalah
yang
dapat
diimplementasikan dalam upaya menyelesaikan permasalahan transportasi yang terjadi.
1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penulisan tugas besar ini, yaitu : Kasus permasalahan transportasi yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu kecepatan kendaraan yang terjadi di jalan Ir. H. Djuanda. Dalam hal ini ruas yang akan diamati yaitu :
Ruas jalan antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara.
Waktu analisa untuk kasus ini adalah Weekend pukul 16.00 - 17.00.
1.4. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dari tugas besar ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup, serta sistematika penulisan. BAB II KASUS DAN SISTEM YANG DIKAJI
3
Berisi tentang kasus yang akan dikaji beserta dengan penjelasan dari system kasus yang dikaji. BAB III TAHAPAN PERUMUSAN KEBIJAKAN Berisi tentang tahapan-tahapan dalam merumuskan alternatif kebijakan. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan dan saran akan hasil analisis yang telah dilakukan.
4
BAB II KASUS DAN SISTEM YANG DIKAJI
2.1. Kasus Pada Ruas Jalan Ir. H. Djuanda, Bandung sering sekali terjadi kemacetan, terutama pada hari weekend dan hari libur. Pemerintah mencoba mengatasi masalah tersebut dengan memberikan kasus ini kepada konsultan untuk menganalisis masalah dan mencari solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam hal ini pemerintah berupaya untuk mengurangi tingkat kemacetan pada jalan Ir. H. Djuanda tersebut, terutama pada saat weekend dan hari libur. Dalam hal ini, ruas Jalan Ir. H. Djuanda tersebut dibagi menjadi beberapa ruas dan pemerintah membagi ruas tersebut kepada beberapa kelompok tim konsultan. Salah satunya adalah Jalan Ir. H. Djuanda pada ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela. Untuk ruas ini, karena dirasakan pemerintah dan masyarakat kecepatan kendaraannya sangat kecil karena macet, maka pemerintah ingin kecepatan kendaraan pada ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela adalah sekitar 30 km/jam pada jam kegiatan yaitu pada jam 16.00-17.00 dan ditargetkan tercapai pada tahun 2019. Dengan panjang ruas antara ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela sekitar 260 meter sehingga waktu tempuh adalah adalah sekitar 117 detik pada ruas tersebut. 2.2. Sistem yang Dikaji Untuk mengkaji permasalahan transportasi yang terjadi dibutuhkan pemahaman yang mendalam, agar rumusan solusi alternatif yang akan dihasilkan nantinya dapat diimplementasikan dengan baik. Dalam hal ini pemahaman yang diperlukan antara lain yaitu mengenai ruang lingkup yang akan dikaji dari segi ruang dan waktu, hal-hal yang mempengaruhi wilayah disekitar ruang lingkup kajian, serta sudut pandang analisis permasalahan yang akan dikaji. Adapun untuk memahami hal-hal tersebut perumus kebijakan mengetahui sistem transportasi pada ruang lingkup kajian, yaitu ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela. Hal ini dapat diilustrasikan pada Gambar 2.1 berikut.
5
Ruang Aktifitas
Potensi Pergerakan
Perangkat Transportasi
Performansi Pergerakan
Gambar 2.1 Interaksi dalam Sistem Pergerakan Dalam merumuskan kebijakan transportasi, perlu untuk diketahui performance indicator dari permasalahan. Adapun yang dimaksud dengan performance indicator ini adalah suatu kuantifikasi dari kondisi yang berlangsung. Kuantifikasi dari kondisi ini sangat diperlukan, agar semua stakeholder memiliki persepsi yang sama dan menjadi sangat objektif.
Dalam hal ini kasus antrian di ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela, terutama kecepatan kendaraan pada ruas tersebut merupakan performansi pergerakan (PI). Adapun performansi di ruas ini dipengaruhi oleh potensi pergerakan ruas tersebut, aktivitas (pusat perbelanjaan), serta ruang (ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela).
Jalan Ir. H. Djuanda merupakan jalan dua arah dengan jalan empat lajur terbagi (terdapat median). Kelengkapan jalan antara lain meliputi rambu lalu lintas, area penyeberangan (zebra cross), lampu jalan, dan lain-lain. Adapun fungsi Jalan Ir. H. Djuanda adalah sebagai jalan arteri sekunder.
Adapun tata guna lahan Jalan Ir. H. Djuanda ini adalah sebagai kawasan pertokoan dan factory outlet. 6
Jalan Ir. H. Djuanda ini terbagi menjadi beberapa ruas sebagai berikut:
Ruas jalan antara Jalan Siliwangi dengan Jalan Dayang Sumbi
Ruas jalan antara Jalan Dayang Sumbi dengan Jalan Teuku Umar
Ruas jalan antara Jalan Teuku Umar dengan Jalan Ganesha
Ruas jalan antara Jalan Ganesha dengan Jalan Hasanudin
Ruas jalan antara Jalan Hasanudin dengan Jalan Ranggamalela
Ruas jalan antara Jalan Ranggamalela dengan Jalan Sulanjana
Ruas jalan antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Sultan Tirtayasa
Ruas jalan antara Jalan Sultan Tirtayasa dengan Jalan Sultan Agung
Ruas jalan antara Jalan Sultan Agung dengan Jalan R.E. Martadinata
Adapun ruas yang dikaji dalam hal ini adalah ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela. Berikut adalah kondisi ruas antara Simpang Sulanjana dengan Simpang Ranggamalela arah ke utara.
Fungsi Jalan Arteri sekunder (kecepatan standar minimum 30 km/jam) Karakteristik jalan arteri sekunder antara lain perjalanan jarak sedang, kecepatan sedang, jumlah jalan dibatasi secara efisien.
Panjang jalan
: 260 meter
Lebar jalan rata-rata
: 7 meter
Lebar trotoar di kiri jalan
: + 1,55 meter
Lebar bahu jalan
: 1 meter
Sehingga lebar efektif jalan adalah sekitar 6 meter Kapasitas pada ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah ke utara (menurut perhitungan berdasarkan MKJI) adalah sekitar 2520 smp/jam. C = Co × FCW × FCSP × FCSF × FCCS Dengan: C
: Kapasitas (smp/jam)
Co
: Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW
: Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas
7
FCSP
: Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah (untuk jalan tak terbagi)
FCSF
: Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping
FCCS : Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota
Kecepatan arus bebas Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia, kecepatan arus bebas merupakan kecepatan kendaraan yang dapat dicapai apabila berjalan tanpa gangguan dan aman (hambatan samping relatif sangat rendah). Pada dasarnya, kecepatan arus bebas merupakan kecepatan rencaan dari suatu ruas jalan. Berdasarkan PP no 34 tahun 2006 tentang jalan, kecepatan rencana paling rendah yang seharusnya dimiliki oleh jalan arteri sekunder yaitu 30 km/jam. Volume dan komposisi kendaraan Kendaraan yang melintas antara lain sepeda motor, kendaraan ringan (light vehicle) seperti sedan, minibus, jip; serta kendaraan berat (heavy vehicle) seperti bus, truk; serta kendaraan tidak bermotor (unmotorized vehicle) seperti sepeda dan gerobak. Kendaraan yang mendominasi ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah ke utara ini adalah kendaraan ringan dan sepeda motor. Tata guna lahan Penggunaan lahan di ruas ini berupa pertokoan dan factory outlet.
8
BAB III TAHAPAN PERUMUSAN KEBIJAKAN
3.1. Model Pengerjaan dan Goals Dalam melakukan tahapan perumusan kebijakan terdapat dua model pengerjaan. Model pertama yaitu mengidentifikasi permasalahan terlebih dahulu, sedangkan model kedua yaitu penentuan tujuan yang ingin dicapai. Pada kasus kecepatan kendaraan di Jalan Ir. H. Djuanda, model pengerjaan yang akan digunakan yaitu model pengerjaan yang kedua, pengidentifikasian tujuan. Dengan demikian, tahapan perumusan ini dapat dimodelkan sebagai berikut : Objective •Goals → Kuantitatif
Identifikasi Masalah
•Lingkup ruang dan waktu •Stakeholder dan PI •Data yang dibutuhkan •Pembobotan •Pohon Masalah
Alternatif Kebijakan •Instrument dan Barrier
Prediksi Dampak •Prediksi dampak untuk masing - masing kombinasi alternatif untuk semua stakeholder (forecast)
Evaluasi •Penyamaan nilai dari setiap PI (1-10) → PI tunggal •Meranking alternatif berdasarkan prediksi dampak
Rekomendasi •Usulan alternatif yang direkomendasikan
Gambar 3.1 Model Tahapan Perumusan Kebijakan
9
Pada pengerjaan model ke dua ini, ditentukan terlebih dahulu objectives/goals yang ingin dicapai di masa depan secara kuantitatif, kemudian prediksi keadaan yang terjadi pada kondisi “do minimum/do nothing”, sehingga dapat dilihat gap yang terjadi antara goals antara kondisi yang ingin dicapai serta kondisi apabila tidak ada usaha perbaikan atau do nothing. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut.
Gambar 3.2 Gap yang Terjadi pada Do Nothing Setelah mendapatkan goals yang sudah terukur, maka tahap selanjutnya adalah identifikasi masalah. 3.2. Identifikasi Masalah Dalam mengidentifikasi permasalahan, dilakukan beberapa tahap sebagai berikut. 1. Mendefinisikan lingkup spasial (ruang) dan lingkup temporal (waktu) dari permasalahan 2. Menentukan pihak terkait atau stakeholder dari permasalahan tersebut, serta mengetahui PI dari masing-masing stakeholder 3. Menentukan pembobotan dari masing-masing PI beserta dengan tingkat prioritas (nilainya). Selanjutnya dilakukan perankingan untuk memfokuskan masalah apabila belum terdapat tujuan 4. Menjelaskan secara detail PI yang memiliki prioritas lebih tinggi tersebut menjadi pohon masalah yang berbasis matematika 5. Membuat pohon masalah yang sistematis dan berbasiskan matematis
3.2.1. Menentukan Lingkup Ruang dan Waktu Adapun yang dimaksud lingkup dalam hal ini adalah ruang (wilayah yang mempengaruhi dan dipengaruhi), serta waktu kajian dan waktu target yang hendak dicapai.
10
Gambar 3.3 Peta Ruas jalan antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah ke utara
Ruang yang dikaji :
Ruas
antara
Jalan
Sulanjana
dengan
Jalan
Ranggamalela arah ke utara Ruang yang mempengaruhi :
Ruas Jalan Ir. H. Djuanda
Ruas yang dipengaruhi :
Jalan Sultan Tirtayasa, Jalan Ir. H. Djuanda dan Jalan Ranggamalela.
Waktu yang ditinjau :
Weekend pukul 16.00 – 17.00
Target pencapaian goal :
2019
11
3.2.2. Menentukan Stakeholder dan PI Dalam hal ini, dikarenakan goals yang ingin dicapai sudah didefinisikan dan sudah terkuantitatif, maka fokus PI yang berkaitan dengan goals tersebut yaitu “Kecepatan kendaraan mencapai 30 km/jam
pada
ruas
antara Jalan Sulanjana dengan Jalan
Ranggamalela arah ke utara pada tahun 2019 pada pukul 16.00 – 17.00”
Adapun fokus PI yang didapatkan dari goals tersebut adalah kecepatan kendaraan pada ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah ke utara. Dikarenakan fokus PI sudah diketahui, maka penentuan PI berdasarkan stakeholder terkait akan dibahas pada tahap selanjutnya yaitu prediksi dampak untuk menganalisis prediksi dampak pada stakeholder yang terkait dengan kasus ini. 3.2.3. Data yang Dibutuhkan Berikut adalah data yang dibutuhkan :
Masa lalu (data kecepatan pada ruas jalan antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara).
Dalam hal ini, dilihat terlebih dahulu data pada masa lalu yang ada untuk mengetahui gap yang terjadi. Dalam hal ini, PI yang menjadi fokus pembahasan adalah kecepatan kendaraan.
Berikut adalah data pada tahun 2013 sampai 2016 untuk kecepatan kendaraan ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara: Tahun
Panjang Ruas
Kecepatan
(m)
(km/jam)
2013
20
2014
17
2015
260
2016
10
Goals
30 km/jam pada tahun 2019
8
Data ini menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian yang mencolok antara goal dengan data aktual pada tahun 2013 – 2016. 12
Sekarang (data masih belum ada tahun 2016, namun bisa didapatkan dengan survei)
Masa depan (forecast PI kecepatan kendaraan) Dari data kecepatan kendaraan tersebut, apabila tidak dilakukan perbaikan apapun (do nothing) pada ruas Jalan Ir. H. Djuanda tersebut, maka prediksi kecepatan kendaraan yang akan terjadi serta gap yang ditimbulkan mengikuti persamaan dari grafik sebagai berikut: 25 20
y = -5x + 10086 R² = 0.9494
15
Kecepatan (km/jam)
10
Linear (Kecepatan (km/jam)) Linear (Kecepatan (km/jam))
5 0 2013
2014
2015
Tahun
Gambar 3.4 Grafik kecepatan kendaraan ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara 2013 – 2016 Dari persamaan tersebut, maka dapat dicari prediksi untuk tahun 2017 – 2019 apabila do nothing menggunakan rumus: Y = −5X + 10086 Dengan : X = tahun, Y = kecepatan kendaraan
Dari perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, maka didapatkan prediksi dan gap sebagai berikut:
Tahun
2017
Panjang Ruas (m) 260
Kecepatan kendaraan (km/jam) 1
Gap yang terjadi (m) 29 13
2018
0
30
2019
0
30
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa target kecepatan kendaraan pada tahun 2019 memiliki gap dengan prediksi kecepatan kendaraan pada tahun 2019 pada kondisi do-nothing yaitu sebesar 0 km/jam.
Untuk meminimalkan gap yang terjadi dan untuk mencapai target, maka perlu dilakukan perbaikan “do-something” pada ruas jalan Ir. H. Djuanda tersebut. Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
3.2.4. Menentukan Bobot dari PI Pembobotan PI ini dimaksudkan untuk menentukan dan memfokuskan analisis ke PI yang paling buruk dan menentukan PI prioritas yang dapat digunakan sebagai acuan untuk langkah selanjutnya. Adapun bobot PI ini tergantung dari tingkat kepentingan PI tersebut terhadap masalah yang sedang dikaji dan tergantung asumsi awalnya. Semakin besar nilai bobotnya, maka semakin besar pula tingkat kepentingannya. Dalam hal ini, biasanya range nilai yang diambil adalah 1 sampai 10 dengan nilai 1 adalah sangat baik dan nilai 10 adalah sangat buruk (tergantung asumsi awal). Kemudian, dihitung nilai bobotnya (nilai x bobot). Sehingga dapat dilihat bahwa apabila nilai semakin besar, maka PI tersebut semakin buruk performansinya (tergantung asumsi awal).
Dalam kasus ini, dikarenakan goals-nya sudah ada (sudah terfokus) dan sudah dikuantifikasikan dalam bentuk PI, maka tidak perlu lagi dilakukan pembobotan untuk memfokuskan PI prioritas yang ingin dicari. 3.2.5. Membuat Pohon Masalah Setelah mendapatkan fokus PI dari suatu kasus, maka perlu dirincikan PI tersebut berdasarkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya secara sistematis dan matematis. Rincian faktor-faktor yang mempengaruhi PI tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk suatu pohon masalah. Adapun tujuan dari pembuatan pohon masalah ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi PI yang dikaji sehingga dapat dilihat
14
signifikansi pengaruh faktor tersebut terhadap PI yang ditinjau; serta apakan faktor tersebut dapat diintervensi atau tidak dengan barrier tertentu. Adapun pohon masalah dari PI kecepatan kendaraan ini adalah sebagai berikut:
15
Kecepatan
Kapasitas Arus Lalu Lintas Ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah ke utara (V1)
Arus masuk dari Jalan Ranggamalela ke V1 (V2)
A
Arus masuk dari ruas antara Jalan Ranggamalela dengan Jalan Ranggagading ke V1 (V3)
Arus masuk dari Jl. Ir. H. Djuanda arah selatan ke V3 (V6)
Kondisi Lalu Lintas
Sistem Perambuan
Lama Angkot Berhenti
Hambatan Samping
Jumlah penyeberang jalan
Kondisi Geometrik
Tipe Jalan
Kendaraan keluar masuk toko
Lebar Jalan
Kondisi Lingkungan
Jumlah Penduduk Kota Bandung
Pergerakan Orang dan Kendaraan
Tata Guna Lahan
Aktifitas Kegiatan Manusia
Pertokoan, Factory Outlet
Bangkitan Perjalanan
Gambar 3.5 Pohon masalah PI kecepatan kendaraan antara ruas Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela Arah Utara
16
A
Arus masuk dari Jalan Ranggamalela ke V2 (V4)
Arus masuk dari ruas antara Jalan Ranggamalela dengan Jalan Ranggagading belakang taman flexi ke V2 (V5)
Arus masuk dari Jalan Sulanjana arah ke timur ke V4 (V8)
Arus masuk dari Jalan Sulanjana arah ke barat ke V4 (V9)
Arus masuk dari Jalan Ranggagading arah barat ke V5 (V10)
Bangkitan Perjalanan
Bangkitan Perjalanan
Bangkitan Perjalanan
Arus masuk dari Jalan Ranggagading arah timur ke V5 (V11)
Arus masuk dari Jalan Ir. H. Djuanda arah selatan ke V11 (V7)
Arus masuk dari Jalan Ir. H. Djuanda arah utara ke V11 (V14)
Bangkitan Perjalanan
Bangkitan Perjalanan
Gambar 3.6 Pohon masalah PI kecepatan kendaraan antara ruas Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela Arah Utara (Lanjutan)
17
Gambar … Arus yang mempengaruhi Jalan Ir. H. Djuanda ruas jalan antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela 3.3. Alternatif Perencanaan/Kebijakan Dalam menentukan alternatif perencanaan/kebijakan, maka pilihlah alternatif yang paling sesuai, dapat diimplementasikan, dan memiliki dampak buruk yang paling kecil (berdasarkan prioritasnya). Adapun alternatif perencanaan/kebijakan dapat diseleksi lagi dengan melakukan intervensi dari masing-masing solusi yang didapatkan. Adapun langkah-langkah dalam merumuskan alternatif perencanaan/kebijakan adalah sebagai berikut:
18
a. Mengecek
faktor-faktor
dalam
pohon
masalah,
apakah
bisa
diintervensi (ya→instrumen; atau tidak→barrier/constraint) b. Identifikasi barrier yang lain c. Identifikasi pilihan yang ada untuk masing-masing instrument d. Menyaring pilihan dari masing-masing instrumen dengan menggunakan barrier yang lain dan signifikansi prioritas instrumen tersebut e. Merumuskan aternatif perencanaan (awal) tergantung dari instrumen dan pilihan instrument f. Menyaring alternatif awal dengan barrier g. Alternatif perencanaan h. Kombinasi alternatif perencanaan Dalam hal ini, instrumen tersebut dapat diintervensi dengan faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berada di dalam sistem itu sendiri, seperti tata guna lahan, aktivitas masyarakat, kondisi sosial ekonomi, dan lain sebagainya. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar sistem tersebut seperti pendanaan oleh pemerintah, peraturan pemerintah, dan lain sebagainya. 3.3.1. Menilai Faktor Apa Saja yang Dapat Diintervensi dari Pohon Masalah Dari pohon masalah yang sudah dibuat, maka ditentukan faktor-faktor yang dapat diintervensi tersebut (instrumen). Faktor-faktor yang dapat diintervensi tersebut dapat dilihat pada gambar sebelumnya. Dari faktor-faktor yang telah digambarkan pada pohon masalah tersebut, maka untuk penentuan faktor instrumen dapat dilihat pada tabel berikut ini: No. 1 2 3 4 5 6 7
Instrumen Sistem Perambuan Lama angkot berhenti Jumlah penyeberang jalan Kendaraan keluar masuk toko Tipe jalan Lebar jalan Jumlah penduduk kota Bandung 19
8 9 10
Aktifitas Kegiatan Manusia Tata Guna Lahan (Pertokoan, Factory Outlet) Arus Kendaraan Gambar 3.6 Faktor yang dapat Diintervensi
3.3.2. Menyaring Instrumen dengan Barrier Setelah kita menentukan instrumen (faktor yang bisa diintervensi), maka langkah selanjutnya adalah menentukan barrier yang ada pada masing-masing instrumen tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengeliminasi / memperkecil range atau variabilitas dari instrumen tersebut supaya didapatkan alternatif yang dapat diimplikasikan pada kasus ini. Dalam mengintervensi instrumen tersebut, perlu pemahaman kembali akan sistem dari kasus dan instrumen yang ditinjau. Kemudian, dilakukan seleksi pertama terhadap instrumen yang tidak mungkin dapat diintervensi, yaitu: Dapat Diintervensi
No.
Instrumen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sistem Perambuan Lama angkot berhenti Jumlah penyeberang jalan Kendaraan keluar masuk toko Tipe jalan Lebar jalan Jumlah penduduk kota Bandung Aktifitas Kegiatan Manusia Tata Guna Lahan (Pertokoan, Factory Outlet) Arus Kendaraan
Tidak Dapat Diintervensi v
v v v v v v v v v
Gambar 3.7 Instrumen dan Barrier
Setelah dilakukan seleksi secara sekilas (screening), maka cari faktor-faktor penghambat (barrier)
lainnya
untuk
masing-masing
instrumen
tersebut
untuk
memperkecil
range/mengeliminasi range tersebut. Berikut ini merupakan analisis mengenai instrumen, barrier, serta hasil analisisnya. 20
3.1.
Lama angkot berhenti
Adapun lahan di sekitar ruas Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah utara ini digunakan untuk pertokoan dan factory outlet. Cara mengintervensi : Dapat dilakukan dengan perubahan tata guna lahan di ruas jalan tersebut. Barrier Dikarenakan target kasus ini adalah tahun 2019, maka tidak mungkin mengubah tata guna lahan di ruas Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah utara ini, dikarenakan perubahan tata guna lahan sangat sulit dan memakan waktu yang relatif sangat lama. Hasil Berdasarkan barrier yang ada, maka perubahan tata guna lahan di ruas Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah utara tidak dianjurkan. 3.2.
Jumlah penyeberang jalan
Jumlah pejalan kaki pada ruas Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah utara, pertahunnya adalah sekitar 25 orang/15 menit dan akan mengalami pertumbuhan sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan demand. Cara mengintervensi: Adapun cara mengintervensinya bisa dengan range-nya adalah: -
Membangun jembatan penyeberangan Membangun satu jembatan penyeberangan memerlukan biaya sekitar 200 juta - 3M tergantung dengan panjang dan lebar jembatan penyeberangan tersebut.
-
Membuat marka penyeberangan Dapat dilakukan dengan menambah marka penyeberangan seperti zebra cross, lampu penyeberangan, dan lainnya. Dalam hal ini di simpang Sulanjana sudah ada zebra cross. Namun, pada titik dimana banyak pejalan kaki menyeberang yaitu pada simpang Sultan Tirtayasa belum terdapat zebra cross.
-
Membangun terowongan bawah tanah.
Barrier 21
Adapun barrier untuk hal di atas akan dibahas sebagai berikut : -
Membangun jembatan penyeberangan Adapun barrier untuk jembatan penyeberangan ini adalah biaya. Selain itu, jembatan penyeberangan ini sudah ada, sehingga jika membangun jembatan penyeberangan tambahan menjadi tidak efisien.
Adapun barrier yang lain adalah masih adanya penyeberang jalan yang tidak menyeberang melalui jembatan penyeberangan dikarenakan lebar jalur hanya sekitar 6 meter dan pembangunan jembatan penyeberangan untuk panjang hanya sekitar 7 meter dan arus jalan adalah satu arah tidak efektif dan efisien.
-
Membuat marka penyeberangan Dalam hal ini, biaya untuk membuat marka jalan relatif murah (tidak sampai 1 M). Namun perlu dilihat bahwa di daerah dekat Jalan Tirtayasa (titik yang paling banyak jumlah pejalan kaki menyeberang) belum ada marka jalan berupa zebra cross. Dengan panjang ruas jalan tersebut sekitar 260 meter, maka diperlukan zebra cross tambahan.
-
Membangun terowongan penyeberangan bawah tanah. Dalam hal ini, pembangunan terowongan bawah tanah memerlukan biaya yang sangat besar dan analisis mengenai kemungkinan pembangunan yang lama. Selain itu tidak efektif apabila hanya dibangun untuk menyeberang jalan selebar 6 meter.
Hasil Adapun hasil dari penyaringan instrumen di atas adalah: -
Membangun jembatan penyeberangan Dengan melihat barrier yang ada, maka pembuatan jembatan penyeberangan ini tidak dianjurkan (dieliminasi).
-
Membuat marka penyeberangan Dengan melihat barrier yang ada, maka membuat marka jalan ini dianjurkan.
-
Membangun terowongan penyeberangan
Dengan melihat barrier yang ada, maka pembangunan terowongan penyeberangan ini dianjurkan. 22
3.3.
Lebar jalan
Dalam hal ini lebar jalan aktual di ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah ke utara adalah 6 meter. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006, lebar perkerasan jalan yang seharusnya dimiliki oleh jalan arteri sekunder adalah 11 meter. Oleh karena itu, lebar jalan yang dimiliki oleh ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah utara ini masih berada di bawah standar. Cara intervensi Dalam hal ini, instrumen lebar jalan ini dapat diintervensi dengan cara melebarkan jalan di samping kiri jalan tersebut selebar 1-2 meter (range). Barrier: Biaya untuk melebarkan jalan di Provinsi Bandung untuk pelebaran sekitar 1 meter di kiri jalan adalah sekitar 30 Milyar per km nya.
Selain itu pelebaran jalan membutuhkan waktu pengerjaan dan pemindahan daerah di samping jalan tersebut (sekitar 3 tahun atau lebih, terutama untuk pembebasan jalan).
Hasil Oleh karena barrier tersebut sangat besar dan tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka instrumen pelebaran jalan untuk calon alternatif ini tidak dianjurkan (dieliminasi).
3.4.Tata Guna Lahan Adapun lahan di sekitar ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah ke utara ini digunakan untuk pertokoan, factory outlet dan lain- lain.
Cara mengintervensi Dapat dilakukan dengan perubahan tata guna lahan di ruas jalan tersebut.
Barrier Dikarenakan target kasus ini adalah tahun 2019, maka tidak mungkin mengubah tata guna lahan di ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah ke utara ini,
23
dikarenakan perubahan tata guna lahan sangat sulit dan memakan waktu yang relatif sangat lama. Hasil Berdasarkan barrier yang ada, maka perubahan tata guna lahan di ruas antara Jalan Sulanjana dengan Jalan Ranggamalela arah ke utara tidak dianjurkan. 3.5.
Arus Kendaraan
Cara mengintervensi
Membatasi jumlah mobil masuk ke ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara.
Membatasi jumlah motor yang masuk ke ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara.
Melarang jumlah kendaraan berat masuk ke ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara.
Melarang jumlah angkot masuk ke ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara.
Barrier
Membatasi jumlah mobil masuk ke ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara sulit karena jalan tersebut merupakan arteri sekunder.
Membatasi jumlah motor yang masuk ke ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara bisa dilakukan dengan cara memberlakukan sistem plat nomor ganjil genap.
Melarang jumlah kendaraan berat masuk ke ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara bisa dilakukan pada jam sibuk.
Melarang jumlah angkot masuk ke ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela arah ke utara sulit dilakukan karena angkot dibutuhkan.
Hasil
Membatasi jumlah mobil masuk ke ruas tersebut tidak dianjurkan.
Membatasi jumlah motor masuk ke ruas tersebut dianjurkan.
Melarang jumlah kendaraan berat masuk ke ruas tersebut dianjurkan.
Melarang jumlah angkot masuk ke ruas tersebut tidak dianjurkan. 24
Dari hasil seleksi dengan menggunakan barrier seperti yang telah dijelaskan di atas, maka berikut tabel hasil seleksi instrumen dan alternatif tersebut dengan barrier. Instrumen
Alternatif
1
Lama angkot berhenti
Membangun Halte Pemberhentian untuk angkot
v
2
Jumlah penyeberang jalan
Jembatan Penyeberangan Jalan
v
Marka Penyeberangan
3 4 5
Lebar jalan Tata Guna Lahan (Pertokoan, Factory Outlet) Arus Kendaraan
Mungkin
Tidak Mungkin
No.
v
Terowongan Bawah Tanah Melebarkan Jalan
Eksternal Barrier Sudah ada (belum digunakan dengan semestinya) Sudah ada (belum digunakan dengan semestinya) Sudah ada (jumlah lokasi penempatan marka kurang)
v
Biaya
v
Biaya, Lahan
Perubahan Tata Guna Lahan
v
Waktu, Biaya pengalokasian
Membatasi mobil masuk ke ruas
v
Membatasi motor masuk ke ruas Melarang kendaraan berat masuk ke ruas Melarang angkot masuk ke ruas
v
v
Jalan arteri, sulit Jalan arteri, Sistem plat nomor ganjil genap Jalan arteri
v
Jalan arteri, sulit
Gambar 3.8 Hasil Intervensi Instrumen dengan Barrier 3.3.3. Alternatif dan Kombinasi Alternatif Dari intervensi instrumen yang telah dieliminasi berdasarkan barrier yang ada tersebut, maka didapatkan beberapa alternatif yang masih bertahan; yaitu sebagai berikut: No.
Instrumen
Alternatif 25
1 2 3
Marka Penyeberangan Membatasi motor masuk ke ruas Melarang kendaraan berat masuk ke ruas
Jumlah penyeberang jalan Arus kendaraan Arus kendaraan
Gambar 3.9 Instrumen dan alternatif hasil dari eliminasi Barrier Dari instrumen di atas, maka dapat dibuat kombinasi dari alternatif-alternatif tersebut. Berikut ini merupakan kombinasi dari alternatif yang didapatkan.
No. Alternatif
Marka Penyeberangan
Alternatif Do-Nothing Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4 Alternatif 5 Alternatif 6 Alternatif 7
Membatasi motor masuk ke ruas
Melarang kendaraan berat masuk ke ruas
v v v v v v
v v v
v v v
Gambar 3.10 Kombinasi alternatif Dari setiap kombinasi alternatif yang telah dihasilkan, maka langkah selanjutnya adalah prediksi dampak masing-masing stakeholder terkait.
3.4. Prediksi Dampak (Forecast) Setelah mendapatkan kombinasi-kombinasi dari alternatif - alternatif yang sudah ditentukan, maka langkah selanjunya adalah memprediksi dampak yang terjadi apabila melakukan kombinasi dari alternatif tersebut. Adapun prediksi dampak ini dianalisis untuk mengetahui dampak yang terjadi dari setiap kombinasi alternatif tersebut kepada semua stakeholder dan semua konsen PI dari stakeholder tersebut, supaya kita dapat mengetahui bagaimana dampak alternatif tersebut, apakah merugikan ataupun menguntungkan bagi PI dari stakeholder yang ditinjau. Dalam hal ini, saya meninjau ada 3 stakeholder terkait dalam kasus kemacetan ini:
User (pemakai jalan) : kecepatan, angka kecelakaan, biaya BBM, BOK tidak tetap dan VCR. 26
Masyarakat : Polusi Udara dan tingkat kebisingan.
Pejalan Kaki : Waktu tunggu dan Angka Kecelakaan.
Adapun dalam hal ini didapatkan prediksi dampak sebagai berikut untuk tahun 2019.
Gambar 3.11 Prediksi Dampak dari Berbagai Kombinasi Alternatif 3.5. Evaluasi Adapun evaluasi ini untuk membantu mengambil keputusan/rekomendasi. Untuk mengevaluasi alternatif yang telah dirumuskan, maka perlu di urutkan alternatif tersebut (ranking) dari yang paling baik sampai yang paling buruk. Dikarenakan nilai prediksi PI yang didapatkan berbeda-beda sesuai dengan acuan PI tersebut, maka penilaian PI tersebut perlu disamakan antara yang terbaik dan terburuk. Dalam hal ini diambil nilai 1-10, dengan nilai 1 adalah yang terburuk, dan nilai 10 adalah yang terbaik. Apabila ada PI yang lebih diprioritaskan, maka dibuat bobotnya dan hasil PI tersebut dikalikan dengan bobotnya. Dalam hal ini saya mengambil bobot tertinggi adalah pada kecepatan kendaraan yaitu sebesar 1,7. Dalam hal ini saya mengambil asumsi nilai 1 adalah terburuk (nilai minimum/maksimum dari data), serta nilai 10 adalah terbaik (nilai maksimum/minimum dari data) tergantung dari data apakah nilai maksimum adalah kondisi terburuk atau terbaik. Di sini saya mengasumsikan permodelan tersebut adalah linear. Walaupun sebenarnya dalam memodelkan sesuatu banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan diukur, namun hal tersebut memerlukan ilmu yang lebih dalam dan berbagai keahlian ilmu. Sehingga dalam tugas ini saya mencoba menyederhanakannya dalam bentuk persamaan linear.
27
Pembobotan Pembobotan ini dilakukan untuk memberikan nilai prioritas pada PI tersebut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini, karena yang dikaji adalah kasus kemacetan, maka saya memberikan bobot tertinggi pada hal yang paling berpengaruh pada kemacetan ini. Adapun pembobotan yang saya berikan adalah sebagai berikut: -
Kecepatan
: Bobot 1,7
-
Angka kecelakaan
: Bobot 1,0
-
Biaya BBM
: Bobot 1,3
-
BOK tidak tetap
: Bobot 1,3
-
VCR
: Bobot 1,5
-
Emisi udara
: Bobot 1,2
-
Tingkat kebisingan
: Bobot 1,2
-
Waktu tunggu menyeberang
: Bobot 1,5
-
Angka Kecelakaan
: Bobot 1,0
Adapun hasil dari penyamaan nilai PI tersebut (berdasarkan persamaan pada grafik di atas) dan pembobotannya dapat dilihat pada tabel berikut :
28
Nilai (1-10) Alternatif
No
Kecepatan
Alternatif Alternatif Alternatif Alternatif
Do Nothing 1 2 3
(km/jam) 8 20 15 23
User (pemakai jalan) Nilai (1-10)
Nilai (1-10)
Kecepatan
Bobot (1,7)
(km/jam) 10 2.8 5.8 1
17 4.76 9.86 1.7
Angka Kecelakaan
(kejadian/tahun) 6 5 4 4
Angka Kecelakaan
Bobot (1,0)
(kejadian/tahun) 10 5.5 1 1
10 5.5 1 1
Biaya BBM
(Rp/km) 213 187 170 168
Biaya BBM
Bobot (1,3)
(Rp/km) 1 6.2 9.6 10
1.3 8.06 12.48 13
Masyarakat
(gr/km/detik) 60 53 48 45
(Rp/km) 279 277 265 263
(Rp/km) 1 1.13 8.875 10
1.3 1.4625 11.5375 13
Nilai (1-10) VCR
0.83 0.76 0.72 0.72
VCR
Bobot (1,5)
1 7 10 10
1.5 10.5 15 15
Pejalan Kaki
Nilai (1-10) Polusi Udara
Nilai (1-10) BOK tidak tetap (oli, suku BOK tidak tetap (oli, cadang, upah, suku cadang, upah, Bobot (1,3) ban) ban)
Nilai (1-10)
Polusi Udara
Bobot (1,5)
tingkat kebisingan
(gr/km/detik) 1 5.2 8.2 10
1.5 7.8 12.3 15
dB 55 48 43 40
tingkat kebisingan dB 1 5.2 8.2 10
Nilai (1-10) Waktu tunggu Waktu tunggu Bobot (1,5) menyeberang menyeberang
1.5 7.8 12.3 15
(detik) 13 8 7 5
(detik) 1 6.63 7.75 10
Nilai (1-10) Bobot (1,5)
1.5 9.9375 11.625 15
Angka Kecelakaan
(kejadian/tahun) 2 1 1 1
Angka Kecelakaan
Bobot (1,0)
(kejadian/tahun) 1 10 10 10
1 10 10 10
Total
36.6 65.82 96.1025 98.7
Gambar 3.12 Evaluasi Dampak untuk masing – masing Stakeholder
29
3.6. Rekomendasi Dari hasil di atas, maka diambil rekomendasi alternatif yang memiliki dampak yang paling bagus dan paling tidak merugikan, yaitu alternatif 3. Adapun alternatif 3 ini adalah membuat marka penyeberangan dan larangan kendaraan berat pada ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela.
3.7.
Analisis Akhir
Dalam hal ini target tahun 2019 untuk menambah kecepatan kendaraan sampai pada 30 km/jam belum tercapai. Bahkan, dengan alternatif terbaik pun, kecepatan kendaraan yang dapat dicapai hanya sekitar 23 km/jam (dibandingkan prediksi do nothing sebesar 8 km/jam). Hal ini dapat dikarenakan membutuhkan biaya, serta dikarenakan kasus ini langsung mengacu pada goal dan bukan bedasarkan kondisi lapangan dan kemungkinan yang ada.
38
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang didapatkan dari hasil analisis mengenai kemacetan di ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela adalah: a. Permodelan yang digunakan adalah model 2, yaitu penentuan goal terlebih dahulu. b. Target pencapaian goal adalah : kecepatan kendaraan pada ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela adalah sekitar 30 km/jam tahun 2019 pada jam kegiatan yaitu pada jam 16.00-17.00. c. Didapatkan 2 Alternatif dan 4 kombinasi alternatif (termasuk alternatif do nothing) pada kasus ini setelah dilakukan penyaringan alternatif dengan barrier. d. Alternatif
yang direkomendasikan adalah
alternatif
2
yaitu membuat marka
penyeberangan jalan dan larangan kendaraan berat pada ruas antara Jalan Sulanjana dan Jalan Ranggamalela. e. Target yang telah ditetapkan sebelumnya tidak tercapai. Hal ini dapat dikarenakan faktor waktu, maupun biaya. Serta dapat dikarenakan kasus ini langsung mengacu pada goal dan bukan berdasarkan kondisi lapangan dan kemungkinan yang ada.
4.2. Saran Adapun saran untuk kasus ini adalah:
Sebaiknya, dalam mencari alternatif dan target memperhitungkan kondisi yang ada dengan standar dan kemungkinan yang mungkin muncul, tidak dengan langsung menargetkan kasus ini selesai tanpa ada analisa terlebih dahulu.
39