BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaraan patofisiologi utamanya.Bronkitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkial membentuk satu kesatuan yang disebut Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).(Sylvia Anderson Price, 2005) Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. Gangguan yang penting adalah bronkitis obstruktif, efisema, dan asma bronkial. (Muttaqin, 2008) B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan 1. Anatomi sistem pernafasan a) Hidung Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Di dalamnya terdapat bulubulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. b) Faring Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus). c) Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring. d) Trakea Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. e) Bronkus Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli. Bronkus pulmonaris,trakea terbelah menjadi dua bronkus utama : bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru,bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan beranting lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai diinding fibrosa berotot yang mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus terminalis masuk kedalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya : lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam dindingnya dijumpai kantong-kantong udara itu . kantong udara atau alveoli itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih, dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun
terjadi.Pembuluh darah dalam paru-paru. Arteri pulmonaris membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventikel kanan jantung ke paru-paru; cabang cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang-cabang lagi sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah belah dan membentuk jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara. f) Paru-paru Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landau rongga thoraks,diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk paru paru, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan jantung.Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan paru paru elastis,berpori, dan seperti spons. 2. Fisiologi pernafasan Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat dengan darah didalam kapiler pulmonaris.Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli kapiler,yang memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Dan meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen. Di dalam paru-paru,karbondioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna : 1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.
2. Arus darah melalui paru-paru. 3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat mencapai semua bagian tubuh. 4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih mudah berdifusi daripada oksigen. Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2. 16 Pernafasan jaringan atau pernafasan interna,darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi, yaitu karbondioksida.Perubahan-perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan eksterna dan pernafasan interna atau pernafasan jaringan. Udara yang
dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk pemanasan udara yang dikeluarkan). Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10-nya atau 500 ml adalah udara pasang surut (tidal air ), yaitu yang dihirup masuk dan diembuskan keluar pada pernafasan biasa dengan tenang.Kapasitas vital,volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas paru paru. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan ,3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru), dan kelemahan otot pernafasan. 17 C. Etiologi Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah : 1. Kebiasaan merokok 2. Polusi udara 3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja 4. Riwayat infeksi saluran nafas
5. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi untuk berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini. (mansjoer, 2001) D. Patofisiologi Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm menjadi lebih sempit. Berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi karena metaplasia sel goblet. Saluran nafas besar juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. (Mansjoer, 2001) Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu: inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara 18 kontinu berkurang mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis
respirastorius individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari paru. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. (Mansjoer, 2001) (Diane C. Baughman, 2000) E. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah : 1. Batuk 2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen 3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas (mansjoer, 2001) F. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan medis penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah: a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas. b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-40% kasus. 19 c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien
dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L). d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat. e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi jalan nafas. (Davey, 2002) 2. Penatalaksanaan keperawatan Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah: a. Mempertahankan patensi jalan nafas b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas c. Meningkatkan masukan nutrisi d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan (Doenges, 2000) G. Komplikasi Komplikasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah: 1. Bronkhitis akut 2. Pneumonia 3. Emboli pulmo 4. Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk PPOK stabil (Lawrence M. Tierney, 2002)
20 H. Pengkajian Fokus 1. Identitas Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit. 2. Keluhan utama Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Bronkhitis biasanya mengeluh adanya sesak nafas. 3. Riwayat penyakit sekarang Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami pasien dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit. 4. Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami Bronkhitis atau penyakit menular yang lain. 5. Riwayat penyakit keluarga Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada yang pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang ada di dalam keluarga. 6. Pola fungi kesehatan Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan menurut Gordon :
a. Persepsi terhadap kesehatan Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan. 21 b. Pola aktivitas dan latihan Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Bronkhitis mengalami keletihan, dan kelemahan dalam melakukan aktivitas gangguan karena adanya dispnea yang dialami. c. Pola istirahat dan tidur Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya adalah gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi fowler. Sedangkan pada pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahat karena untuk mengurangi adanya sesak yang disebabkan oleh aktivitas yang berlebih. d. Pola nutrisi-metabolik Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah pada pasien dengan Bronkhitis akan mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuh yang berakibat adanya penurunan BB dan penurunan massa otot. e. Pola eliminasi Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada kebiasaan BAB dan BAK.
f. Pola hubungan dengan orang lain Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akan mempengaruhi hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal. 22 g. Pola persepsi dan konsep diri Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif untuk mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi (Body Image, identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri). h. Pola reproduksi dan seksual Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan mengalami perubahan. i. Pola mekanisme koping Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif. j. Pola nilai dan kepercayaan Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu kebiasaan ibadahnya. k. Pemeriksaan Fisik 1) paru-paru : adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi
ronchi, atau bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisa didapatkan komplikasi yaitu adanya pneumonia. 2) kardiovaskuler : TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat, akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi, kadang terjadi anemia, nyeri dada. 23 3) neuromuskular : perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis ke apatis,somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS, adanya kelemahan anggota badan dan terganggunya aktivitas. 4) perkemihan : pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguan eliminasi seperti retensi urine ataupun inkontinensia urine. 5) pencernaan Inspeksi :kaji adanya mual,muntah,kembung,adanya distensi abdomen dan nyeri abdomen,diare atau konstipasi. Auskultasi : kaji adanya peningkatan bunyi usus. Perkusi :kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya kembung. Palpasi :adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi adanya infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekan pada abdomen. 6) Bone : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise, adanya
sianosis. Integumen turgor kulit menurun, kulit kering. 24 I. Patways Keperawatan Asap rokok,polusi udara, riwayat infeksi saluran pernafasan gangguan pembersihan paru peradangan bronkus kelenjar mensekresi lendir dan sel goblet meningkat produksi sekret berlebihan batuk tidak efektif sekret tidak bisa keluar terjadi akumulasi secret berlebihan obstruksi jalan nafas batuk, sesak nafas pertukaran gas O2 dan CO2 nafas pendek tidak adekuat mual,muntah suplay oksigen dalam jaringan kurang anoreksia kelemahan intake tidak adekuat
(sylviaAnderson Price, 2005) Bersihan jalan nafas tidak efektif Intoleransi aktivitas Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Gangguan pertukaran gas Polanafastidak efektif 25 I. Fokus Intervensi dan Rasional 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan bronkospasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan (Doenges, 2000). Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret Intervensi: a. Mandiri 1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya mengi, krekles, ronki. Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misalnya penyebaran, krekels basah (bronkitis), bunyi
nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi nafas (asma berat). 2) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi. Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. 3) Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan “lapar udara” gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu. 26 Rasional: Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi, reaksi alergi. 4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. Rasional: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distress berat dan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada. 5) Pertahankan polusi lingkungan minimum, misalnya debu, asap dan
bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu. Rasional: Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut. 6) Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. 7) Observasi karakteristik batuk, misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk. Rasional: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada. 27 8) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan, sebagai pengganti makanan. Rasional: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma. b. Kolaborasi 1) Berikan obat sesuai indikasi a) Bronkodilator, misalnya β-agonis: epinefrin (Adrenalin,
Vaponefrin), albuterol (Proventil, Ventolin), terbutalin (Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer). Rasional: Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. b) Xantin, misalnya aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bronkodyl, Theo-Dur). Rasional: Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot/kegagalan pernafasan dengan meningkatkan kontraktilitas diafragma. Meskipun teofilin telah dipilih untuk terapi, penggunaan teofilin mungkin sedikit atau tidak menguntungkan pada program obat β-agonis adekuat. Namun, ini dapat mempertahankan bronkodilatasi sesuai penurunan efek dosis 28 antar β-agonis. Penelitian saat ini menunjukkan teofilin menggunakan korelasi dengan penurunan frekuensi perawatan di rumah sakit. c) Kromolin (Intal), flunisolida (Aerobid). Rasional: Menurunkan inflamasi jalan nafas lokal dan edema dengan menghambat efek histamin dan mediator lain.
d) Steroid oral, IV, dan inhalasi, metilprednisolon (Medrol), deksametason (Decadral), antihistamin misalnya beklometason (Vanceril, Beclonent), triamsinolon (Azmacort) Rasional: Kortikostiroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran histamin, menurunkan berat dan frekuensi spasme jalan nafas, inflamasi pernafasan, dan dispnea. e) Antimikrobial Rasional: Banyak antimikrobial dapat diindikasikan untuk mengontrol infeksi pernafasan/pneumonia. (1)Analgesik, penekan batuk/antitusif misalnya kodein, produk dextrometorfan (Benylin DM, Comtrex, Novahistine) Rasional: Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan memungkinkan pasien untuk istirahat. (2)Berikan humidifikasi tambahan, misalnya nebulizer ultranik, humidifier aerosol ruangan. Rasional: Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu 29 menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus. (3)Bantu pengobatan pernafasan, misalnya IPPB, fisioterapi dada
Rasional: Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru. (4)Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada Rasional: Membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses penyakit dan komplikasi. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan kerusakan alveoli (Doenges, 2000) Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan. Kriteria hasil : Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi. Intervensi: a. Mandiri 1) Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/atau kronisnya proses penyakit. 30 2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi
yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu. Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan kerja nafas. 3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. 4) Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan Rasional: Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif. 5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan Rasional: Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya sekret. Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung. 6) Palpasi fremitus Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan
atau udara terjebak. 31 7) Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan Rasional: Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia. 8) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu Rasional: Selama distress pernafasan berat/akut/refraktori pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat. 9) Awasi tanda vital dan irama jantung Rasional: Takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung. b. Kolaborasi 1) Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri
Rasional: PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis, emfisema) dan PaO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. 32 2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien Rasional: Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia 3) Berikan penekan SSP (misalnya antiansietas, sedatif, atau narkotik) dengan hati-hati Rasional: Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas. 4) Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik, dan pindahkan ke UPI sesuai intruksi untuk pasien Rasional: Terjadinya atau kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah (Doenges, 2000) Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat. Kriteria hasil: Pasien akan menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup
untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat. Intervensi: a. Mandiri 1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evalusi berat badan dan ukuran tubuh 33 Rasional: Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat, pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat malnutrisi. Orang yang mengalami emfisema sering kurus dengan perototan kurang. 2) Auskultasi bunyi usus Rasional: Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan mortilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia. 3) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tissue Rasional: Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah
utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas. 4) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering. Rasional: Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total. 5) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat 34 Rasional: Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea. 6) Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin Rasional: Suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk. 7) Timbang berat badan sesuai indikasi Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. b. Kolaborasi 1) Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah cerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan
oral/selang, nutrisi parenteral. Rasional: Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi. 2) Kaji pemeriksaan laboratorium, misalnya albumin serum, transferin, profil asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin atau mineral/elektrolit sesuai indikasi Rasional: Mengevaluasi atau mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi. 3) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi 35 Rasional: Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan masukan. 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Doenges, 2000) Tujuan : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas Kriteria hasil : Pasien dapat menunjukkan tidak adanya dispnea dan tanda vital dalam rentang normal Intervensi : a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan pasien beraktivitas. b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung Rasional :mengurangi rasa sesak. c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan Rasional :istirahat mengurangi rasa sesak. d. Bantu pasien memilih aktivitas Rasional : mengurangi rasa sesak. e. Bantu aktivitas diri yang diperlukan Rasional :mengurangi rasa sesak. 5. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan suplay oksigen dalam jaringan kurang ditandai dengan sianosis , konjungtiva anemis. Tujuan : pola napas kembali efektif Kriteria hasil :Pola napas efektif, bunyi napas normal kembali dan batuk berkurang 36 Intervensi a. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas b. Auskultasi bunyi napas Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
c. Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan d. Kolaborasi pemberian okigen Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas Daftar pustaka http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-diansusant-6689-2-babii.pdf