Tugas Ars Berkelanjutan.docx

  • Uploaded by: Ekhaa Kurnia
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Ars Berkelanjutan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,428
  • Pages: 26
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas materi mengenai “Arsitektur Berkelanjutan”. Terdapat 3 isu utama yang kami bahas yakni isu lingkungan, ekonomi dan social. Ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya laporan ini baik secara langsung maupun tidak langsung, secara khusus kepada Bapak Debri A. Amabi, ST., MT, selaku dosen pembimbing . Kami juga menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mohon kritik dan saran dari dari semua pihak agar tercapainya kesempurnaan. Akhir kata,harapan kami laporan ini bermanfaat bagi semua pihak. Dan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan rahmat dan berkahnya kepada kita semua.

Kupang, 01 maret 2019

Penulis

1

Arsitektur Berkelanjutan

Daftar isi Kata pengantar ………………………………………………………………………………… Daftar isi ……………………………………………………………………………………… .... Bab I pendahuluan …………………………………………………………………………… ... 1.1.

Latar belakang …………………………………………………………………...

1.2.

Rumusan Masalah ……………………………………………………………....

1.3.

Tujuan ……………………………………………………………………………

Bab II Pembahasan……………………………………………………………………………. 2.1.

Pengertian Arsitektur Berkelanjutan ……………………………………………

2.2.

Ciri-ciri Arsitektur Berkelanjutan ………………………………………………..

2.3.

Isu- isu terkait Arsitektur Berkelanjutan ........................................................

BAB II Studi Kasus.......................................................................................................... Bab III Penutup ............................................................................................................... 3.1

2

Kesimpulan ..................................................................................................

Arsitektur Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Arsitektur berkelanjutan merupakan konsekuensi dari komitmen Internasional tentang pembangunan berkelanjutan karena arsitektur berkaitan erat dan fokus perhatiannya kepada faktor manusia dengan menitikberatkan pada pilar utama konsep pembangunan berkelanjutan yaitu aspek lingkungan binaan dengan pengembangan lingkungannya, di samping pilar pembangunan ekonomi dan sosial. Berbagai konsep dalam arsitektur yang mendukung arsitektur berkelanjutan, antara lain dalam efisiensi penggunaan energi, efisiensi penggunaan lahan, efisisensi penggunaan material, penggunaan teknologi dan material baru, dan manajemen limbah. Perlunya lebih banyak promosi bagi arsitektur berkelanjutan adalah sebuah keharusan, mengingat kondisi bumi yang semakin menurun dengan adanya degradasi kualitas atmosfer bumi yang memberi dampak pada pemanasan global. Semakin banyak arsitek dan konsultan arsitektur yang menggunakan prinsip desain yang berkelanjutan, semakin banyak pula bangunan

yang

tanggap

lingkungan

dan

meminimalkan

dampak

lingkungan

akibat

pembangunan. Dorongan untuk lebih banyak menggunakan prinsip arsitektur berkelanjutan antara lain dengan mendorong pula pihak-pihak lain untuk berkaitan dengan pembangunan seperti developer, pemerintah dan lain-lain. Mereka juga perlu untuk didorong lebih perhatian kepada keberlanjutan dalam pembangunan ini dengan tidak hanya mengeksploitasi lahan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa kontribusi bagi lingkungan atau memperhatikan dampak lingkungan yang dapat terjadi. Sebagai proses perubahan, pembangunan berkelanjutan harus dapat menggunakan sumber daya alam, investasi, pengembangan teknologi, serta mampu meningkatkan pencapaian kebutuhan dan aspirasi manusia. Dengan demikian, arsitektur berkelanjutan diarahkan sebagai produk sekaligus proses berarsitektur yang erat mempengaruhi kualitas lingkungan binaan yang bersinergi dengan faktor ekonomi dan sosial, sehingga menghasilkan karya manusia yang mampu meneladani generasi berarsitektur di masa mendatang. Terdapat 3 hal penting yang diperhatikan dalam arsitektur berkelanjutan yakni lingkungan, social dan ekonomi. Menurut Salim : 2003, pembangunan berkelanjutan harus diarahkan pada pemberantasan kemiskinan (sasaran ekonomi), perimbangan: ekuitisosial yang adil (sasaran sosial) dan kualitas tinggi, kehidupan lingkungan hidup (sasaran lingkungan). Untuk ini secara sadar diusahakan investasi dalam modal : ekonomi (finansial, modal mesin,

3

Arsitektur Berkelanjutan

dll), modal sosial (investasi pendidikan, kesehatan dan keakraban sosial) dan modal lingkungan (investasi-sumber daya alam diperbaharui dan daur-ulang serta substitusi sumber daya alam yang tak terbaharui). Menurut Marlina : 2009 mengatakan pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Berdasarkan hal-hal tersebut maka kami akan membahas isu-isu yang berkaitan dengan ketiga kebijakan, guna memberikan masukan agar terlaksana lingkungan yang berkelanjutan, keadilan social dan ekonomi sejahtera.

1.2.

Rumusan Masalah

1. Apa itu arsitektur berkelanjutan? 2. Bagaimana konsep dasar arsitektur berkelanjutan ? 3. Apa saja yang menjadi isu lingkungan, social dan ekonomi.

1.3.

Tujuan 1. Untuk mengetahui apa itu arsitektur berkelanjutan. 2. Mengetahui konsep dasar dalam arsitektur berkelanjutan. 3. Untuk mengetahui isu-isu lingkungan, social, ekonomi.

4

Arsitektur Berkelanjutan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Arsitektur Berkelanjutan Definisi

Arsitektur

Berkelanjutan

Sustainable

architecture

atau

dalam

bahasa

Indonesianya adalah arsitektur berkelanjutan, adalah sebuah konsep terapan dalam bidang arsitektur untuk mendukung konsep berkelanjutan, yaitu konsep mempertahankan sumber daya alam agar bertahan lebih lama, yang dikaitkan dengan umur potensi vital sumber daya alam dan lingkungan ekologis manusia, seperti sistem iklim planet, sistem pertanian, industri, kehutanan, dan tentu saja arsitektur (Wikipedia, 2014). Secara sederhana, sustainable architecture atau arsitektur berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai desain Arsitektur yang berwawasan lingkungan. Tentu saja pendekatan ini terkait dengan pendekatan Sustainable Development atau Pembangunan Berkelanjutan yang diungkapkan dalam Report of the World Commission on Environment and Development tahun 1987. Konsep Sustainable Development dapat didefinisikan secara sederhana, yakni pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya di masa mendatang (Prayoga, 2013). Sehingga dengan demikian, maka desain berkelanjutan (sustainable design) merupakan desain yang mampu untuk mengatasi kondisi-kondisi yang terjadi dewasa ini terkait dengan krisis lingkungan global, pertumbuhan pesat kegiatan ekonomi dan populasi manusia, depresi sumber daya alam, kerusakan ekosistem dan hilangnya keanekaragaman hayati manusia. Desain berkelanjutan (sustainable design) berusaha mengurangi dampak negatif pada lingkungan, kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan, sehingga meningkatkan kinerja bangunan. Pada dasarnya pelaksanaan desain berkelanjutan (sustainable design) ini dapat diaplikasikan bentuk (Prayoga, 2013): a.

Mikrokosmos, yang diwujudkan dalam bentuk benda untuk penggunaan sehari-hari.

b.

Makrokosmos, yang diwujudkan dalam bentuk bangunan, kota dan fisik permukaan bumi. Bentuk inilah yang dapat diterapkan dibidang arsitektur, arsitektur lansekap, desain urban, perencanaan kota, teknik, desain grafis, desain industri, desain interior dan fashion

2.2 Konsep Dasar Arsitektur Berkelanjutan

5

Arsitektur Berkelanjutan

Mengutip kalimat dari Jack A. Kramers (dalam Kurniasih, 2013. Hal:13) menyebutkan bahwa: “Sustainable Architecture is responce and an expression of celebration of our existence and respect for the world arround us”. Arsitektur berkelanjutan merupakan suatu respon dan ekspresi keberadaan kita serta rasa peduli terhadap dunia sekitar kita. Adapun konsep dalam arsitektur yang mendukung Arsitektur Berkelanjutan, antara lain (Kurniasih, 2013. Hal:14): a. Bangunan Hemat Energi Bangunan hemat energi dalam dunia arsitektur adalah meninimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan, maupun produktivitas penghuninya. Hemat energi adalah suatu kondisi dimana energi dikonsumsi secara hemat atau minimal tanpa harus mengorbankan kenyamanan fisik manusia. Konsep bangunan hemat energi terdiri dari beberapa komponen, yakni sebagai berikut: 1) Meminimalkan perolehan panas matahari 2) Orientasi bangunan utara-selatan 3) Organisasi ruang : Aktivitas terdapat pada ruang utama yang diletakkan di tengah bangunan, diapit oleh ruang-ruang penunjang atau service di sisi TimurBarat. 4) Memaksimalkan pelepasan panas bangunan kemudian menghindari radiasi matahari masuk ke dalam bangunan. 5) Memanfaatkan radiasi matahari secara tidak langsung untuk menerangi ruang dalam bangunan. 6) Mengoptimalkan ventilasi silang untuk bangunan non-AC. 7) Hindari pemanasan permukaan tanah sekitar bangunan.

b. Efisiensi Penggunaan Lahan 1) Lahan yang semakin sempit, mahal dan berharga tidak harus digunakan seluruhnya untuk bangunan, karena sebaiknya selalu ada lahan hijau dan penunjang keberlanjutan potensi lahan. 2) Menggunakan seperlunya lahan yang ada, tidak semua lahan harus dijadikan bangunan, atau ditutupi dengan bangunan, karena dengan demikian lahan yang ada tidak memiliki cukup lahan hijau dan taman. Menggunakan lahan secara efisien, kompak dan terpadu. 3) Potensi hijau tumbuhan dalam lahan dapat digantikan atau dimaksimalkan dengan berbagai inovasi, misalnya pembuatan atap diatas bangunan.

6

Arsitektur Berkelanjutan

4) Menghargai kehadiran tanaman yang ada di lahan, dengan tidak mudah menebang pohon-pohon, sehingga tumbuhan yang ada dapat menjadi bagian untuk berbagi dengan bangunan. 5) Desain terbuka dengan ruang-ruang yang terbuka ke taman (sesuai dengan fleksibilitas buka-tutup yang direncanakan sebelumnya) dapat menjadi inovasi untuk mengintegrasikan luar dan dalam bangunan, memberikan fleksibilitas ruang yang lebih besar. 6) Dalam perencanaan desain, pertimbangkan berbagai hal yang dapat menjadi tolak ukur dalam menggunakan berbagai potensi lahan, misalnya; berapa luas dan banyak ruang yang diperlukan. 7) Dimana letak lahan (di kota atau di desa) dan bagaimana konsekuensinya terhadap desain, bentuk site dan pengaruhnya terhadap desain ruang-ruang, berapa banyak potensi cahaya dan penghawaan alami yang dapat digunakan.

c. Efisiensi Penggunaan Material 1) Memanfaatkan material sisa untuk digunakan juga dalam pembangunan, sehingga tidak membuang material, misalnya kayu sisa bekisting dapat digunakan untuk bagian lain bangunan. 2) Memanfaatkan material bekas untuk bangunan, komponen lama yang masih bisa digunakan, misalnya sisa bongkaran bangunan lama. 3) Menggunakan material yang masih berlimpah maupun yang jarang ditemui dengan sebaik-baiknya, terutama untuk material yang semakin jarang seperti kayu.

d.

Penggunaan Teknologi dan Material Baru Memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti energi angin, cahaya matahari dan air untuk menghasilkan energi listrik domestik untuk rumah tangga dan bangunan lain secara independen. Memanfaatkan material baru melalui penemuan baru yang secara global dapat membuka kesempatan menggunakan material terbarukan yang cepat diproduksi, murah dan terbuka terhadap inovasi, misalnya bambu.

2.3 Isu-isu terkait arsitektur berkelanjutan

7

Arsitektur Berkelanjutan

Sustainable Architecture memiliki 3 komponen utama yaitu keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan keberlanjutan sosial.

Gambar 3.1 Komponen utama sustainable architecture Sumber : Planning and design strategirs for Sustainable architecture and profit (Pitts, 2004, p. 27)

2.3.1

Keberlanjutan ekonomi Permasalahan yang sering terjadi di kota-kota besar maupun kecil adalah pada

sektor perekonomian. Keterbatasan dana menjadi kendala utama dalam keberlanjutan bangunan jangka panjang baik dari segi fungsi maupun perawatan, khususnya bangunan milik pemerintah. Kerusakan hubungan antar lingkungan banyak disebabkan oleh pengembangan bangunan yang hanya jangka pendek dan tidak sesuai dan tepat sasaran, perlunya pengembangan jangka panjang sangat penting dalam konsekuensi perkembangan ekonomi skala kota. (Pitts, 2004, p. 9) Salah satu strategi perencanaan dalam pembangunan pada buku Planning and Design strategies for Sustainability and profit, Adrian Pitts, 2004 adalah dengan menggabungkan beberapa fungsi tipologi bangunan yang dapat menciptakan keterkaitan sehingga dapat menghasilkan profit untuk keberlanjutan bangunan dari segi fungsi ataupun maintenance jangka panjang. (Pitts, 2004, p. 21) Pemilihan penggunaan material dan konstruksi juga dapat menekan biaya pembangunan, dengan meggunakan material lokal dapat menekan biaya transportasi material dan mudah dalam perawatan jangka panjang. Selain untuk menekan biaya pembangunan Penggunaan material lokal juga dapat membantu mengembangkan perekonomian daerah. (Pitts, 2004, pp. 37-38)

8

Arsitektur Berkelanjutan

2.3.2

Keberlanjutan Sosial Keberlanjutan sosial membahas detail bagaimana karakteristik eksternal

bangunan dengan lingkungan sekitar, tata kota, sistem transportasi, pola permukiman daerah. Dalam membangun lingkungan baru perlu terdapat 3 skala dasar pengemangan yaitu the region, the neighborhood, dan the building. 1. The Region

The region merupakan perbandingan antara kota, wilayah, dan

(Williams, 2007) masyarakat, dimana pembangunan masa depan harus mengerti pengembangan ruang yang akan dibangun dengan besaran kota lokasi dan hubungannya dengan kota. Prinsip spesifiknya antara lain : a.

Pada kota metropolitan mempunyai hal penting antara lain lingkungan hidup, ekonomi, hubungan budaya, lahan produktif, dan pemandangan yang ada.

b.

Melestarikan sumber daya alam, investasi ekonomi, dan struktur sosial kota.

c.

Pengembangan kawasan baru harus terorganisir dengan lingkungan atau kawasan yang sudah ada.

d.

Harus mengntungkan bagi masyarakat.

e.

Harus mendukung penggunaan transportasi masal.

f.

Pendapatan dan sumber daya harus terbagi rata.

2. Neighborhood Bangunan utama pada kawasan berhubungan dengan lingkungan sekitar, umumnya harus mempertimbangkan area pejalan kaki yang baik, karakter dan identitas bangunan yang unik, mengembangkan fasilitas umum yang bisa digunakan bersama. Prinsip yang spesifik antara lain : a.

Lingkungan harus padu, area pejalan kaki yang baik (pedestrian friendly)

b.

Jalan harus terkoneksi atau mendorong pejalan kaki dan penggunaan transportasi umum masal.

3. Building Pada skala ini berhubungan dengan membangun sebuah lingkungan antara bangunan dengan lansekap. Prinsip yang spesifik antara lain : a.

Tugas utama pada seluruh arsitektur kota ataupun lansekap adalah mendefinisikan fisik jalan dan ruang publik sebagai ruang bersama.

b.

Proyek

arsitektur

harus

tanggap

terhadap

lingkungan

mereka

dan

penyelesaian masalah harus melampaui gaya bangunan. c.

Ruang terbuka hijau dan jalan harus aman, nyaman, dan bersahabat dengan pejalan kaki. Mengkonfigurasi dengan benar mendorong masyarakat untuk

9

Arsitektur Berkelanjutan

berjalan kaki dan memungkinkan interaksi antar tetangga untuk saling mengenal sehingga dapat melindungi komnitas mereka. (Keeler & Burke, 2009, p. 187).

Hubungan sosial terhadap lingkungan baru dengan lingkungan yang sudah ada dapat berpengaruh pada keberlangsungan fungsi bangunan jangka panjang. Adrian pitts menjelaskan pada bukunya berjudul Planning and Design strategies for Sustainability and profit, Bangunan baru harus dapat berintegrasi terhadap penduduk lokal

di

lingkungan

seitar

sehingga

dapat

memberi

dampak

positif

bagi

keberlangsungan hidup penduduk dan lingkungan sekitarnya. Didalam buku Sustainable Design, Ecology, architecture and planning, Daniel E. William di jelaskan bahwa ada 3 elemen penting dalam proses membangun sebuah lingkungan sosial yaitu : 1) Connectivity Bagaimana desain dapat memperkuat hubungan antara bangunan, site, community dan ekologi. Memperkuat karakteristik lokasi secara spesifik dan alami. 2) Indigeneous Membuat desain yang seimbang dengan aktivitas serta aksesibilitas penduduk asli yang ada disekitar site, dan dapat menjadi keberlanjutan positif ke masa depan. 3) Long Life, loose fit. Bagaimana membuat desain untuk generasi dimasa datang tetapi tetap mencerminkan generasi-generasi sebelumnya. (Williams, 2007, p. 18).

Membangun sebuah lingkungan baru akan berdampak pada lingkungan sekitar yang sudah ada. Pemilihan lokasi yang tepat dapat mengurangi dampak negatif bagi aksesibilitas kota. Mempelajari tata ruang kota merupakan proses pemilihan lokasi yang sesuai

aksesibilitas

kota

terhadap

lingkungan

yang

akan

dibuat

serta

mempertimbangkan kepadatan lingkungan sekitar dengan lingkungan baru. (Pitts, 2004, p. 32)

10

Arsitektur Berkelanjutan

Dalam pegembangan kota baru atau area yang sudah ada, bangunan akan sangat berdampak kepada lingkungan yang sudah ada, hal penting dalam mengurangi dampak negative dalam pembangunan mencangkup dari : 

Size & Placement of development Hal penting dalam pengembangan jangka panjang harus menunjukan kecanggihan/kepiawaian dalam detail pendekatan rencana (Pitts, 2004, p. 32) Terdapat banyak manfaat apabila menggunakan lahan

kosong

dan

cukup

luas

dalam

perencanaan

karena

dapat

memaksimalkan lingkungan seperti cahaya matahari, panas matahari atau kontrol arah angin (Pitts, 2004, p. 34) 

Building Type Tipe bangunan residential and commercial. Dalam beberapa waktu belakangan terdapat penekanan besar dalam pengembangan fungsi campuran (mixed-use) yang terdapat variasi tipe bangunan diletakan pada tempat yang berdekatan, untuk membuat sebuah area dimana kebutuhan pergerakan untuk bekerja sehingga mengurangi penggunaan

kendaraan

pribadi,

fasilitas

lokal

yang

layak

karena

meningkatnya kebutuhan masyarakat dan mendorong semangat masyarakat sekitar.

Pertimbangan

dalam

keuntungan

kota

mempengaruhi

posisi

bangunan yang harus strategis dalam wilayah tersebut untuk mengoptimalkan kesempatan hubungan dengan wilayah lain (Pitts, 2004, p. 36)

Di dalam

pengembangan bangunan baru, dibutuhkan fleksibilitas dalam mencangkup potensi penggunaan bangunan di masa depan. Lebih jelasnya banyak umur bangunan yang melebihi masanya dari yang direncanakan. Perencanaan dan desain tersebut dapat digunakan kembali setelah melakukan beberapa pembongkaran yang lebih baik dan banyak pilihan jangka panjang untuk memaksimalkan nilai bangunan di masa depan, dan juga harus berkaitan dengan spesifikasi dari material dan pilihan teknik konstruksi yang yang bisa digunakan dalam waktu yang lama. Bagaimanpun, konstruksi material yang ada di daerah harus menjadi prioritas untuk mengurangi biaya, dan membantu perekonomian lokal (Pitts, 2004, p. 37) 

Density Daya hidup daerah perkotaan tergantung sampai batas tertentu pada penggabungan yang baik dari antara jenis rumah tangga dan tipe hunian. Karena itu mungkin lebih efektif untuk menggabungkan berbagai jenis bangunan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan diberbagai kepadatan. Beberapa lingkungan baru-baru ini direncanakan memiliki

11

Arsitektur Berkelanjutan

kepadatan yang perbelanjaan

lebih tinggi dekat

utama

dan

rute

dengan daerah komersial dan

transportasi,

dikombinasikan

dengan

kepadatan yang lebih rendah di tempat lain. Penggunaan pendekatan semacam itu masih bisa memberikan kepadatan rata-rata yang dibutuhkan bagi kesinambungan tapi dengan potensi, masyarakat lebih terintegrasi yang lebih baik, terutama ketika fasilitas lokal yang direncanakan dengan baik dan cocok dengan skema keseluruhan (Pitts, 2004, pp. 37-38; Ward, 2004)

2.3.3

Keberlanjutan lingkungan hidup Desain bangunan juga dapat mempengaruhi keberlanjutan lingkungan yang

sudah ada dan mempengaruhi lingkungan baru yang akan dibuat. Pada buku Energy & Environmental Issues for the practicing architect Ian C. Ward dijelaskan bahwa Desain bangunan merupakan peran penting dalam efisiensi pemanfaatan energi yang ada di lingkungan terhadap bangunan yang akan di bangun, beberapa hal yang dapat direncanakan adalah :  Plan Form Rencana bentuk menjadi sangat signifikan dalam efisiensi energi pada desain, ketinggian bangunan akan mempengaruhi penggunaan cahaya buatan maupun pengaturan suhu buatan.

Jika ketinggian bangunan mencapai 6 meter

dapat mengambil keuntungan dari pencahaaan alami dan ventilasi alami.  Orientation Orientasi hadap bangunan mempengaruhi dalam penerimaan panas matahari dan cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan.  Glazing Ratio Rasio penggunaan kaca menjadi berpengaruh terhadap fasad bangunan sendiri.

Jendela dan penggunaan kaca merupakan bagian dari

pengaturan cahaya, suhu yang masuk ke dalam bangunan.

Keseimbangan

mengikuti fungsi dari orientasi, lokasi, halangan dan kebutuhan pengguna. Umumya antara rasio 25%-45% dianggap sebagai penggunaan yang optimal dan juga tergantung dari beberapa faktor yaitu desain jendela untuk menahan panas matahari, desain jendela untuk menahan sinar matahari dan desain jendela yang dapat mengoptimalkan kebutuhan udara alami. (Ward, 2004, p. 15)

Penggunaan material-material bangunan yang ramah lingkungan sehingga mempermudah dalam perawatan dan memperkecil biaya yang digunakan untuk perawatan gedung. Penggunaan material pada bangunan dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Material juga berpengaruh pada produktifitas dan sistem

12

Arsitektur Berkelanjutan

pada bangunan. Terdapat 3 kualitas pemilihan yang harus dipenuhi dalam respon keberlanjutan bangunan terhadap lingkungan yaitu: Resource effectiviness and conservation, Energy Conservation & Effeciency, dan IAQ( Indoor air and environmental quality). (Keeler & Burke, 2009, p. 159). Material

dan

produk

yang

digunakan

semua

harus

berpotensi

untuk

mempengaruhi sumber energi ( resources such as air and water), dengan mengkonsumsi energi tertentu selama siklus pembangunan, dan dapat mempengaruhi udara pada berbagai tahap pembangunan, instalasi, pemeliharaan dan pembuangan. Menghadirkan tantangan tidak hanya untuk mengidentifikasi apa produk bahan atau sistem yang akan digunakan pada proyek tertentu, tetapi untuk menentukan bagaimana menyeimbangkan manfaat dan defisit bahan juga. (Keeler & Burke, 2009, p. 160) 1)

Resource Efficiency Resources (sumber daya) pada dasarnya bahan baku untuk segala yang kita konsumsi dan dampaknya yang luas, beragam, dan saling terkait. Kualitas bahan atau produk harus memiliki sebagai berikut : a. Durability (Daya Tahan) b. Minimal Packaging c. Pengolahan minimal tanpa bahan-bahan berbahaya d. Meminimalkan limbah yang dihasilkan e. Penggunaan produk-produk yang dapat di daur ulang, pada saat pembangunan ataupun pasca pembangunan f.

Meminimalkan penggunaan material alami dan jika digunakan harus dengan potensi yang maksimal

g. Menggunakan material yang aman dan dapat digunakan kembali. h. Terbuat dari bahan-bahan yang terbaru

2)

i.

Mudah dibersihkan dan perawatan

j.

Fleksibel (Keeler & Burke, 2009, p. 160)

Energy Desain harus terpadu dengan siklus kehidupan sehingga bangunan dengan komponen mereka terikat erat. Kompleksitas menciptakan dan memahami gambaran lingkungan hidup yang lengkap untuk produk, material dan sistem yang akan dibangun. Penggunaan material untuk membuat komponen bangunan, sistem, atau peralatan, harus memahami berapa keperluan energi yang terkandung, bahkan jika pada skala yang sederhana. Beberapa isu yang dapat dikembangkan antara lain : a.

13

Lokasi pembuatan bahan-bahan material dan distribusi material

Arsitektur Berkelanjutan

b.

Jarak pengiriman material-material yang dibutuhkan karena dapat berdampak terhadap lingkungan

c.

Jenis bahan bakar jika menggunakan bahan bakar dalam pengolahan material

d.

Energi yang digunakan untuk menginstal produk atau material. Dalam beberapa instalasi, energi yang dikeluarkan mempengaruhi suhu dan kelembaban

e.

Pembongkaran atau teknik pembongkaran.

f.

Produk dan material sisa atau hasil pembongkaran akan dibuang atau di daur ulang. (Keeler & Burke, 2009, p. 162)

14

Arsitektur Berkelanjutan

BAB III STUDI KASUS:

3.1 The Royal Pita Maha Resort The Royal Pita Maha Resort adalah salah satu dari berbagai macam hotel dan villa yang berada di daerah Ubud tepatnya terletak di jalan Bunutan Kedewatan, Ubud, Gianyar. The Royal Pita Maha Resort berjarak hanya 3 km dari pusat Ubud dan dapat diakses hanya dengan 45 menit berkendara dari Bandara Internasional Ngurah Rai. The Royal Pita Maha Resort terletak pada suatu lahan yang strategis yang berada tepat di depan sungai ayung di batu kurung sehingga memberikan suasana alami serta dan akan memanjakan mata pengunjung dengan keindahan alamnya yang masih asri.

Gambar 1. Peta Lokasi The Royal Pita Maha Risort

Pemilik dari The Royal Pita Maha Resort adalah seorang yang sangat terkenal di daerah Gianyar, beliau adalah Tjokorda Gede Agung Sukawati dan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. Dalam mendesain The Royal Pita Maha Resort, beliau dibantu oleh adik beliau yang bernama Cokde Sukawati, adik beliau tersebut yang Ekologi Arsitektur - 10 memiliki andil besar dalam mendesain seluruh ruangan di penginapan tersebut khususnya pada desain interior penginapan. The Royal Pita Maha Resort diresmikan tahun 2004, dan untuk sekarang The Royal Pita Maha Resort sudah resmi berdiri sekitar 9 tahun. Luas lahan dari The Royal Pita Maha Resort adalah 14 Hektar yang terdiri dari 52 kamar dan 24 privat villa, masing-masing

15

Arsitektur Berkelanjutan

kamar tersebut dapat dihuni oleh 2 orang yaitu suami istri. Gambar 2. The Royal Pita Maha Resort Tampak dari Atas Ekologi Arsitektur - 11

Efisiensi Energi di The Royal Pita Maha Resort The Royal Pita Maha Resort terletak diatas site berkontur dengan banyak variasi ketinggian transis jadi tata letak massanya menggunakan pola linear. Massa diletakkan secara linier mengikuti garis transis yang sudah diolah dengan menggunakan teknik Cut & Fill. Royal Villa diletakkan paling dekat dengan lobby dan restaurant. Karena lokasinya paling tinggi dari villa yang lainnya, jadi mendapatkan view paling baik.

Gambar 3. Penempatan Massa Bangunan

Selain pemanfaatan view, pemanfaatan sirkulasi udara dimaksimalkan dengan banyak menggunakan bukaan dan pada sekeliling site dikelilingi tanaman dan pohon- pohon unutuk meminimalkan panas dari matahari yang langsung masuk ke dalam bangunan selan itu juga terdapat sungai buatan yang difungsikan untuk menetralkan suhu panas yang diberikan oleh sinar matahari langsung. Orientasi bagunan cottage mengarah ke view yaitu kearah barat. Akses jalan menuju cottage melalui bagian samping atau belakang bangunan cottage. Peletakan pintu masuk dibagian samping atau belakang agar tidak menghalangi view kearah depan cottage.

16

Arsitektur Berkelanjutan

Gambar 4. Sungai Buatan yang Terletak pada The Royal Pita Maha Resort

Sistem pengolahan air bekas dan air hujan pada masing-masing bangunan memanfaatkan tanaman enceng gondok yang berada pada kolam di areal pinggir villa, dimana tanaman enceng gondok ini berfungsi untuk mengolah air bekas dan air hujan karena sifat alami enceng gondok ini mampu menyerap zat kimia yang mencemari air, sehingga air yang sudah diolah dapat digunakan kembali untuk menyiram tanaman dan sisanya dialirkan ke sungai Ayung. Penerapan sistem seperti ini sangat efektif karena tidak membutuhkan biaya yang besar apalagi tanaman enceng gondok sangat mudah ditemukan dan pertumbuhannya sangat cepat.

Gambar 5. Tanaman Enceng Gondok di Sekitar Site

a.

Efisiensi Lahan di The Royal Pita Maha Resort Dari segi pengolahan site, The Royal Pita Maha Resort lebih banyak menggunakan teknik cut and fill dalam setiap

penempatan masa bangunannya. Namun menurut survey di lapangan teknik cut and fill yang

17

Arsitektur Berkelanjutan

dipakai terlalu banyak dan dalam. Galian tanah pada site rata-rata digali hampir sedalam 9 meter, dan area untuk pengurugan atau usaha untuk mendapatkan tanah datar diurug dengan luas maksimal 6 are. Teknik cut and fill yang diaplikasikan sebenernya berlebihan dalam sistem pengolahan site. Karena galian dan pengurugan sudah terlalu dalam sehingga potensi site tidak sepenuhnya masih utuh dalam keadaan alami. Menurut Narasumber di lapangan, tanah hasil galian kadang dibuang di pinggiran tebing. Ketika tanah tersebut lebih dari yang diperlukan untuk keperluan pengurugan maka tanah sisa tersebut akan dibuang. Dengan pengaplikasian teknik yang sedemikian sebenernya site berpotensi rusak dan potensi site tidak dapat difungsikan secara optimal. Sehingga dalam The Royal Pita Maha Resort bangunan berdiri di lahan dengan keadaan kontur site yang tidak sepenuhnya alami. Jadi, pada efisiensi lahan pada The Royal Pita Maha Resort tidak menggunakan konsep Sustainable Architecture secara menyeluruh meski terdapat beberapa tanaman-tanaman yang menghiasi site, namun semua tanaman merupakan tanaman buatan dan tidak alami tumbuh pada site. b.

Efisiensi Penggunaan Material The Royal Pita Maha Resort Jalan masuk menuju The Royal Pita Maha Resort kira-kira berukuran 4 meter, dengan

elemen bawah terbuat dari paping yang memberikan suatu kesan alami pada arah sirkulasi. Suasana pada sirkulasi masuk menuju The Royal Pita Maha Resort dibuat menyerupai perkampungan tradisional penduduk Bali, hal ini terlihat dari bentuk angkul-angkul yang sama antar satu rumah untuk memberikan suasana asri dan rindang pada sirkulasi tersebut. Pada bagian dinding sirkulasi tersebut dibuat dari potongan batu padas yang dihiasi dengan tanaman yang memberikan kesan alami.

Gambar 6.Sirkulasi Utama The Royal Pita Maha Resort

Untuk transportasi mekanis di The Royal Pita Maha Resort terdapat Lift, lift pertama terletak di daerah setelah melewati lobby, terdapat dua buah lift yang saling berhadapan di

18

Arsitektur Berkelanjutan

daerah ini, pada eksteriornya lift ini menggunakan gaya arsitektur Bali dengan detail-detail ornamen. Untuk lift lainnya terletak di bawah restaurant, lift ini menghubungkan antara lantai 1 (daerah restaurant paling dasar) dan lantai 2 (daerah bangunan / The Royal Pita Maha Resort bagian bawah). Lift ini dapat menampung maksimal 8 orang dalam sekali pengangkutan.

Gambar 7. Material Paras pada Eksterior Lift

Tipologi bangunan di The Royal Pita Maha Resort memiliki ciri khas bangunan Arsitektur Bali. Dimana yang paling menonjol adalah penggunaan atap alang-alang dan batu Paras Taro yang kini diperkirakan sudah langka. Dari segi struktur atap, bangunan dan unit-unit villa cenderung menggunakan Struktur Rangka Bidang dengan ditopang oleh kolom-kolom khas Bali atau yang disebut saka. Rangka struktur berbahan kayu dan bambu yang menopang penutup atap alang-alang agar setiap unit bangunan di dalam resort memiliki kesan alami dan menyatu dengan alam.

Gambar 8. Struktur Atap pada The Royal Pita Maha Resort Ekologi Arsitektur

19

Arsitektur Berkelanjutan

3.2

Green School Bali

Gambar 9. Green School Bali Secara tipologi (bentuk tipe bangunan), sekolah ini melakukan inovasi dengan melepaskan fisik mereka dari bentuk-bentuk sebuah sekolah yang banyak dipakaiGreen school ini memiliki material hanya ada bambu, alang-alang, rumput gajah,dan tanah liat di atasnya. Bisa dipastikan, semua material konstruksi nya merupakan material alam dengan nilai lokal dan dapat di daur ulang. Ini merupakan bentukan penting sebagai konsekuensi dari tema Sustainability terkait penyelamatan bumi tersebut. Connected With Nature, itulah konsep utama dalam perancangan arsitektur dari Green School Bali ini.

Gambar 10. Interior Green School Bali Konsep utama yang ingin “lebih dekat”ke alam ini juga menjadi tolak utama pemilihan lokasi atau lahan yang berada di dekat sungai Ayung, Bali. Adapun implementasi arsitektural yang ada demi mengusung sustainability dan green architecture pada Green School Bali ini adalah :  Pembentukan ruang kelas tanpa dinding pembatas. Dengan cara ini, diharapkan secara sosial dan interaksi, para murid dan guru dapat lebih peka dan intim dalam menjalin hubungan edukasi dan sosial yang konduktif dan berkualitas baik.Banyaknya elemen distraksi / pengalih perhatian pada lingkungan kelas dan sekolah. Distraksi yang diperoleh dari keelokan alam dan detail arsitektural ini diharapkan menjadikan murid-

20

Arsitektur Berkelanjutan

murid terbiasa dengan distraksi tersebut danmampu tetap berkonsentrasi dalam pembelajaran.

Gambar 10. Ruang kelas Green School Bali 

 

3.3

Bangunan tidak diberi penghawaan dengan Air Conditioner (AC) melainkan dengan kincir angin yang berada di terowongan bawah tanah, hal ini memungkinkan karena kondisi fisik lahan yang berkontur dan dekat dengansungai dan hutan. Tenaga listrik berasal dari biogas yang memanfaatkan kotoran hewan untuknyala kompor dan sebagainya. Tenaga listrik lainnya juga dengan menggunakan panel surya, sehingga tidak banyak boros dalam membutuhkan sumber energi elektrikal. Adanya tambak udang dan peternakan sapi, mendukung adanya sumber energy alami dan bahan bakar (biogas) yang bisa digunakan tanpa polusi terlalu besar. Huma Gantung Buntoi

Gambar. Huma Gantung Buntoi

Huma Gantung (Rumah Tinggi) terletak di Desa Buntoi, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, merupakan salah satu dari tipologi bangunan arsitektur vernakular di

21

Arsitektur Berkelanjutan

Kalimantan Tengah. Berdasarkan letak geografisnya, Desa Buntoi beriklim tropis dengan suhu rata-rata terendah 18C dan suhu tertinggi rata-rata 32C. Kondisi geografis desa ini berupa daerah tepian sungai dan relatif datar serta masih dikelilingi oleh banyak tanaman hutan. Huma Gantung Buntoi ini dibangun pada tahun 1870 oleh Singa Jala yang leluhurnya adalah pendiri Desa Buntoi. Dibangun tanpa menggunakan arsitek, rumah ini masuk dalam tipologi rumah panggung layaknya rumah-rumah masyarakat di Kalimantan Tengah, namun yang memberikan kekhususan adalah pada ketinggian panggungnya yang mencapai 4 (empat) meter. Bahan bangunannya menggunakan kayu yang konstruksinya menggunakan pasak dan ikat tanpa ada paku sedikitpun. Prinsip Berkelanjutan Pada Arsitektur Vernakular Huma Gantung Buntoi yaitu: 1.

Tanggap Iklim (Climate Responsive) Elemen-elemen bangunan pada Huma Gantung Buntoi memiliki kemampuan

untuk merespon iklim sesuai karakter fisik bangunannya yaitu bangunan tanggap iklim. Atap yang tinggi dan memiliki kemiringan yang tajam, teritisan atap yang panjang untuk pembayang, bukaan pintu dan jendela yang lebar, berlantai panggung, serta bahan bangunan dari kayu menyebabkan rumah ini memiliki kenyamanan termal yang memadai yang diperoleh secara alami memanfaatkan energi pasif. 2.

Siklus Energi Tertutup dan Hemat Energi Bangunan vernakular Huma Gantung memiliki siklus energi tertutup dalam

pembangunannya. Hal ini disebabkan karena sistem ini bergantung pada pengelolaan hutan yang baik. Sebagai contoh, bahan bangunan Huma Gantung Buntoi semuanya menggunakan kayu. Saat mengambil kayu untuk bahan bangunan, masyarakat desa terlebih dahulu menanam sejumlah anak pohon sebagai penggantinya. Ketika kayu telah dibersihkan dari cabang dan daun-daunnya, selanjutnya sisa-sisa kayu tersebut dibakar dan abu sisa pembakarannya digunakan sebagai pupuk bagi anak-anak pohon yang baru. Demikian pula CO2 hasil pembakaran tersebut juga turut diserap oleh pohonpohon disekitarnya dalam siklus pertumbuhan selanjutnya. Prinsip hemat energi pada Huma Gantung dihasilkan oleh bentuk fisiknya yang kompak dengan bukaan-bukaan yang mencukupi untuk terjadinya pergerakan udara dalam ruang sehingga diperoleh kenyamanan termal yang memadai. Bangunan ini tidak membutuhkan mesin pendingin ruangan untuk beroperasi secara baik menghadirkan kenyamanan termal di siang dan malam hari. 3.

22

Penggunan Bahan Lokal

Arsitektur Berkelanjutan

Pada bangunan Huma Gantung Buntoi, bahan-bahan bangunan dikumpulkan dari hutan disekitar Desa Buntoi . Hal ini disebabkan karena biaya pembangunan menjadi murah dan tidak mengalami kesulitan dalam transportasinya. Penggunaan bahan lokal ini berhubungan pula dengan siklus tumbuh kayu, yaitu terdapat waktu bagi tanaman kayu yang diperuntukan sebagai bahan bangunan untuk tumbuh besar. Tanaman kayu ini dipelihara secara tradisional untuk kemudian pada waktunya dipanen secara bergilir oleh warga desa guna rehabilitasi elemen-elemen bangunan vernakular mereka yang telah dimakan usia.

Gambar struktur rangka kayu pada Huma Gantung Buntoi

4.

Selaras Alam Bangunan Huma Gantung Buntoi dalam pembangunannya menyesuaikan

dengan alam tanpa merusak kontur alaminya. Menurut tetua Desa Buntoi, mereka memiliki aturan pembangunan untuk berusaha menempatkan lantai bangunannya di atas titik tertinggi permukaan air dengan menggunakan tiang-tiang. Hal ini dilakukan untuk memastikan aliran air permukaan dapat melintas tanpa halangan berarti. Mereka juga tidak menerapkan perataan tanah (cut and fill) dan penggalian pondasi secara menerus. Pondasi pada Huma Gantung menggunakan sistem pondasi Kalang-Ulin yang keberadaannya tidak terlalu mempengaruhi siklus alami tanah. Berbeda dengan bangunan rumah moderen yang kebanyakan menggunakan pondasi menerus batu kali yang tentunya sangat mempengaruhi siklus tanah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bangunan vernakular turut menjaga kelestarian kontur alami ditempatnya berdiri yang tentunya berimbas pada kelestarian ekologisnya.

23

Arsitektur Berkelanjutan

5.

Bentuk Bangunan Sederhana Bangunan Huma Gantung Buntoi memiliki bentuk yang sederhana namun memiliki volume

ruang yang maksimum. Prinsip ini menghasilkan penggunaan bahan yang minimum sesuai ketersediaan bahan lokal serta luasan dinding yang efektif bagi pelubangan pintu, dan jendela saja. Dengan demikian berbeda dengan bangunan moderen yang kebanyakan memiliki bentuk yang tidak sederhana sehingga volume ruang tidak maksimal, membutuhkan teknologi yang tinggi dan penggunaan bahan bangunan yang tidak efektif dan cenderung boros.

Pada Huma Gantung misalnya, bidang dinding

menggunakan bahan papan berukuran panjang 4 meter, tidak ditemukan pemotongan kecuali pada bidang segitiga gewelnya. Demikian pula pada jarak antar kolom bangunan juga sesuai dengan dimensi bahan sehingga tidak ditemukan sambungan yang tidak sesuai pada tempatnya. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk sederhana dari Huma Gantung disesuaikan dengan ketersediaan bahan lokal. Ornamentasi pada rumah ini sangat efisien dan hanya ditemukan pada bagian teras dan lisplank atap teras. Hal ini menyebabkan secara estetika Huma Gantung tampil sederhana namun berkarakter tanggap iklim dan berkelanjutan.

6.

Ruang Komunal Huma Gantung yang merupakan rumah panggung, menyediakan ruang komunal

bersifat semi publik tepat di bawah lantai rumah ini. Dengan suasana yang selalu teduh, ruang ini dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah maupun untuk bersosialisasi. Pada Huma Gantung, ruangan di kolong panggung ini digunakan sebagai tempat duduk-duduk dan bersantai. Prinsip berkelanjutan yang didapat dari ruang komunal ini adalah efisiensi ruang, dimana kebutuhan ruang komunal dapat dipenuhi dengan memanfaatkan kolong rumah (tinggi 4 meter) yang pencahayaan dan penghawaannya secara alami.

Gambar. Kolong Huma Gantung Buntoi

24

Arsitektur Berkelanjutan

BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan Adapun simpulan dari pembahasan di atas adalah sebagai berikut: 1.

Pemanfaatan sirkulasi udara dimaksimalkan dengan banyak menggunakan bukaan dan pada sekeliling site dikelilingi tanaman dan pohon-pohon unutuk meminimalkan panas dari matahari yang langsung masuk ke dalam bangunan selan itu juga terdapat sungai buatan yang difungsikan untuk menetralkan suhu panas yang diberikan oleh sinar matahari langsung.

2.

The Royal Pita Maha Resort lebih banyak menggunakan teknik cut and fill dalam setiap penempatan masa bangunannya. Cut and fill yang dipakai terlalu banyak dan dalam.

3.

Tipologi bangunan di The Royal Pita Maha Resort memiliki ciri khas bangunan Arsitektur Bali. Dimana yang paling menonjol adalah penggunaan atap alang-alang dan batu Paras Taro yang kini diperkirakan sudah langka. Dari segi struktur atap, bangunan dan unit-unit villa cenderung menggunakan Struktur Rangka

4.2 Saran Adapun saran yang dapat kami sampaikan, yakni sebagai berikut: 1.

Bangunan yang Sustainable merupakan bangunan yang ramah lingkungan dan sangat memperhatikan lingkungan, diharapkan bagi pembaca untuk terus berinovasi dalam keberlangsungan lingkungan, khususnya dalam arsitekur.

2.

Penggunaan Cut and Fill sebaikanya diminamilir dengan menggunakan desai bangunan panggung untuk tetap menjaga lahan alami dibawah bangunan.

25

Arsitektur Berkelanjutan

DAFTAR PUSTAKA

Budihardjo, Eko & Sujarto, Djoko, 1999, Kota Berkelanjutan, Penerbit Alumni, Bandung. Kurniasih, Sri. 2013. Evaluasi Tentang Penerapan Prinsip ArsitekturBerkelanjutan (Sustainable Architecture). EJurnal. Jurusan Arsitektur, Universitas Budi Luhur. Prayoga, Iwan. 2013. Desain

Berkelanjutan (Sustainable

Design).

E-Jurnal.

Jurusan Arsitektur,

Universitas

Pandanaran. WCED. 1987. Our Common Future: Report of the World Commission on Environment and Development, Chapter 2, Towards Sustainable Development, sumber: www.un-documents.net Wikipedia. 2014. Sustainable Design. Terseda pada: http://wikipedia.org /wiki/Sustainable_design. Diakses pada 9 Oktober 2014.

26

Arsitektur Berkelanjutan

Related Documents

Tugas Ars Islam.docx
December 2019 15
Ars
July 2020 23
Ars Tropis.docx
May 2020 20
Ars-personaggi
April 2020 28

More Documents from "Il BaK"