Tugas An Peserta Didik

  • Uploaded by: Hari Kurniawan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas An Peserta Didik as PDF for free.

More details

  • Words: 2,109
  • Pages: 11
BAB I PENDAHULUAN

PERMASALAHAN Ada beberapa kasus problematika yang sering kita lihat baik secara langsung maupun tak langsung. Artinya kita bisa menemukan suatu kasus yang terdapat di sekeliling lingkungan kita, bahkan dalam diri kita sendiripun banyak sekali problematika. Oleh karena itu dalam tulisan ini kami akan mencoba memberikan beberapa kasus yang sangat umum dialami oleh orang-orang yang menginjak usia dewasa. Masalah-masalah itu diantaranya adalah sebagai berikut Contoh kasus ini diambil dari catatan seseorang yang telah diposting di blognya pada 18 februari 2008. Dalam catatan tersebut orang ini membicarakan tentang peralihan manusia muda menjadi dewasa. Inti kasus ini adalah orang tersebut sebenarnya sudah mapan. Dalam artian orang tersebut telah memiliki pekerjaan dan telah melanjutkan studinya ke jenjang S2. Suatu ketika orang ini bertemu dengan teman lamanya di sebuah gedung bioskop ternama di Jakarta. Karena sudah lama tidak bertemu maka saat bertemu, sang teman mengajaknya untuk saling bertukar cerita tentang diri mereka masing-masing. Ditengah perbincangan tersebut, sang teman memberikan sebuah undangan pernikahan. Kontan saja orang tersebut kaget, sebab baru saja bertemu langsung diberi undangan pernikahan, orang tersebut berfikir kalau datang di undangan tersebut, pasti banyak bertemu dengan teman-teman lama dan pasti akan memberikan beberapa pertanyaan seputar tentang kehidupannya yang belum mendapatkan pendamping hidup. Sebenarnya orang tersebut sudah memiliki kekasih yang akan dinikahi, akan tetapi cinta mereka putus. Sang gadis pujaan hati meninggalkannya, sebab lelaki tersebut tidak perhatian dan lebih mementingkan pekerjaan. Apalagi orang tersebut belum menuntaskan studi S2nya.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Arti Masa Dewasa •

Dari sisi hukum : masa dewasa dimulai sejak seseorang menginjak usia 21 tahun (meskipun belum menikah) atau sejak seseorang menikah (meskipun belum berusia 21 tahun).



Dari segi lingkungan pendidikan: masa dicapainya kemasakan kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil ajar latih yang ditunjang kesiapan.



Dari segi biologis: bertumbuhnya ukuran-ukuran tubuh dan mencapai kekuatan maksimal serta siap “berproduksi”.

Ciri-ciri kematangan pada masa dewasa dalam arti psikologis: 1. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego 2. Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efisien 3. Mengendalikan perasaan pribadi 4. Obyektif yaitu berusaha mencapai keputusan dalam keadaan yang bersesuaian dengan kenyataan 5. Menerima kritik dan saran 6. Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi 7. Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru Ciri-ciri masa dewasa awal: 1. Usia reproduksi 2. Usia pemantapan letak kedudukan 3. Usia banyak masalah 4. Usia ketegangan emosi

Tugas perkembangan pada masa dewasa adalah: 1. Mulai mencari nafkah 2. Memilih teman atau pasangan untuk berumah tangga 3. Mulai memasuki kehidupan berumah tangga 4. Belajar hidup dengan pasangannya dalam rumah tangga 5. Mengelola tempat tinggal untuk keluarganya 6. Membesarkan anak-anak dengan menyediakan papan, pangan, sandang, dan pendidikan 7. Menerima tanggung jawab sesuai dengan undang-undang dan tuntutan social 8. Menemukan kelompok sosial yang cocok dan menyenangkan B. PERKEMBANGAN SOSIAL PADA MASA DEWASA Perkembangan sosial pada intinya bersangkutan dengan faktor-faktor pengarah bagi individu dalam aktivitas-aktivitas sosial dan mobilitas sosial. Semua dewasa awal mesti memiliki posisi dalam kehidupan sosial, entah itu dalam lingkungan sosial secara luas atau lingkungan sekolah, perguruan tinggi, lingkungan keluarganya. Posisi tersebut menantang bagi dewasa awal untuk berperan didalamnya dan mengadakan aktivitas-aktivitas tertentu sesuai dengan peranannya, seperti sebagai pemimpin, pengatur, atau pengikut. Dalam aktivitas-aktivitas sosial itu tadi para dewasa awal bekerja, belajar dan berpengalaman guna menjalin dan menta kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok masyarakat. Dewasa awal pada umumnya punya cita-cita atau arah tujuan hidup bermasyarakat. Disamping itu para dewasa awal pada umumnya menginginkan adanya “ hari esok yang lebih mapan dari sekarang”. Cita-cita, keinginan atau harapan tersebut membawa para dewasa awal pada apa yang dikenal dengan proses mobilitas sosial. 1. Proses Perubahan Dalam Aktivitas Sosial Proses perubahan dalam aktivitas sosial, bersangkutan dengan perubahan pola hidup berdasarkan pertambahan usia, status perkawinan dan status jabatan. Berdasarkan pertambahan usia terjadi proses perubahan dalam aktivitas social. Dalam tahun-tahun pertama masa dewasa awal, merupakan masa

“kesepian” bagi kebanyakan dewasa pria maupun wanita. Orang dewasa awal baik pria maupun wanita, dalam usia 30 tahun pada umumnya telah mencapai penyesuaian terhadap berbagai perubahan dan memantapkan diri dalam berbagai aktivitas sosial. Berdasarkan status perkawinan, juga terjadi proses perubahan dalam aktivitas sosial. Bukan saja perubahan status antara masa sebelum berkeluarga dengan masa setelah berkeluarga, melainkan juga adanya perubahan status keorangtuaan yaitu dengan hadirnya anak dalam lingkungan keluarga. Berdasarkan perubahan status jabatan juga terjadi proses perubahan dalam aktivitas

sosial

dimana

manusia

mengalami

perkembangan

jabatan.

Perkembangan jabatan itu sesuai dengan terjadinya perkembangan citra diri seorang dewasa. Perkembangan citra diri ini membawa pula pengaruh bagi frekuensi, intensitas dan corak aktivitas para dewasa awal. Perkembangan jabatan yang semakin maju, membawa pula perkembangan dalam aktivitas social, yang selaras dengan perkembangan citra diri mereka. Secara umum, perubahan dalam aktivitas social para dewasa awal bergerak dari keadaan “kesepian” dalam masa transisi ke arah mengambil bagian atau partisipasi sosial dan mengembangkan diri dalam aktivitas-aktivitas menuju kematangan sosial. 2. Pola Aktivitas Sosial Pola aktivitas sosial lebih menunjuk pada tatanan hubungan antara individu-individu dalam aktivitas sosialnya. Ada 3 pola aktivitas sosial yaitu: a) Pola pengelompokan sosial, merupakan satu tatanan hubungan individu dalam masyarakat yang beranggota besar, luas dan antara anggota satu dan anggota lainnya dapat terjadi hubungan antar anggota secara renggang, tidak akrab dan bahkan tidak saling mengenal. b) Pola partisipasi, merupakan satu tatanan hubungan individu dalam masyarakat yang beranggota besar, namun antara satu dan lainnya terdapat hubungan saling kenal, rapat walaupun tidak terjadi hubungan kerja yang akrab.

c) Pola persahabatan, merupakan satu jalinan hubungan antara beberapa gelintir individu yang punya tujuan yang didasari bersama, antara dua atau lebih individu punya hubungan kerja sangat akrab. 3. Sasaran-sasaran Penting Aktivitas Sosial Sasaran aktivitas sosial pada pokoknya terdiri atas tiga hal penting yaitu: a) Sasaran menjadi pemimpin yaitu timbul dari dorongan untuk mendapatkan prestise sosial, pengembangan citra diri, pengembangan rasa percaya diri dan rasa diri untuk lingkungan sosialnya. b) Sasaran menjadi populer yaitu sama halnya dengan dorongan untuk menjadi pemimpin yaitu mendapatkan prestise sosial, pengembangan citra diri, pengembangan rasa percaya diri dan mendapat rasa diri lebih berarti terutama popularitas dalam artian positif, berdasarkan adanya kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh si popular. c) Sasaran Memperoleh status sosial tinggi yaitu merupakan aktifitas sosial dewasa awal yang sangat penting dan umumnya dibandingkan kedua sasaran aktifitas sosial karena menyankut puas atau tidaknya seseorang dalam status sosial di mana dia berada. 4. Batu Loncatan untuk Status yang Lebih Tinggi Ada tiga jenis batu loncatan yang sering dilalui untuk mencapai status sosial yang lebih tinggi yaitu: a) Kesuksesan dan kemajuan jabatan, umumnya dicapai oleh orang dewasa awal dalam usia 30 tahun dan akan berkembang terus sampai mencapai kemantapan jabatan. b) Mencapai tingkat pendidikan tinggi, merupakan satu batu loncatan sangat penting untuk mobilitas sosial para dewasa awal. c) Perkawinan dan identifikasi pola tingkah laku sosial, adalah batu loncatan lain yang sering dilalui orang dewasa awal untuk mencapai status sosial tinggi yang umumnya dilakukan oleh status social menengah. 5. Akibat-akibat Psikis Mobilitas Sosial Pada dasarnya seseorang yang berkecimpung dalam kancah mobilitas soial menghadapi dilemma sosial yang banyak dibandingkan dengan orang-orang yang

tidak berkecimpung dalam kancah tersebut. Mobilitas sosial sering kali menimbulkan rasa tertekan (stress) dan ketegangan (strains) dalam suatu keluarga. C. PERKEMBANGAN MORAL Moral sering dianggap sebagai prinsip dan patokan berhubungan dengan masalah benar dan salah oleh masyarakat tertentu, dapat pula diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan norma benar salah tersebut. Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya. Tahap-tahap perkembangan moral: 1. Tingkat pra-konvensional yaitu menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris. Tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya. Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme. Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri. Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan perspektif tentang masyarakat dalam tingkat prakonvensional, berbeda dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua, perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral. 2. Tingkat Konvensional, Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat. Tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga dan keempat dalam perkembangan moral.

Tahap tiga, seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Tahap empat, adalah penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. 3. Pasca Konvensional, juga dikenal sebagai tingkat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkembangan moral Tahap lima, individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Tahap enam, penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional. D. PERKEMBANGAN KEMANDIRIAN Dua kriteria yang menunjukkan permulaan dari masa dewasa awal adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan. Mungkin yang paling luas diakui sebagai tanda memasuki masa dewasa adalah ketika seorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap. Kemampuan untuk membuat keputusan adalah ciri lain yang tidak sepenuhnya terbangun pada kaum muda. Yang dimaksud ini adalah pembuatan keputusan secara luas tentang karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan, serta tentang gaya hidup. Pada waktu muda, seseorang mungkin mencoba banyak peran yang berbeda, mencari karir alternative, berpikir tentang berbagai gaya hidup dan mempertimbangkan berbagai hubungan yang ada.

Perkembangan dalam masa dewasa awal sering melibatkan keseimbangan antara keintiman dan komitmen pada satu sisi, dan kemandirian dengan kebebasan disisi yang lain. Keintiman adalah aspek perkembangan yang mengikuti identitas. Aspek yang terkait dengan perkembangan suatu identitas pada masa remaja dan masa dewasa awal adalah kemandirian. Pada saat yang bersamaan dengan upaya individual mencoba memantapkan suatu identitas, mereka menghadapi kesulitan mengatasi peningkatan kemandirian dari orang tua, membangun hubungan dekat dengan individu lain dan meningkatkan komitmen persahabatan mereka, pada saat bersamaan juga mereka harus dapat berpikir untuk dirinya sendiri dan melakukan sesuatu tanpa selalu harus mengikuti apa yang dikatakan oleh orang lain. Keseimbangan antara kintiman dan komitmen, disatu sisi kemandirian dan kebebasan, disisi lain bersifat sangat sensitif. Dimensi-dimensi penting dari perkembangan orang dewasa tidak perlu berada diposisi yang berlawanan dalam satu kontinum sebagian individu dapat mengalami kemandirian dan kebebasan yang sehat sejalan dengan hubungan yang intim. Dimensi ini mungkin juga berubah-ubah sesuai dengan perubahan sosial dan sejarah.

BAB III PEMBAHASAN

Dari Segi Sosial Orang tersebut bisa dikatakan mampu untuk menikah, akan tetapi lingkungan sekitar akan mempertanyakan masalah ’kesendirian’ yang sampai saat ini masih menjadi statusnya. Solusi : mencari pasangan hidup adalah salah satu cara untuk menekan pertanyaanpertanyaan yang muncul dari lingkungan. Dari Segi Kemandirian Dari studi kasus di atas, maka orang tersebut menurut definisi kedewasaan adalah sudah memenuhi, hanya saja orang tersebut terlalu egois pada dirinya sendiri. Artinya orang tersebut lebih memperhatikan kepada karier dan studinya. Menikah adalah hal penting dalam kehidupan yang mungkin belum terpikirkan atau dia cenderung menyibukkan diri untuk bekerja sehingga pikiran untuk menikah itu jauh diluar lingkaran pekerjaan dan studi yang selama ini dia jalani. Kesibukan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi orang tersebut untuk tidak berfikir menikah. Solusinya : Seharusnya orang tersebut bisa memadukan antara kemandirian dalam ekonomi dan kemandirian dalam mengambil keputusan. Sebab jika orang tersebut tidak bisa menyeimbangkan keduanya maka yang terjadi adalah sifat yang terlalu egois dan pasti ada salah satu yang dikorbankan. Dari Pandangan Moral Orang tersebut berkutit pada kontrol pikiran orang lain yakni pertanyaan ”kapan Anda menikah?”. sehingga orang tersebut selalu menganggap, bahwa menikah itu adalah

urusan yang kesekian dan berbeda dengan pendapat orang lain, sehingga terjadi pertentangan dalam fikiran yang dapat mempengaruhi moral orang tersebut. Solusi : keluarlah dari pikiran tersebut karena sesungguhnya yang menjalani hidup adalah dirinya, bukan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA Mappiare, Andi. 1983. Psikologi Orang Dewasa.Surabaya: Usaha Nasional Nurwidodo, & Endang Poerwati.1998. Perkembangan Peserta Didik. Malang: UMM Press Nurwidodo, & Endang Poerwati.2002. Perkembangan Peserta Didik. Malang: UMM Press Santrock, Jhon Way. 2002. Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga

Related Documents


More Documents from "Abu Shifwa"