Tugas Amphibi.docx

  • Uploaded by: fauziahnur
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Amphibi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,708
  • Pages: 17
CONTOH AMPHIBIA Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies

: Animalia : Chordata : Amphibia : Urodella : Sirenidae : Siren : Siren intermedia Barnes, 1826

Gambar Siren intermedia Barnes, 1826 Sirene umumnya dianggap sebagai salamander hidup paling primitif. Ekologi dan sejarah alam sirene tidak banyak diketahui. Semua sirene memiliki karakteristik dasar yang mencolok: tidak adanya anggota badan belakang. Karakteristik penting lainnya adalah adanya insang luar sepanjang hidup. Sirene benar-benar air, jarang muncul dari air kecuali benarbenar diperlukan. Tidak adanya tungkai belakang dan tungkai bawah yang relatif lemah membuat perjalanan darat hampir mustahil. Tetapi jika, misalnya, genangan air mengering, sirene dipaksa untuk berurusan dengan keberadaan terestrial. Solusi mereka? Tunggu hari yang lebih baik. Sirene dapat mengeluarkan kepompong, semacam, di mana mereka dapat membuat, selama lebih dari setahun, sampai kolam diisi ulang dengan air. Sirene umum di parit, danau, kolam, teluk Carolina, dan sungai di Dataran Pesisir Carolina Selatan dan Georgia. Reproduksi biasanya terjadi pada musim semi, dan diperkirakan kematangan dicapai dalam dua hingga tiga tahun. Sirene cukup jelas, memiliki penampilan umum yang membosankan, berwarna zaitun hingga hitam dengan atau tanpa tanda lain. Mereka memiliki insang luar yang mencolok dan empat jari pada masing-masing kaki depan. Penunjukan "lebih rendah" berasal dari kenyataan bahwa sebagian besar intermedia Siren panjangnya kurang dari 2 kaki (total panjang), berbeda dengan sirene "lebih besar", yang dikenal memiliki panjang lebih dari 3 kaki. Untuk membedakan antara kedua spesies, pihak berwenang menyarankan menghitung lekukan kosta (lekukan eksternal di sepanjang sisi hewan di antara kaki depan dan lubang angin, yang secara kasar sesuai dengan jumlah tulang rusuk. Sirene yang lebih besar biasanya memiliki lebih dari 36, sedangkan sirene yang lebih rendah). memiliki alur kurang dari 35. Sirene, seperti amfibi, adalah predator efektif bagi sebagian besar hewan air.

Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies

: Animalia : Chordata : Amphibia : Urodella : Cryptobranchidae : Andrias : Andrias davidianus Blanchard, 1837

Gambar Andrias davidianus Blanchard, 1837 Salamander raksasa Cina (Andrias davidianus) adalah salamander terbesar dan amfibi terbesar di dunia, mencapai panjang 1,8 m (5,9 kaki), meskipun jarang mencapai ukuran itu hari ini. Ini sepenuhnya akuatik dan endemik untuk aliran gunung dan danau berbatu di Cina. Ini telah diperkenalkan ke Prefektur Kyoto di Jepang dan Taiwan. Ini dianggap sangat terancam punah di alam liar karena hilangnya habitat, polusi, dan terlalu terkoleksi, karena dianggap sebagai kelezatan dan digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok. Di pertanian di Cina tengah, ia banyak diternakkan dan terkadang dibiakkan, meskipun banyak salamander di pertanian itu ditangkap di alam liar. Telah terdaftar sebagai salah satu dari 10 "spesies fokus" teratas pada tahun 2008 oleh proyek Evolutionently Distinct dan Global Endangered. Salamander raksasa Cina dianggap sebagai "fosil hidup". Meskipun dilindungi oleh hukum Tiongkok dan Appendix I CITES, populasi liar telah menurun lebih dari sekitar 80% sejak tahun 1950-an. Meskipun secara tradisional diakui sebagai salah satu dari dua spesies salamander Andrias yang hidup di Asia, yang lainnya adalah salamander raksasa Jepang, bukti menunjukkan bahwa salamander raksasa Cina dapat terdiri dari setidaknya lima spesies samar, yang semakin memperparah bahaya masing-masing spesies. Ia memiliki kepala besar, mata kecil, dan kulit gelap dan keriput. Kepalanya yang datar dan lebar memiliki mulut yang lebar, bulat, mata tanpa tutup, dan garis tuberkel berpasangan yang membentang di sekitar kepala dan tenggorokannya. Warnanya biasanya coklat gelap dengan pola belang-belang atau berbintik-bintik, tetapi bisa juga nada kecoklatan, kemerahan gelap, atau hitam. Albino, yang berwarna putih atau oranye, telah direkam. Semua spesies salamander raksasa menghasilkan sekresi kulit putih lengket yang mengusir predator. Salamander raksasa dikenal untuk menyuarakan, membuat suara gonggongan, merengek, mendesis, atau menangis. Beberapa vokalisasi ini memiliki kemiripan yang mencolok dengan

tangisan anak manusia yang masih muda, dan oleh karena itu, dikenal dalam bahasa Cina sebagai " ikan bayi " Salamander raksasa Tiongkok telah dicatat memakan serangga, kaki seribu, cacing bulu kuda, amfibi (baik katak dan salamander), kepiting air tawar, udang, ikan (seperti Saurogobio dan Cobitis) dan kangkung air Asia. Mungkin tertelan oleh kesalahan, bahan tanaman dan kerikil juga ditemukan di perut mereka. Kanibalisme sering terjadi; dalam sebuah penelitian terhadap 79 spesimen dari jajaran Qinling-Dabashan, isi perut lima termasuk sisa-sisa salamander raksasa Cina lainnya dan ini merupakan 28% dari berat gabungan semua item makanan dalam penelitian ini. Item yang paling sering sama Studi ini adalah kepiting air tawar (ditemukan di 19 spesimen), yang merupakan 23% dari berat gabungan semua item makanan. Ini memiliki penglihatan yang sangat buruk, jadi itu tergantung pada node sensorik khusus yang berjalan dalam garis pada tubuh dari kepala ke ekor. Ia mampu merasakan getaran sekecil apa pun di sekitarnya dengan bantuan simpul-simpul ini. Berdasarkan studi captive, sebagian besar aktivitas adalah dari malam sebelumnya hingga malam dini. [4] Sebagian besar individu berhenti memberi makan pada suhu air di atas 20 ° C (68 ° F) dan pemberian pakan berhenti hampir seluruhnya pada suhu 28 ° C (82 ° F). Suhu 35 ° C (95 ° F) mematikan bagi salamander raksasa Cina. Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies

: Animalia : Chordata : Amphibia : Apoda : Rhinatrematidae : Epicrionops : Epicrionops bicolor Boulenger, 1883

Gambar Epicrionops bicolor Boulenger, 1883 Salah satu jenis hewan Apoda adalah Cecilia. Hewan amfibi yang tidak memiliki ekor maupun kaki. Bentuknya mirip dengan cacing, belut, dan ular. Tekstur kulit pada cecilia sangat lembut dan berwarna gelap, namun beberapa jenis dari cecilia ditemukan dengan warna kulit sangat cerah seperti merah dan kuning. Pada kulit cecilia terdapat sisik-sisik kecil seperti ular yang menutupi tubuhnya yang beruas-ruas. Kulit dari hewan ini dapat

menghasilkan racun yang dapat membantunya dalam bertahan hidup dari pemangsanya. Cecilia memiliki pembuahan internal, berbeda dengan jenis katak yang pembuahannya berada di luar tubuh. Cecilia jantan memiliki organ mirip penis yang disebut Phallodeum. Organ ini akan masuk ke tubuh betina melalui kloaka hingga 3 jam lamanya. Hewan ini banyak sekali ditemukan pada area lembap seperti parit atau pinggir sungai. Rhinatrematidae , keluarga caecilian berekor Neotropis , caecilian berekor Amerika atau caecilian berparuh , ditemukan di negara-negara ekuatorial Amerika Selatan. Mereka biasanya dianggap sebagai yang paling basal dari keluarga caecilian, dengan banyak karakteristik yang kurang dalam kelompok lain. Sebagai contoh, mereka masih memiliki ekor, dan mulut mereka tidak tersembunyi di bagian bawah kepala mereka. Mereka bertelur di lubang di tanah. Larva memiliki insang luar, dan hidup di daerah rembesan sampai mereka bermetamorfosis. Orang dewasa hidup di tanah yang lembab dan serasah daun Ini adalah cecílido tubuh yang kuat yang menyajikan / menampilkan kombinasi karakter berikut (1, 2, 3, 4, 11, 13): (1) tubuh yang kuat dan silinder, dengan satu panjang total yang bervariasi 31,5-56 kali diameter tubuh; diameternya sedikit bervariasi di sepanjang tubuh, (2) genus ini tidak memiliki perisai terminal karena memiliki ekor, (3) mata di orbit tidak tertutup tulang, terlihat secara eksternal, (4) 256-312 alur utama, di antaranya 24 terbatas pada ekor. (5) genus ini tidak memiliki alur sekunder, (6) genus ini tidak menyajikan alur sekunder lengkap, (7) kepala menjaga hubungan yang sama dengan tubuh, moncongnya membulat di ujung; dalam pandangan lateral, ujung moncong menonjol ke luar batas mulut. (8) gigi: gigi premaxillary-maxillary = hingga 55; gigi prevomerino-palatine = hingga 47; gigi = hingga 48 gigi; gigi limpa = hingga 37; (9) kloaka longitudinal dengan tepi samping denticulate menyela lima atau enam alur primer, (10) timbangan dimulai dari kalung nuchal, di tengah tubuh, di bagian anterior tubuh terdapat dua baris sisik dan di belakang tiga baris dengan skala cincin posterior menjadi yang terbesar, (11) tidak ada catatan skala subdermal Deskripsi warna dalam hidup Ia memiliki pita kuning di setiap sisi tubuh yang memanjang dari mulut ke ujung ekor, sebagian menutupi daerah perut; ia juga memiliki pita coklat ventral yang memanjang dari dagu ke ujung ekor. Band ini terputus di daerah kerah leher. Beberapa area cahaya hadir di dagu dan rahang (1, 2). Warna pengawet Daerah punggung dan perut berwarna coklat gelap sedangkan daerah lateral berwarna krem. Kepala sedikit lebih ringan daripada bagian tubuh lainnya (coklat muda) (1, 2). Habitat dan Biologi Ini adalah spesies bawah tanah dan dikaitkan dengan aliran (7, 11). IUCN (11) menyebutkan bahwa kemampuannya untuk beradaptasi dengan habitat sekunder tidak diketahui, namun, Cisneros-Heredia (12) melaporkan dua spesimen yang dikumpulkan di Ekuador: satu ditemukan aktif di bawah tumpukan batang di hutan daun sekunder yang lama. gunung abadi dan yang lainnya aktif di tanah kosong, bergerak dari hutan menuju sungai.

Reproduksi Diperkirakan bahwa itu bertelur di tanah dan bahwa larva berkembang di aliran (7). Distribusi Ini didistribusikan di kaki Pasifik Andes Kolombia (Departemen Valle del Cauca) dan Ekuador dan kaki Amazon Andes di Peru (Departemen Junín dan Cuzco) (7, 10). Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies

: Animalia : Chordata : Amphibia : Apoda : Ichthyophiidae : Ichthyophis : Ichthyopis cardamomensis

Gambar Ichthyopis cardamomensis Ia masuk Kelas amphibi, Sub-kelas Lissamphibia, Ordo Gymnophiona dan Keluarga Ichthyophiidae serta Genus Ichthyophis yang artinya adalah salah satu bagian dari keluarga amfibi yang mirip ular.Spesies amfibi unik itu biasa hidup di dalam tanah. Makanan yang disukainya adalah cacing tanah, semut, dan rayap. Tidak hanya itu, spesies yang memiliki hubungan dekat dengan katak itu sekilas mirip cacing raksasa. Tubuhnya licin, tidak memiliki kaki, berkulit basah tanpa sisik. Tak ayal penduduk sekitar sering mengiranya sebagai ular berbisa. Hewan kerabat katak ini sekilas justru mirip dengan hasil persilangan antara ular dan cacing. Karena amphibi ini tak berkaki, maka dinamakan juga sebagai “legless amphibian” atau “amphibi tanpa kaki”. Menurut Fauna and Flora International (FFI), memang benar hewan ‘dua alam’ ini oleh penduduk sekitar gunung Cardamom sering kali dikira ular, mengingat panjangnya bisa mencapai 1,5 meter. Menyebar di Asia Selatan, Asia Tenggara hingga Cina

Peran Ichthyophis cardamomensis sendiri cukup vital di daerah tropis dan subtropis. Selain itu, hewan yang habitatnya terancam hilang akibat ilegal logging dan pembukaan lahan ini adalah makanan dari ular kepala dua atau Cylindrophis ruffus. Di Indonesia hewan dengan genus Ichthyophis yang termasuk Caecilian ini juga ada karena mereka memang cocok hidup di iklim hujan tropis, kelembaban tinggi, dekat sungai, danau atau rawa serta di daerah yang banyak air dan berada di dataran rendah. Selain India dan Cina Selatan, nyaris semuanya itu berada di Asia Tenggara termasuk Kamboja, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja, Burma, Vietnam bahkan hingga ke India dan Cina. Maka, keluarga binatang amphibi “katak ular” nan aneh ini juga dijuluki sebagai “Ichthyophiidae dari keluarga Asiatic tailed caecilians” atau ‘fish caecilians’ yang ditemukan di Asia Selatan seperti India, daerah Cina Selatan dan Asia Tenggara termasuk di kepulauan Indonesia. Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies

: Animalia : Chordata : Amphibia : Anura : Bombinatoridae : Barbourula : Barbourula kalimantanensis Iskandar, 1978

Gambar Barbourula kalimantanensis Iskandar, 1978 Barbourula kalimantanensis atau Katak Kepala-pipih Kalimantan (Bornean Flat-headed Frog) sangat unik karena tidak mempunyai paru-paru. Katak Kepala-pipih Kalimantan (Barbourula kalimantanensis) menjadi satu-satunya katak di dunia yang tidak mempunyai paru-paru. Untuk bernafas, amfibi langka dan unik ini sepenuhnya bernafas melalui kulitnya. Selain terkenal sebagai katak unik yang bernafas tanpa paru-paru, Katak Kepala-pipih Kalimantan (Barbourula kalimantanensis) pun menjadi jenis amfibi langka dan endemik Indonesia. Katak Kepala-pipih Kalimantan menjadi satu diantara 9 amfibi langka yang

berstatus Endangered di Indonesia. Pun menjadi salah satu katak endemik kalimantan yang sebarannya sangat terbatas. Katak tanpa paru-paru ini hanya ditemukan di kecamatan Nanga Pinoh, Melawi, Kalimantan Barat. Nama latin hewan anggota Amphibia ini adalah Barbourula kalimantanensis Iskandar, 1978. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Bornean Flat-headed Frog atau Kalimantan Jungle Toad. Sedang dalam bahasa Indonesia dinamai sebagai Katak Kepala-pipih Kalimantan. Katak dari famili Bombinatoridae dideskripsikan pertama kali oleh Djoko T. Iskandar, seorang pakar herpetofauna dari ITB, pada tahun 1978. Katak Kepala-pipih Kalimantan (Barbourula kalimantanensis) berukuran sedang. Panjang tubuhnya sekitar 6,6 cm (jantan) dan 7,7 cm (betina). Kepalanya pipih mendatar, dengan moncong yang lebar membundar dan badan yang gempal. Tungkai depan dan belakang gemuk dengan selaput renang yang penuh hingga ke masing-masing ujung jarinya. Katak Kepala-pipih Kalimantan memiliki lubang hidung yang terletak di ujung moncong dan rata dengan kulit. Namun tidak memiliki celah tekak (glottis) sebagai muara saluran udara. Pun tidak memiliki paru-paru sebagai organ pernafasannya. Merupakan hewan terrestrial yang sepenuhnya akuatik. Katak Kepala-pipih Kalimantan (Barbourula kalimantanensis) menjadi hewan endemik dengan daerah sebaran yang hanya terbatas di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, Indonesia. Spesies ini hanya dikenal dari menempati dua daerah yaitu Anak Sungai Kapuas di Nanga Sayan dan Sungai Kelawit, Nanga Pinoh yang terletak di tengah-tengah hutan hujan tropis. Katak langka ini menyukai wilayah sungai yang berair dangkal namun jernih, dingin, berarus deras, dan berbatu-batu. Keunikan Katak Kepala-pipih Kalimantan (Bornean Flat-headed Frog) yang tidak mempunyai paru-paru baru diketahui dari hasil pembedahan yang dilakukan pada tahun 2007. Sontak hal ini sempat menggegerkan dunia. Berbagai jenis katak lainnya bernafas menggunakan paru-paru dan permukaan kulit, tidak ada satupun yang bernafas hanya melalui permukaan kulitnya. Kecuali pada berbagai jenis amfibi dari ordo caudata (salamander) dan gymnophiona (sesilia). Sehingga akhirnya Katak Kepala-pipih Kalimantan menjadi jenis amfibi dari ordo Anura yang tidak memiliki paru-paru dan bernafas hanya dengan permukaan kulit. para ahli memperkirakan, ketiadaan paru-paru ini sebagai bentuk adaptasi Katak Kepalapipih Kalimantan terhadap lingkungannya yang berair deras dan kaya oksigen. Dengan kondisi tersebut, Kepala-pipih Kalimantan memanfaatkan permukaan kulitnya untuk menyerap oksigen, dan menghilangkan paru-paru yang menjadikan tubuh katak sukar menyelam dan mudah dihanyutkan arus. Sayangnya populasi katak ini tidak dapat diketahui. Diyakini memiliki distribusi yang sangat terbatas (kurang dari 500 km persegi) serta populasi yang sangat kecil dan memiliki tren penurunan. Ancaman terhadap spesies ini sangat tinggi karena adanya aktivitas penambangan emas ilegal dan rusaknya sungai-sungai akibat endapan dan pencemaran limbah merkuri. Dipengaruhi juga akibat deforestasi yang terus terjadi di Kalimantan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Katak Kepala-pipih Kalimantan diklasifikaskan sebagai spesies Endangered (Kritis) oleh IUCN Redlist. Namun anehnya, Si Hewan Langka Barbourula kalimantanensis ini malah luput dan tidak terdaftar sebagai hewan yang dilindungi di Indonesia.

Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies

: Animalia : Chordata : Amphibia : Anura : Brachycephalidae : Brachycephalus : Brachycephalus mirissimus

Gambar Brachycephalus mirissimus Brachycephalus mirissimus adalah spesies katak mini yang baru saja ditemukan di tahun 2018. Brachycephalus berasal dari bahasa Yunani brachy (pendek) dan cephalic (kepala), yang berarti kepala pendek. Mirissimus merupakan superlatif dari kata mirus (menakjubkan) yang berarti "paling menakjubkan". Kalau digabung nama genus dan spesiesnya, nama hewan ini adalah "si kepala pendek yang paling menakjubkan" Katak ini ditemukan di Morro Santo Anjo, kota Massaranduba, Santa Catarina, Brasilia Selatan. Spesies ini diambil dari daun-daun di atas tanah pada ketinggian 470 hingga 540 meter di atas permukaan laut. Katak-katak dari genus Brachycephalus pertama kali ditemukan pada tahun 1800-an. Total sudah 35 spesies dari genus ini yang sudah ditemukan dan setengah diantaranya baru ditemukan sejak tahun 2011. Hal ini dikarenakan sulitnya mengakses daerah habitat katakkatak tersebut, yang berada di daerah berelevasi tinggi pada Hutan Atlantik di Brasilia. Diduga bahwa anggota Brachycephalus merupakan hewan mikroendemik, yaitu hewan yang hanya hidup di satu area kecil. Ciri fisik dari katak ini adalah ukuran tubuhnya yang sangat kecil, yaitu hanya berukuran 1013 milimeter dari ujung hidung sampai ujung pantat, kurang lebih sebesar buah cheri. Tubuh katak ini berwarna oranye dengan garis putih di bagian punggung sehingga kalau dilihat sekilas seperti jelly berwarna jingga berbentuk katak. Ciri lainnya adalah mata yang berwarna hidap penuh.

Fakta bahwa katak ini merupakan fauna mikroendemik, memiliki kecepatan reproduksi yang rendah, ditambah lagi kerusakan habitatnya membuat spesies ini rentan punah. Oleh karena itu, diperlukan segera langkah preservasi jangka panjang untuk mencegah kepunahan spesies katak ini. Karena spesies ini belum lama ditemukan, yaitu pada tahun 2018, belum banyak informasi yang beredar mengenai Brachycephalus Mirissimus. Mungkin setelah eksplorasi-eksplorasi berikutnya barulah lebih banyak pengetahuan mengenai katak ini seperti makanan, sifat, dan interaksinya dengan lingkungan.

CONTOH REPTIL Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies

: Animalia : Chordata : Reptilia : Squamata : Gokkonidae : Gehyra : Gehyra mutilata Wiegmann,1834

Gambar Gehyra mutilata Wiegmann,1834 Cecak gula adalah sejenis reptil yang termasuk suku cecak (Gekkonidae). Tidak ada nama khusus yang dikenal dalam bahasa daerah, kecuali nama umum seperti cakcak (bahasa Sunda), cicek (Betawi), cecek (Jawa) dan lain-lain. Dalam bahasa Inggris disebut dengan berbagai nama seperti Pacific gecko, sugar lizard, tender-skinned house-gecko, four-clawed gecko, atau stump-toed gecko. Identifikasi Cecak yang berukuran kecil sampai sedang, panjang total sampai sekitar 120 mm, namun umumnya kurang dari 10 cm. Gemuk, pendek, berkulit transparan berbintik-bintik. Ciri khas yang membedakan dari cecak rumah yang lain yalah: jari pertama tanpa cakar atau tak memiliki ruas jari terakhir (ruas jari bebas). Namanya dalam bahasa Latin, mutilata, berarti terpotong. Kepala dengan moncong yang pendek dan mata yang menonjol. Sederet bintik atau bercak kecil keputihan terdapat di belakang bola mata, di atas lubang telinga hingga tengkuk. Dorsal (punggung) berwarna abu-abu kemerahan atau kekuningan, agak transparan, berbintik-bintik halus pucat kekuningan dan hitam kebiruan. Jalur tulang punggung dan tulang tengkorak sering nampak samar-samar. Ventral (sisi bawah) berwarna keputihan dan agak transparan. Ekor gemuk, bulat gepeng, tanpa duri atau jumbai kulit; atau paling-paling dengan tonjolantonjolan serupa duri pendek. Pangkal ekor menyempit serupa ‘gagang’.

Kebiasaan dan penyebaran Cecak yang kerap dijumpai di dapur, lemari makan, meja makan dan juga dekat meja kerja dan rak buku. Dibandingkan jenis cecak rumah yang lain, cecak ini lebih sering bersembunyi atau menyendiri. Cecak gula cenderung bersifat nokturnal (aktif di malam hari), meski tidak jarang ditemukan berkeliaran pada siang hari di dapur. Di alam, cecak ini hidup di pepohonan atau celah di bukit batu. Cecak ini menyukai gula dan sumber karbohidrat lain seperti nasi dan remah-remah roti, selain juga memangsa aneka serangga kecil. Karena itu cecak gula sering ditemukan tenggelam dalam gelas kopi atau teh. Jantan mengeluarkan suara halus serupa desisan atau dengungan, yang diperdengarkan ketika memikat betinanya. Cecak gula menyebar luas mulai dari India utara dan baratdaya, Kep. Nikobar, Sri Lanka; sampai ke Asia Tenggara. Di kepulauan Nusantara ditemukan di Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, Timor, Halmahera, juga Papua dan Filipina (De Rooij, 1915; Manthey and Grossmann, 1997: 230). Introduksi ke Mauritius, Seychelles, Madagaskar, Meksiko, Kuba dan Hawaii.

Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies

: Animalia : Chordata : Reptilia : Testudines : Emydidae : Trachemys : Trachemys scripta

Gambar Trachemys scripta Red-Eared Slider (RES) atau dikenal dengan nama Kura-Kura Brazil yang memiliki nama lain Trachemys Scripta Elegans merupakan kura-kura asal Amerika selatan yang kemudian menyebar luas di dunia karena kura-kura jenis ini relatif lebih mudah beradaptasi dan berkembang biak.

Kura-kura Brazil adalah kura-kura air tawar, ciri-ciri morfologi nya yaitu memiliki kaki belakang yang berselaput yang tentunya hanya digunakan di dalam air. Selain itu juga pada umumnya kura-kura yang hidup di air memiliki tempurung tang tidak terlalu cembung yang tidak memberatkan badannya ketika berenang. Meskipun Red ear slider hidup di air, tapi sering ditemukan sedang berjemur untuk menghangatkan tubuhnya karena dia merupakan hewan berdarah dingin. temperatur yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya yaitu sekitar 23 derajat Celcius. Kura-kura brazil mudah dikenali dari kedua sisi kepalanya yang memiliki bercak merah. Pada umumnya, RES memiliki plastron (tempurung) berwarna hijau, tapi sekarang telah ada RES yang berwarna kuning, albino, dll. Meski begitu, pada RES sering ditemukan perubahan warna menjadi lebih gelap atau cokelat, atau bahkan hitam seiring dengan bertambahnya umur RES yang semakin tua. Kura-Kura Brazil adalah hewan Omnivora yang artinya dapat memakan segala jenis makanan. Ketika masih kecil, biasanya RES lebih suka memakan daging, setelah dewasa RES juga memakan tumbuhan. RES juga memakan serangga, dan serangga merupakan sumber makanan yang memiliki komposisi yang kumplit untuk kebutuhan vitamin dan gizi bagi RES. RES jantan dan betina memiliki perbedaan yaitu, pada RES jantan kuku pada kaki bagian depan lebih panjang daripada betina, RES jantan memiliki ekor lebih panjang dan kloaka terdapat lebih dekat pada ujung ekor sedangkan pada RES betina ekor agak pendek dan kloaka lebih dekat ke pangkal ekor. Selain itu, plastron betina lebih cembung dari pada pejantan. Ketika masih bayi lebih sulit menentukan jenis kelaminnya. Kematangan seksualnya kura-kura Brazil jantan antara umur 3-5 tahun, sedangkan betina antara umur 5-7 tahun. Kematangan seksual akan lebih cepat jika makanan yang dimakan RES berprotein tinggi. Kura-Kura Brazil betina mampu bertelur tanpa pejantan, akan tetapi telur tersebut tidak akan menetas tanpa dibuahi pejantan karena Pembuahan telur RES terjadi di luar. Kura-kura Brazil pada habitatnya di alam umurnya antara 20 – 25 tahun. Jika dirawat dengan baik, RES umurnya mampu hingga 27 tahun. Tempurung kura-kura dewasa mencapai 27 cm.

Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies

: Animalia : Chordata : Reptilia : Squamata : Varanidae : Varanus : Varanus macraei Böhme & Jacobs, 2001

Gambar Varanus macraei Böhme & Jacobs, 2001 Deskripsi : Biawak ini memiliki ekor yang panjangnya 2/3 dari panjang tubuhnya secara keseluruhan. Ekornya sangat berguna untuk mengait pada ranting atau dahan saat berada di pohon.Tubuhnya tampak gepeng di bagian punggung dan berwarna kehitaman atau abu abu yang sangat gelap dan ditandai dengan bintik bintik berbentuk mata berwarna biru kehijauan. Terdapat pola gelang gelang berwarna biru keabu abuan di sepanjang ekor biawak blue spotted ini. Perutnya berwarna abua-abu hingga biru pucat dengan bintik bintik abu-abu tua.Lidah biawak ini berwarna merah muda pucat.Ukuran tubuh biawak jantan lebih besar dari ukuran tubuh biawak betina. Panjang tubuhnya sekitar 35 cm dari ujung kepala hingga anus, sedangkan panjang total dapat mencapai 100 cm atau lebih. Perilaku : Biawak ini aktif di siang hari dan lebih banyak menghabiskan waktunya di pepohonan. Cakarnya yang tajam membuat biawak ini memiliki pegangan yang aman dan mereka bisa memanjat dengan mudah tanpa kesulitan.Selama berpidah di antara cabangcabang pohon, biawak ini menggunakan ekornya sebagai alat untuk mencengkeram dahan, yaitu dengan mengait di dahan, biawak biru ini bisa menggulung ekornya pada bidang horizontal di badannya & dengan cepat menguraikan ekornya untuk digunakan sebagai alat pertahanan.Spesies pemalu dan menghindari predator dengan meloncat dari satu pohon ke pohon lainnya & berlindung di sela-sela batang pohon. Reproduksi : Jumlah telur yang dikeluarkan betina setiap kali bertelur antara 3-6 butir, dan telur akan di inkubasi di serasahan daun-daunan atau timbunan tanah dan akan menetas dalam kurun waktu 150 hari. Pakan : Biawak ini memakan serangga, belalang, jangkrik, ngengat, kumbang, kadal kecil, telur burung, katak dan berbagai jenis vertebrata kecil lain. Habitat : Habitat alaminya yaitu di hutan tropis. Blue-spotted monitor juga merupakan biawak yang pendistribusiannya paling kecil dari banyaknya jenis biawak lain. Biawak ini hanya terdapat di Pulau Batanta, barat laut Vogelkop Peninsula, Irian Jaya, dan Papua Nugini.

Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies

: Animalia : Chordata : Reptilia : Testudines : Geoemydidae : Cuora : Cuora amboinensis Daudin, 1802

Gambar Cuora amboinensis Daudin, 1802 Deskripsi : Kura-kura kotak Malaya hanya ditemukan di daerah hutan hujan tropis dataran rendah di Asia Tenggara. Empat subspesies Cuora amboinensis menempati area berbeda di wilayah ini. Ini adalah C. a. couro, C. a. kamarona, C. a. lineata, dan C. a. amboinensis . Kebiasaan spesifisitas habitat ekstrem ini unik di kura-kura kotak Asia, karena sebagian besar juga berkisar ke daerah pegunungan atau daerah utara Tropic of Cancer. Kura-kura ambon memiliki karapas berwarna hitam hingga kecoklatan sementara plastronnya berwarna kuning cerah, terkadang dengan bercak berwarna hitam. Sebagian besar dari kurakura jenis ini memiliki plastron yang tinggi membulat (hingh dome) walau pun ada pula yang tempurungnya rendah (low dome). Seluruh tubuh dari kura-kura ini dapat ditarik masuk ke dalam tempurungnya. Tempurungnya sendiri dapat tumbuh tingga ukuran lebih dari 25 cm, namun kebanyakan ukuran tempurung kura-kura dewasa yang ditemukan sekitar 15-20 cm. Kepala dari kura-kura ambon memiliki semacam garis berwarna kuning yang menjadi ciri dari jenis Coura ambonensis. Beberapa spesies lain dari genus Coura ada pula yang memiliki garis kuning seperti kura-kura ambon namun sedikit berbeda. Perilaku : Kura-kura ambon sudah sangat umum dipelihara di Indonesia, terutama di kalangan hobiis. Pemeliharaannya tergolong mudah dan tidak perlu perlakuan khusus. Perlakuan yang diberikan tidak jauh berbeda dengan kura-kura brazil, seperti disediakan basking area, kondisi air dijaga, pakan teratur, dan perawatan rutin seperti kura-kura kebanyakan. Jenis ini tergolong memiliki daya tahan yang cukup kuat (terutama untuk dewasa, untuk baby masih rentan penyakit). Air yang disediakan untuk pemeliharaan sebaiknya tidak terlalu dalam karena jenis ini tidak terlalu pandai dalam berenang.

Reproduksi : Cuora amboinensis mencapai pembuahan secara internal melalui persetubuhan antar jenis kelamin. Perkawinan terjadi di dalam air. Setelah sanggama, betina menemukan area yang lembab, berdrainase baik dan menggali sarang dengan kaki belakangnya untuk meletakkan telur, yang biasanya berjumlah 1 hingga 5 telur bulat per sarang. Temperatur yang hangat dan konstan bermanfaat untuk reproduksi yang lebih sering, dan kura-kura ini mampu meletakkan beberapa sarang per tahun. Waktu inkubasi kira-kira 76 hari antara pemupukan dan penetasan. Seekor kura-kura dapat bereproduksi setelah mencapai usia kematangan seksual, yaitu pada usia 4 atau 5 tahun. Usaha breeding kura-kura lokal sangat penting, terutama untuk mengurangi tingkat ketergantungan pasar terhadap penangkapan alam. Meskipun jenis kura-kura ini tidak dilindungi namun jika terus diambil dari alam maka jumlahnya akan terus berkurag dan dapat merusak keseimbangan ekosistem. Umur/Panjang Umur : Umur panjang Cuora amboinensis biasanya dari 25 hingga 30 tahun. Satu spesimen dilaporkan telah hidup selama 38 tahun. Tingkah laku : Karena habitat tropis mereka, kura-kura ini tidak pernah berhibernasi dan aktif sepanjang tahun. Pakan : Kura-kura ambon merupakan omnivora yang memakan tumbuhan serta hewan. Kura-kura yang dijual baik dari hasil breeding maupun tangkapan alam sebagian besar telah bisa memakan pelet (jika anda ragu saat membeli silahkan tanyakan pada penjual agar aman). Sayur yang bisa diberikan untuk pakan antara lain adalah kangkung, pisang, dsb. Sementara pakan hewan dapat berupa ikan, udang, atau cacing Habitat : Tidak seperti kebanyakan kura-kura kotak, kura-kura kotak Melayu sangat akuatik dan lebih suka lingkungan yang hangat dan basah. Mereka khusus untuk daerah hutan hujan tropis, dengan suhu konstan antara 75 dan 95 derajat Fahrenheit, dan tidak pernah ditemukan di mana suhu turun di bawah 70 derajat. C. amboinensis adalah penyu kotak paling akuatik di dunia, dan karena mereka lebih suka air hangat, penyu kotak Malaya cukup sering ditemukan di sawah, rawa-rawa, dan kolam dangkal di daerah tropis ini Kebiasaan makan : Kura-kura kotak Melayu sangat mirip dalam diet dengan kura-kura kotak lainnya, lebih memilih makanan yang omnivora. Berbagai macam sayuran dimakan, termasuk sayuran, beberapa buah-buahan, jamur, dan berbagai tanaman air. Mereka juga memakan cacing lilin, jangkrik, ikan, dan banyak jenis serangga. Makan terjadi di air dan mengakomodasi gaya hidup mereka yang sangat akuatik. Mereka tidak membutuhkan makanan setiap hari, kurakura kotak Malaya makan dua kali seminggu tanpa efek yang merugikan. Predasi : Kura-kura kotak Melayu menggunakan karakteristik perilaku anti-predator yang khas dari kura-kura kotak - menyelipkan seluruh tubuh mereka di dalam cangkang pelindung mereka. Hal ini dimungkinkan karena plastron berengsel mereka, yang memungkinkan bagian bawah untuk menutup dengan sangat ketat terhadap bagian atas, mencegah predator dari merusak

area rentan lengan, kaki, dan kepala mereka. Mereka juga bisa berenang dengan sangat baik, sehingga garis pertahanan pertama yang digunakan adalah melarikan diri dari bahaya yang dirasakan dan bersembunyi di sepanjang kolam atau dasar danau. Pentingnya Ekonomi untuk Manusia: Positif Cuora amboinensis adalah spesies penyu yang sangat populer untuk perdagangan hewan peliharaan karena sifat tahan banting dan ketersediaannya saat ini; Namun, spesies ini dan banyak kura-kura kotak Asia lainnya dieksploitasi secara berlebihan pada tingkat yang mengkhawatirkan. Kura-kura kotak Malaya juga dipanen untuk dijadikan oleh-oleh di negara-negara Asia. Manfaat lain bagi manusia adalah bahwa kura-kura kotak Malaya, seperti halnya kebanyakan kura-kura kotak Asia, digunakan secara luas sebagai makanan gourmet di Oriental. Sayangnya, ini mengakibatkan permintaan tinggi untuk memanen banyak penyu liar untuk konsumsi manusia. Status konservasi : Populasi kura-kura kotak Malaya menurun karena eksploitasi penyu yang berlebihan saat ini untuk perdagangan nasional dan internasional di negara-negara Asia. Rencana konservasi sedang dilakukan untuk menyusun strategi untuk menstabilkan penurunan ini. Saat ini, American Zoological Association sedang menyelesaikan rencana untuk buku induk utama untuk genus Cuora dan sedang mempertimbangkan untuk memasukkan peternak swasta dan kolektor sebagai pemasok penyu jantan. Reproduksi tawanan sangat tidak konsisten; namun, beberapa teknik pemeliharaan dan pembiakan telah dikembangkan untuk banyak spesies penyu Asia, termasuk Cuora amboinensis . Saat ini, semua subspesies C. amboinensis telah berhasil dikawinkan di kebun binatang atau koleksi pribadi. Sayangnya, banyak dari ini adalah contoh yang terisolasi dan masa depan tidak pasti. Klasifikasi : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies

: Animalia : Chordata : Reptilia : Crocodylia : Crocodylus : Crocodylus : Crocodylus raninus

Gambar Crocodylus raninus (Buaya Kalimantan)

Buaya kalimantan mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan buaya muara. Lantaran itu buaya yang hanya dapat ditemui di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan ini statusnya masih menjadi perdebatan para ahli. Crocodylus raninus adalah spesies misterius buaya air tawar endemik Asia Tenggara pulau Kalimantan. Status taksonomi ini adalah kontroversial dan jelas: itu telah dianggap oleh beberapa penulis sebagai sinonim dari Crocodylus porosus, meskipun deskripsi ulang pada tahun 1990 dan 1992 disajikan bukti identitas yang berbeda. Buaya umumnya menghuni habitat perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya,buaya raninus menghuni habitat perairan tawar

Related Documents

Tugas
October 2019 88
Tugas
October 2019 74
Tugas
June 2020 46
Tugas
May 2020 48
Tugas
June 2020 45
Tugas
August 2019 86

More Documents from "Luci xyy"