Tugas Akhir Modul 4 Kimia.docx

  • Uploaded by: Titi Dewi Telaumbanua
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Akhir Modul 4 Kimia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,230
  • Pages: 34
Sistem koloid (selanjutnya disingkat "koloid" saja) merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 1000 nm), sehingga mengalami efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak terjadi pengendapan. Misalnya, sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi). Koloid dijumpai di mana-mana: susu, agar-agar, tinta, sampo, sabun serta awan merupakan contoh-contoh koloid yang dapat dijumpai sehari-hari. Sitoplasma dalam sel juga merupakan sistem koloid. Dalam kenyataannya, banyak produk industri yang diperlukan dalam kehidupan sekarang ini berupa koloid, baik sebagai bahan makanan, bahan bangunan, maupun produk-produk lain. Mengapa sistem koloid digunakan dalam produk industri? Salah satu ciri khas koloid, yaitu partikel padat dari suatu zat dapat tersuspensi dalam zat lain, terutama dalam bentuk cairan. Hal ini merupakan dasar dari berbagai hasil industri yang dibutuhkan manusia. Tugas Saudara adalah membuat resume beberapa koloid: cat, keju, sampo dan sabun yang berisi tentang karakteristik masing-masing koloid, bahan-bahan yang digunakan, proses pembuatan dan jika mungkin cara kerja dari koloid tersebut apabila dipergunakan. Sebagai contoh, sampo bekerja tidak hanya membersihkan rambut maupun kulit kepala namun juga dapat memperbaiki penampilan rambut agar mudah disisir dan kelihatan mengembang. 1.

Cat Cat adalah suatu cairan yang dipakai untuk melapisi permukaan suatu bahan

dengan tujuan memperindah (decorative), memperkuat (reinforcing) atau melindungi (protective) bahan tersebut. Setelah dikenakan pada permukaan dan mengering, cat akan membentuk lapisan tipis yang melekat kuat dan padat pada permukaan tersebut. Pelekatan cat ke permukaan dapat dilakukan dengan banyak cara: diusapkan (wiping), dilumurkan, dikuas, disemprotkan (spray), dicelupkan (dipping) atau dengan cara yang lain. Cat didefinisikan sebagai tebaran koloid dari pigmen dalam sarana (resin dan pelarut). Dengan demikian properti cat sangat tergantung pada ukuran partikel dan permukaan pigmen. Tebaran pigmen adalah proses untuk membasahi dan melepas partikel utama pigmen dan menebarkannya ke dalam sarana secara merata. Untuk menghindari koagulasi dan menjaga agar kondisi tetap stabil, yang sangat penting adalah kontrol yang didasarkan atas kimia koloid dan kimia antar permukaan. Berbagai properti cat, seperti fluiditas, kehalusan, kilap, kekuatan menyembunyikan dan stabilitas penyimpanan sangat dipengaruhi oleh penebaran pigmen ini. Bahan-Bahan Penyusun Cat

1.

Resin Atau Binder Resin atau binder merupakan komponen utama dalam cat. Resin berfungsi

merekatkan komponen-komponen yang ada dan melekatkan keseluruhan bahan pada permukaan suatu bahan (membentuk film). Resin pada dasarnya adalah polymer dimana pada temperatur ruang bentuknya cair, bersifat lengket dan kental. Ada banyak jenis resin, seperti: Natural Oil, Alkyd, Nitro Cellulose, Polyester, Melamine, Acrylic, Epoxy, Polyurethane, Silicone, Fluorocarbon, Venyl, Cellolosic, dll. Resin dibagi berdasarkan mekanisme mengering atau mengerasnya (pembentukan film), yaitu : a.

Penguapan Solvent (Lacquer dan Duco) Mengering atau mengerasnya resin terjadi karena penguapan solvent yang

ada. Bahan yang padat akan tertinggal dan menempel merata pada seluruh permukaan bahan yang dicat. Selama solventnya masih ada maka resin ini belum mengeras. Untuk mempercepat proses menguapnya solvent, biasanya dibantu dengan pemanasan. Resin jenis ini secara alamiah polymer-nya sudah cukup besar sehingga film yang terbentuk sekalipun tidak terjadi reaksi kimia sudah cukup kuat dan padat. Kecepatan mongering, kualitas rata dan kilap dari permukaan film sangat dipengaruhi oleh pemilihan jenis dan komposisi solventnya. Contoh resin jenis ini adalah Nitro Cellulosa (NC), Cellolose Acetate Butyrate (CAB), Chlorinated Rubber, Acrylic Co-polymer, dll b.

Reaksi dengan Udara (Varnish dan Syntetic Enamel) Mengering atau mengeras karena ada reaksi kimia antara komponen udara

(oksigen atau air) dengan resin tersebut membentuk molekul-molekul baru yang lebih besar dan saling berikatan satu sama lain. Resin Alkyd atau Natural Oil (atau kombinasi keduanya) mempunyai ikatan rangkap (tak jenuh) dalam struktur molekulnya, oleh karenanya resin ini bersifat reaktif terhadap oksigen, namun pada temperatur ruang raktifitasnya masih kurang, perlu ditingkatkan reaktifitasnya dengan penambahan katalis (dryer) jika akan dipakai. Pada resin Prepolymer Polyisocyanate terjadi reaksi “ moisture cure” antara gugus fungsional yang reaktif dengan air (kelembaban) di udara. Ciri utama cat yang mempergunakan Resin jenis ini adalah akan mudah mengeras pada permukaannya (atau mengulit), bila kena udara (terbuka kalengnya cukup lama). c.

Reaksi Polymerisasi

Campuran akan mengeras atau mengering karena terjadi reaksi kimia antara dua resin yang ada dalam campuran cat, reaksi ini sering disebut reaksi polymerisasi. Reaksi polymerisasi (baik kondensasi maupun addisi) dapat berlangsung karena adanya katalis, tanpa katalis (non katalis), panas atau radiasi UV. Hasil reaksinya adalah sebuah campuran polymer yang mempunyai berat molekul jauh lebih besar dan mempunyai ikatan tiga demensi (crosslink) yang jauh lebih kuat dibanding reaksi yang dijelaskan sebelumnya. Tanpa katalis Pada suhu ruang, dua pasang resin jenis ini sudah cukup reaktif untuk memulai reaksi, maka pasangan resin jenis ini harus dipisahkan satu sama lain sebelum dipakai, dicampur satu dengan lainnya jika hanya akan digunakan. Tergolong dalam jenis ini adalah resin Epoxy dengan Polyamide dan Polyol dengan Polyisocyanate.

Resin

kedua

dalam

pasangan

tersebut,

polyamide

atau

polyisocyanate biasa disebut sebagai “hardener”, karena setelah resin ini dicampurkan dengan pasangannya akan terjadi reaksi polymerisasi dimana hasilnya ditandai dengan mengerasnya campuran tersebut. Dengan Katalis, karena pasangan dua resin ini tidak cukup reactive, maka perlu ditambahkan katalis untuk memulai reaksinya. Resin jenis ini bisa dicampur dan disimpan dalam satu wadah satu dengan lainnya. Selama katalis belum dicampurkan maka tidak akan terjadi pengerasan pada bahan-bahan tersebut. Contoh resin ini adalah resin amino (melamine) dan alkyd polyol yang akan bereaksi atau mengeras bila ditambahkan katalis yaitu berupa asam organik atau anorganik. Disamping katalis seperti sudah disebutkan di atas, panas juga biasa digunakan sebagai alat untuk mempercepat reaksi kimia. Contohnya adalah resin amino dan alkyd polyol yang dipakai pada cat jenis stoving (pangggang) pada catcat mobil. Beberapa resin tertentu, seperti: Polyester tidak jenuh, bisa bereaksi satu dengan yang lain bila diradiasi dengan sinar UV. Pengeringan dan pengerasan terjadi setelah campuran resin dikenai sinar UV. Setiap jenis resin mempunyai banyak sekali type dan turunanya, bahkan kombinasi antara satu resin dengan resin yang lain juga menambah perbendaharaan jenis resin baru. Daya tahan, kekuatan dan karakter cat secara keseluruhan sangat dipengaruhi oleh jenis resin yang dipakai. Pemilihan resin yang dipakai sangat dipengaruhi oleh banyak pertimbangan diantaranya adalah sebagai berikut:



Pemakaian, jika akan digunakan dengan kuas maka sebaiknya dipakai resin yang secara alami encer dan agak lambat keringnya. Resin yang cocok adalah alkyd dengan kadar oil yang cukup banyak (alkyd long oil). Resin dengan kekentalan tinggi dan cepat kering sangat tidak cocok dipakai untuk pemakain dengan kuas, akan menimbulkan permukaan yang tidak rata setelah cat kering. Begitu juga resin yang encer dan lambat kering sangat tidak cocok untuk pemakaian dengan spray pada permukaan vertical.



Kekuatan, jika dibutuhkan cat dengan daya tahan tinggi terhadap sinar matahari, maka resin yang tepat adalah Acrylic atau Polyurethane, namun jika dibutuhkan cat dengan kekuatan tinggi terhadap kimia, gesekan, benturan, dll namun untuk pemakian di dalam, maka resin Epoxy adalah jawabannya.



Dan pertimbangan-pertimbangan yang lain seperti ongkos/harga, substrat (permukaan bahan yang akan di cat), lingkungan (berair, kering, korosif,…), dan lain-lain.

2.

Pigment Dan Extender (Filler) Pigment dan dyestuff adalah bagian dari colorant. Dyestuff bersifat larut

dalam solvent, sedang pigment tidak. Pigment merupakan padatan halus (bubuk) yang ditambahkan ke dalam cat dengan beberapa fungsi berikut: a.

OPTIS. Memberi karakter khas pada penampakan cat tersebut, seperti: warna, derajat kilap (gloss) maupun daya tutupnya.

b.

PROTECTIVE.

Memberi

nilai

tambah

pada

karakter

kekutan

cat

tersebut,seperti: kekuatan terhadap cuaca, korosi, panas atau api, dll. c.

REINFORCING. Meningkatkan sifat, seperti meningkatkan kekerasan, kelenturan, daya tahan terhadap abrasi, dll. Kekuatan, daya tahan dan sifat-sifat lain yang diinginkan dari cat dapat

dibentuk atau diciptakan dengan menambahkan pigment yang tepat dan konsentrasi yang sesuai. Untuk memilih pigment yang tepat dan benar perlu dipelajari sifat-sifat umum dari pigment itu sendiri. Sifat-sifat pigment tersebut adalah: 

Warna dasar



Bentuk dan ukuran partikel



Berat jenis, density atau specific gravity



Oil absorption



Hiding power (refractive index)



Daya tahan terhadap panas dan asam basa



PH



Muatan Listrik



Bleeding

Secara umum pigment terbagi dalam dua kategori besar berikut: Ø PIGMENT ORGANIK. Pigment yang terbentuk dari senyawa-senyawa organic (karbon) Ø PIGMENT ANORGANIK. Terbentuk dari mineral-mineral atau garam-garaman logam yang terbentuk secara alami (bahan galian) ataupun dari hasil reaksi kimia di pabrik. Pada jenis ini dikenal true pigment (atau disebut sebagai pigment saja) dan extender atau filler. Pigment anorganik mempunyai daya tahan solvent, kimia, daya tutup, kemudahan terdispersi, stabilitas terhadap panas, cahaya dan cuaca yang lebih bagus dibanding pigment organic. Namun dalam kecerahan dan tinting strength, pigment organic umumnya lebih bagus dibanding anorganik. Extender atau filler ditambahkan ke dalam cat dengan tujuan untuk menurunkan harga, namun dalam hal tertentu extender ditambahkan untuk memberbaiki sifat cat. Extender umumnya mempunyai refractive index yang kecil (atau rendah daya tutupnya) dibanding pigment. 3.

Solvent Seperti sudah dijelaskan dalam bagian sebelumnya bahwa masing-masing

komponen penyususun cat mempunyai fungsi dan peran yang berbeda-beda. Resin membentuk film dan memberi kontribusi terhadap karakter film yang terbentuk, sedang pigment disamping memberi warna juga berfungsi menambah kekuatan

mekanis film. Sekalipun setelah pemakaian solvent akan terbuang ke lingkungan dan tidak menjadi bagian dari lapisan cat, namun peran solvent selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemakaian cat, memperlihatkan peran yang dominan dibanding komponen lainnya. Pada saat pembuatan cat, solvent memberi kontribusi sedemikian rupa sehingga campuran mempunyai kekentalan yang pas untuk diproses: diaduk, dicampur, digiling dan lain-lain. Dengan penambahan solvent yang tepat dan cukup akan menurunkan kekentalan dari resin atau campuran pada suatu titik dimana kekentalannya memenuhi syarat untuk masing-masing proses. Demikian halnya pada saat pemakaian cat, dengan penambahan jenis solvent yang tepat dan dengan takaran pas, maka cat bisa dikuas, dispray atau dilumurkan dengan mudah pada obyek yang akan dicat. Komposi solvent yang tepat juga memberi pengaruh optimal pula pada mekanisme penguapan dari solvent-solvent yang ada, sehingga akan membentuk film yang maksimal karakteristiknya, baik textur permukaannya, sifat kilapnya maupun kecepatan keringnya. Cat merupakan sebuah system campuran yang kompleks, ada padatan (solute) yang terlarut atau terdispersi dalam pelarut cair (solvent), ada juga cairan (solvent active) yang terlarut dalam cairan lain (diluent). Jadi definisi solvent adalah cairan (biasanya mudah menguap) yang berperan melarutkan atau mendispersi komponen-komponen pembentuk film (resin, pigment dan/atau additive) yang akan menguap terbuang ke lingkungan selama proses pengeringan. Membicarakan solvent tidak bisa lepas dari thinner, karena keduanya saling berkaitan satu dengan yang lain. Thinner adalah campuran beberapa solvent yang dipakai untuk melarutkan resin di dalam cat atau mengencerkan cat selama penggunaan. Di dalam prakteknya resin atau cat dilarutkan oleh tidak hanya satu jenis solvent , tetapi oleh beberapa macam kategori solvent. Bagaimana dengan cat water base, solvent dan thinner-nya adalah setali tiga uang atau sama saja, yaitu air. 4.

Additive Disamping ke tiga komponen yaitu resin, pigment dan solvent, ada beberapa

komponen lain yang ditambahkan dalam jumlah sangat sedikit ke dalam cat. Komponen-komponen ini, sekalipun ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun memberi kontribusi yang sangat besar terhadap sifat cat, sehingga cat dapat diproses, disimpan dan dipakai seperti harapan kita. Penambahan additive yang ada dalam cat tidaklah serta merta muncul begitu saja, merupakan suatu proses panjang

dari beberapa percobaan atau riset pada cat tersebut. Selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemakaian dinilai kualitasnya secara menyeluruh, kemudian kelemahan dan masalah yang timbul dicoba untuk diatasi dengan variasi jenis dan takaran beberapa additive, hingga akhirnya muncul nama jenis dan takaran additive tertentu yang pas untuk campuran cat tersebut. Additive ditambahkan ke dalam cat disesuaikan dengan solvent apa yang dipakai (solvent atau water base), apa jenis resinnya, bagaimana pemakaiannya dan bagaimana mekanisme pengeringannya. Setiap supplier additive biasanya memberi informasi yang jelas tentang apa dan bagaimana additive harus digunakan. Additive biasanya dibagi berdasarkan fungsinya. Berikut ini adalah beberapa additive yang biasa dipakai dalam industri cat, diantaranya : a.

Wetting Agent. Mempermudah atau mempercepat proses penggantian udara dan air oleh resin pada permukaan pigment atau extender.

b.

Dispersing Agent. Mempermudah distribusi pigment dan extender ke dalam cairan resin.

c.

Anti Skinning Agent. Mencegah proses pengulitan pada permukaan cat (oil atau alkyd base resin) selama penyimpanan.

d.

Thickening Agent. Mempertahankan kekentalan cat atau melindungi cat selalu dalam kondisi koloid.

e.

Anti Settling Agent. Mempertahankan pigment selalu berada pada kondisi dispersi yang stabil dalam campuran, sehingga tidak mengendap.

f.

Anti Sagging. Mencegah turunnya atau melelehnya cat jika dipakai pada permukaan tegak.

g.

Anti Foaming. Mencegah atau menghilangkan timbulnya busa pada permukaan cat.

h.

Anti Flooding and Foating. Mencegah pemisahan pigment baik secara vertikal maupun horisontal

i.

Anti Fungus. Mencegah timbulnya jamur. Tahapan pembuatan cat sangat dipengaruhi oleh seberapa canggih teknologi

yang dipakai untuk menunjang pembuatan cat tersebut, makin canggih tinggi teknologi yang dipakai maka makin singkat dan mudah proses pembuatan catnya. 1. Persiapan Pada tahap ini dimulai dengan mempersiapkan bahan-bahan baku sesuai dengan formula atau resep cat yang akan dibuat. Bahan-bahan diambil dari gudang

yang sudah teruji kualitasnya, tidak kedaluwarsa dan tidak pula cacat atau rusak baik fisik maupun kimia (yang ditandai dengan adanya perubahan bau, warna, bentuk, atau kekentalan pada bahan tersebut). Mengukur bahan yang akan diproses, bisa dilakukan dengan cara ditimbang beratnya atau diukur volumenya, tergantung dengan basis apa yang digunakan dalam formula atau resepnya. Ketelitian dan keakuratan penimbangan merupakan faktor penting terhadap hasil akhir pembuatan cat, terutama pada penimbangan additive atau pigment. Bahanbahan tersebut kemudian diangkut ke area produksi, bisa dilakukan dengan tenaga manusia biasa, forklif atau melalui sistim pemipaan (untuk bahan cair). 2. Produksi Proses produksi cat dibagi menurut jenis cat yang akan dibuat: Cat Tanpa Pigment, Extender atau Filler Pembuatannya hanya melibatkan proses penuangan, mixing dan stiring saja, yaitu menuang bahan-bahan dengan urutan dan cara sesuai dengan jenis cat yang akan dibuat ke dalam sebuah tangki dengan ukuran pas. Kemudian mencampur bahan-bahan dengan putaran mixer relatif pelan, hingga diperoleh suatu campuran yang benar-benar merata di semua titik. Waktu stiring dan kecepatan mixer disesuikan dengan jumlah dan kekentalan campuran. Perlakuan seperti ini juga dipakai untuk membuat thinner, hardener, wood stain (solvent + dyestuff) atau campuran bahan lain yang tidak mengandung pigment atau extender asli (padatan). Namun jika pigment atau extender-nya sudah diproses menjadi bahan setengah jadi (pasta) terlebih dulu, maka bahan atau campuran ini bisa diproses seperti tersebut di atas. Cat Dengan Pigment dan/atau Extender. Proses pembuatan cat jenis ini juga dibagi berdasarkan pada seberapa halus padatan (pigment atau extender) terdispersi di dalam campuran. Jika diinginkan padatan terdispersi secara kasar (dengan kehalusan antara 20 – 50 mikron), maka proses yang dibutuhkan adalah cukup dengan proses dispersi saja; namun jika dikehendaki padatan terdispersi secara halus (5 – 20 micron) maka diperlukan proses penggilingan partikel padat dalam mesin giling. Contoh jenis cat yang dibuat cukup dengan proses dispersi saja adalah dempul atau filler, cat primer, undercoat, intermediate atau tembok dimana kehalusan partikel bukan merupakan sifat yang harus dicapai. 3. Proses Dispersi

Tahapan dispersi meliputi: 

Proses pembasahan permukaan partikel-partikel pigment dan/atau extender oleh bahan-bahan cair (millbase).



Proses pemecahan secara mekanis terhadap kelompok-kolompok partikel pigment dan/extender menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil atau partikel-partikel primernya sesuai dengan derajad kehalusan yang dikehendaki.



Mempertahan agar supaya kelompok-kelompok partikel yang lebih kecil atau partikel-partikel primer ini tetap terpisah satu sama lain, tidak bersatu kembali. Proses dispersi akan mendapatkan hasil optimal bila prinsip-prinsip

dispersinya terpenuhi. Adapun prinsip-prinsip dispersi yang perlu mendapat perhatian adalah kecepatan peripheral campuran, bentuk cakram, diameter cakram terhadap tangki, tinggi cakram dari dasar tangki, diameter tangki, tinggi tangki dan perbandingan padatan dan cairan campuran (kadar padatan = PVC) serta penambahan secara tepat additive wetting dan dispersingnya. Jika kondisi ideal terpenuhi, maka akan terbentuk sebuah aliran yang menyerupai donat, terbentuk “doughnut effect”. Pada kondisi ini diperoleh proses dispersi yang optimal. 4. Penggilingan Dengan hanya dispersi, kita belum mendapatkan kehalusan partikel lebih rendah dari 20 mikron, yaitu ukuran rata-rata partikel primer dari pigment dan/atau extender. Untuk itu diperlukan sebuah tahap lanjutan dimana ikatan fisik partikelpartikel pigment akan dipecahkan lebih lanjut menjadi patikel-partikel yang lebih kecil lagi. Tahapan ini disebut penggilingan. Untuk memudahkan dalam pembuatan cat; biasanya pigmen, extender, sebagian resin dan additive digiling terlebih dahulu untuk dibuat pasta (bahan setengah jadi). Pasta ini bisa disimpan dalam gudang atau langsung diproses untuk dibuat cat, yaitu hanya dengan proses mixing biasa, seperti dijelaskan pada proses pembuatan cat tanpa pigment di atas. Alat dan prinsip penggilingan bermacam-macam, diantaranya adalah: 

Melewatkan millbase diantara dua buah atau lebih silinder yang berhimpitan satu dengan lainnya, dimana jarak diantara dua buah silinder ini bisa diatur

sesuai dengan derajad kehalusan yang diinginkan. Contoh dari alat ini adalah Triple roll Mill. 

Melewatkan secara vertical atau horizontal millbase ke dalam mesin giling yang terdiri dari agitator dan banyak glass bead di dalamnya. Di dalam silinder giling, glass bead bersama dengan millbase akan diputar oleh agitator pada kecepatan tertentu, menyebabkan pigment-pigment secara mekanis akan terpecah karena tertumbuk oleh glass bead secara terus menerus. Millbase melalui saringan akan keluar, sedangkan glass bead akan tetap tertahan di dalam silinder giling. Sekalipun glass bead terbuat dari bahan yang keras dan kuat, pada akhirnya juga akan terpecah, ini akan menyebabkan proses penggilingan akan menurun performance-nya dan glass bead harus diganti dengan yang baru. kecepatan putar agitator, kekentalan, kadar padatan dan waktu tinggal millbase di dalam mesin adalah faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitasnya proses penggilingan. Jika satu tahap proses penggilingan belum mencapai hasil yang diinginkan, millbase biasanya dikembalikan lagi ke dalam mesin, dilakukan bisa berkali-kali hingga diperoleh derajad kehalusan yang diinginkan.

5. Penyelesaian Seperti sudah dijelaskan bahwa proses pembuatan cat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu proses yang melibatkan dispersi dan/atau penggilingan dan proses yang hanya melibatkan proses mixing saja. Tahap akhir dari kedua proses ini juga berbeda, pada proses yang melibatkan dispersi dan/atau penggilingan pigment, maka mengukur derajad kehalusan dari partikel-partikelnya adalah tahap yang penting guna mengakhiri proses tersebut. Sedang proses lain, yang hanya melibatkan proses mixing, maka untuk melihat seberapa jauh campuran sudah tercampur sempurna dan sesuai komposisi yang ditentukan, cukup mengukur kekentalan atau viskositas campuran tersebut. Namun bila campuran tersebut mengandung beberapa jenis pasta, maka menyamakan warna (colour matching) campuran cat secara kasar perlu dilakukan, agar campuran tidak terlalu jauh berbeda dengan warna standardnya. Kedua tahapan ini biasanya disebut uji kualitas pendahuluan, yaitu tahapan antara sebelum cat diuji secara seksama pada tahap paling akhir dari proses pembuatan cat, yaitu tahap pengujian kualitas cat.

6. Proses Pembuatan Cat Secara Umum Proses produksi cat melalui beberapa proses, yaitu pre-mixing, grinding, letdown,

filtering,

color

matching,

dan

packaging.

Pre-mixing

yaitu

proses

pencampuran awal dimana bagian padat dari cat seperti pigmen dan extender/filler didispersikan ke pelarutnya dengan tambahan aditif yang sesuai seperti dispersing agent dan wetting agent. Pada proses grinding partikel-partikel pigmen dihaluskan dengan mesin giling/grinder agar ukuran partikel menjadi lebih kecil dan diperoleh kehalusan dan warna yang diinginkan. Kemudian selanjutnya adalah proses finishing yang meliputi let-down, filtering, color matching sampai packaging. Pada proses ini cat diatur kekentalannya, ditambahkan zat aditif, disaring dari kotoran saat pengadukan, disesuaikan dan dipilah-pilah warnanya, dan pada akhirnya di kemas. Jenis-jenis Cat Jenis-jenis cat diantaranya : a.

Berdasarkan fungsi : Cat dempul (filler), anti karat (anti corrosion), anti jamur (anti fungus), tahan api, tahan panas (heat resistance), anti bocor (water proofing), decorative, protective, heavy duty, industrial dll.

b.

Berdasarkan Methode Pengecatan : Cat kuas, spray, celup, wiping, elektrostatik, roll, dll.

c.

Berdasarkan letak pemakaian : Cat Primer (sebagai dasar), undercoat, intermediate (ditengah-tengah), top coat/finishing (pada permukaan paling atas dari beberapa lapisan cat), interior (di dalam tidak terkena secara langsung sinar matahari) dan exterior (di luar), dll.

d.

Berdasarkan jenis substrat : Cat besi (metal protective), lantai (flooring systems), kayu (wood finishing), beton (concrete paint), kapal (marine paint), mobil (automotive paint, plastik, kulit, tembok, dll.

e.

Berdasarkan kondisi dan bentuk campuran : Cat pasta, ready-mixed, emulsi, aerosol, dll.

f.

Berdasarkan mekanisme pengeringan : Cat kering udara (varnish dan syntetic enamel), cat stoving (panggang), cat UV curing, cat penguapan solvent (lacquer dan duco), dll.

C.

Kualitas Cat Untuk mendapatkan kualitas cat seperti yang diharapkan oleh pelanggan,

berbagai usaha harus diarahkan untuk mendapatkan kualitas hasil akhir dari setiap

proses seoptimal mungkin. Setiap proses dimulai dari pembelian bahan baku, penyimpanan bahan baku, pemrosesan bahan baku menjadi bahan setengah jadi maupun bahan jadi, penyimpanan bahan jadi dan pengiriman bahan jadi ke pelanggan harus dikontrol dengan jadwal, pengujian dan pelayanan yang memadai. Beberapa pengujian harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa resin, pigment, extender, solvent dan additive yang dibeli dan kemudian disimpan di dalam gudang sesuai spesifikasi, tidak terjadi salah barang, penyimpangan dan perubahan kualitasnya. Proses pembuatan pasta menghasilkan pasta yang stabil, tidak gampang mengulit, mengeras dan dengan dengan derajad kehalusan sesuai kebutuhan.Proses pembuatan cat menghasilkan cat dan film dengan kualitas seperti yang diharapkan. 2.

KEJU Keju (dipinjam dari bahasa Portugis, queijo) adalah sebuah makanan yang

dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses pengentalan ini dilakukan dengan bantuan bakteri atau enzim tertentu yang disebut rennet. Hasil dari proses tersebut nantinya akan dikeringkan, diproses, dan diawetkan dengan berbagai macam cara. Dari sebuah susu dapat diproduksi berbagai variasi produk keju. Produk-produk keju bervariasi ditentukan dari tipe susu, metode

pengentalan,

temperatur,

metode

pemotongan,

pengeringan,

pemanasan, juga proses pematangan keju dan pengawetan.Umumnya, hewan yang dijadikan sumber air susu adalah sapi. Air susu unta, kambing, domba, kuda, atau kerbau digunakan pada beberapa tipe keju lokal. Keju memiliki gaya dan rasa yang berbeda-beda, tergantung jenis air susu yang digunakan, jenis bakteri atau jamur yang dipakai dalam fermentasi, lama proses fermentasi maupun penyimpanan ("pematangan"). Faktor lain misalnya jenis makanan yang dikonsumsi oleh mamalia penghasil susu dan proses pemanasan susu. Walaupun ada ratusan jenis keju yang diproduksi di seluruh dunia, namun keju secara mendasar dibuat dengan cara yang sama. Keju merupakan makanan yang penuh dengan nutrisi. Keju memiliki banyak elemen yang sama dengan susu, yaitu protein, lemak, kalsium dan vitamin. Satu pon keju memiliki protein dan lemak yang sama jumlahnya dengan satu galon susu. Keju dengan tingkat kelembaban yang tinggi memiliki konsentrasi nutrisi yang lebih rendah dibandingkan dengan keju yang tingkat kelembabannya rendah.

Macam-macam Keju Berdasarkan tekstur

Berdasarkan pematangan



Keju keras



Keju iris



Keju iris semi keras



Keju lunak



Keju yang bakterinya dimatangkan dari

proses dalam 

Keju yang dicuci kulitnya



Keju bercoreng biru



Keju berlapis kapang



Keju yang tidak dimatangkan



Keju berkulit keras



Keju yang tertutup dengan bulu halus



Keju berkulit alami



Keju yang kulitnya dicuci dengan air

Berdasarkan kulit

asin 

Keju biru



Keju segar



Berdasarkan

jenis

susu

yang

digunakan Berdasarkan jenis susu yang digunakan



Keju dari susu kambing



Keju dari susu domba atau biri-biri



Keju dari susu campuran (dibuat dari kombinasi dua jenis susu atau lebih)

 Keju proses

Keju

Keju dari susu mentah proses

kategori

berbeda

lainnya

dengan

karena

keju

keju-keju ini

tidak

diproduksi langsung dari susu segar tetapi dibuat dari keju yang sudah matang. Sisasisa dari berbagai macam keju dicampur menjadi satu kemudian digiling, diberi garam dan dipanaskan. Keju proses tersedia dalam Keju segar

berbagai macam bentuk. Keju segar tidak melalui proses pematangan seperti keju-keju lainnya. Bagian padat dari

Pasta filata

keju ini mencapai 20%. Pasta filata merupakan

nama

untuk

sekelompok keju yang dadihnya dipanaskan dengan air panas, diadoni dan dibuat menjadi Keju krim asam

untaian tali setelah diasamkan. Kandungan air pada keju krim asam berkisar antar 60-73%. Keju tipe ini diproduksi dari keju asam rendah lemak, karena itulah keju ini memiliki kandungan kalori yang rendah

Keju vegetarian

dan protein yang tinggi. Sebagian besar keju diproduksi dengan menggunakan

rennet

yang

berasal

dari

binatang, yang diambil dari perut sapi atau domba.Saat

ini,

ada

banyak

alternatif

pengganti rennet yang berasal dari binatang. KEJU SEBAGAI KOLOID Keju merupakan suatu sistem koloid jenis emulsi. Menurut Elaine(2006) sistem koloid terdiri atas dua fase atau bentuk, yakni fase terdispersi (fase dalam) dan fase pendispersi (fase luar, medium). Emulsi ialah koloid dengan zat terdispersinya fase cair. Emulsi dapat terbentuk karena adanya koloid lain (emulgator/pengemulsi) sebagai pengadsorpsi. Keju dibuat dengan cara koagulasi (penggumpalan)

kasein

susu

membentuk

dadih

atau

curd(Koswara,2007).

Penggumpalan kasein dapat juga dilakukan dengan fermentasi bakteri asam laktat. Pada dasarnya campuran koloid itu bersifat homogen, dan unsur-unsur pembentuk campuran itu sudah menyatu dan sulit dibedakan. Hanya saja campuran itu tidak dibentuk oleh sebaran-sebaran molekuler, melainkan berupa gabungan dari beberapa molekul. Apabila muatan listrik itu hilang , maka partikel koloid tersebut akan bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan partikel koloid dan pengendapannya disebut Koagulasi. Dengan demikian keju dapat dikatakan sebagai koloid. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam pembuatan keju yang dikatakan sebagai koloid : 1.

Pasteurisasi Susu

yang

diperuntukkan

untuk

keju

mentah

(keju

segar)

harus

dipasteurisasi. Secara tradisional, bahan-bahan kimia tertentu telah ditambahkan dalam susu keju sebelum produksi. Hal ini untuk mencegah “blowing” dan perkembangan rasa tidak enak yang disebabkan oleh bakteri tahan panas dan pembentuk spora (terutama Clostridium tyrobutyricum). Bahan kimia yang paling sering digunakan adalah sodium nitrat (NaNO3), tetapi pada produksi keju Emmenthal , hidrogen peroksida (H2O2) juga digunakan. 2.

Biakan Biang Tugas utama biakan adalah mengembangkan asam dalam dadih. Ketika susu

mengental, sel-sel bakteri terkonsentrasi dalam koagulum dan kemudian dalam keju. Dua tipe utama biakan yang digunakan dalam pembuatan keju biakan mesophilic dengan suhu optimum antara 20 dan 40 °C serta biakan thermophilic yang berkembang sampai suhu 45 °C. Jika biakan juga mengandung bakteri pembentuk

CO2, pengasaman dadih disertai dengan produksi karbondioksida, melalui aksi bakteri pemfermentasi asam sitrat. Penambahan lain sebelum pembuatan dadih 

Kalsium Klorida (CaCl2 ) Jika susu untuk pembuatan keju merupakan kualitas rendah, maka koagulum akan halus. Hal ini menyebabkan hilangnya “ fines ” (kasein) dan lemak, serta sineresis yang buruk selama pembuatan keju. Dengan penambahan CaCl2 akan menghasilkan koagulum yang keras.



Karbondioksida (CO2) Penambahan CO2 adalah salah satu cara untuk memperbaiki kualitas susu keju.



Saltpetre (NaNO3 atau KNO3) Masalah fermentasi bisa dialami jika susu keju mengandung bakteri asam butirat (Clostridia) dan/atau bakteri coliform. Saltpetre (sodium atau potassium nitrate) bisa digunakan untuk menghadapi bakteri jenis ini.

3.

Rennet Penggumpalan kasein merupakan proses dasar dalam pembuatan keju. Hal

ini umumnya dilakukan dengan rennet, tetapi enzim proteolitik yang lain juga bisa digunakan, dan juga pengasaman kasein ke titik iso-elektrik (pH 4.6-4.7). Prinsip aktif pada rennet adalah enzim yang disebut chymosine , dan penggumpalan terjadi dengan singkat setelah rennet ditambahkan ke dalam susu. Berbagai macam tipe bakteri dan jamur telah diteliti, dan enzim pengentalan yang diproduksi dikenal dalam berbagai macam nama pasaran. Teknologi DNA telah digunakan belakangan ini, dan sebuah rennet DNA dengan karakteristik identik dengan rennet anak sapi saat ini sedang dites secara menyeluruh dengan satu maksud untuk menjamin persetujuan/penerimaan. Inilah tahapan-tahapan dalam pembuatan keju, secara ringkas keju dikatakan sebagai koloid emulsi padat, yaitu emulsi dalam medium pendispersi padat( rennet) dan zat terdispersi kasein susu . Keju juga dikatakan sebagai koloid karena prosesnya merupakan sifat dari suatu koloid yaitu dengan proses penggumpalan atau yang disebut dengan koagulasi yang nantinya sebelum membentuk keju disebut dadih. Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk

endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan. Intinya dalam pembuatan keju ini dengan rennet yang ditambahkan ke dalam susu yang dipanaskan yang kemudian membuat protein menggumpal dan membagi susu menjadi bagian cair (air dadih) dan padat (dadih). Kemudian Beberapa keju lunak dipindahkan dengan hati-hati ke dalam cetakan. Sebaliknya pada keju-keju lainnya, dadih diiris dan dicincang menggunakan tangan atau dengan bantuan mesin supaya mengeluarkan lebih banyak air dadih. Semakin kecil potongan dadih maka keju yang dihasilkan semakin padat. 3.

Shampo

Shampo adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud keramas rambut, sehingga setelah itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih, dan sedapat mungkin menjadi lembut, mudah diatur dan berkilau. Dan merupakan produk perawatan rambut yang digunakan untuk menghilangkan minyak, debu, serpihan kulit, dan kotoran lain dari rambut. Kata shampo berasal dari bahasa Hindi champo, bentuk imperatif dari champna, "memijat". Di Indonesia dulu shampoo dibuat dari merang yang dibakar menjadi abu dan dicampur dengan air. Shampo adalah suatu zat yang terdiri dari surfaktan, pelembut, pembentuk busa, pengental dan sebagainya yang berguna untuk membersihkan kotoran yang melekat pada rambut seperti sebum, keringat, sehingga rambut akan kelihatan lebih bersih, indah dan mudah ditata. Shampo pada umumnya digunakan dengan mencampurkannya dengan air dengan tujuan untuk melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh untuk melindungi rambut dan membersihkan kotoran yang melekat. Namun tidak semua shampo berupa cairan atau digunakan dengan campuran air, ada juga shampo kering berupa serbuk yang tidak menggunakan air. Shampo kering ini selain digunakan oleh manusia, lebih umum digunakan untuk binatang peliharaan seperti kucing yang tidak menyukai bersentuhan dengan air. Preparat shampo harus meninggalkan kesan harum pada rambut, lembut dan mudah diatur, memiliki performance yang baik (warna dan viskositas yang baik) harga yang murah dan terjangkau. Secara spesifik suatu shampoo harus: a. b. c.

Mudah larut dalam air, walapun air sadah tanpa mengalami pengendapan Memiliki daya bersih yang baik tanpa terlalu banyak menghilangkan minyak dari kulit kepala Menjadikan rambut halus, lembut serta mudah disisir

d. e. f.

Cepat bebusa dan mudah dibilas serta tidak menimbulkan iritasi jika kontak dengan mata Memiliki pH yang baik netral maupun sedikit basa Tidak iritasi pada tangan dan kulit kepala

Sampo biasanya terbuat dari campuran bahan–bahan alami (tumbuhan) atau zat-zat kimia. Namun ada juga sampo-sampo yang diproduksi dengan tujuan khusus. Sampo juga ada yang mengandung obat, biasanya anti ketombe. Beberapa jenis sampo dapat menimbulkan reaksi alergi pada orang-orang tertentu dan seperti sabun, bayi dan anak-anak tidak dianjurkan menggunakan sampo orang dewasa. Di Indonesia pada zaman dahulu, sampo dibuat dari merang yang dibakar menjadi abu dan dicampur dengan air. Macam-Macam Sampo 1.

Sampo untuk rambut diwarnai dan dikeriting

Sampo ada yang dibuat khusus untuk rambut yang dicat atau diberi warna atau dikeriting karena rambut cukup menderita dengan masuknya cairan kimia hingga ke akar rambut dan hal ini bisa memengaruhi kondisi kesehatan rambut. Sampo jenis ini lebih lembut sehingga cocok untuk rambut yang telah melalui proses kimiawi. 2.

Sampo untuk membersihkan secara menyeluruh

Sampo untuk membersihkan secara menyeluruh (bahasa inggris : clarifying shampoo) biasanya mengandung acid atau asam yang didapat dari apel, lemon atau cuka yang berfungsi untuk menghilangkan residu atau sisa produk perawatan semacam creambath, busa untuk rambut (foam), hairspray, lilin rambut (wax), jelly rambut (gel), dan produk lainnya yang tertinggal di kulit kepala. Jenis sampo ini sangat cocok digunakan saat rambut akan melalui proses kimiawi agar rambut dan kulit kepala benar-benar bersih dengan tujuan proses kimiawi yang digunakan pada pengeritingan atau pewarnaan dapat diserap dengan baik. Karena unsur asam mengurangi minyak maka jenis shampo ini dapat membuat rambut menjadi kering jika digunakan terlalu sering dan disarankan untuk menggunakannya paling banyak dalam jangka waktu satu kali seminggu . 3.

Sampo penambah volume

Jenis sampo ini mengandung protein yang membuat rambut terlihat lebih berisi atau tebal. Bila dipakai terlalu sering maka akan terjadi penumpukan residu atau sisa sampo sehingga mengakibatkan rambut terlihat tidak bersih. Jika rambut termasuk jenis rambut yang halus, lepek atau tidak mengembang, tipis maka bisa digunakan jenis sampo ini. Tetapi sebaiknya dihindari penggunaan yang terlalu sering. Bentuk-Bentuk Sampo

Sampo disajikan dalam bebagai bentuk, meliputi bubuk, emulsi, krim atau pasta, dan larutan. a.

Sampo bubuk

Sebagai dasar sampo digunakan sabun bubuk, sedangkan sebagai zat pengencer biasanya digunakan natrium karbonat, natrium bikarbonat, natrium seskuikarbonat, dinatrium fosfat atau boraks. Sampo jenis ini dapat dikombinasikan dengan zat warna alam hena atau kamomil, sehingga dapat memberikan sedikit efek pewarnaan pada rambut. Agar dalam air sadah dapat berbusa, biasanya bubuk sabun diganti dengan natrium laurilsulfat. b.

Sampo emulsi

Sampo ini mudah dituang, karena konsistensinya tidak begitu kental. Tergantung dari jenis zat tambahan yang digunakan, sampo ini diedarkan dengan berbagai nama seperti sampo lanolin, sampo telur, sampo protein, sampo brendi, sampo susu, sampo lemon atau bahkan sampo strawberry. c.

Sampo krim atau pasta

Sebagai bahan dasar digunakan natrium alkilsulfat dari jenis alkohol rantai sedang yang dapat memberikan konsistensi kental. Untuk membuat sampo pasta dapat digunakan malam seperti setilalkohol sebagi pengental. Dan sebagai pemantap busa dapat digunakan dietanolamida minyak kelapa atau isopropanolamida laurat. d.

Sampo larutan

Sampo larutan merupakan larutan jernih. Faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi sampo ini meliputi viskositas, warna, keharuman, pembentukan dan stabilitas busa dan pengawetan. Zat pengawet yang lazim digunakan meliputi; 0,2% larutan formaldehida, 40% garam fenilraksa; kedua zat ini sangat beracun sehingga perlu memperhatikan batas kadar yang ditetapkan pemerintah. Parfum yang digunakan sebanyak 0,3%-1,0%, tetapi umumnya berkadar 0,5%. Bahan utama dalam semua shampoo adalah air, biasanya naik sekitar 7080% dari seluruh rumus. Air deionisasi, yang diperlakukan khusus untuk menghapus berbagai partikel dan ion, digunakan dalam shampoo. Sumber air bisa sumur bawah tanah, danau, atau sungai. Deterjen Bahan yang paling berlimpah berikutnya dalam shampoo adalah deterjen primer. Bahan-bahan ini, juga dikenal sebagai surfaktan, adalah bahan pembersih pada shampo. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang berarti mereka dapat berinteraksi dengan permukaan. Sifat kimia surfaktan memungkinkan untuk mengelilingi dan menjebak bahan berminyak dari permukaan. Satu porsi dari

molekul adalah minyak yang kompatibel (larut) sementara yang lain larut dalam air. Ketika sampo diterapkan pada rambut atau tekstil, porsi minyak larut sejalan dengan bahan berminyak sedangkan bagian larut air sejajar di lapisan air. Ketika sejumlah molekul surfaktan berbaris seperti ini, mereka membentuk struktur yang dikenal sebagai misel a. Ini telah misel minyak terperangkap di tengah dan bisa dicuci bersih dengan air, sehingga memberikan sampo kekuatan pembersihan nya. Surfaktan berasal dari senyawa yang dikenal sebagai asam lemak. Asam lemak bahan alami yang ditemukan dalam berbagai tanaman dan sumber hewan. Bahan yang digunakan paling sering untuk membuat surfaktan yang digunakan dalam shampo yang diekstrak dari minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak kacang dan kedelai. Beberapa deterjen utama yang umum digunakan dalam shampoo adalah amonium lauril sulfat, natrium lauril sulfat, sulfat dan natrium lauril eter. Foam booster Selain pembersihan surfaktan, jenis lain dari surfaktan yang ditambahkan ke shampoo untuk meningkatkan karakteristik busa dari formulasi. Bahan-bahan ini, yang disebut alkanolamides, membantu meningkatkan jumlah busa dan ukuran gelembung. Seperti deterjen utama, mereka juga berasal dari asam lemak dan memiliki keduanya larut dalam air dan karakteristik larut minyak. Bahan yang umum termasuk DEA lauramide atau cocamide DEA. Pengental. Untuk batas tertentu, alkanolamides yang membuat busa shampo juga membuat formulasi tebal. Namun, bahan lain juga digunakan untuk meningkatkan viskositas. Sebagai contoh, metilselulosa, berasal dari selulosa tanaman, termasuk dalam shampo untuk membuat mereka lebih tebal. Natrium klorida (garam) juga dapat digunakan untuk meningkatkan ketebalan sampo. Penyejuk agen. Beberapa bahan juga ditambahkan ke shampoo untuk mengimbangi efek kadang-kadang keras dari surfaktan pada rambut dan kain. Agen pengkondisian umum termasuk polimer, silikon, dan agen kuaterner. Masing-masing deposito senyawa pada permukaan rambut dan meningkatkan rasakan, kelembutan, dan combability, sambil mengurangi muatan statis. Sampo yang secara khusus menampilkan pengkondisian sebagai manfaat disebut 2-in-1 shampoo karena mereka membersihkan dan kondisi rambut pada langkah yang sama. Contoh agen pendingin termasuk klorida hydroxypropyltrimonium guar yang merupakan suatu polimer, dimethicone yang silikon, dan quatemium 80, agen quatemary. Pengawet. Karena shampoo yang terbuat dari air dan senyawa organik, kontaminasi dari bakteri dan mikroba lain yang mungkin. Pengawet yang ditambahkan untuk mencegah pertumbuhan tersebut. Dua dari bahan pengawet yang paling umum digunakan dalam shampoo adalah DMDM hydantoin dan metil. Pengubah.

Bahan lain yang ditambahkan ke formula shampo untuk memodifikasi karakteristik tertentu. Bahan opasitas ditambahkan untuk membuat formula buram dan memberikan tampilan mutiara. Bahan yang dikenal sebagai agen eksekusi ditambahkan untuk mengimbangi efek menumpulkan air keras. Asam atau basa seperti asam sitrat atau natrium hidroksida ditambahkan untuk mengatur pH sampo sehingga deterjen akan memberikan pembersihan optimal. Khusus aditif. Proses manufaktur dapat dibagi menjadi dua langkah. Pertama batch besar sampo dibuat, dan kemudian batch dikemas dalam botol individu. Penggabungan 1. Batch besar sampo yang dibuat di daerah yang ditunjuk dari pabrik. Berikut pekerja, yang dikenal sebagai compounders, ikuti petunjuk rumus untuk membuat batch yang dapat gal 3.000 (11.000 1) atau lebih. Bahan baku, yang biasanya disediakan dalam drum seluas 55 gal (200 1) atau 50-lb (23 kg) tas, dikirim ke daerah peracikan melalui truk forklift. Mereka menuangkan ke dalam tangki batch dan dicampur. 2. Tergantung pada rumus, ini batch dapat dipanaskan dan didinginkan seperlunya untuk membantu bahan baku menggabungkan lebih cepat. Beberapa bahan baku seperti air atau deterjen primer dipompa dan meteran langsung ke dalam tangki batch.

Bahan-bahan ini ditambahkan hanya dengan menekan sebuah tombol pada kontrol

terkomputerisasi. Kontrol ini juga mengatur kecepatan pencampuran dan pemanasan dan pendinginan tingkat. Tergantung pada ukuran dan jenis sampo, membuat batch 3.000-gal (11,000-1) bisa berlangsung dari satu sampai empat jam. Kualitas kontrol cek 3. Setelah semua bahan ditambahkan ke batch, sampel dibawa ke Quality Control (QC) laboratorium untuk pengujian. Karakteristik fisik diperiksa untuk memastikan batch mematuhi spesifikasi yang digariskan dalam petunjuk formula. Kelompok QC menjalankan tes seperti penentuan pH, cek viskositas, dan penampilan dan evaluasi bau. Mereka juga dapat memeriksa jumlah deterjen yang ada di rumus dan apakah ada cukup pengawet. Jika batch ditemukan menjadi “keluar dari spec,” penyesuaian dapat dilakukan. Misalnya, asam atau basa dapat ditambahkan untuk mengatur pH, atau garam dapat ditambahkan untuk memodifikasi viskositas. Warna juga bisa disesuaikan dengan menambahkan pewarna lebih. 4. Setelah batch disetujui oleh QC, itu dipompa keluar dari tangki bets utama ke tangki penampungan di mana ia dapat disimpan sampai garis mengisi siap. Dari tangki penampungan itu akan dipompa ke pengisi, yang terdiri dari korsel piston mengisi kepala. Pengisian 5. Pada awal dari garis mengisi, botol kosong diletakkan di sebuah kotak besar yang disebut gerbong. Di sini, botol secara fisik dimanipulasi sampai mereka benar berorientasi dan berdiri tegak. Mereka kemudian pindah sepanjang ban berjalan ke korsel mengisi, yang memegang sampo. 6. The korsel mengisi terdiri dari serangkaian piston mengisi kepala yang dikalibrasi untuk memberikan persis jumlah yang benar sampo ke dalam botol. Sebagai botol bergerak melalui bagian dari garis mengisi, mereka penuh dengan sampo. 7. Dari sini botol pindah ke mesin capping. Banyak seperti bin yang memegang botol kosong, topi juga dimasukkan ke dalam hopper dan kemudian benar selaras. Sebagai botol bergerak dengan topi yang memakai dan memutar ketat. 8. Setelah topi diletakkan pada, botol-botol pindah ke mesin pelabelan (jika perlu). Tergantung pada jenis label, mereka dapat terjebak pada menggunakan perekat atau panas ditekan. Label menempel di botol saat mereka lewat. 9. Dari area label, botol pindah ke daerah tinju, di mana mereka dimasukkan ke dalam kotak, biasanya selusin pada suatu waktu. Kotak-kotak ini kemudian ditumpuk ke palet dan diseret di truk-truk besar ke distributor. Produksi baris seperti ini dapat bergerak dengan kecepatan sekitar 200 botol satu menit atau lebih. Quality Control

Selain pemeriksaan awal untuk memastikan bahwa produk tersebut memenuhi spesifikasi, pemeriksaan kualitas lainnya kontrol yang dibuat. Sebagai contoh, inspektur garis menonton botol pada titik tertentu pada baris pengisian untuk memastikan semuanya terlihat benar. Mereka melihat hal-hal seperti tingkat isi, penempatan label, dan apakah tutup adalah pada benar. Produk ini juga secara rutin diperiksa untuk melihat apakah telah terjadi kontaminasi mikroba. Hal ini dilakukan dengan mengambil botol dari jalur mengisi dan mengirimnya ke laboratorium QC. Di sini, sejumlah kecil dari produk shampo yang dioleskan ke piring dan diinokulasi dengan bakteri dan organisme lain untuk melihat apakah mereka tumbuh. Selain itu, kemasan ini juga diperiksa untuk melihat apakah memenuhi spesifikasi. Hal-hal seperti ketebalan botol, penampilan, dan berat botol semuanya diperiksa. 4.

Sabun

Sabun merupakan salah satu bentuk dari sistem koloid. Sabun yang kita kenal selama ini ada yang berbentuk padat dan ada yang berbentuk cair. Sabun cair merupakan koloid dari fase terdispersi padat dan medium disperse berupa cair. Koloid ini termasuk dalam jenis koloid sol cair. Sol adalah sebutan untuk partikel padat yang terdispersi dalam partikel cair. Koloid dengan medium dispersi cair dibedakan menjadi koloid liofil (suka cairan) dan koloid liofob (benci cairan). Jika medium dispersi air, maka dibedakan menjadi koloid hidrofil (suka air) dan koloid hidrofob (benci air). Sabun termasuk dalam koloid hidrofil. Namun saat dimasukkan dalam air, sabun termasuk koloid asosiasi. Koloid asosiasi adalah koloid yang terbentuk ketika dilarutkan dalam air. Koloid asosiasi tersusun atas partikel yang terdiri atas: 1) Gugus kepala, bersifat hidrofil dan polar. 2) Gugus ekor, bersifat hidrofob dan non-polar. Sabun/detergen membentuk koloid asosiasi dalam air yang terdiri atas ion stearat (C18H35O2–). O

║ CH3– (CH2)16 – C – Ohidrofob

hidrofil

Ketika dilarutkan dalam air, ekor asam stearat (hidrofob) saling berkumpul ke arah dalam air, dan kepala asam stearat (hidrofil) menghadap ke air. Koloid asosiasi

pada sabun di air membuatnya menjadi pengemulsi kotoran dalam air. Gugus hidrofob akan menarik partikel kotoran lalu mendispersikannya ke air. Sabun adalah senyawa kimia yang dihasilkan dari reaksi lemak atau minyak dengan Alkali. Sabun juga merupakan garam-garam Monofalen dari Asam Karboksilat dengan rumus umumnya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatik) panjang dengan jumlah atom C bervariasi, yaitu antara C12-C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau Ion Ammonium. Pembuatan sabun melibatkan teknologi kimia yang dapat mengontrol sifat fisika alami yang terdapat pada sabun. Saponifikasi pada minyak dilihat dari beberapa perubahan fasa untuk menghilangkan impurity (zat pengganggu) dan uap air serta dilihat dengan recovery gliserin sebagai produk samping dari reaksi saponifikasi. Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya air, gliserin, garam dan impurity lain. Perubahan lemak hewan (misalnya lemak kambing, Tallow) menjadi sabun menurut cara kuno adalah dengan cara memanaskan dengan abu kayu (bersifat basa), hal ini telah dilakukan sejak 2300 tahun yang lalu oleh bangsa Romawi kuno Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar sabun antara lain:  Warna Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.  Angka Saponifikasi Angka saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalium hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.  Bilangan Iod Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu. Sifat-Sifat Sabun Sifat – sifat sabun yaitu : a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + NaOH b. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka

air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar : CH3(CH2)16 Polar : COONa+ (larut dalam miyak, hidrofobik, (larut dalam air, hidrofilik, memisahkan kotoran non polar) memisahkan kotoran polar) Molekul-molekul sabun terdiri dari rantai hidrokarbon yang panjang dengan satu gugus ionik yang sangat polar pada salah satu ujungnya. Ujung ini bersifat hidrofilik (tertarik atau larut dalam air) dan ujung rantai hidrokarbon bersifat lipofilik (tertarik atau larut dalam minyak dan lemak). Pengotor umumnya melekat pada pakaian atau badan dalam bentuk lapisan minyak yang sangat tipis. Jika lapisan minyak ini dapat dibuang, partikel-partikel pengotor dikatakan telah tercuci. Dalam proses pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor akan tertarik oleh ujung lipofilik sabun, kemudian kotoran yang telah terikat dalam air pencuci karena ujung yang lain (hidrofilik) dari sabun larut dalam air Sifat-sifat fisik sabun yang perlu diketahui oleh design engineer dan kimiawi adalah sebagai berikut: 1.

2. 3.

Viskositas Setelah minyak atau lemak disaponifikasi dengan alkali, maka akan dihasilkan sabun yang memiliki viskositas yang lebih besar dari pada minyak atau alkali. Pada suhu di atas 75o C viskositas sabun tidak dapat meningkat secara signifikan, tapi di bawah suhu 75o C viskositasnya dapat meningkatkan secara cepat. Viskositas sabun tergantung pada temperature sabun dan komposisi lemak atau minyak yang dicampurkan. Panas Jenis Panas jenis sabun adalah 0,56 Kal/g. Densitas Densitas sabun murni berada pada range 0,96g/ml – 0,99g/ml.

Reaksi Dasar Pembuatan Sabun 1.

Saponifikasi

Pembuatan sabun tergantung pada reaksi kimia organik, yaitu saponifikasi. Lemak direaksi dengan alkali untuk menghasilkan sabun dan gliserin. Persamaan reaksi dari saponifikasi adalah: C3H3(O2CR)3 + NaOH → 3RCOONa + C3H5(OH)3 Lemak minyak Alkali Sabun Gliserin Saponifikasi merupakan reaksi ekstern yang menghasilkan padan sekitar 65 kalori per kilogram minyak yang disaponifikasi. pada rumus kimia diatas, R dapat berupa rantai yang sama maupun berbeda-beda dan biasanya dinyatakan dengan R1, R2, R3. rantai R dapat berasal dari laurat, palmitat, stearat, atau asam lainnya yang secara umum di dalam minyak disebut sebagai eter gliserida. Struktur gliserida tergantung pada komposisi minyak. Perbandingan dalam pencampuran minyak dengan beberapa gliserida ditentukan oleh kadar asam lemak pada lemak atau minyak tersebut. Reaksi saponifikasi dihasilkan dari pendidihan lemak dengan alkali dengan menggunakan steam terbuka.

2.

Hidrolisa Lemak dan Penetralan dengan Alkali

Pembuatan sabun melalui reaksi hidrolisa lemak tidak langsung menghasilkan sabun. Minyak atau lemak diubah terlebih dahulu menjadi asam lemak melalui proses Splitting (hidrolisis) dengan menggunakan air, selanjutnya asam lemak yang dihasilkan dari reaksi hidrolisis tersebut akan dinetralkan dengan alkali sehingga akan dihasilkan sabun. Hidrolisa ini merupakan kelanjutan dari proses saponifikasi. Secara kimia rekasi pembuatan sabunnya adalah :  

C3H5(O2CR)3 + 3H2O → 3RCO2H + C3H5(OH)3 Lemak/ Minyak Air Sabun Gliserida 3RCOOH + 3NaOH 3RCOONa + 3H2O

Air yang digunakan pada proses hidrolisis dapat berupa air dingin, panas atau dalam bentuk uap air panas (steam). Pada proses hidrolisa lemak, air yang digunakan berada pada tekanan dan temperatur yang tinggi, supaya reaksi hidrolisa dapat terjadi dengan cepat. Jika natrium karbonat (Na2CO3) digunakan sebagai penetralan asam lemak, maka selama reaksi saponifikasi akan mengahsilkan CO2 dan menyebabkan massa bertambah sehingga material yang ada di dalam reaksi akan tumpah karena melebihi kapasitas reaksi yang digunakan. Dengan alasan ini, maka Na2CO3 digunakan pada reaksi yang berada pada reactor yang memiliki kapasitas yang cukup besar. Bahan Mentah Pembuat Sabun Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat sabun. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan sabun antara lain: 1. 





Minyak atau Lemak Tallow (Lemak Hewan) Tallow adalah lemak padat pada temperatur kamar dan merupakan hasil pencampuran Asam Oleat (0-40%), Palmitat (25-30%), stearat (15-20%). Sabun yang berasal dari Tallow digunakan dalam industri sutra dan industri sabun mandi. Pada indsutri sabun mandi, tallow biasanya dicampurkan dengan minyak kelapa dengan perbandingan 80% tallow dan 20% minyak kelapa. Minyak Kelapa Minyak kelapa merupakan komponen penting dalam pembuatan sabun, kerena harga minyak kelapa cukup mahal, maka tidak digunakan untuk membuat sabun cuci. Minyak kelapa ini berasal dari kopra yang berisikan lemak putih dan dileburkan pada suhu 15oC. Minyak Inti Sawit Minyak inti sawit memiliki karekteristik umum, seperti minyak kelapa dan dapat dijadikan sebagai substituen dari minyak kelapa di dalam pembuatan sabun











2.

3.



mandi. Dengan warna minyak yang terang, minyak inti sawit dapat digunakan langsung untuk membuat sabun tanpa perlakuan pendahuluan terlebih dahulu. Minyak Sawit (Palm Oil) Dalam pembuatan sabun, minyak sawit dapat digunakan dalam berbagai macam bentuk, seperti Crude Palm Oil, RBD Palm Oil (minyak sawit yang telah dibleaching dan dideorisasi), Crude Palm falty Acid dan asam lemak sawit yang telah didestilasi. Crude Plam Oil yang telah dibleaching digunakan untuk membuat sabun cuci dan sabun mandi, RBD Palm Oil dapat digunakan tanpa melalui Pre-Treatment terlebih dahulu. Minyak sawit yang dicampurkan dalam pembuatan sabun sekitar 50% atau lebih tergantung pada kegunaan sabun yang diproduksi. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun. Alkali Bahan terpenting lainnya dalam pembuatan sabun adalah alkali seperti NaOH, KOH, dan lain-lain. NaOH biasanya digunakan untuk membuat sabun cuci, sedangkan KOH digunakan untuk sabun mandi. Alkali yang digunakan harus bebas dari kontaminasi logam berat karena mempengaruhi nama dan struktur sabun serta dapat menurunkan resistansi terhadap oksidasi. Bahan Pendukung Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif. NaCl. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl

digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. •

Bahan aditif. Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.

Proses Pembuatan Sabun Dalam pembuatan sabun terdapat beberapa metoda untuk proses pembuatan sabun secara umum adalah sebagai berikut : 1.

Hidrolisa a. Proses Batch Pada proses batch lemak atau minyak yang dipanaskan di dalam reaktor batch dengan menambahakn NaOH, lemak tersebut dipanaskan sampai bau NaOH tersebut hilang. Seletah terbentuk endapan lalu didinginkan kemudian endapan dimurnikan dengan menggunakan air dan diendapkan lagi dengan garam, kemudian endapan tersebut direbus dengan air sehingga terbentuk campuran halus yang membentuk lapisan homogen yang mengapung dan terbentuklah sabun murah. b. Proses Kontinue Pada proses kontinue secara umum yaitu lemak atau minyak dimasukkan kedalam reaktor kontinue kemudian dihidrolisis dengan menggunakan katalis sehingga menghasilkan asam lemak dengan gliserin. Kemudian dilakukan peyulingan terhadap asam lemak dengan menambahkan NaOH sehingga terbentuk sabun.

Metode pembuatan sabun Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 4 macam proses pembuatan sabun yaitu sebagai berikut (Y.H.Hui,1996) : 1.

Proses pendidihan penuh

Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu minyak/lemak dipanaskan di dalam ketel dengan menambahkan NaOH yang telah dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk pasta kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan NaCl (1012%) untuk mengendapan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan produk samping gliserin. 2.

Proses semi pendidihan

Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang dihasilkan berwarna gelap. 3.

Proses dingin Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol dibiarkan didalam suatu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur kamar,250C). Reaksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm sehingga dapat menghasilkan panas. Panas tersebut kemudian digunakan untuk mereaksikan minyak/lemak dan NaOH/alkohol. Proses ini memerlukan waktu untuk reaksi sempurna selama 24 jam dan dihasilkan sabun berkualitas tinggi. Adapun syarat-syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut :  Minyak/lemak yang digunakan harus murni  Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti  Temperatur harus terkontrol dengan baik 4. Proses netral Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah NaOH sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa yang banyak. Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan menambahkan Na2CO3. Proses Komersil Pembuatan Sabun 1.

Direct Saponification

Saponifikasi langsung lemak dan minyak adalah proses tradisional yang digunakan untuk produksi sabun. Secara komersial, hal ini dilakukan melalui proses kettle boiling batch atau proses kontinu. 

Kettle Boiled Batch Process Proses ini menghasilkan sabun dalam jumlah besar, menggunakan tangki baja terbuka yang dikenal dengan ketel yang dapat menyimpan hingga 130.000 kg bahan. Ketel dengan dasar kerucut ini yang berisi koil uap terbuka untuk pemanasan dan agitasi. Untuk membuat sabun oleh proses lemak, dan minyak, soda kaustik, garam, dan air secara bersamaan ditambahkan ke ketel. Untuk menyelesaikan proses penyabunan, batch sabun dipanaskan untuk jangka waktu tertentu menggunakan steam sparging Setelah menyelesaikan reaksi penyabunan, garam tambahan akan ditambahkan ke dalam ketel yang dipanaskan dengan uap untuk mengubah campuran dari fase campuran neat-sabun ke campuran curd soap–lye seat biphasic. Proses ini biasanya disebut dengan membuka butir sabun. Dadih sabun yang tersisa di ketel biasanya dicuci beberapa kali dengan menambahkan air untuk mengubahnya kembali ke neat sabun dan mengulangi penambahan garam, mendidihkan, dan proses pemisahan.



2.

Proses mencuci memberikan yang lebih baik menghilangkan kotoran dari gliserol dan sabun. Setelah pencucian akhir, tingkat air di dalam sabun dadih yang tersisa dalam ketel disesuaikan untuk mencapai sifat-sifat fisik yang tepat untuk pengolahan tambahan. Proses ini, disebut sebagai fitting. Produk yang tersisa dalam ketel adalah sabun murni dengan konsentrasi 70% dengan garam dan gliserol tingkat rendah. Proses ini memakan waktu lama dan memerlukan beberapa hari untuk menyelesaikannya. Continuous Saponification Systems Sebuah inovasi yang relatif baru dalam produksi sabun, sistem ini telah menghasilkan efisiensi pengolahan yang lebih baik dan waktu pengolahan yang jauh lebih pendek. Ada beberapa sistem komersial yang tersedia, bahkan walaupun sistem ini berbeda dalam aspek desain atau operasioperasi tertentu, semua proses saponifikasi lemak dan minyak untuk sabun sama dengan proses umum.(Gambar ). Umpan berupa campuran lemak dan minyak terus dimasukkan ke dalam pressurized, heated vessel yang biasa disebut sebagai autoclave, bersama dengan sejumlah kaustik soda, air, dan garam. Pada suhu (120o C) dan tekanan (200 kPa) waktu yang digunakan untuk reaksi saponifikasi lebih cepat (<30 menit). Setelah dikontakkan dengan waktu kontak yang relatif singkat pada autoclave, neat sabun dan campuran alkali dipompakan ke dalam cooling mixer denagn suhu di bawah 100oC. Hasil produk kemudian dipompakan ke dalam static separator dimana campuran alkali dengan kandungan gliserol (25–30%) dipisahkan dari neat sabun menggunakan pengaruh gravitasi atau settling (pengendapan). Neat sabun kemudian dicuci dengan larutan alkali dan garam. Hal ini sering dilakukan dalam sebuah kolom vertikal, yang merupakan suatu tabung yang terbuka berupa proses mixing or baffle stages. Neat sabun dimasukkan ke bagian bawah kolom dan alkali atau larutan garam dipompakan dari atas. Neat sabun yang masih bisa direcovery berada di atas kolom sedangkan alkali atau larutan garam berada di bawah. Proses pencucian menghilangkan impurities dan menghasilkan gliserol yang akan diproses lanjut. Proses pemisahan akhir menggunakan centrifugal, setelah dipisahkan, residu alkali dalam neat soap dinetralisasi melalui penambahan asam lemak yang akurat dalam steam-jacketed mixing vessel (crutcher). Sabun kini siap untuk digunakan dalam pembuatan sabun batang. Netralisasi Asam Lemak

Pendekatan lain untuk memproduksi sabun adalah melalui netralisasi asam lemak dengan kaustik. Pendekatan ini membutuhkan proses bertahap di mana asam lemak diproduksi melalui hidrolisis lemak dan minyak dengan air, diikuti dengan netralisasi berikutnya dengan kaustik. Pendekatan ini memiliki sejumlah keuntungan lebih dibanding proses saponifikasi secara umum.

Tahap Hidrolisis Tahapan hidrolisis lemak dan minyak dengan air membutuhkan pencampuran yang baik dimana secara normal keduanya merupakan fasa yang tidak saling larut. Reaksi dilakukan di bawah kondisi dimana air memiliki kelarutan yang cukup tinggi yaitu sekitar 10 –25% dalam lemak dan minyak. Dalam prakteknya, proses ini dicapai di bawah tekanan tinggi yaitu sekitar 4-5.5 MPa (580psi-800 psi) dan dengan suhu tinggi (240OC-270OC) pada kolom stainless steel. (Gambar). ZnO kadangkadang ditambahkan sebagai katalis dengan lemak bahan baku dan minyak untuk mempercepat reaksi. Bahan baku lemak dan minyak yang dimasukkan di bagian bawah dan air dimasukkan di bagian atas kolom. Kolom didesain terbuka atau berisi baffle untuk meningkatkan pencampuran yang lebih baik melalui aliran turbulen. Steam bertekanan tinggi ditempatkan pada ketinggian tiga atau empat di kolom yang berbeda untuk pemanasan awal. Desain ini menetapkan pola aliran lawan dengan air bergerak melalui kolom dari atas ke bawah dan lemak dan minyak arah yang berlawanan. Sebagai bahan-bahan ini dicampurkan pada suhu dan tekanan tinggi. Keterkaitan ester dalam lemak dan minyak dihidrolisis untuk menghasilkan asam lemak dan gliserol. Asam lemak yang terbentuk dilanjutkan melalui kolom bagian atas, sedangkan gliserol yang dihasilkan dilakukan pencucian melalui bagian bawah dengan fase air. Karena ini merupakan reaksi reversibel, penting untuk menghilangkan gliserin dari campuran melalui proses pencucian. Asam lemak yang dihasilkan pada bagian atas kolom mengandung air, lemak yang tidak terhidrolisis, dan Zn sisa sebagai katalis. Produk ini kemudian dilewatkan ke tahap pengeringan vakum dimana air tersebut dihilangkan melalui penguapan dan asam lemak didinginkan sebagai hasil dari proses penguapan. Produk kering aliran ini kemudian diteruskan ke sistem distilasi. Sistem distilasi memungkinkan untuk perbaikan kualitas asam lemak, yaitu, bau dan warna, melalui pemisahan asam lemak dari lemak yang safonisasi sebagian dan minyak, yang masih mengandung katalis Zn. Hal ini dicapai dengan pemanasan produk steam dalam penukar panas dengan suhu sekitar 205oC-232oC dan dimasukkan ke ruang hampa (flash still) pada tekanan 0,13kPa-0,8 kPa atau (1 – 6 mm Hg) tekanan absolut . Asam lemak yang diuapkan pada kondisi ini akan dihilangkan dari bahanbahan yang tidak diinginkan seperti trigliserida terhidrolisis sebagian. Asam lemak yang menguap kemudian melewati serangkaian kondensor air dingin untuk fraksionasi .Sistem bervariasi dalam jumlah kondensor tetapi sistem tiga-kondensor adalah system yang umum digunakan. Asam lemak biasanya dipisahkan menjadi heavy cut, mid-cut, dan very light cut. Light cut sering dihilangkan karena mengandung banyak zat yang menyebabkan bau yang tidak enak pada asam lemak.

Asam lemak yang diperoleh dari proses tersebut dapat digunakan secara langsung atau dimanipulasi lebih lanjut untuk diperbaiki atau diubah kinerja dan stabilitas. Hardening adalah operasi dimana beberapa ikatan tak jenuh yang terdapat di dalam asam lemak dieliminasi melalui proses hidrogenasi atau penambahan H2 di karbon-karbon ikatan rangkap. Proses ini pada awalnya dimaksudkan untuk meningkatkan bau dan memperbaiki warna asam lemak melalui eliminasi dari ikatan rangkap tak jenuh. Namun, seiring perkembangan dalam penggunaan asam lemak, hidrogenasi merupakan proses komersial penting untuk mengubah sifat fisik dari asam lemak Netralisasi Tahap pembentukan sabun dari asam lemak dicapai melalui reaksi asam lemak dengan kaustik yang sesuai. Reaksi ini berlangsung sangat cepat untuk beberapa kaustik yang banyak digunakan, misalnya, NaOH atau KOH, dan memerlukan perhitungan yang tepat dan pencampuran yang akurat untuk memastikan efektivitas proses. Meskipun relatif mudah, dalam prakteknya, beberapa pertimbangan proses harus ditangani dengan baik. Pertama, perbandingan yang tepat dari lemak asam, kaustik, air, dan garam harus dijaga untuk menjamin pembentukan fase neat sabun yang diinginkan. Proses ini dikontrol untuk menghindari terbentuknya sabun menengah, yang memiliki viskositas tinggi dan tidak menghilang dengan cepat. Kedua, pencampuran yang baik antara minyak dan air diperlukan untuk memastikan terbentuknya fase campuran neat sabun yang baik. Ketiga, karena panas yang dibebaskan dari reaksi, temperatur proses harus dipertahankan dalam batas-batas tertentu agar tidak terlalu panas dan mendidih atau berbusa. Ada berbagai proses komersial untuk tahap netralisasi. Umumnya, asam lemak dipanaskan pada (50 o C-70o C) dan dicampurkan dengan kaustik-garam-air (25o C-30o C) Steam dialirkan ke dalam sebuah high shear mixing system, umumnya disebut sebagai neutralizer. Campuran dipanaskan dengan suhu antara 85oC dan 95oC kemudian dipompakan ke dalam tangki penerima yang efektif untuk mencampurkan sabun baik melalui sistem resirkulasi dan agitasi. Setelah dikontakkan dengan waktu tinggal pendek di tangki penerima untuk memastikan komposisi seragam, sabun yang dihasilkan dipompakan ke tangki penyimpanan atau dilanjutkan ke proses finishing. Pemurnian Sabun Pemurnian sabun adalah suatu perlakuan untuk menghilangkan impurities yang terlarut dalam larutan alkali dan mengcover lagi gliserin yang terbebas pada saat reaksi saponifikasi. Asumsi tentang pemurnian sabun yaitu :  

Giserol merupakan jumlah total pelarut dalam pencucian larutan alkali. Gliserol ada pada sabun yang dilarutkan dalam larutan alkali.







Ketika sabun dicampurkan dengan pencucian larutan alkali, gliserol pindah dari larutan alkali pada sabun menjadi pencucian alkali sampai konsentrasi keduanya stabil Bila campuran tadi dibiarkan di stele kemudian dipisahkan menjadi dua lapisan bagian yaitu lapisan atasnya adalah sabun dan lapisan bawahnya untuk pencucian alkali. Ketika pencucian meningkat, kebanyakan gliserol diekstrak pada saat banyaknya larutan alkali yang dikorbankan.

Secara umum proses pencucian sabun yaitu :  Proses pembasahan, perlakuan terhadap kotoran dan lemak-lemak  Proses menghilangkan kotoran dari permukaan  Mengatur kotoran-kotoran supaya tetap stabil dari larutannya suspensinya. 1. Finishing

atau

Finishing merupakan langkah akhir pada proses pembuatan sabun, yang meliputi beberapa tahap, yaitu:



Crutching Jika sabun murni yang berasal dari ketel atau proses lainnya akan dicampurkan dengan menggunakan bahan lain, maka sebelum dibentuk atau dikeringkan, dilakukan pencampuran terlebih dahulu. Campuran itu dilarutkan di dalam mesin crutcher dahulu. Crutcher adalah bejana yang berbentuk silindris dengan ukuran kecil, kapasitasnya 680-2279 dan dilengkapi dengan pengaduk. Crutcher juga digunakan di dalam pencampuran alkali dengan lemak di dalam pembuatan sabun dengan proses pendinginan. Framming Metode yang digunakan untuk mengubah sabun murni atau cairan sabun panas menjadi padatan yang mudah dibentuk menjadi batangan atau disebut dengan framming. Framming dilakukan pada cairan sabun yang berada pada suhu 57-62oC didalam suatu frame yang memiliki berat 454 – 545 kg berbentuk persegi. Untuk memadatkan sabun murni diperlukan waktu 3-7 hari. Sabun yang telah dicetak dapat dipotong menjadi bagian kecil. Penambahan zat adiktif antioksidan stabilizer dan farfum dilakukan pada saat crutching sebelum framming.

3.

Drying



Berbagai macam metoda pembuatan sabun dengan menggunakan reaksi saponifikasi yang menghasilkan sabun murni mengandung air sekitar 30-35%. Sabun murni tersebut diubah menjadi sabun chip dengan kandungan 5-15% air. Proses pengeringan yang sederhana dikenal dengan spray drying proses. Sabun yang mengandung air dilewatkan melalui spary nozzles. Partikel-partikel kecil ini dikeluarkan oleh spray nozzles dalam bentuk kering. Pengeringan juga daapt

dilakukan pada vakum atau di dalam atmospherik flash Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni)

drying.

Kegunaan Sabun Sebagian besar kegunaan sabun di dalam kehidupan sehari-hari adalah bahan pencuci. Sedangkan di dalam industri kosmetik sabun memiliki kegunaan tergantung pada komposisi yang terkandung di dalam sabun itu sendiri. Asam lemak seperti asam stearat atau asam aleat sebagian besar dikonversi menjadi sabun dengan mereaksikannya dengan alkali (NaOH, KOH) maupun dengan alkalominida. Asam lemak banyak digunakan di dalam pembuatan cream cukur, cream wajah, hand body lotion, dan pewarna rambut. Sabun stearat digunakan sebagai pengemulsi antara mineral minyak, lemak ester dan air di dalam pembuatan hand and body lotion. Klasifikasi Sabun Berdasarkan penggunaannya, sabun dapat diklasifikasi menjadi 3 jenis, yaitu: a. b. c.

Laundry Soap; untuk sabun cuci. Toilet soap; yang digunakan untuk mandi dan perawatan kulit, termasuk juga disini medicine soap. Textile soap, yang digunakan untuk pada proses scouring textile, proses degumming sutera dll.

Related Documents


More Documents from "acink"

Lkpd Hidrokarbon.docx
December 2019 31
Referensi Ptk.docx
October 2019 36
Evaluasi Kak Nilam.docx
December 2019 11
Lkpd Titi.docx
April 2020 25