Tugas 4 Makalah Down Syndrome.docx

  • Uploaded by: neng ratih
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas 4 Makalah Down Syndrome.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,051
  • Pages: 32
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Keberadaan anak berkebutuhan khusus di indonesia, bukan merupakan permasalahan yang kecil. World Health Organization (WHO) dan kementrian kesehatan (2010) memperkirakan bahwa, jumlah anak berkebutuhan khusus berkisar antara 7-10 % dari total jumlah anak-anak di indonesia usia 0-18 tahun. Data yang lebih terperinci hanya didapatkan pada susenas BPS (2003) yaitu terdapat 361.860 anak usia sekolah berkebutuhan khusus. Dari jumlah tersebut, sekitar 66.610 anak usia sekolah penyandang cacat yang terdaftar disekolah Luar Biasa (SLB), sedangkan sisanya anak penyandang cacat sebanyak 295.250 berada didalam masyarakat, dibawah pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga yang pada umumnya belum memperoleh akses pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar yang memerlukan penanganan secara khusus, atau bisa disebut juga sebagai anak penyandang cacat. Anak yang termasuk dalam kategori penyandang cacat adalah anak dengan tunagrahita (mengalami retardasi mental), tunanetra (mengalami

hambatan

penglihatan),

tunarungu

(mengalami

hambatan

pendengaran), tunadaksa (mengalami cacat tubuh), attention deficit and hyperactivity disorder (perilaku hiperaktif), autism, sindrom down dan tunaganda (memiliki hambatan lebih dari satu),yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda dan memerlukan penanganan dan pelayanan yang berbeda (Kementrian Kesehatan RI,2010). Anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu sumber daya manusia yang kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat berperan aktif dalam kehidupannya, anak berkebutuhan khusus perlu dikenali dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus, seperti pelayanan medik, pendidikan khusus maupun latihan-latihan tertentu yang bertujuan untuk mengurangi keterbatasan dan ketergantungan akibat

1

kelainan yang diderita, serta menumbuhkan kemandirian hidup dalam bermasyarakat (Kementrian Kesehatan RI,2010). Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami kondisi fisik, perkembangan, perilaku maupun emosional kronis dan memerlukan layanan kesehatan serta layanan terkait dalam jenis atau jumlah lebih dari yang dibutuhkan anak lain pada umumnya (Wong, 2008). Salah satu kasus anak berkebutuhan khusus adalah anak yang menderita sindrom down dan salah satu penyebab sindrom down adalah suatu kelainan genetika yang mengakibatkan terjadinya kelainan kromosom sehingga anak terlahir dengan cacat congenital dengan kelebihan kromosom 21 yang dinamakan trisomi21. Sindrom down dapat ditemukan pada semua etnik penduduk, sekitar 1 diantara 700 bayi yang lahir hidup menderita kelainan ini, salah satu faktor pemicu kejadian sindrom down yang diketahui adalah adanya hubungan yang erat antara kejadian sindrom down dengan semakin lanjutnya usia ibu, yaitu terjadi peningkatan insiden sebesar 1% bila usia ibu mencapai 40 tahun (Hull & Jhonston, 2008). Secara umum, penderita pada sindrom down mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang agak kecil, yaitu wajah khas dengan mata sipit yang membujur keatas, jarak antara kedua mata berjauhan dengan tampak sela hidung yang rata dan datar (seperti mongol), hidung kecil, mulut mengecil dengan lidah yang besar sehingga cenderung dijulurkan keluar (macroglossia), gambaran telapak tangan tidak normal yaitu terdapat satu garis besar melintang (simian crease). Masalah intelegensi pada anak sindrom down bervariasi dari retardasi ringan sampai sedang dengan nilai IQ berkisar dari 25-70 (Hull dan Jhonston, 2008). Dengan gambaran klinis tersebut, anak dengan sindrom down membutuhkan perhatian dan perawatan yang lebih khusus dari orang tua dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, serta orang tua harus dapat melakukan pemenuhan kebutuhan yang diperlukan oleh anak sindrom down dengan keterbatasan fisik dan intelektual yang tidak dapat disembuhkan dan hanya dapat dilakukan dengan terapi, perawatan khusus, serta program pendidikan khusus untuk mencapai kelangsungan hidup secara optimal. Hal ini akan menjadi suatu stresor

2

tersendiri bagi keluarga khususnya pada orang tua (Maramis, 2005). Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun social dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, maupun lingkungan luar lainnya (Patel, 1996 dalam Nasir & Muhith,2011).

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk menguraikan dan mengidentifikasi informasi terkini mengenai anak dengan berkebutuhan khusus terutama pada down syndrome di tinjau dari aspek kesehatan, social, pendidikan, koping keluarga dan kebijakan pemerintah. 2. Tujuan Khusus 1) Untuk Mengetahui Definisi Down Syndrome 2) Untuk Mengetahui Karakteristik Down Syndrome 3) Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Anak Down Syndrome 4) Untuk Mengetahui Permasalahan Anak Down Syndrome 5) Untuk Mengetahui Jenis-Jenis Terapi Pada Anak Down Syndrome 6) Untuk Mengetahui Prognosis Pada Anak Down Syndrome 7) Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Anak Down Syndrome 8) Untuk Mengetahui Asupan Gizi Bagi Anak Down Syndrome 9) Untuk Mengetahui Aspek Sosial Dan Pendidikan Pada Anak Dengan Down Syndrome 10) Untuk Mengetahui Aspek Koping Keluarga Pada Anak Dengan Down Syndrome 11) Untuk Mengetahui Kebijakan Pemerintah tentang Down Syndrome Pada Anak

3

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Down Syndrome 1. Definisi Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom menurut Cuncha dalam Mark L.Batshaw, M.D. Menurut Bandi (1992) anak cacat mental pada umumnya mempunyai kelainan yang lebih dibandingkan cacat lainnya, terutama intelegensinya. Hampir semua kemampuan kognitif anak cacat mental mengalami kelainan seperti lambat belajar, kemampuan mengatasi masalah, kurang dapat mengadakan hubungan sebab akibat, sehingga penampilan sangat berbeda dengan anak lainnya. Anak cacat mental ditandai dengan lemahnya kontrol motorik, kurang kemampuannya untuk mengadakan koordinasi, tetapi dipihak lain dia masih bisa dilatih untuk mencapai kemampuan sampai ke titik normal. Tanda-tanda lainnya seperti membaca buku ke dekat mata, mulut selalau terbuka untuk memahami sesuatu pengertian memerlukan waktu yang lama, mempunyai kesulitan sensoris, mengalami hambatan berbicara dan perkembangan verbalnya. Menurut Gunarhadi (2005) down syndrome adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak dapat memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Kelainan ini pertama kali ditemukan oleh Seguin dalam tahun 1844. Down adalah dokter dari Inggris yang namanya lengkapnya Langdon Haydon Down. Pada tahun 1866 dokter Down menindaklanjuti pemahaman kelainan yang pernah dikemukakan oleh Seguin tersebut melalui penelitian. Seguin dalam Gunarhadi 2005:13 mengurai tanda-tanda klinis kelainan aneuploidi pada manusia. Seorang individu aneuploidi memiliki kekurangan atau kelebihan di dalam sel tubuhnya. Pada tahun 1970-an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali

4

syndrome ini dengan istilah down syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama. Jenis aneuploidi sebagai penyimpangan kromosom tersebut dia namakan trisomi 21, yang berarti kromosom nomor 21 memiliki 3 genom (Pai dalam Gunarhadi, 2005). Kondisi manusia yang diakibatkan oleh penyimpangan kromosom jenis trisomi 21 diberi istilah idiot mongoloid atau mongoloisme. Diberi nama demikian, karena kondisi individual dengan trisomi 21 dianggap memiliki ciri- ciri wajah yang menyerupai orang oriental. Namun sekarang kondisi yang demikian itu dinyatakan sebagai down syndrome. Asosiasi keterbelakangan mental tidak melekat pada suatu golongan atau bangsa tertentu. Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kromosom merupakan serat-serat khusus yang terdapat didalam setiap sel didalam badan manusia dimana terdapat beberapa genetik yang menentukan sifat-sifat seseorang. Selain itu down syndrom disebabkan oleh hasil daripada penyimpangan kromosom semasa konsepsi. Ciri utama daripada bentuk ini adalah dari segi struktur muka dan satu atau ketidak mampuan fisik dan juga waktu hidup yang singkat. Sebagai perbandingan, bayi normal dilahirkan dengan jumlah 46 kromosom (23 pasang) sedangkan bayi down syndrome dilahirkan hanya sepasang kromosom 21 (2 kromosom 21 dikarena bayi dengan penyakit down syndrom terjadi disebabkan oleh kelebihan kromosom dimana 3 kromosom 21 menjadikan jumlah kesemua kromosom ialah 47 kromosom. Keadaan ini dapat terjadi terhadap laki-laki maupun perempuan.

Gambar Kromosom Anak Down Syndrome 5

Gambar Perbedaan Tubuh Fisik Anak Down Syndrome Dengan Anak Normal

Menurut Glenn Doman, ahli fisik dan terapi pendiri The Institute for The Achievement of Human Potential, yang banyak menangani anak down syndrome, menyatakan bahwa anak down syndrome disebabkan oleh otak yang cidera. Maka yang perlu diterapi adalah otaknya. Jalur sensori manusia berada disebelah sumsum tulang belakang dan otak bagian belakang. Kemampuan sensorik ini meliputi penerimaan informasi melalui kelima indra yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pengecap. Anak down syndrome biasanya kurang bisa mengkoordinasikan antara motorik kasar dan halus. Misalnya kesulitan menyisir rambut atau mengancing baju sendiri. Selain itu anak down syndrome juga kesulitan untuk mengkoordinasikan antara kemampuan kognitif dan bahasa, seperti memahami manfaat suatu benda (Selikowitz, 2001). Menurut Selikowitz (2001), anak down syndrome dan anak normal pada dasarnya memiliki tujuan yang sama dalam tugas perkembangan, yaitu mencapai kemandirian. Namun, perkembangan anak down syndrome lebih lambat dari pada anak normal. Jadi diperlukan suatu terapi untuk meningkatkan kemandirian anak down syndrome. Peran serta orang tua sangat dibutuhkan. Doman (2003) mengungkapkan bahwa 15% orang tua yang mengetahui anaknya mengalami down syndrome akan kembali ke rumah dan tidak melakukan suatu program terapi. Sebanyak 35% yaitu orang tua yang gigih tekadnya untuk ikut Program Perawatan Intensif. Sebanyak 50% orang tua akan kembali ke rumah, mendiagnosis anaknya, mendesain sebuah program untuk anaknya dan melaksanakan program itu dengan tingkat frekuensi, intensitas dan durasi yang

6

berbeda-beda dengan harapan memperoleh hasil yang sepadan dengan program itu. Dari pendapat tersebut diatas dapat penulis simpulkan bahwa down syndrome adalah anak yang memiliki kelebihan kromosom sehingga intelektual dibawah rata-rata dan memiliki kelainan fisik. Kelainan pada anak down syndrome sangat jelas dan setiap anak down syndrome hampir memiliki wajah yang serupa.

2. Karakteristik Anak Down Syndrome Gejala yang muncul akibat down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas : 1) Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian (anteroposterior) kepala mendatar 2) Sifat pada kepala, muka dan leher : penderita down syndrome mempunyai paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar. Pangkal hidungnya pendek. Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam. Ukuran mulut adalah kecil dan ukuran lidah yang besar menyebabkan lidah selalu terjulur. Mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur. Paras telinga adalah lebih rendah. Kepala biasanya lebih kecil dan agak lebar dari bagian depan ke belakang. Lehernya agak pendek. Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds) (80%), white Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata (60%), medial epicanthal folds, keratoconus, strabismus, katarak (2%), dan retinal detachment. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea. 3) Manifestasi mulut : gangguan mengunyah menelan dan bicara. scrotal tongue, rahang atas kecil (hypoplasia maxilla), keterlambatan pertumbuhan gigi, hypodontia, juvenile periodontitis, dan kadang timbul bibir sumbing Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas.

7

4) Manifestasi kulit : kulit lembut, kering dan tipis, Xerosis (70%), atopic dermatitis (50%), palmoplantar hyperkeratosis (40-75%), dan seborrheic dermatitis (31%), Premature wrinkling of the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria infections, fungal infections (tinea), and ectoparasitism (scabies), Elastosis perforans serpiginosa, Syringomas, Alopecia areata (68.9%), Vitiligo, Angular cheilitis 5) Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang diantara atria kiri dan kanan. Masalah lain adalah termasuk salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi kanak-kanak down syndrom boleh mengalami masalah jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas. 6) Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Saluran esofagus yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran sama sekali di bagian tertentu esofagus. Biasanya ia dapat dekesan semasa berumur 1 – 2 hari dimana bayi mengalami masalah menelan air liurnya. Saluran usus kecil duodenum yang tidak terbuka penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar. Saluran usus rectum atau bagian usus yang paling akhir (dubur) yang tidak terbuka langsung atau penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian

8

rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati- hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. 7) Sifat pada tangan dan lengan : Sifat-sifat yang jelas pada tangan adalah mereka mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking membengkok ke dalam. Tapak tangan mereka biasanya hanya terdapat satu garisan urat dinamakan “simian crease”. Tampilan kaki : Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua agak jauh terpisah dan tapak kaki. Tampilan klinis otot : mempunyai otot yang lemah menyebabkan mereka menjadi lembek dan menghadapi masalah dalam perkembangan motorik kasar. Masalah-masalah yang berkaitan dengan masa kanak-kanak down syndrom mungkin mengalami masalah kelainan organ-organ dalam terutama sekali jantung dan usus. 8) Down syndrom mungkin mengalami masalah Hipotiroidism yaitu kurang hormon tiroid. Masalah ini berlaku di kalangan 10 % kanak-kanak down syndrom. Down syndrom mempunyai ketidakstabilan di tulang-tulang kecil di bagian leher yang menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh (atlantoaxial instability) dimana ini berlaku di kalangan 10% kanak-kanak down syndrom. Sebagian kecil mereka mempunyai risiko untuk mengalami kanker sel darah putih yaitu leukimia. Pada otak penderita sindrom down, ditemukan peningkatan rasio APP (amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer. 9) Masalah Perkembangan Belajar Down syndrom secara keseluruhannya mengalami keterbelakangan perkembangan dan kelemahan kognitif. Pada pertumbuhana mengalami masalah lambat dalam semua aspek perkembangan

9

yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan motorik halus dan berbicara. Perkembangan sosial mereka agak menggalakkan menjadikan mereka digemari oleh ahli keluarga. Mereka juga mempunyai sifat periang. Perkembangan motor kasar mereka lambat disebabkan otot-otot yang lembek tetapi mereka akhirnya berhasil melakukan hampir semua pergerakan kasar. 10) Gangguan tiroid Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan dan perubahan kepribadian). Penderita down syndrome sering mengalami gangguan pada beberapa organ tubuh seperti hidung, kulit dan saluran cerna yang berkaitan dengan alergi. Penanganan alergi pada penderita dwon syndrome dapat mengoptimakan gangguan yang sudah ada. 44 % down syndrom hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada down syndrom adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.

Tanda-tanda yang muncul akibat down syndrome dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang menderita down syndrome adalah adanya keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak (Olds, London, & Ladewing, 1996). Penderita down syndrome sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian (anteroposterior) kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebakan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistem organ yang lain. Pada sistem pencernaan dapat

10

ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. Kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat. Secara fisik down syndrome memiliki tanda-tanda yang sama meskipun kadar dan kondisinya berbeda antara seorang individu down syndrome dengan individu down syndrome lainnya. Menurut Blackman dalam Gunarhadi

(2005)

penyimpangan kromosom trisomi 21 menyebabkan ciri-ciri fisik perkembangan anak down syndrome sebagai berikut: 1) Penyakit jantung bawaan. 2) Gangguan mental. 3) Tubuh kecil. 4) Kekuatan otot lemah. 5) Kelenturan yang tinggi pada persendian. 6) Bercak pada iris mata. 7) Posisi mata miring keatas. 8) Adanya lipitan ekstra pada sudut mata. 9) Lubang mulut kecil sehingga lidah cenderung menekuk. 10) Tangan pendek tetapi lebar dengan lipatan tunggal pada telapak tangan.

Menurut Moh. Amin (1995) menyebutkan karakteristik anak down syndrome menurut tingkatan adalah sebagai berikut: 1) Karakteristik anak down syndrome ringan Anak down syndrome ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang pembendaharaan katanya, Mengalami kesukaran berpikir abstrak tetapi masih mampu mengikuti mengikuti kegiatan akademik dalam batas-batas tertentu. Pada umur 16 tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak umur 12 tahun. 2) Karakteristik anak down syndrome sedang Anak down syndrome sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaranpelajaran akademik. Mereka umumnya dilatih untuk merawat diri dan aktivitas

11

sehari-hari. Pada umur dewasa mereka baru mencapai tingkat kecerdasan yang sama dengan umur 7 tahun. 3) Karakteristik anak down syndrome berat dan sangat berat Anak down syndrome berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu bertanggung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri, tidak dapat membedakan bahaya atau tidak, kurang dapat bercakap – cakap. Kecerdasannya hanya berkembang paling tinggi seperti anak normal yang berusia 3 atau 4 tahun. Sifat pada kepala, muka dan leher : Mereka mempunyai paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol. Pangkal hidungnya pendek. Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam.

3. Faktor Penyebab Anak Down Syndrome Bagi ibu yang berumur 35 tahun keatas, semasa mengandung mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak Down Syndrom. Sembilan puluh lima penderita down syndrom disebabkan oleh kelebihan kromosom 21. Keadaan ini disebabkan oleh "nondysjunction" kromosom yang terlibat yaitu kromosom 21 dimana semasa proses pembahagian sel secara mitosis pemisahan kromosom 21 tidak berlaku dengan sempurna. Di kalangan 5 % lagi, anak-anak down syndrom disebabkan oleh mekanisma yang dinamakan "Translocation". Keadaan ini biasanya berlaku oleh pemindahan bahan genetik dari kromosom 14 kepada kromosom 21. Bilangan kromosomnya normal yaitu 23 pasang atau jumlah kesemuanya adalah 46 kromosom. Menurut Gunarhadi (2005 : 27) faktor penyebab down syndrome antara lain: 1) Hubungan faktor oksigen dengan down syndrome Down syndrome terjadi bukan karena faktor luar, down syndrome terjadi karena kekurangan kromosom akibat dari kecelakaan yang bersifat genetika yang bisa dideteksi melalui pemeriksaan amniosintesis. Para dokter menekankan bahwa down syndrome tidak terkait dengan segala yang dilakuakan oleh orang tua baik sebelum ataupun selama kehamilan. Down syndrome terjadi bukan karna makanan atau minuman yang dikonsumsi ibunya

12

ketika hamil, tidak juga perasaan traumatis, bukan pula ibu dan ayah melakukan atau menyesali perbuatannya yang telah dialami. 2) Hubungan faktor endogen dengan down syndrome Down syndrome disebabkan karena adanya kromosom ekstra dalam setiap sel tubuh, faktor penyebab lain yang menimbulkan resiko tingginya resiko mempunyai anak down syndrome adalah umur rang tua. Semakin tua umur ibu, semakin pula ibu memiliki peluang untuk melahirkan anak down syndrome. Peningkatan peluang melahirkan anak down syndrome terjadi apabila ibu berusia 35 tahun keatas. Usia berpengaruh terhadap peluang memiliki anak down syndrome, seorang ayah yang berusia 50 tahun terbukti menunjukan pengaruh terhadap konsepsi (pembuahan) janin dengan down syndrome.

Menurut Soetjiningsih (1995), Penyebab sindrom down adalah nondisjunction yang menghasilkan kromosom ekstra (trisonomi 21) sebagai penyebabnya, yaitu : 1) Genetik Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap non-disjuctional. Bukti yang mendukung teori ini, yaitu berdasarkan atas hasil penelitian epidemologi yang menyatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan sindrom down. 2) Radiasi Radiasi merupakan salah satu penyebab terjadinya non-disjunctional , sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom down, pernah mengalami radiasi didaerah perut sebelum terjaadinya konsepsi. 3) Autoimun Faktor lain penyebab terjadinya sindrom down adalah autoimun, dimana auto imun ini karena adanya penyakit yang dikaitkan dengan tiroid. 4) Umur Ibu Faktor usia sangat berpengaruh, apabila umur ibu diatas 35 tahun, maka diperkirakan perubahan hormonal yang dapat menyebabkan non-disjunction pada kromosom. Dengan adanya perubahan hormon, maka akan terjadi perubahan pada endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya

13

kadar hidro epiandrosteron, menurunya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan peningkatan secara tajam kadar LH (Luteinizing Hormon) dan FSH (Follicular Stimulating Hormon) hal ini yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya“non-disjunction” 5) Umur Ayah Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom down, umur ayah juga dilaporkan adanya pengaruh terhadap kejadian sindrom down yang didasarkan atas penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumberdari ayah, akantetapikorelasinya tidak setinggi umur ibu.

Angka kejadian anak yang lahir menjadi down syndrome dikaitkan dengan usia ibu saat kehamilan: 1) 15-29 tahun - 1 kasus dalam 1500 kelahiran hidup. 2) 31-34 tahun – 1 kasus dalam 800 kelahiran hidup. 3) 35-39 tahun – 1 kasus dalam 270 kelahiran hidup. 4) 40-44 tahun – 1 kasus dalam 100 kelahiran hidup. 5) Lebih dari 45 tahun -1 kasus dalam 50 kelahiran hidup.

Menurut Yanet dalam buku Gangguan Psikiater pada anakanak Retardasi Mental oleh Triman yang dikutip oleh Munzayanah (2000) faktor penyebab down sindrome dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: 1) Kelompok Biomedi a) Pre natal. Dapat terjadi karena infeksi pada waktu ibu hamil, gangguan metabolisme, iradiasi sewaktu umur kehamilan antara 2-6 minggu, kelainan kromosom, malnutrisi. b) Natal. Anaxia (terhambatnya pasokan darah ke otak), asphisia, prematuritas, postmaturitas, kerusakan otak. c) Postnatal. Dapat terjadi karena malnutrisi, infeksi (meningitis dan enchepalitis), trauma

14

2) Kelompok Sosio Kultural Kelompok etiologi ini dipengaruhi oleh proses psikososial dalam keluarga. Davis mengemukakan 3 macam teori, yaitu: a) Teori stimulasi Umumnya adalah penderita down syndrome yang tergolong ringan, disebabakan kekurangan rangsang, atau kekurangan kesempatan dari keluarga. b) Teori gangguan Kegagalan keluarga dalam memberikan proteksi yang cukup terhadap stress pada masa anak-anak, sehingga mengakibatkan gangguan pada proses mental. c) Teori keturunan Teori ini menggunakan hubungan antara orang tua dan anak lemah sehingga anak mengalami stress akan bereaksi dengan cara yang bermacam-macam untuk dapat menyesuaikan diri.

4. Permasalahan Anak Down Syndrome Permasalahan anak down syndrome adalah terdapat pada karakteristiknya yang akan menjadi hambatan pada kegiatan belajarnya. Mereka dihadapkan dengan masalah internal dalam mengembangkan dirinya melalui pendidikan yang diikutinya. Menurut Gunarhadi (2005), masalah-masalah tersebut tampak dalam hal dibawah ini: 1) Kehidupan sehari-hari Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan di rumah dan kondisi anak down syndrome akan membawa suasana yang kurang kondusif terhadap kegiatan pembelajaran di sekolah. Pihak sekolah tidak berhubungan secara akademis, melainkan harus pula mempertimbangkan usaha peningkatan kebiasaan dan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi anak. 2) Kesulitan belajar Kesulitan belajar anak down syndrome adalah masalah paling besar, mengingat keterbatasan mereka kegiatan pembelajaran yang di sekolah. Keterbatasan ini

15

tercermin dari seluruh aspek akademik seperti, matematika, IPA, IPS dan Bahasa. 3) Penyesuaian Diri Tingkat kecerdasan yang dimiliki anak down syndrome tidak saja berpengaruh terhadap kesulitan belajar, melainkan juga terhadap penyesuaina diri. Hallahan D dan Kauffanan dalam (Gunarhadi 2005) mengisyaratkan bahwa seorang dikategorikan down syndrome harus memiliki dua persyaratan yaitu tingkat kecerdasan dibawah normal dan bermasalah dalam penyesuaian diri. Implikasinya terhadap pendidikan, anak down syndrome harus mendapatkan porsi pembelajaran untuk meningkatkan ketrampilan sosialnya. 4) Ketrampilan Bekerja Ketrampilan bekerja erat kaitannya dengan hidup mandiri. Keterbatasan anak down syndrome banyak menyekat antara kemampuan yang dimliki tuntutan kreativitas yang diperlukan untuk bekerja. Akibatnya untuk bekerja kepada orang lain. Anak down syndrome tersingkir dalam kompetensi. Pekerjaan yang mungkin dilakukan dalam rangka hidup mandiri adalah usaha domestic. Hal itu pun secara empiris dapat dilihat bahwa dewasa down syndrome banyak menggantungkan hidupnya kepada orang lain, terutama keluarganya. Bagi sekolah keadaan demikian merupakan tantangan bahwa selain akademik, anak down syndrome perlu sekali memperoleh ketrampilan bekerja dalam mempersiapkan masa depannya. 5) Kepribadian dan Emosinya Karena kondisi mentalnya anak down syndrome sering menampilkan kepribadiannya yang tidak seimbang. Terkadang tenang terkadang juga kacau, sering termenung berdiam diri, namun terkadang menunjukan sikap tantrum (ngambek), marahmarah, mudah tersinggung, mengganggu orang lain, atau membuat kacau dan bahkan merusak.

16

5. Jenis-Jenis Terapi Pada Anak Down Syndrome 1) Terapi Fisik (Physio Theraphy) Terapi ini biasanya diperlukan pertama kali bagi anak down syndrome. Dikarenakan mereka mempunyai otot tubuh yang lemas, terapi ini diberikan agar anak dapat berjalan dengan cara yang benar. 2) Terapi Wicara Terapi ini perlukan untuk anak down syndrome yang mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata. 3) Terapi Okupasi Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal kemandirian, kognitif/ pemahaman, kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak down syndrome tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada komunikasi dan tidak memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat. 4) Terapi Remedial Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dari sekolah biasa. 5) Terapi Sensori Integrasi Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah rangsangan/sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak down syndrome yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat. 6) Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy) Mengajarkan anak down syndrome yang sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan normanorma dan aturan yang berlaku di masyarakat.

17

7) Terapi Akupuntur Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian tubuh tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang anak. 8) Terapi Musik Terapi musik adalah anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak sangat senang dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka dengan begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik. 9) Terapi Lumba-Lumba Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi hasil yang sangat mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak down syndrome. Sel-sel saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika mendengar suara lumba-lumba. 10) Terapi Craniosacral Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan pada syaraf pusat. Dengan terapi ini anak down syndrome diperbaiki metabolisme tubuhnya sehingga daya tahan tubuh lebih meningkat.

6. Penatalaksanaan Down Syndrome Walaupun tidak ada obat untuk sindrom down sejumlah terapi telah disarankan, seperti pembedahan untuk mengoreksi anomali kongenital dan kemungkinan cacat fisik. Anak ini juga akan mendapatkan manfaat dari perawatan medis yang teratur, anak dengan sindrom down memerlukan penanganan secara multidisiplin. Selain penangan medis, pendidikan anak juga perlu mendapat perhatian serta partisipasi dari keluarga khususnya orang tua (Wong, 2008). Memberikan dukungan pada orang tua dalam merawat anak sindrom down. Dengan memberikan dukungan pada orang tua pada anak sindrom down, akan membentuk suatu keinginan yang kuat dalam merawat anak dengan baik. Memberikan informasi pada orang tua untuk melakukan intervensi dini pada anak sindrom down dengan melakukan stimulasi sensori dini, latihank husus yang mencakup aktivitas motorik kasar dan halus, serta memberikan petunjuk pedoman

18

pada orang tua agar anak mampu berbahasa.

7. Prognosis Down Syndrome Harapan hidup untuk anak yang menderita sindrom Down telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir tetapi tetap lebih rendah dibandingkan populasi umum. Lebih dari 80% bertahan sampai usia 30 tahun dan diatas 30 tahun. Seiring dengan prognosis yang semakin baik untuk individu ini, penting untuk memenuhi kebutuhan perawatan, kesehatan jangka panjang, sosial, dan waktu luang mereka (Carr 1994 dalam Wong, 2008).

8. Asupan Gizi Bagi Anak Down Syndrome Ada berbagai penelitian nutrisi yang dilakukan untuk memperbaiki kelainan pada anak dengan down syndrome, namun hasil penelitian tidak semuanya memberikan hasil yang sama. Nutrisi secara khusus diberikan memang tidak ada, namun pada intinya setiap makanan yang diberikan sebaiknya mengandung cukup zat gizi makro (seperti karbohidrat, protein, asam amino, lemak) dan zat gizi mikro (seperti vitamin, mineral, dan antioksidan) untuk menyokong pertumbuhan dan perkembangannya, seperti: 1) Vitamin: sebaiknya diberikan dengan dosis yang sesuai kebutuhan anak, jangan

diberikan dalam jumlah berlebihan terutama untuk vitamin A karena bersifat toksik bagi tubuh. 2) Mineral: terutama zinc (seng) dan selenium. Pada beberapa penelitian,

pemberian zinc dan selenium pada anak dengan down syndrome dapat memperbaiki daya tahan tubuh. Adapun dosis yang dianjurkan tetap sesuai kebutuhan, jadi jangan diberikan dalam megadosis. Sumber bahan makanan yang kaya akan zinc seperti daging ayam, daging sapi, maupun seafood, dan yang kaya akan selenium seperti jamur kancing, jamur shitake, ikan cod, udang, ikan kakap, tuna, hati, dan salmon. 3) Asam amino: ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa anak dengan

down syndrome memiliki kadar asam amino serin dan triptofan yang agak rendah, dan asam amino sistein serta lisin yang agak tinggi dalam darahnya. Asam amino serin merupakan satu dari asam amino non esensial yang

19

membentuk protein. Dikatakan kekurangan asam amino ini akan menyebabkan terjadinya perlambatan berpikir dan keterbelakangan keterampilan atau skill fisik. Bahan makanan yang kaya akan asam amino serin seperti: kacang kedelai, telur, kacang-kacangan, daging sapi, ikan, daging ayam, asparagus, dan lain sebagainya. 4) Demikian juga dengan triptofan penting untuk fungsi neurotransmitter atau

penghantar sinyal otak sehingga memperbaiki mood (seperti rasa cemas, stres dan depresi), membuat tidur lebih nyaman, merangsang nafsu makan, meningkatkan

daya

konsentrasi

dan

membantu

pertumbuhan

dan

perkembangan anak. Adapun bahan makanan yang kaya akan triptofan seperti: dada ayam, tuna, kacang kedelai, daging sapi, udang, salmon, dan lain sebagainya. 5) Antioksidan: beberapa penelitian mengatakan bahwa kelainan kromosom pada

anak dengan down syndrome dikarenakan kekurangan dari antioksidan tubuh sehingga terjadi banyak kerusakan pada DNA. Oleh karena itu konsumsi antioksidan sangatlah membantu mengurangi atau memperbaiki kerusakan DNA yang terjadi. Contoh antioksidan yang bisa digunakan seperti likopen (pada tomat, semangka, jambu biji merah, lobster, dan lain-lain), beta-karoten, vitamin A, B, C, E, zinc, dan selenium. 6) Probiotik dan prebiotik: banyak anak dengan down syndrome yang mengalami

konstipasi, oleh karena itu pemberian pro dan prebiotik selain serat makanan dan cairan yang cukup, sangat baik untuk memperbaiki kondisi ini, dan juga dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh. 7) DHA omega 3: pemberian DHA pada anak dengan down syndrome dapat

memperbaiki perkembangan saraf dan mata termasuk sel membran pada otak dan retina. Pemberian DHA tidak boleh berlebihan karena dapat menekan daya tahan tubuh. Oleh karena itu terbaik diperoleh dari bahan makanan sumber seperti flaxseed, salmon, sardine, kedelai, udang, scallop, dan lain sebagainya. 8) Kolin: pemberian kolin dapat merangsang proses mielinisasi jaringan saraf,

memperbaiki komunikasi saraf dengan otot, mengurangi reaksi peradangan dan meningkatkan neurotransmitter otak. Bahan makanan yang kaya akan kolin

20

seperti: kacang kedelai, kuning telur, kembang kol, tomat, susu, tomat, jagung, flaxseed, dan masih banyak lagi.

B. Aspek Sosial Dan Pendidikan Pada Anak Dengan Down Syndrome 1. Aspek Sosial Pada Anak Dengan Down Syndrome Bukan menjadi keinginan orang tua untuk melahirkan seorang anak penderita down syndrome serta bukan menjadi keinginan anak pula untuk dilahirkan dengan keadaan down syndrome. Anak down syndrome memiliki tingkat kecerdasan di bawah rata-rata (IQ di bawah 75) dan mengalami kesulitan dalam beradaptasi maupun melakukan berbagai aktivitas sosial di lingkungan (Hendriyani, dkk 2006). Banyak permasalahan yang dihadapi oleh orang tua atau anggota keluarga yang memiliki anak down syndrome baik perlakuan oleh masyarakat ataupun dari anggota keluarga dekat mereka khususnya orangtua. Seperti yang terjadi di Austraslia, seorang dokter bernama Dr Bernhard Moeller berasal dari Jerman terancam diusir dari Australia. Padahal dia sangat dibutuhkan oleh masyarakat kota terpencil di Negara bagian Victoria. Dr Bernhard Moeller pindah ke Australia karena panggilan pemerintah Federal Australia dan Komunitas Horsham untuk mengisi kekurangan dokter di kota itu. Dia pun pindah dari Jerman memboyong istrinya, Isabella dan Lukas, putranya yang berusia 13 tahun. Sejak 2 tahun lalu, Moeller menjadi satu-satunya dokter di Kota Horsham. Visa kerja temporer Moeller sebenarnya valid hingga tahun 2010. Namun aplikasi Moeller untuk menetap permanen di Australia telah ditolak. Departemen Imigrasi dan Kewarganegaraan Australia menolak permohonan permanent residency Moeller. Ini dikarenakan putranya, Lukas menderita Down Syndrome. Kondisi itu dikatakan tidak memenuhi kriteria kesehatan birokrasi departemen tersebut. Departemen menganggap kecacatan Lukas sebagai beban bagi para pembayar pajak Australia sehingga tak bisa mendapatkan permanent residency. Dikatakan bahwa perawatan Lukas bisa mengakibatkan biaya signifikan bagi komunitas Australia dalam layanan kesehatan. Selain contoh diatas masih banyak lagi kejadian penolakan yang terjadi di masyakat terhadap anak serta keluarga penderita down syndrome. Prevalensi

21

penderita keterbelakangan mental di Indonesia saat ini diperkirakan telah mencapai satu sampai dengan tiga persen dari jumlah penduduk seluruhnya (“Retadrasi mental”, 2004) jumlah ini diperkirakan anak mengalami kenaikan di tahun-tahun berikutnya. Tidak terdapat jumlah yang pasti anak penderita down syndrome. Hal ini diakibatkan karena hanya mereka yang melakukan perawatan saja yang tercatat sedangkan anak-anak penderita down syndrome dari keluarga ekonomi menengah ke bawah kebanyakan tidak memeriksakan ataupun mengobati anaknya yang menderita down syndrome. Kirk (dalam Wall, 1993) menyatakan bahwa retardasi mental oleh masyarakat masih dianggap aneh, karena hanya sebagian kecil ± 2% anak yang menderita retardasi mental dari setiap seribu anak. Hal ini diperkuat lagi oleh Wall (1993) berpendapat bahwa fenomena dalam masyarakat masih banyak orangtua khususnya ibu yang menolak kehadiran anak yang tidak normal, karena malu mempunyai anak yang cacat, dan tak mandiri. Paradigma yang telah terpatri dalam masyarakat adalah anak itu lucu dan sering dipermainkan. Anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan teori multiple intelligent oleh Gardner. Anak penderita down syndrome memiliki kelemahan dalam kecerdasan intelektual, namun ia masih berpotensi memiliki kecerdasan di bidang lainnya seperti Reviera Novitasari (15 tahun) peraih medali perunggu renang 100 meter gaya dada pada kejuaraan renang internasional di Canberra Australia, 11-13 April 2008. Selain itu, Reviera juga mendapat penghargaan Kategori Anak Penyandang Cacat Berprestasi Internasional dari Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta Swasono. Prestasi lain yang diperoleh anak penderita down syndrome adalah Michael peraih medali perak cabang lari di Special Olympic Dublin Irlandia, Eko mendapat medali emas lompat jauh di ajang yang sama, Yuliwati juara 4 di Special Olympic Shanghai 2008, Stephanie meraih emas di Singapore Swimming Competition for Down Syndrome, Stephanie meraih rekor Muri piano 23 lagu nonstop, Michael meraih rekor Muri pe-golf seAsia/Indonesia dan masih banyak lagi. Jadi bukanlah tidak mungkin jika anak down syndrome dapat menghasilkan prestasi yang membanggakan untuk negara layaknya anak-anak normal.

22

Anak penderita down syndrome sangat membutuhkan perhatian, kasih sayang, pendidikan, kesabaran, pengecekan masalah kesehatan secara teratur dan kemampuan mereka untuk dapat diterima oleh masyarakat umum serta mendapatkan prestasi yang dapat dibanggakan. Pada perkembangannya, anak down syndrome harus belajar cara penyesuaian diri terhadap kelompok, moral dan tradisi yang ada dalam masyarakat agar dapat belajar dari pengalamnnya bergaul dengan orang-orang sekitar. Lingkungan sosial yang kondusif, perlakuan orangtua, perlakuan yang kasar, sering memarahi, bersikap acuh serta tidak memberi bimbingan maka akan menjadikan anak tersebut egois, cenderung mendominasi, kurang memiliki tenggang rasa serta kurang memiliki norma dalam berperilaku akan mempengaruhi perkembangan anak yang menderita down syndrome. Perkembangan sosial anak down syndrome ditunjang oleh adaptasi yang terus menerus dilakukan oleh orangtua dan lingkungan agar anak merasa nyaman dengan lingkungan mereka sendiri. Kenyamanan ini dapat diberikan dengan cara bermain bersama anak karena bermain adalah kegiatan utama anak-anak seperti ini. Perbedaan pola asuh dari orang tua akan menentukan bagaimana hubungan dan interaksi terhadap lingkungan sosialnya. Sehingga peran serta orang tua sangat menentukan keberhasilan anak down syndrome nantinya dalam bersosialisasi dengan masyarakat umum dan mampu menjalin hubungan interpersonal dengan anggota masyarakat. Salah satu cara untuk melatih kemampuan interpersonal anak down syndrome dapat dilakukan dengan sering mengajak anak ke tempat-tempat umum, tempat bermain, mall, dan tempat umum lainnya agar anak bertemu dengan orang yang berbeda dan tidak merasa asing. Permasalahan lain yang muncul adalah anak down syndrome lebih menyukai permainan yang hanya melibatkan dirinya sendiri dari pada harus melibatkan orang lain sebagai partner dalam permainan mereka. Oleh karena itu diperlukan permainan yang bersifat kooperatif dan melibatkan dua orang atau lebih. Permainan tersebut dapat melatih kemampuan kerja sama sehingga meningkatkan kemampuan sosialnya. Timberlake dan Cutter (2001) menjelaskan bahwa terapi bermain menjadi salah satu cara untuk membangun hubungan dengan menggunakan reinforcement untuk merubah perilaku anak.

23

Seperti yang telah dilakukan oleh Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI) mereka sering membawa anak-anak down syndrome ke tempat-tempat umum agar publik dapat berinteraksi dengan anak-anak tanpa rasa segan yang awalnya mereka rasakan. Menurut pengalaman ISDI, banyak orang yang ragu-ragu untuk kontak atau berbicara dengan anak-anak ini karena khawatir mereka ketakutan atau bila salah pendekatan malah membuat orangtua atau pendamping anak-anak tersebut tersinggung. ISDI membuat suatu kegiatan dimana anak-anak down syndrome diajak untuk latihan renang bersama, memberikan pertunjukan musik angklung atau tarian bersama-sama. Pada saat kegiatan berlangsung, masayarakat dapat melihat atau menilai tingkah laku anak-anak yang sebenarnya menyerupai anak-anak normal. Hanya saja mereka kurang dapat konsisten ketika berbicara atau mengobrol. Memalui program ini, diharapakan masyarakat tidak ragu lagi untuk berinterkasi dengan anak-anak berkebutuhan khusus ini. Kegiatan seperti ini juga dapat menyadarkan masyarakat bahwa tidak selamanya anak down syndrome tidak berguna dan hanya merepotkan orang lain. Akan tetapi mereka juga dapat melakukan hal-hal yang positif serta memiliki manfaat yang besar untuk masayarakat. Dapat dibuktikan secara nyata bahwa banyak anak down syndrome

yang memiliki persetasi di tingkat nasional maupun internasional

sebagai pembawa harum nama bangsa yang sudah semestinya menadapatkan apresiasi yang setinggi-tingginya dari masyarakat. Tidah cukup dengan kegiatan yang hanya melibatkan anak-anak down syndrome saja, ISDI juga membuat seminar-seminar. Melalui seminar ini dapat memberikan pengetahuan kepada orang tua dan masyarakat tentang anak down syndrome.

2. Aspek Pendidikan Pada Anak Dengan Down Syndrome a) Intervensi Dini Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.

24

b) Taman Bermain Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya. c) Pendidikan Khusus (SLB-C) Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.

C. Aspek Koping Keluarga Pada Anak Dengan Down Syndrome Orangtua yang memiliki anak down syndrome, memerlukan strategi koping untuk mengurangi stres dan dapat membimbing serta mengarahkan tumbuh kembang anak sesuai dengan tahapannya. Beckman, Dyson, Rodriguez & Murphy (Lam & Mackenzie, 2002) mengindikasikan bahwa orangtua anak dengan berbagai gangguan (ketidak mampuan) lebih mengalami stres pada tingkatan yang tinggi dibandingkan orangtua anak yang normal. Strategi koping ini sangat diperlukan yaitu berupa aktive coping yang dilakukan oleh orang tua. Hal ini sesuai dengan pendapat Carver, Scheider & Weintraub (1989) bahwa active coping adalah proses pengambilan langkah-langkah secara aktif dengan mencoba mencari cara untuk mengatasi pengaruh dari sumber tekanan. Tekanan dalam hal ini adalah untuk mengatasi anak down syndrome. Rathus (1991) menjelaskan bahwa kondisi stres yang dialami individu dapat dikurangi dengan cara meramalkan (predictability) stressor yang akan muncul yaitu melalui strategi coping yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Hal ini juga sejalan dengan Passer & Smith (2001) bahwa faktor protective terhadap kemampuan individu untuk berhasil dalam mengatasi stres adalah penentuan strategi coping yang efektif. Hal ini juga di dukung oleh penelitian Johnston dkk (2003) yang menemukan bahwa para ibu anak down syndrome mempunyai adaptasi yang sehat dan mekanisme coping sehingga dapat mengurangi stres pengasuhan. Stres dalam pengsuhan ini lebih banyak dialami oleh ibu dari pada ayah dikarenakan sebagian besar ayah berfokus pada kegiatan public-nya (mencari nafkah) dari pada ibu yang berfokus dalam bidang domestic (khususnya

25

pengasuhan). Dengan kesibukan ibu bekerja ini akan mengurangi stres. Hal ini sesuai dengan penelitian Warfield (Gunarsa, 2006) bahwa para ibu yang merasa bahwa pekerjaan mereka lebih menarik cenderung mengalami stres pengasuhan yang lebih rendah daripada mereka yang merasa pekerjaan mereka kurang menarik. Berdasarkan hasil penelitian Li-Tsang, Sang Yau & Yuen (2001) menyebutkan bahwa mekanisme coping yang dilakukan ibu yang memiliki anak gangguan perkembangan yaitu coping yang lebih terfokus kepada tindakan sedini mungkin untuk merencanakan dan mempersiapkan lebih jauh ke masa depan seperti tindakan penyelamatan dengan menabung lebih banyak uang dan menyediakan tempat tinggal yang baik untuk anak mereka. Selain itu, orang tua dapat membentuk suatu komunitas untuk mencari bantuan kepada anggota keluarga atau orang tua lain yang memiliki kesamaan sebagai orang tua anak down syndrome. Keberadaan komunitas ini, orangtua dapat berbagi informasi mengenai anak down syndrome, penangann serta perawatannya. Usaha lain yang dapat dilakukan oleh orang tua yang memiliki anak down syndrome adalah dengan menerapakan pola pengelolaan dan perawatan terhadap anak. Pengelolaan dapat dilakukan dalam penerapan pola asuh orang tua yaitu memberikan pola asuh demoktaris dan disesuaikan dengan kondisi anak. Sedangkan untuk perawatan dapat dilakukan dengan mendatangkan ahli untuk membantu pengobatan anaknya. Tidak semua anak penderita down syndrome berasal dari keluarga yang mampu secara materi. Penanggulangan masalah ini menuntut partisipasi yang lebih dari orangtua untuk membimbing anak down syndrome. Orang tua sebaiknya memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menangani anak down syndrome. Kebanyakan pengabaian terhadap anak down syndrome didukung oleh keterbatasan materi yang dimiliki oleh orang tua. Hal ini membutuhkandukungan dari pihak lain seperti peran serta pemerintah. Melalui program-programnya, pemerintah diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada orangtua mengenai penanganan anak down syndrome dan pemberian fasilitas khusus seperti terapi atau konsultasi dengan ahli kejiwaan dengan biaya terjangkau. Penanganan terhadap down syndrome tidak hanya dilakukan secara kuratif. Namun, dapat juga dilakukan secara preventif yaitu dengan memeriksakan

26

kandungan secara rutin agar orangtua dapat mendeteksi perkembangan janin di dalam kandungan.

D. Kebijakan Pemerintah tentang Down Syndrome Pada Anak 1. Dukungan Pemerintah Terhadap Penyandang Down Syndrome Melalui kebijakan yang ditetapkan, pemerintah memiliki peran dalam menumbuhkan suasana yang menunjang aktualisasi diri penyandang DS. Tahun 2016 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, menggantikan UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Undang-undang Penyandang Disabilitas menekankan perluasan kesempatan bagi penyandang disabilitas, termasuk penyandang DS, untuk mengembangkan diri melalui kemandirian sebagai manusia yang bermartabat, bebas dari stigma dan diskriminasi, perlakuan yang tidak manusiawi, menjamin hak penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan dan hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain. Undang-Undang Penyandang Disabilitas menyebutkan bahwa pemberi kerja wajib memberi upah kepada tenaga kerja penyandang disabilitas yang sama dengan tenaga kerja yang bukan penyandang disabilitas dengan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang sama. Selain itu, Pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) wajib mempekerjakan paling sedikit 2% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1% penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja. Dalam rangka merealisasikan Undang-Undang Penyandang Disabilitas, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menyebutkan telah melakukan pemberdayaan dan penempatan tenaga kerja penyandang disabilitas untuk 4.255 orang di ratusan perusahaan dan usaha mandiri. Dari jumlah ini, 2.555 orang berkebutuhan khusus telah bekerja di 262 perusahaan. Sementara itu, 2.000 penyandang disabilitas lainnya diberdayakan untuk bekerja melalui wirausaha tenaga kerja mandiri (Industri.Bisnis.com, 2017). Selain itu, Kemenaker juga

27

berupaya mendorong BUMN untuk membuka peluang kerja bagi penyandang disabilitas (Hukumonline.com, 2015). Tampak bahwa pemerintah berupaya memberikan peluang bagi penyandang disabilitas, termasuk DS, untuk mengembangkan diri sehingga bisa berperan optimal di tengah-tengah masyarakat.

2. Tantangan Pemerintah Indonesia Berdasarkandata LPEM FEB Universitas Indonesia (2016), hanya 51.12% penyandang disabilitas yang berpartisipasi di pasar kerja Indonesia, dan hanya 20.27% penyandang disabilitas kategori berat yang bekerja. Jumlah ini sangat rendah apabila dibandingkan dengan pekerja non disabilitas yang mencapai 70.40%. Rendahnya persentase penyandang disabilitas yang tidak masuk ke pasar kerja dikarenakan banyak di antara mereka tidak cukup bersemangat untuk masuk ke pasar kerja. Hasil estimasi menunjukkan bahwa status disabilitas menurunkan probabilitas untuk masuk menjadi angkatan kerja dan mendapatkan pekerjaan. Data LPEM FEB UI tersebut adalah data penyandang disabilitas secara umum, dan penyandang DS termasuk di dalamnya. Meskipun tidak menggambarkan data spesifik mengenai partisipasi penyandang DS di pasar kerja, namun beberapa sumber menyebutkan penyandang DS bersama dengan penyandang disabilitas intelektual

lainnya

paling

sering

menghadapi

masalah

pengangguran

dibandingkan penyandang disabilitas lainnya. Penelitian yang dilakukan Kusmaningsih dan Mahmudah (2017) terhadap 3 SMALB di Kabupaten Sidoarjo memberikan gambaran yang jelas mengenai peluang kerja anakanak dengan disabilitas intelektual pasca SMALB. Hasil penelitian menyebutkan bahwa peluang kerja penyandang disabilitas intelektual pasca SMALB masih sangat terbatas. Kalaupun ada, peluang kerja tidak sesuai dengan keterampilan vokasional yang diajarkan di sekolah. Tampaknya, dunia usaha dan industri belum memiliki kepercayaan untuk mempekerjakan penyandang disabilitas intelektual. Masyarakat sendiri juga tidak memberikan kesempatan kepada penyandang disabilitas intelektual untuk mengembangkan kemampuannya dalam bekerja. Masyarakat masih bersikap diskriminatif dan kurang percaya terhadap hasil kerja mereka. Akibatnya, mereka menjadi kesulitan

28

mendapatkan peluang kerja yang sesuai dengan bekal keterampilan vokasional yang diberikan pihak sekolah. Kusmaningsih dan Mahmudah (2017) juga menjelaskan terbatasnya peran lingkungan dalam pengembangan diri penyandang disabilitas intelektual. Pertama, pemerintah belum menunjukkan aksi yang konkrit untuk menjamin anak dengan disabilitas intelektual yang sudah lulus SMALB agar mendapatkan pekerjaan tanpa diskriminasi. Kedua, pihak sekolah melepas siswa yang sudah lulus begitu saja, tanpa arahan kepada orang tua dan siswa. Pihak sekolah juga tidak memiliki mitra untuk bekerja sama dalam menampung pekerja anak dengan disabilitas intelektual. Ketiga, orang tua belum banyak berperan dalam membantu memberikan pekerjaan kepada anaknya yang sudah lulus SMALB. Selain mengalami keterbatasan dari segi keterampilan, orang tua dengan penghasilan rendah kurang mampu memberikan fasilitas dan modal usaha kepada anaknya. Hasil penelitian Kusmaningsih dan Mahmudah (2017) tersebut merupakan representasi permasalahan yang umumnya dihadapi anak- anak dengan disabilitas intelektual, termasuk anak-anak dengan DS, selepas sekolah. Stigma yang melekat terhadap anak-anak dengan DS menunjukkan ketidakpahaman masyarakat mengenai kondisi anakanak dengan DS. Sebenarnya peran orang tua menjadi kunci keberhasilan perkembangan anak dengan DS. Namun sayangnya, banyak orang tua tidak paham bagaimana menstimulasi anak dengan DS secara tepat, memperlakukan mereka sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami, sehingga dukungan yang diberikan tidak optimal. Di sisi lain, ada pula keluarga yang justru tidak memberikan ruang bagi anggota keluarganya yang mengalami disabilitas untuk berpartisipasi di tengah masyarakat karena khawatir anggota keluarganya tersebut akan mengalami perlakuan diskriminasi. Dukungan yang masih kurang dari dunia sekitar serta peluang untuk berkembang yang masih terbatas terhadap penyandang DS menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan pemerintah untuk merealisasikan semangat pada Undang-Undang Penyandang Disabilitas, khususnya terhadap penyandang DS.

29

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Keberadaan anak down syndrome menjadi masalah besar ketika orangtua tidak dapat menerima mereka sebagai anak pada umumnya. Orangtua cenderung malu dengan memiliki anak down syndrome karena dianggap kurang berdaya dan tidak berguna bagi masyarakat. Hal ini tentunya akan membuat anak down syndrome mengalami keterpurukan dalam tahap perkembangannya. Untuk mencegahnya, orangtua sebaiknya memberikan perawatan dan pengasuhan khusus untuk anak mereka yaitu dengn menerapkan pola asuh demokratis yang telah disesuaikan dengan keadaan anak serta melakukan perawatan baik secara medis maupun non medis. Diperlukan kesadaran yang tinggi bagi masyarakat untuk dapat mengubah persepsinya bahwa anak down syndrome adalah anak yang tidak berguna dan merepotkan orang lain, karena banyak fakta yang menunjukkan bahwa anak-anak down syndrome dapat berprestasi ditingkat nasional ataupun internasional yang membanggakan bagi masyarakat luas khusunya bagi negara Indonesia. Anak down syndrome bukanlah anak yang tidak berguna karena setiap anak mempunyai kecerdasan dan kemampuan yang berdeba-beda sesuai dengan Teori Multiple Intelligent. Demikian juga yang terjadi pada anak down syndrome, mereka memiliki kemampuan intelektual yang sangat kurang, akan tetapi hal ini tidak membuat anak down syndrome berhenti berkarya bagi bangsa. Pandangan positif dari masyarakat mengenai anak down syndrome

anak

menurunkan tingkat stres orangtua yang tidak mampu menerima keadaan anaknya. Untuk mengurangi stres orangtua dapat melakukan strategi koping berupa membuat suatu komunitas orang tua peduli down syndrome, pemberian informasi mengenai anak down syndrome, menjadi orang tua (ibu) yang memiliki pekerjaan yang menyenangkan dan pengobatan. Strategi koping akan menjadi lebih ringan manakala didukung oleh pemerintah yang diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada orangtua mengenai penanganan anak down syndrome dan pemberian fasilitas khusus seperti terapi atau konsultasi dengan ahli kejiwaan dengan biaya terjangkau. Selain itu, diperlukan pula pencegahan secara preventif yaitu dengan memeriksakan

30

kehamilan ini secara rutin agar mengetahui pertumbuhan janin dengan baik, tidak mengkonsumsi obat-obatan dalam jangka waktu lama serta mempertimbangkan usia ibu saat hamil.

B. Saran Adanya sosialisasi kepada orangtua dan masyarakat untuk dapat menerima anak down syndrome sangatlah diperlukan. Untuk membantu perkembangan anak down syndrome dapat dilakukan dengan memberikan lingkungan yang aman dan nyaman kepada anak. Kesabaran adalah hal utama yang sangat diperlukan oleh orang tua agar penantiannya selama ini untuk mendidik anaknya menjadi orang yang berprestasi dan dapat dibanggakan seperti anak-anak normal lainnya. Tidak hanya orang tua yang membutuhkan kesabaran, akan tetapi juga anak-anak down syndrome itu sendiri dimana mereka harus melatih kesabaran mereka dalam menerima perlakuan orang tua yang terkadang kurang mampu menerima kekeurangan yang mereka miliki. Janganlah menjauhi anak down syndrome selaykanya orang berpenyakit. Akan tetapi dekatilah mereka selayaknya anak penerus bangsa yang pasti memiliki prestasi.

31

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di Sekolah Luar Biasa (SLB). Jakarta Bakti : Husada. 2010

Ikatan Sindroma Down Indonesia : jumlah data anak sindrom down di Indonesia, http://www.isdijakarta.org/about2.html

32

Related Documents

Tugas Makalah.
July 2020 23
4.sindrome De Down
July 2020 7
Down
May 2020 30
Down
October 2019 84
Down
June 2020 22

More Documents from ""