TUGAS KELOMPOK MENGENAI PROSES TERJADINYA GANGGUAN JIWA DALAM PERSPEKTIF KEPERAWATAN JIWA, KONSEP STRES BESERTA KOPING DALAM KEPERAWATAN JIWA
DOSEN PEMBIMBING Ns. DIANA ARIANTI, M.Kep
DISUSUN OLEH KELOMPOK 6: 1. AYULI WARNI
(1710105043)
2. FEBRIA DENA PUTRI
(1710105049)
3. MIFTA FADHILLA
(1710105054)
4. MUHAMMAD AL CHA FIQI
(1710105098)
5. RATIH INDAH PERMATA SARI
(1710105062)
6. SELVI RADIATUL MARDIAH
(1710105068)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Proses Terjadinya Gangguan Jiwa dalam Perspektif Keperawatan Jiwa, Konsep Stres beserta Koping dalam Keperawatan Jiwa”..Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari Dosen Mata Kuliah Keperawatan Jiwa. Makalah ini ditulis berdasarkan berbagai sumber yang berkaitan dengan materi Proses Terjadinya Gangguan Jiwa dalam Perspektif Keperawatan Jiwa, Konsep Stres beserta Koping dalam Keperawatan Jiwa, serta infomasi dari berbagai media yang berhubungan dengan Proses Terjadinya Gangguan Jiwa dalam Perspektif Keperawatan Jiwa, Konsep Stres beserta Koping dalam Keperawatan Jiwa, . Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini, dan juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan masukan dan pandangan, sehingga dapat terselesaikannya makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan mengenai Keperawatan Jiwa, terutama materi mengenai. Proses Terjadinya Gangguan Jiwa dalam Perspektif Keperawatan Jiwa, Konsep Stres beserta Koping dalam Keperawatan Jiwa, sehingga saat berkomunikasi, kita dapat meminimalisir kesalah pahaman yang akan terjadi. Penulis berharap, pembaca untuk dapat memberikan pandangan dan wawasan agar makalah ini menjadi lebih sempurna. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan.
Padang, 03 Oktober 2018
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1 B. Tujuan Penulisan .................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN A. Proses tejadinya Gangguan Jiwa ............................................................................ 2 1. Faktor Predisposisi ............................................................................................ 2 2. Faktor Presipitasi ............................................................................................. 3 B. Konsep Stres dalam Keperawatan Jiwa .................................................................. 4 C. Koping dalam Keperawatan Jiwa ........................................................................... 10 1. Mekanisme Koping ............................................................................................ 10 2. Sumber Koping................................................................................................... 12 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................................ 13 DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Orang yang sakit jiwa yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilanan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). Sedangkan penyebab utama di badan (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun dipsike (psikogenik). Beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa. Contoh seorang anak yang mengalami gangguan otak karena kelahiran kemudian menjadi hiperkinetik dan sukar diasuh. Ia mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi (Direja, A.H.S. 2011). Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab. Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak selalu bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi serta adanya efek yang tidak wajar dan tumpul (Maslim,2002).
B. Tujuan Penulisan Agar Mahasiwa Mengetahui dan Memahani Materi Mengenai Keperawatan Jiwa Terutama Mengenai Proses Terjadinya Gangguan Jiwa Baik Secara Biologis, Psikologis Maupun Sosial Budaya, Konsep Stres Dalam Keperawatan Jiwa Dan Koping dalam Keperawatan Jiwa.
1
BAB II LANDASAN TEORI
A. Proses Terjadinya Gangguan Jiwa Secara Biologis, Psikologis dan Sosial Budaya Ada dua faktor yang bisa menimbulkan terjadinya gangguan jiwa, yaitu faktor Predisposisi
dan
faktor
Presipitasi.
Faktor
Predisposisi
adalah
faktor
yang
melatarbelakangi seseorang mengalami gangguan jiwa, sedangkan faktor presipitasi adalah faktor yang mencetuskan terjadinya gangguan jiwa pada seseorang untuk kali pertama (Maramis,2010). Individu yang mengalami faktor Predisposisi akan lebih mudah untuk mengalami gangguan jiwa karena sejak lahir atau selama proses perkembangannya, individu tersebut memiliki kepribadian maupun coping mechanism yang kurang optimal yang disebabkan oleh faktor bawaan yang didapatkan sejak lahir maupun melalui lingkungan sekitar. Individu yang memiliki faktor Predisposisi ibaratnya tinggal menunggu faktor Presipitasi sebelum akhirnya mengalami gangguan jiwa, yaitu suatu peristiwa yang dapat menggoyahkan dan mengganggu keseimbangan jiwa individu sehingga akhirnya indvidu bersangkutan tidak mampu mengatasi masalah yang dihadapinya yang pada akhirnya mengalami gangguan jiwa (Maramis,2010). 1. Faktor Predisposisi Faktor ini terdapat beberapa bagian, yaitu: a. Genetik Sebagian besar gangguan jiwa disebabkan oleh faktor keturunan. Dimana sifat-sifat gangguan jiwa yang akan dialami oleh individu diturunkan oleh orang tua maupun nenek moyang mereka melalui gen dan kromosom dalam sel repreduksi. Contonya mannic depresive; psychoses endogenous depression; schizophrenia; epilepsy; mental redardation dan lain-lain (Maramis,2010). Secara biologi meliputi latar belakang genetik; status nutrisi; kepekaan biologis; kesehatan umum; dan terpapar racun (Ah. Yusuf, dkk. 2015). b. Faktor Personaliti Kepribadian individu juga berperan besar dalam menyumbang terjadinya gangguan jiwa pada seseorang. Individu yang memiliki kepribadian yang kuat akan cenderung untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi, namun individu yang begitu mengalami
kebergantungan terhadap orang lain, maka cenderung untuk
mudah mengalami gangguan jiwa karena kepribadiannya rapuh. Contoh individu 2
yang memiliki personality premorbid dengan ciri-ciri watak yang lemah dan tidak tahan terhadap stres, cenderung mudah mengalami gangguan jiwa (Maramis,2010). Sedangkan faktor secara Psikologis yaitu kecerdasan; keterampilan verbal; moral; personal; pengalaman masa lalu; konsep diri; motivasi; pertahanan psikologis dan kontrol (Ah. Yusuf, dkk. 2015). c. Priode Perkembangan Kritis Keadaan ini juga dapat menjadi penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa, karena selama individu menjalani proses ini, seseorang akan belajar untuk mengenali dan mencari solusi terbaik dalam menghadapi setiap masalah yang datang untuk dapat diadaptasikan sesuai keadaan yang sehat. Sehingga apabila seseorang tidak mampu mengatasi berbagai stressor, yang ada pada periode perkembangan kritis ini akan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan jiwa. Contohnya, apabila individu tidak mampu untuk mengatasi masalah peran yang diembannya pada priode bayi ke anak-anak, dapat menimbulkan gangguan personaliti pada individu. Periode remaja yang tidak dapat dilewatkan biasanya dapat memicu terjadinya gangguan schizophernia. Periode dewasa yang tidak dapat diatasi dapat menyebabkan gangguan emosi, dan pada peroide lanjut usia yang tidak teratasi dapat menimbulkan gangguan psychoses organic, seperti demensia dan lain-lain (Maramis,2010). Sedangkan secara Sosiokultural meliputi usia; gender; pendidikan; pendapatan; okupasi; posisi sosial; latar belakang budaya; keyakinan; politik; pengalaman sosial dan tingkatan sosial (Ah. Yusuf, dkk. 2015). 2. Faktor Presipitasi Beberapa faktor yang dapat mencetuskan untuk kali pertama, sehingga seseorang mengalami gangguan jiwa, diantaranya: a. Faktor Fisik Yaitu faktor-faktor yang berasal dari gangguan fisik yang dialami individu sehingga akhirnya mengalami gangguan jiwa. Contohnya, terjadi infeksi pada otak, kecederaan yang dialami oleh otak, adanya tumor pada otak yang dapat menggangu fungsi otak, gangguan pada sistem endokrin maupun akibat kekurangan vitamin B1, B 12, atau zat besi yang berpengaruh terhadap neurotransmitter di otak. Gangguan ental yang disebabkan oleh faktor ini biasa disebut gangguan mental organik (Maramis,2010).
3
b. Faktor Psikis yaitu faktor-faktor yang berasal dari mental individu yang dialami secara terus-menerus sehingga akhirnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah tidak dapat lagi dipertahankan, sehingga akhirnya individu mengalami gangguan jiwa (Maramis,2010). Faktor Psikis terdiri dari: 1) Faktor sosio- ekonomi yang senantiasa menjerat individu. 2) Krisis yang terus menerus dialami indivu. 3) Terlalu bergantung terhadap bantuan orang lain.
B. Konsep Stres dalam Keperawatan Jiwa 1. Pengertian Stres Merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara kemampuan yang dimiliki dengan tuntutan yang ada. Stres merupakan mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respons yang saling terkait, baik fisiologis, psikologis maupun perilaku pada individu yang mengalaminya ( Lazzarus, 1976). 2. Proses Terjadinya Stres Stres adalah reaksi tertentu yang muncul pada tubuh disebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi tantangan-tantangan yang penting, ketika dihadapkan pada ancaman atau ketika harus berusaha mengatasi harapanharapan yang tidak realistis dari lingkungannya (Patel, 1996). Dengan demikian, stres merupakan suatu sistem pertahanan tubuh dimana ada sesuatu yang mengusik integritas diri, sehingga mengganggu ketentraman yang dimaknai sebagai tuntutan yang harus diselesaikan. Disamping itu, keadaan stres akan muncul apabila ada tuntutan yang luar biasa sehingga mengancam keselamatan atau integritas seseorang (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). 3. Jenis-jenis Stres a. Stres baik (eustres) Stres yang baik akan memberikan kesempatan untuk berkembang dan memaksa seseorang mencapai performanya yang lebih tinggi. stres positif yaitu apabila setiap kejadian dihadapi dengan selalu berpikiran yang positif dan setiap stimulus yang masuk merupakan pelajaran yang berharga dan mendorong seseorang
4
untuk selalu berpikirdan berperilaku bagaimana agar apa yang akan dilakukan selalu membawa manfaat dan bukan bencana (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). b. Stres Buruk (Distres) Distres terjadi apabila suatu stimulus diartikan sebagai sesuatu yang merugikan dirinya sendiri dalam hal kenikmatan saja dan biasanya terjadi pada saat itu juga, dimana sebuah stimulus dianggap mencoba untuk menyerang dirinya. Ketika kita mengalami sedikit tekanan, kita mungkin hanya berusaha sedikit sehingga performa kita kurang optimal. Sebaliknya, tingkat stres yang tinggi membuat sulit berkonsentrasi sehingga peforma juga menjadi kurang efektif dan efisien. Dengan stres yang tidak baik, dapat dipastikan ada salah satu pihak yang akan dirugikan, bisa mengenai diri sendiri maupun orang lain. Menurut Dadang Hawari (2001) Distres dimaknai sebagai sebuah reaksi tubuh yang menyebabkan fungsi organ tubuh terganggu (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). 4. Reaksi-reaksi Stres a. Too little stress Yaitu seseorang belum mengalami tantangan yang berat dalam memenuhi kebutuhan pribadinya. Seluruh kemampuan belum sampai dimanfaatkan serta kurangnya stimulasi mengakibatkan munculnya kebosanan dan kurangnya makna dalam tujuan hidup (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). b. Optimum Stres Yaitu seseorang mengalami kehidupan yang seimbang saat berada di atas maupu bawah akibat proses manajemen yang baik oleh dirinya. Kepuasan kerja dan perasaan individu dalam meraih prestasi menyebabkan seseorang mampu menjalani kehidupan dan pekerjaan sehari-hari tanpa menghadapi masalah yang terlalu banyak atau rasa lelah yang berlebihan (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). c. Too Much Stres Yaitu seseorang merasa telah melakukan pekerjaan yang terlalu banyak setiap hari. Dia mengalami kelelahan fisik maupun emosional, serta tidak mampu menyediakan waktu untuk beristirahat maupun bermain. Kondisi ni dialami secara terus-menerus tanpa memperoleh hasil yang diharapkan (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). d. Breakdown Stres ketika pada tahap Too Much Stres individu tetap meneruskan usahanya pada kondisi yang statis, kondisi akan berkembang menjadi adanya kecenderungan 5
neurotis yang kronis atau munculnya rasa sakit psikosomatis. Misalnya pada individu yang memiliki perilaku merokok atau kecanduan minuman keras, konsumsi obat tidur dan terjadinya kecelakaan kerja (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). Pada saat individu tetap meneruskan usahanya ketika mengalami kelelahan, ia akan cenderung mengalami Breakdown atau kelelahan, baik secara fisik maupun psikis (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). 5. Penyebab Stres Stresor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres. Stresor dapat bersal dari berbagai sumber baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, di rumah, dalam kehidupan sosial dan lingkungan luar lainnya. Secara garis besar, Stresor dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Stresor mayor, yang meliputi peristiwa kematian orang yang disayangi, masuk sekolah untu pertama kali dan perpisahan. b. Stresor Minor, yang biasanya berawal dari stimulus terhadap masalah hidupseharihari, misalnya ketidaksenangan emosional terhadap hal-hal tertentu sehingga menyebabkan munculnya stres. Taylor (1991), Merinci beberapa karakteristik kejadian yang berpotensi dan dinilai dapat menciptakan sresor, yaitu: a. Kejadian negatif agaknya lebih banyak menimbulkan stres daripada kejadian positif. b. Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi lebih membuat stres daripada kejadian yang terkontrol dan terprediksi. c. Kejadian ambigu sering kali dipandang lebih mengakibatkan stres daripada kejadian yang jelas. d. Manusia yang tugasnya melebihi kapasitas (overload) lebih mudah mengalami stres daripada orang yang memiliki tugas lebih sedikit. 6. Sumber-sumber Stres dalam Kehidupan a. Sumber stres dari individu Salah satu yang dapat menimbulkan stres dari pribadi sendiri yaitu melalui penyakit yang diderita seseorang. Menjadi sakit menempatkan demansd pada sistem biologis dan psikologis dan tingkatan stres yang dihasilkan oleh demansd tersebut bergantung pada keseriusan penyakit dan usia dari orang tersebut. Hal lainnya yang dapat menimbulkan stres dari individu sendiri adalah melalui penilaian dari dorongan motivasi yang bertentangan, ketika terjadi konflik dalam diri seseorang 6
dan biasanya orang tersebut berada dalam suatu kondisi dimana dia harus menentukan pilihan dan pilihan tersebut sama pentingnya (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). b. Sumber stres dalam keluarga 1) Bertambahnya anggota keluarga dengan kelahiran anak dapat menimbulkan stres yang berkaitan dengan masalah keuangan ( bertambahnya anak bertambah pula biaya pengeluaran), masalah kesehatan dan ketakutan bahwa berhubungan antara suami istri dapat terganggu (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). 2) Perceraian dapat menghasilkan banyak perubahan yang penuh dengan stres untuk semua anggota keluarga karena mereka harus menghadapi perubahan dalam status sosial, pindah rumah dan perubahan kondisi keuangan (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). 3) Anggota keluarga yang sakit, cacat, dan meninggal. Pada umumnya memerlukan adaptasi, kemampuan untuk mengatasi perasaan sedih atau duka yang mendalam dan kesabaran (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). c. Sumber stres dalam komunitas dan lingkungan Hampir semua orang pada suatu saat dalam kehidupannya mengalami stres yang berhubungan dengan pekerjaannya. Hal ini disebabkan karena tuntutan pekerjaan yang dapat menghasilkan stres dalam dua cara, yaitu: 1) Beban pekerjaan yang terlalu tinggi, sebagai akibat dari keinginan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih atau jabatan yang lebih tinggi (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). 2. Beberapa macam aktivitas dapat menyebabkan stres lebih daripada yang lainnya, apabila pekerjaan yang dilakukan terus-menerus di bawah kemampuannya (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). 7. Tahap-Tahap Stress Tahap-tahap stress
terdiri
dari beberapa tingkatan. Menurut Robert J.Van
Amberg,1979. stres dapat di bagi kedalam enam tahap sebagai berikut: a. Tahap pertama Tahap ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya di tanadai dengan munculnya semangat yang berlebihan, penglihatan lebih “tajam”dari biasanya, dan biasanya (namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan dan timbulnya rasa gugup yang berlebihan)
7
b. Tahap kedua Pada tahap ini, dampak stres yang semula menyenangkan mulai menghilang dan timbul keluhan-keluhan karena habisnya cadangan energi. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan antara lain merasa letih sewaktu bangun pagi dalam kondisi normal, badan (seharusnya terasa segar), mudah lelah sesudah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, jantung berdebar-debar, otot punggung dan tengkuk terasa tegang dan tidak bisa santai. c. Tahap ketiga Jika tahap stres sebelumnya tidak ditanggapi dengan memadai, maka keluhan akan semakin nyata, seperti gangguan lambung dan usus (gastritis atau maag, diare), ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola tidur (sulit untuk mulai tidur, terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur, atau bangun terlalu pagi dan tidak dapat tidur kembali), tubuh terasa lemah seperti tidak bertenaga. d. Tahap empat Orang yang mengalami tahap-tahap stres di atas ketiga memeriksakan diri ke dokter sering kali dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Namun pada kondisi berkelanjutan, akan muncul gejala seperti ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas rutin karena perasaan bosan, kehilangan semangat, terlalu lelah karena gangguan pola tidur,kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun, serta muncul rasa takut dan cemas yang tidak jelas penyebabnya. e. Tahap kelima Tahap ini ditandai dengan kelelahan fisik yang sangat, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat, serta semakin meningkatnya rasa takut dan cemas. f. Tahap keenam Tahap ini merupakan tahap puncak, biasanya ditandai dengan timbulnya rasa panik dan takut mati yang menyebabkan jantung berdetak semakin cepat, kesulitan untuk bernapas, tubuh gemetar dan berkeringat, dan adanya kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.
8
8. Cara Mengendalikan Stres a. Kenali penyabab stress Meskipun terdengar mudah, namun tidak segampang itu untuk mengenali sumber stress. Apabila stress baru saja terjadi, mungkin anda bisa segera mengenali penyebabnya. Namun pada stress jangka panjang, penyebabnya mungkin sudah anda lupakan atau bertumpuk-tumpuk dengan penyebab stress baru. Apabila sudah benarbenar mengenali penyabab stress, berkonsentrasilah pada masalah tersebut. Apabila belum bisa dipecahkan dengan segera, cobalah untuk setidaknya memperkecil dampaknya (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). b. Buatlah perencanaan yang baik Stres terjadi karena perubahan. Jika Anda sudah merencanakanlah semua hal dengan baik, stres tidak akan berakibat buruk. Perubahan seharusnya bisa dilakukan dengan menyenangkan. Namun, tanpa perencanaan yang matang, perubahan bisa menjadi malapetaka. Buatlah perencanaan yang baik untuk segala hal: bekerja, bersenang-senang, menikmati saat istirahat di rumah, hingga merencanakan keuangan dengan benar. Hidup Anda bisa menjadi sangat menyenangkan atau sangat muram. Semuanya terserah Anda (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). c. Jagalah kesehatan Tubuh yang sehat akan lebih mudah mengatasi stres. Makan dan berolahraga dengan teratur dan jangan lupakan istirahat dengan cukup. Perbaiki kondisi kesehatan Anda. Mengatur pola makan dan berolahraga dengan porsi yang tidak tepat, kadangkala justru membuat tubuh Anda menjadi lemas. Lakukanlah dengan benar dan tidak berlebihan (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). d. Jagalah perasaan anda Berhentilah selalu menjaga perasaan orang lain. Jika perasaan Anda tak dijaga, dampaknya juga akan buruk untuk orang-orang di sekitar Anda. Tidak ada salahnya menolak hal-hal yang tidak Anda sukai dan tunjukkanlah perasaan Anda pada orang lain. Untungnya, perempuan seringkali lebih mudah menunjukkan perasaan ketimbang seorang lelaki (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). e. Mintalah bantuan Jika tingkat stres sudah terlalu tinggi dan merusak kesehatan Anda, berkonsultasilah pada orang-orang terdekat Anda atau pada konsultan ahli. Jangan biarkan diri Anda menderita stres terlalu lama (Nasir.A dan Muhith.A, 2011).
9
C. Koping dalam Keperawatan Jiwa 1. Mekanisme Koping Adalah cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku (Stuart dan Sundeen, 1995). Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya di bagi menjadi dua, yaitu: a. Mekanisme koping adaptif Merupakan mekanisme yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan aktivitas konstruktif (Stuart dan Sundeen, 1995). b. Mekanisme Koping Maladaptif Merupakan mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995). Koping dapat dikaji dari berbagai aspek, yaitu: 1) Reaksi orientasi tugas Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stres secara realistis, dapat berupa konstruktif atau destruktif. Contohnya: a) Perilaku menyerang (agresif), biasanya untuk menghilangkan atau mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan. b) Perilaku menarik diri (isolasi sosial), digunakan untuk menghilangkan sumbersumber ancaman, baik secara fisik maupun psikologis. c) Perilaku kompromi, digunakan untuk mengubah cara melakukan, tujuan, atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang. 2) Mekanisme pertahanan Ego a) kompensasi. Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan secara tegas menonjokan keistimewaan atau kelebihan yang dimilikinya atau menutupi kelemahannya dengan menonjolkan kemampuan atau kelebihannya. Misalnya: tuan S yang merasa fisiknya pendek sebagai sesuatu yang negatif, berusaha dalam hal menonjolkan prestasi pendidikannya. b) Penyangkalan.
Menyatakan
ketidaksetujuan
terhadap
realitas
dengan
mengingkari realitas tersebut atau menolak untuk menerima atau menghadapi kenyataan yang tidak enak. Misalnya: seorang gadis yang telah putus dengan
10
pacarnya, menghindar dari pembicaraan mengenai pacar, perkawinan atau kebahagiaan. c) Pemindahan. Pengalihan emosi yang semula ditujuakan pada seseorang atau benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya. Misalnya: seorang pemuda bertengkar dengan pacarnya dan sepulangnya ke rumah marah-marah pada adik-adiknya. d) Disosiasi. Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran atau identitasnya. Keadaan dimana terdapat dua atau lebih kepribadian pada diri seorang individu. Misalnya: seorang laki-laki yang dibawa ke ruang gawat darurat karena mengamuk, ternyata tidak mampu menjelaskan kembali ejadian tersebut. e) Identifikasi. Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi berupaya dengan mengambil atau menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang tersebut. f) Intelektualisasi. Mengguanakan logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya. g) Introjeksi. Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil dan meleburkn nilai-nilai serta kualitas seseorang atau suatu kelompok kedalam struktur egonya sendiri yang berasaldari hati nurani. h) Isolasi. Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dan bersifat sementara atau berjangka ama. i) Proyeksi. Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang lain terutama keinginan, perasaan, emosional, an motivasi yang tidak dapat ditoleransi. j) Rasionalisasi. Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat diterima masyarakat untuk membenarkan dorongan perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima. Misalnya: mahasiswa yang menyalahkan cara mengajar dosennya ketika ditanyakan oleh orang tuanya mengapa nilai semesternya buruk. k) Reaksi formasi. Bertingkah laku yang berlebihan yang langsung bertentangan dengan keinginan-keinginan dan perasaan seseorang yang sebenarnya. Misalnya: seorang wanita yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
11
l) Regresi. Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini. m) Represi. Pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan dari kesadaran seseorang. Merupakan pertahanan ego primer yang cenderung diperkuat oleh mekanisme lain. n) Pemisahan. Sikap mengelompokkan orang atau keadaan hanya sebagai semuanya baik ataua semuanya buruk. Orag seperti itu mengalami kegagalan untuk memadukan nilai-nilai positif di dalam diri sendiri. o) Sublimasi.mengganti keinginan atau tujua yang terhambat dengan cara yang dapat diterima oleh masyarakat. Misalnya:impuls agresif disalurkan ke olahraga dan segala usaha-usaha yang bermanfaat. p) Supresi. Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan, tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang disadari. q) Undoing. Tindakan atau perilaku atau komunikasi yang menghapuskan sebagian dari tindakan atau perilaku atau komunikasi sebelumnya. Misalnya: seorang ibu yang menyesal karena telah memukul anaknya akan segera memperlakukannya penuh dengan kasih sayang. r) Fiksasi. Berhentinya tingkat perkembangan pada salah satu aspek tertentu. Seperti: emosi, tingkah laku, atau pikiran sehingga perkembangan selanjutnya terhambat. Misalnya: seorang gadis yang tetap berbicara kekanak-kanakan atau seseorang yang tidak dapat mandiri dan selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya dan orang lain. s) Simbolisasi. Menggunakan benda atau tingkah laku sebagai simbol pengganti suatu keadaan atau hal yang sebenarnya. Miasalnya: seorang anak remaja selalu mencuci tangan untuk menghilangkan kegelisahan dan kecemasannya. Setelah ditelusuri, ternyata melakukan Masturbasi, sehingga muncul perasaan berdosa, cemas dan merasa kotor. t) Konversi. Adalah transformasi konflik emosional ke dalam bentukgejal-gejala jasmani. Misalnya: seorang mahasiswa yang tidak mengerjakan tugastugasnya tiba-tiba merasa sakit sehingga tidak masuk kuliah. 2. Sumber Koping Meliputi aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik pertahanan, dukungan sosial serta motivasi (Ah. Yusuf, dkk. 2015). 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan pada fungsi mental yang meliputi: emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya titik diri dan persepsi, sehingga menggangudalam proses hidup di masyarakat. Hal yang dipicu oleh adanya keinginan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam mempertahankan hidup, sehingga seseorang dihadapkan untuk berpikir, berkeinginan untuk mencapai cita-cita yang mengharuskan seseorang berhubungan dengan orang lain (Nasir.A dan Muhith.A, 2011). Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau di luar batasan kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutn tersebut. Suatu stres dikatakan baik atau buruk bergantung pada seberapa besar perasaan dan respons kita terhadap sumber stres tersebut atau bagaimana kita memaknai sebuah stres (Direja, A.H.S. 2011). Stres sudah ada sejak kita dalam kandungan dan tak pernah lepas dari kehidupan kita. Jadi individu dari semua usia mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya. Ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyaman. Hal ini membuat seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu demi mengurangi stres. Hal-hal yang dilakukan tersebut merupakan bagian dari koping. Koping adalah proses dimana seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara keinginan dan pendapatan yang dinilai dalam suatu keadaan yang penuh tekanan (Ah. Yusuf, dkk. 2015).
13
DAFTAR PUSTAKA
Nasir.A dan Muhith.A, 2011. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika. Direja, A.H.S. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika. Maramis, W.F. 1997. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. Maslim R. (ed). 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Ah. Yusuf, dkk. 2015. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Stuart, G.W dan Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta: EGC.
14