NPM
:
110 110 100 267
NAMA
:
Hany Widhyastri
MATA KULIAH
:
Kriminologi
Analisis mengenai Differential Association, Culture Conflict, dan Social Disorganization. TEORI DIFFERENTIAL ASSOCIATION (ASOSIASI DIFERENSIAL) Differential aasociation yang didasarkan pada sembilan proposisi (dalil) mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Tingkah laku kriminal dipelajari Merujuk pada arti harfiah dari poin di atas, maka jelas menggambarkan bahwa pelaku kejahatan dianggap sebagai pelaku yang pasif, yang mana arti dan tujuan hidup manusia diabaikan. Manusia dianggap sebagai makhluk yang pada awalnya hanya mempelajari tingkah laku kriminal secara pasif, sehingga tentu setelah proses mempelajari tersebut akan timbul kecenderungan si manusia untuk mempraktikkan tingkah laku kriminal yang telah ia pelajari.
2. Tingkah laku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam proses komunikasi Menurut saya, poin ini menggambarkan bahwa seseorang dapat melakukan tindakan kriminal setelah semakin sering berinteraksi dengan orang lain dalam proses komunikasi. Kejahatan tersebut dipelajari dengan partisipasi orang lain baik melalui komunikasi verbal dan nonverbal. Berdasarkan poin ini dapat ditarik suatu masalah yaitu manusia itu sendiri yang menambah pengetahuannya mengenai kejahatan melalui komunikasi yang ia lakukan selama ini.
3. Bagian terpenting dari mempelajari tingkah laku kriminal itu terjadi di dalam kelompok yang intim atau dekat Menurut saya, ketika keluarga dan rekan kerabat dipandang sebagai pihak yang memiliki pengaruh paling besar dalam mempelajari tingkah laku yang menyimpang pada dasarnya menimbulkan kerancuan, karena bagaimanapun lingkup keluarga dan orang-orang terdekat tidak akan mendukung adanya upaya tindakan bersifat negatif yang dilakukan oleh salah satu anggotanya.
Kalaupun ada salah seorang anggota mempelajari suatu tindakan yang
menyimpang, tentu ia dapatkan bukan dari faktor keluarga atau kerabat sebagai faktor terkuat. Akan lebih riil ketika faktor lingkungan sekitar yang menjadi faktor pemengaruh paling besar akan timbulnya tindakan kriminal yang dilakukan oleh seseorang. Jadi, saya tidak sependapat apabila dikatakan keluarga atau kerabat sebagai bagian terpenting untuk mempelajari tingkah laku kriminal.
4. Tingkah laku kriminal mempelajari
teknik-teknik melakukan kejahatan
serta arah
khusus dari motif, dorongan, rasionalisasi, dan sikap Delinquent muda tidak hanya belajar mencuri atau melakukan suatu tindakan kriminal lainnya, namun mereka juga mempelajari untuk merasionalisasi dan membela tindakantindakan mereka. Jadi penjahat juga melalui tahap untuk terampil dan berpengalaman. Saya sependapat dengan dalil ini sebab apapun perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tentu dia akan melewati tahap dari mengetahui hingga benar-benar terampil, maka tak terkecuali seseorang yang berbuat jahat sekalipun. Pasti ada yang pemula hingga benar-benar terampil.
5. Arah khusus dari motif dan dorongan itu dipelajari melalui definisi dari aturan hukum apakah akan menguntungkan atau tidak Artinya tidak semua orang dalam suatu masyarakat itu akan setuju bahwa hukum harus ditaati dan beberapa orang itu sendiri juga mendefinisikan bahwa aturan hukum adalah hal yang tidak penting. Hal ini menurut saya lumrah terjadi dalam pola kehidupan masyarakat.
6. Seseorang menjadi delinquent karena definisi yang menguntungkan untuk melanggar hukum lebih dari definisi yang tidak menguntungkan untuk melanggar hukum Mempelajari tingkah laku kriminal bukanlah semata-mata persoalan hubungan dengan teman yang buruk, akan tetapi tergantung pada berapa banyak definisi yang kita pelajari yang menguntungkan untuk pelanggaran hukum sebagai lawan dari definisi yang tidak menguntungkan untuk pelanggaran hukum.
7. Asosiasi diferensial mungkin memiliki macam frekuensi, lama, prioritas, serta intensitas Tingkat dari asosiasi-asosiasi atau definisi-definisi seseorang yang akan mengakibatkan kriminalitas berkaitan dengan kekerapan kontak, berapa lamanya, dan arti dari asosiasi atau defini kepada si individu.
8. Proses mempelajari tingkah laku kriminal melalui asosiasi dengan pola kriminal dan anti-kriminal melibatkan semua mekanisme yang ada Dalam mempelajari tingkah laku kriminal dapat dipersamakan ketika kita mempelajari tingkah laku yang sifatnya kontroversial, jadi tidak sekedar suatu pengamatan dan peniruan.
9. Walaupun tingkah laku kriminal diungkapan dari kebutuhan dan nilai umum, namun tidak ada penjelasan mengenai tingkah laku kriminal itu sendiri Orang-orang pada umumnya bekerja untuk memperoleh apa yang mereka inginkan, entah itu motif, frustasi, nafsu untuk mengumpulkan harta serta status sosial, konsep diri yang rendah, dan semacamnya akan menjelaskan baik tingkah laku kriminal maupun non-kriminal. TEORI CULTURE CONFLICT
Teori ini dikemukakan Thorsten Sellin. Fokus utama teori ini mengacu pada dasar norma kriminal dan corak pikiran/sikap. Thorsten sellin menyetujui bahwa maksud norma-norma mengatur keidupan manusia setiap hari. Secara gradual dan substansial, menurut Thorsten Sellin, semua culture conflict merupakan konflik dalam nilai sosial, kepentingan dan norma. Karena itu, konflik kadang-kadang merupakan hasil sampingan dari proses perkembangan kebudayaan dan peradaban atau acapkali sebagai hasil berpindahnya norma-norma perilaku daerah/budaya satu ke budaya lain dan dipelajari sebagai konflik mental. Konflik norma tingkah laku dapat timbul karena adanya perbedaan cara dan nilai sosial yang berlaku di antara kelompok-kelompok. Konflik norma dalam aturan-aturan kultural yang berbeda dapat terjadi antara lain disebabkan tiga aspek, yaitu : 1. Bertemunya dua budaya besar Konflik budaya dapat terjadi apabila adanya benturan aturan pada batas daerah kultur yang berdampingan. Contohnya, bertemunya orang-orang indian dengan orang-orang kulit putih di AS. Pertemuan tersebut mengakibatkan terjadinya kontak budaya di antara mereka, baik terhadap agama, cara bisnis dan budaya minum minuman kerasnya yang dapat memperlemah budaya suku Indian tersebut. 2. Budaya besar menguasai budaya kecil Konflik budaya dapat juga terjadi apabila satu budaya memperluas daerah berlakunya budaya tersebut terhadap budaya lain. Aspek ini terjadi dengan norma hukum dimana undang-undang suatu kelompok kultural diberlakukan untuk daerah lain. Misalnya, diberlakukannya hukum Perancis terhadap suku Khabile di Aljazair, atau bergolaknya daerah Siberia ketika diterapkannya hukum Uni Soviet. 3. Apabila anggota dari suatu budaya pindah ke budaya lain Konflik budaya timbul karena orang-orang yang hidup dengan budaya tertentu kemudian pindah ke lain budaya yang berbeda. Misalnya, walaupun mempunyai budaya vendetta, karena pindah ke AS maka orang-orang sicilia tunduk pada hukum AS. Berdasarkan asumsi diatas, maka Thorsten Sellin membedakan antara konflik primer dan konflik sekunder, yaitu : 1. Konflik Primer, dapat terjadi ketika norma dari dua kultur, bertentangan. Pertentangan ini dapat terjadi apda batas areal kultur yang dimiliki masing-masing ketika hukum dari kelompok lain muncul ke permukaan daerah/teritorial lain atau ketika orang-orang satu kelompok pindah pada kultur yang lain. 2. Konflik Sekunder, timbul ketika dari sebuah kultur kemudian terjadi arietas kultur, salah satunya dibentuk dari penormaan sikap/tabiat. Tipe konflik ini terjadi ketika kesederhanaan kultur pada masyarakat yang homogen berubah menjadi masyarakat yang kompleks.
TEORI SOCIAL DISORGANIZATION
Yang terfokus pada perkembangan disintegrasi nilai konvensional yang disebabkan industrialisasi yang cepat, peningkatan imigrasi dan urbanisasi. Tokoh yang terkenal yang berpendapat antara lain : 1. W.I. Thomas dan Florian Znanieck Dalam bukunya yang berjudul The Polish peasant in Europa and America menggambarkan pengalaman sulit yang dialami petani polandia ketika mereka meninggalkan dunia lamanya yaitu pedesaan untuk menuju kota industi didunia baru. Selain itu mereka menyelidiki asimilasi dari para imigran dimana para imigran tua tidak begitu terpengaruh akan kepindahan itu meski berada didaerah kumuh. Tetapi tidak demikian dengan generasi muda mereka memeiliki sedikit tradisi lama tetapi tidak terasimilasi dengan tradisi dunia baru. 2. Robert Park dan Ernest Burgess Mereka mengembangkan lebih lanjut studi tentang social disorganization dari Thomas dan Znaniecki dengan menintrodisir analisa ekologi dari masyarakat dunia. Dalam studinya tentang disorganization sosial meneliti karakter daerah dan bukan meneliti para penjahat untuk penjelasan tentang tingginya angka kejahatan. Mereka mengembangkan pemikiran tentang natural urban areas yang terdiri atas zona-zona konsentrasi yang memanjang keluar dari distrik pusat bisnis ditengah kota. 3. Clifford Shaw dan Hendri McKay Dimana mereka menunjukan bahwa angka tertinggi dari dilenquent berlangsung terus diarea yang sama dari kota Chicago meskipun komposisi etnis berubah. Penemuan ini membawa kesimpulan bahwa factor yang paling menentukan bukan lah etnissitas melainkan posisi kelompok didalam penyebaran status ekonomi dan nilai-nilai budaya. DAFTAR PUSTAKA Santoso Topo dan Zulfa, Eva Achjani, Kriminologi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2001. Atmasasmita, Romli, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT Eresco, 1992. D. Soedjono, Doktrin-Doktrin Kriminologi, Bandung: Alumni, 1969.