Tuberkulosis Edit Hal 12.docx

  • Uploaded by: ghazia
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tuberkulosis Edit Hal 12.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,052
  • Pages: 34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah lama dikenal manusia yang seringkali dikaitkan dengan tempat tinggal dengan lingkungan yang padat penduduk. Pada permulaan abad ke 19, insidensi penyakit tuberkulosis di Eropa dan Amerika sangat besar sehingga angka kematian cukup tinggi, yakni 400 per 100.000 penduduk dan angka kematian berkisar 15-30% dari seluruh kematian. Sejak itu, angka kesakitan dan kejadian per tahun dapat diturunkan karena program perbaikan gizi dan kesehatan lingkungan yang baik. Pada tahun 1944 barulah ditemukan obat TB streptomisin yang kemudian disusul oleh penemuan isoniazid pada tahun 1952, pirazinamid dan ethambutol pada tahun 1954, serta rifampisin pada tahun 1963. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia, namun sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Sebagian besar dari kasus TB (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia. Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan oleh :

1

1. Kemiskinan 2. Adanya

perubahan

demografik

dengan

meningkatnya

penduduk dan perubahan struktur manusia yang hidup 3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencakupi 4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter 5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana kasus TB dan pengawasan kasus 6. Adanya epidemik HIV terutama di Afrika dan Asia Sementara itu, Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB tertinggi ke-3 di dunia setelah China dan India. Pada tahun 1998, perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif mencapai angka 266.000. Menurut survei kesehatan nasional tahun 2001, TB menempati rangking nomor 3 penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Hal ini dipicu oleh lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan Indonesia.1 1.2 Tujuan 1. Mengetahui etiologi, patofisiologi dan gejala klinis dari tuberkulosis paru agar dapat dilakukan deteksi dini pasien TB. 2. Mengetahui penatalaksanaan, tuberkulosis agar dapat dilakukan tindak lanjut yang tepat untuk pasien tuberkulosis.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis. Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat diukur dengan Case Notification Rate (CNR), prevalensi (didefinisikan sebagai jumlah kasus tuberkulosis pada suatu titik waktu tertentu), dan mortalitas/kematian (didefinisikan sebagai jumlah kematian akibat tuberkulosis dalam jangka waktu tertentu).1 Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh kuman TB. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis,

sedangkan

20%

selebihnya

merupakan

tuberkulosis

ekstrapulmonar.

2.2. Epidemiologi Tuberkulosis

(TB)

merupakan

sejarahnya dapat dilacak sampai ribuan

penya_kit tahun

infeksi

sebelum

yang masehi.

Sejak zaman purba, penyakit ini dikenal sebagai penyebab kematian yang menakutkan. Sampai pada saat Robert Koch menemukan penyebabnya, penyakit ini masih termasuk penyakit yang mematikan. Saat itu masih dianut paham bahwa penularan TB adalah melalui kebiasaan

3

meludah di sembarang tempat dan ditularkan melalui debu dan lalat. Hingga tahun 1960, paham ini masih dianut di Indonesia. Di negara maju seperti Eropa Barat dan Amerika Utara, angka kesakitan maupun angka kematian TB paru pernah menurun secara tajam. Di Amerika Utara, saat awal orang Eropa berbondong-bondong bermigrasi ke sana, kematian akibat TB pada tahun 1800 sebesar 650 per 100.000 penduduk, tahun 1860 turun menjadi 400 per 100.000 penduduk, di tahun 1900 menjadi 210 per 100.000 penduduk, pada tahun 1920 turun lagi menjadi 100 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 1969 turun secara drastis menjadi 4 per 100.000 penduduk per tahun. Angka kematian karena tuberkulosis di Arnerika Serikat pada tahun 1976 telah

turun menjadi 1,4 per 100.000 penduduk. Penurunan angka

kesakitan maupun angka kematian ini diyakini disebabkan oleh: a. Membaiknya keadaan sosioekonomik, b. Infeksi pertama yang terjadinya pada usia rnuda, c. Penderita yang sangat rentan segera meninggal (tidak menjadi penularan), d. Serta ditemukannya obat anti TB (OAT) yang ampuh. Akan tetapi, pada pertengahan 1980-an angka kesakitan TB paru di Amerika Utara maupun Eropa Barat meningkat kembali dan bahkan dengan penyulit, yaitu terapi standar tidak lagi mempan untuk melawannya. Pada tahun 1992, angka kematian akibat TB menjadi 6,8 per 100.000 penduduk (naik hampir 5 kali dibandingkan angka kematian tahun 1976 yang hanya 1,4 per 100.000 penduduk).

4

Di Indonesia, TB paru menduduki urutan ke-4 untuk

angka

kesakitan, sedangkan sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-y; menyerang sebagian besar kelompok usia produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. Pada tahun 2014 ditemukan jumlah kasus baru bakteri tahan asam (BTA)+ sebanyak 176.677 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2013 sebesar 196.310 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi tersebut sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Pada masing-masing provinsi diseluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Kep. Bangka Belitung, kasus pada laki-laki hampir dua kali lipat dari kasus perempuan. Menurut kelompok umur, kasus baru paling banyak ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 20,76% diikuti kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,57% dan pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,24%.

2.3.Etiologi dan Cara Penularan Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang (basil), yang sebagian besar dindingnya terdiri atas

5

asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Jadi karena bersifat dormant, TB dapat kambuh. Adapun cara penularan TB adalah melalui udara, yakni ketika pasien TB batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi. Penularan sebagian besar melalui inhalasi basil yang terdapat pada pasien TB paru dengan batuk berdarah maupun TB dengan BTA (+).

2.4. Faktor Pencetus Tingginya Angka Kejadian TB 1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara berkembang. 2. Masalah pada kondisi sanitasi, papan, sandang dan pangan yang buruk, tingginya angka pengangguran dan tingkat pendidikan yang rendah, mengakibatkan masyarakat rentan terhadap TB. 3. Kegagalan program TB yang disebabkan oleh komitmen politik dan pendanaan yang kurang memadai, pelayanan TB kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus/diagnosis yang tidak standar, pemantauan dan pelaporan kurang sesuai standar, dan sebagainya. 4. Gizi buruk, merokok, diabetes, dampak pandemik HIV.

6

5. Kasus yang tidak berhasil disembuhkan yang mengakibatkan Multi Drug Resistance (MDR) sehingga terjadi epidemic TB.2

2.5. Patofisiologi A. Tuberkulosis Primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini dapat menjadi : 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain Ghon focus, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3. Menyebar dengan cara : a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga

7

menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang

atelektasis

tersebut,

yang

dikenal

sebagai

epituberkulosis. b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru yang sakit maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila imunitas tidak adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti

tuberkulosis

milier,

maupun

meningitis

tuberkulosis. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada organ tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal,

kelenjar

adrenal,

genitalia

dan

sebagainya. Komplikasi dari penyebaran ini mungkin berakhir dengan : a.

Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya

pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma), atau b.

Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan

tuberkulosis primer.3

8

B. Tuberkulosis Postprimer Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 1. Diresorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat 2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan

dengan

meninggalkan

jaringan

fibrosis.

Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik). Kavitas tersebut akan menjadi :

9

a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas. b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.

Tuberkuloma

dapat

mengapur

dan

menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi. c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).3 2.6. Klasifikasi Tuberkulosis 1.

Tuberkulosis paru BTA (+) adalah: a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

2.

Tuberkulosis paru BTA (-) adalah :

10

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif. Berdasarkan Tipe Pasien : 1.

Kasus Baru: adalah pasien yang belum pernah mendapat

pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. 2.

Kasus Kambuh (relaps): adalah pasien tuberkulosis yang

sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : a. Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll) b. TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis 3.

Kasus Defaulted atau Drop Out: adalah pasien yang telah

menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. 4.

Kasus Gagal: adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif

atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.

11

5.

Kasus Kronik: adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih

positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik 6.

Kasus Bekas TB : a. Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto

serial

menunjukkan

gambaran

yang

menetap.

Riwayat

pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung b. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.3

2.7. Diagnosis Tuberkulosis Paru 1. Gejala Klinis : a. Respiratorik • batuk ≥ 3 minggu • batuk darah • sesak napas • nyeri dada Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita

12

mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus. b. Sistemik • Demam •Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun. 2. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain : 

Suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.1



Pada

pleuritis

tuberkulosa,

kelainan

pemeriksaan

fisik

tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. -

perkusi : pekak

-

auskultasi : suara napas melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan



Limfadenitis tuberkulosa : Pembesaran kelenjar getah bening leher, kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.1

3. Pemeriksaan Bakteriologik Pemeriksaan

bakteriologik

untuk

menemukan

kuman

tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan

lambung,

kurasan

13

bronkoalveolar

(bronchoalveolar

lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)2 a.

Cara pengumpulan dan pengiriman bahan :

Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara: •Sewaktu/spot

(pengambilan

dahak

sewaktu

saat

kunjungan) • Dahak Pagi (pengambilan dahak keesokan harinya) •Sewaktu/spot

(pengambilan

dahak

pada

saat

mengantarkan dahak pagi).1 b.

Cara pemeriksaan dahak dan specimen lain dapat dilakukan

dengan cara mikroskopik dan kultur. Interpretasi dari hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :  2 kali positif, 1 kali negatif : Mikroskopik positif  1 kali positif, 2 kali negatif : ulang BTA 3 kali  1 kali positif, 2 kali negatif : Mikroskopik positif  3 kali negatif : Mikroskopik negatif Adapun pemeriksaan kultur dilakukan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis

.

14

4. Pemeriksaan Radiologik a. Anatomi gambaran foto toraks 7

Gambar 2.1 Toraks7 b. Kondisi pemeriksaan foto roentgen7 1. Bila klinis ada gejala-gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelaiann pada foto roentgen 2. Bila klinis ada prasangka terhadapa penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto roentgen tidak terlihat kelianan, maka ini merupakan tanda yang kuat penyakit yang diderita bukanlah tuberkulosis 3. Pada pemeriksaan roentgen rutin mungkin telah ditemukan tanda-tanda pertama tuberkulosis, walaupun klinis belum ada

15

gejala. Sebaiknya bila tidak ada kelainan pada foto roentgen belum berarti tidak ada tuberkulosis, sebab kelainan baru kelihatan sekurang-kurangnya 10 minggu setelah infeksi basil tuberculosis. 4. Sesudah sputum posistif pada pemeriksaan laboratoris bakteriologik, tanda tuberkulosis yang terpenting adalah bila ada kelainan pada foto roentgen. 5. Ditemukan kelianan pada foto belum berarti bahwa penyakit tesebut aktif . 6. Dari bentuk kelaianan pada foto roentgen (bayangan bercakbercak, awan-awan, dan lubang, merupakan tanda-tanda aktif; sedangkan bayangan garis-garis dan sarang kapur merupakan tanda tenang) memang dapat diperoleh kesan tentang aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya diperoleh melalui kombinasi dengan hasil pemeriksaan klinis/laboratoris 7. Pemeriksaan foto roentgen penting untuk dokumentasi, penentuan lokalisasi proses dan tanda perbaikan atau perburukan dengan melakukan perbandingan dengan fotofoto yang terdahulu 8. Pemeriksaan foto roentgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti pneumotoraks artifisial, torakoplasti, dan sebagianya.

16

9. Pemeriksaaan foto untuk tuberkolosis paru saja tidak jukup dan dewasa ini bahkan tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoloskopi (aturan WHO). Pembuatan foto roentgen merupakan keharusan yaitu foto PA, bila perlu ditambah proyeksi proyeksi tambahan seperti foto lateral, foto khusus puncak lordotik dan teknik-teknik kusus lainnya seperti foto keras, dan sebagainya. c. Gambaran radiologis tuberkulosis paru Pemeriksaan standar adalah dengan foto thoraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Adapun gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB primer memiliki gambaran konsolidasi parenkim, atelektasis, limfadenopati, efusi pleura ataupun miliar. Konsolidasi parenkim biasanya bersifat unifokal dengan melibatkan multilobar (25%). Konsolidasi dapat terjadi pada lobus mana pun, tetapi dilaporkan bahwa lobus bawah sering terkena pada orang dewasa. Pada anakanak sering terjadi atelektasis segmental maupun lobar. Sering terjadi pembesaran hilus atau nodus limfe mediastinal (43% dewasa, 96% anak-anak). Efusi pleura dapat ditemukan pada 6-7% penderita tuberkulosis primer, biasanya bersifat unilateral, dan cairan efusinya bebas serta tidak terperangkap. Gambaran miliar biasanya terlihat bilateral berupa nodul menyebar dengan ukuran 1-3 mm dan simetris (walau tidak selalu). 6 Nodul persisten yang disebut tuberkulama merupakan gambaran residu penyakit yang menyembuh. Tinjauan kilas balik menyatakan

17

bahwa pada 7-9% penderita tuberkulosis primer ditemukan nodul yang berukuran kurang dari sama dengan 3 cm di lobus atas, sering multipel dan mengalami kalsifikasi. 6

Gambar 2.2 : bayangan infiltrat berbatas tidak tegas di daerah lateral apeks paru kanan serta pembesaran nodus limfatikus hilus pada tuberkulosis primer

Gambar 2.3. foto paru laki-laki berusia 40 tahun, batuk >3minggu, demam, DM, terdapat infiltrat berbatas tidak tegas bersama kavitas (panah)

18

Gambar 2. 4 CT-scan terdapat kavitas

Gambar 2.5 efusi pleura (panah)

Sedangkan gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB reaktivasi: karakteristik grup ini adalah predileksinya pada lobus atas. Segmen yang terkena biasanya segmen apikal posterior, dan superior lobus bawah. Kavitas terjadi pada 50% kasus, lebih banyak multipel daripada soliter dan berdinding tipis atau tebal. Pada kavitas dapat ditemukan air fluid level. 6

19

Bayangan buram dan infiltrat pada lobus atas akan menjadi lesi retikuler atau juga lesi nodular yang disebut penyakit fibronodular atau fibroprolifatif, kemudian akan menjadi retraksi hilus sehingga paru akan berkerut. Para ahli radiologi sering menyebut ini sebagai TB lama, TB tidak aktif atau tuberkulosis dalam penyembuhan. Sebenarnya data foto paru tidak dapat digunakan untuk menyatakan aktivitas penyakit, bahkan foto paru dapat mebuat misdiagnosis pada penyakit yang aktif. Foto paru yang stabil untuk beberapa bulan juga tidak dapat digunakan untuk mengesampiingkan tuberkulosis aktif. 6 Keterlibatan pleura pada reaktivasi dapat terjadi jika ada penebalan pleura. Jika terjadi pada apeks, kelaianan ini disebut apical capping. Efusi pleura pada tuberkulosis pasca primer kejadianya lebih jarang dibanding tuberkulosis primer. 6 Klasifikasi

tuberkulosis

sekunder

menurut

American

Tuberculosis Association:7 1. Tuberkulosis minimal sarang-sarang

(minimal tuberculosis): yaitu

luas

yang kelihatan tidak melebihi daerah yang

dibatasi oleh garis median, apeks, dan iga 2 depan; sarangsarang soliter dapat berada di mana saja, tidak harus berada dalam daerah tersebut di atas. Tidak

ditemukan adanya

lubang (kavitas). 2. Tuberkulosis tuberculosis):

lanjut

sedang

(moderately advanced

yaitu luas sarang-sarang

yang

bersifat

bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru, sedangkan bila

20

ada lubang, diametemya tidak melebihi 4 cm. Kalau sifat bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi yang homogen.• luasnya tidak boleh melebihi luas satu iobus, 3. Tuberkulosis

sangat

lanjut

(far advanced tuberculosis)

:

yaitu luas daerah yang dihinggapi oleh sarang-sarang lebih daripada kedua di atas, atau bila ada lubang-lubang, maka diameter keseluruahan seluruh lubang lebih 4 cm.

Gambar 2.6 : skema klasifikasi American Tuberculosis Association

21

Gambar 2.7 Alur Penanggulangan TB paru

Diagnosis Banding pada radiologi dapat pada keadaan berikut: Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh jamur (fungus)

seperti

aspergillosis (penyebab: Aspergillus), dan nocardiasis (penyebab: Nocardia asteroides) tidak jarang ditemukan pada para petaniyang banyak bekerja di ladang. 7 Sumartono pemah menemukan satu yang pasca operatif pada pemeriksaan anatomi-patologik temyata

22

disebabkan oleh

Elescheiria Boydii (gambar 2.8). Kelainan-kelainan radiologik yang ditemukan pada ketiga penyakit jamur di atas mirip sekali dengan yang

disebabkan

oleh

tuberkulosis,

yaitu

hampir

semua

berkedudukan di lapangan atas dan disertai oleh pembentukan lubang (kavitasi). Perbedaannya ialah, bahwa pada penyakit-penyakit jamur ini pada pemeriksaan sepintas lalu terlihat bayangan bulat agak besar yang dinamakan aspergiloma, yang pada pemeriksaan lebih teliti, biasanya dengan tomogram, ternyata adalah suatu lubang besar berisi bayangan bulat, yang sering dapat bergerak bebas dalam lubang tersebut. Bayangan bulat ini yang dinamakan bola jamur (fungus ball) adalah tidak lain daripada massa mycelia yang mengisi suatu bronkus yang melebar (gambar 2.9).7

Gambar 2.8 Diduga sebagai aspergiloma, ternyata Elescheria Boydii

23

Gambar 2.9. Fungus ball

Untuk memastikan diagnosis sering diperlukan pemeriksaan laboratorium secret bronkus, bahkan kadang-kadang baru mungkin ditemukan setelah suatu tindakan pembedahan. Penyakit-penyakit jamur lain yang banyak ditemukan di bagian Selatan Amenika Serikat, tetapi sangat jarang ditemukan di Indonesia ialah histoplasmosis, coccidoidomycosis dan blastomycosis. 7 Penyakit

yang

sarang tuberkulosis

dapat

disalahtafsirkan sebagai sarang-

paru karena berbentuk bercak-bercak dan

berkedudukan di lobus atas adalah infiltrat pneumonia lobaris lobus atas dalam masa resolusi. Kepastian mudah

diperoleh

karena

bercak-bercak tersebut cepat menghilang sama sekali dengan pengobatan yang baik. 7 Berbagai keadaan berikut yang dapat pula disalahtafsirkan sebagai sarang tuberkulosis paru ialah : Superposisi jalin (kepang) rambut wanita yang tidak diikat di atas kepala, melainkan lepas tergantung di bahu menutup bagian atas paru dapat dinilai sebagai suatu infiltrat (gambar 2.10). Pembuatan foto ulang dengan jalin diikat

24

diatas kepala tentu dapat mengenyampingkan salah tafsiran tersebut (gambar 2.11).7

Gambar 2.10 Superposisi rambut

Gambar 2.11 Ulangan foto rambut di kesampingkan

25

Hal-hal yang menyerupai lubang dan dapat disalahtafsirkan sebagai kavitas tuberkulosis antara lain ialah: kelainan bawaan (anomali) iga (gambar 2.12), bronkus ortograd (gambar 2.13), superposisi bagian lateral muskulus stemokleido mastoidens dengan bagian medial iga pertama (gambar 2.14), dan ossa rhomboidea, yaitu ujung anterior iga pertama. 7

Gambar 2.12 Anomali iga

26

Gambar 2.13 Bronkus ortograd

Gambar 2.14 Superposisi bagian lateral muskulus stemokleido mastoidens

27

Superposisi lingkaran pembuluh-pembuluh darah pada foto PA biasa dapat menyerupai lubang (2.15), namun mudah dibedakan dengan pemeriksaan fluoroskopi atau pembuatan foto sedikit oblik. Kavitas tuberkulosis dalam posisi apapun tetap berupa bayangan bulat, tetapi superposisi lingkaran-lingkaran pembuluh darah tentu tidak. 7

Gambar 2.15 Lubang superposisi lingkaran-longkaran pembuluh darah.

2.8. Pengobatan Pasien TB 1. Tujuan pengobatan:2 a. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup b. Mencegah terjadinya kematian karena TB atau dampak buruk selanjutnya c. Mencegah terjadinya kekambuhan TB d. Menurunkan penularan TB

28

e. Mencegah terjadinya TB resisten obat 2. Prinsip Pengobatan TB4 Obat anti tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut kuman TB. Pengobatan adekuat jika memenuhi prinsip: a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi. b. Diberikan dalam dosis yang tepat. c. Diminum secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas menelan obat) sampai selesai pengobatan. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan. 

Tahapan Pengobatan TB: 4 - Fase Awal : Pengobatan diberikan tiap hari  menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh (harus 2 bulan) - Fase Lanjutan : Tahap penting untuk membunuh sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah kekambuhan. -

29

Tabel 1. Daftar OAT lini pertama dan efek sampingnya

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia (WHO dan ISTC) adalah sebagai berikut : 

Kategori 1

: 2(HRZE) / 4(HR)3



Kategori 2

: 2(HZRE)S / (HRZE) / 5(HR)3E

OAT Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3) diberikan untuk pasien baru, yaitu pasien TB paru dengan tes BTA + dan pasien TB paru dengan BTAnamun foto toraks positif. Berikut adalah tabel aturan pakai FDC dan kombipak untuk pasien kategori I : Tabel 2. Tabel aturan pakai FDC untuk pasien TB kategori I

30

Tabel 3. Tabel aturan pakai kombipak untuk pasien TB kategori I

OAT kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya, meliputi pasien kambuh, pasien gagal dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)2. Berikut adalah tabel aturan pakai FDC untuk pasien kategori II : Tabel 4. Tabel aturan pakai FDC untuk pasien TB kategori II

Untuk memantau progress keberhasilan terapi, dilakukan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis dengan 2 contoh uji dahak yaitu sewaktu dan pagi. Jika 2 contoh uji dahak negatif, maka BTA (-), jika salah satu atau kedua contoh uji dahak positif, maka BTA (+).

31

Tabel 5. Tabel aturan pakai kombipak untuk pasien TB kategori II

2.9. Hasil pengobatan pasien TB Hasil pengobatan pasien TB dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6. Tabel hasil pengobatan pasien TB

32

BAB III KESIMPULAN 1. Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang cara penularanya melalui udara saat pasien TB batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi. 2. Pengobatan TB dilakukan minimal 6 bulan, 2 bulan fase awal, dan 4 bulan fase lanjutan. 3. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur sesuai anjuran yaitu menggunakan OAT FDC maupun kombipak.

33

DAFTAR PUSTAKA 1. Perhimpunan

Dokter

Paru

Indonesia.

Pedoman

Diagnosis

Dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. PDPI. Jakarta, 2006. 2.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. KEMENKES RI. 2014

3. Perhimpunan

Dokter

Paru

Indonesia.

Pedoman

Penatalaksanaan TB ( Konsesus TB ). PDPI. Jakarta, 2006. 4. Amin Z, Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC. Jakarta:Jilid II;995-1000. 5. Center

for

Desease

Control

and

http://www.cdc.gov/tb/topic/basics/default.htm#activetb 6. Djoodibroto, Darmanto, Reapirologi. EGC. 2015 7. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. FK UI. Jakarta. 2013

34

Prevention.

Related Documents

Tuberkulosis
May 2020 20
Tuberkulosis
May 2020 21
Tuberkulosis Paru
June 2020 37
Hal
November 2019 54

More Documents from "alexander"