Trial

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Trial as PDF for free.

More details

  • Words: 3,972
  • Pages: 16
1 Hubungan Investment Opportunity Set dengan Kebijakan Perusahaan Serta Implikasinya terhadap Nilai Perusahaan Dra Sri Mulyani, MBA, Ak. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Abstract The objective of this study is to examine empirically the correlation between the investment opportunity set (IOS) values as firm growth and realized firm growth, capital structure, and dividend policies, to investigate interaction between managerial ownership and IOS which affect capital structure and dividend policy. There are six variables used as indicator of firm growth, such as MVABVA, MVEBVE, PER, PPEBVA, IONS, and CAPBVA. These variables are analyzed by common factor analysis. Based on the analysis, we found that among the corporate listed at Jakarta Stock Exchange (not include banking and financing industry) the number of growth firms and un-growth firms are 34 and 50 respectifly. Spearman rank correlation was employed to examine the correlation between proxy IOS and realized growth firm. The result shows that there are positive correlation between IOS’s proxy and realized growth firm, as expected. There is a correlation between IOS and capital structure policy but there is no correlation between IOS and dividend policy. The result of MRA shows that managerial ownership is pure moderating variable. Nevertheless, value of the firm is not affected by dividend policy. Key word: Investment Opportunity set capital structure, dividend policy, owner structure and value of the firm. A. Latar Belakang Myers (1977) menjelaskan bahwa nilai perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu (1) aktiva riil (asset in place) yang dinilai secara

bebas terhadap

kesempatan investasi perusahaan di masa yang akan datang, dan (2) real option/growth option yaitu opsi untuk tumbuh yang dinilai berdasarkan keputusan investasi discretionary pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Dengan kata lain, suatu perusahan sebagai suatu kombinasi dari aktiva riil (asset in place) dan opsi investasi di masa yang akan datang. Perbedaan utama dari opsi investasi (pertumbuhan) adalah nilai yang tergantung dari pengeluaran diskresionari (yang sesuai dengan kebijakan) yang dilakukan oleh manajemen, sedangkan aktiva riil tidak memerlukan suatu investasi tertentu

(Kole,

1991).

Sebenarnya,

beberapa

pengeluaran

diskresionari

dapat

digambarkan sebagai suatu pilihan pertumbuhan. Dengan demikian, yang termasuk pilihan pertumbuhan diantaranya proyek pengembangan kapasitas, pengenalan produk

2 baru, akusisi perusahaan, investasi dalam brand name melalui advertising, dan juga pemeliharaan dan perawatan dari aktiva yang ada (Mason & Merton, 1985) Pertumbuhan perusahaan dapat diproksikan oleh kombinasi berbagai kesempatan investasi. Nilai investment opportunity set ini dihitung dengan kombinasi berbagai jenis proksi yang mengimplikasikan nilai aktiva riil (merupakan nilai buku aktiva dan ekuitas perusahaan) dan nilai kesempatan tumbuh suatu perusahaan di masa yang akan datang yaitu berupa nilai pasar perusahaan (Smith dan Watts, 1992) Gaver and Gaver (1993) mengatakan bahwa kesempatan tumbuh adalah nilai-nilai yang melekat pada operasi perusahaan dan tidak dapat diobservasi, sehingga diperlukan investment opportunity set untuk merefleksikan hal tersebut (Hartono, 1999). Beberapa proksi dari investment opportunity set telah digunakan dalam literature akuntansi dan finansial. Beberapa peneliti sebelumnya menganjurkan untuk menggunakan beberapa proksi untuk melakukan pengujian empirik yang menguji hubungan antara investment opportunity set dengan kesempatan tumbuh. Penggunaan beberapa proksi dapat membuat penelitian tersebut lebih tepat dalam menetapkan karakteristik perusahaan dan sedikit kemungkinan terjadi kesalahan dalam menetapkan tingkat pertumbuhan perusahaan (Sami, 1999; Gaver & Gaver, 1993) Baker (1993) mengatakan bahwa perlu dilakukan pengembangan dan perbaikan terhadap proksi investment opportunity set, sebab beberapa proksi, terutama proksi yang digunakan secara individual mengandung kesalahan pengukuran (measurement error) (Smith dan Watts, 1993; Gaver dan Gaver, 1993). Bartholomew (1987) menganjurkan untuk melakukan penyederhanaan data dengan menggabungkan beberapa variable terukur (observed variable) menjadi variable gabungan (composite variable). Penggabungan variable-variabel terukur menjadi variable gabungan dapat membantu peneliti dalam memahami fenomena yang sedang diteliti dan dapat pula digunakan dalam analisis lebih lanjut sebagai variable dalam analisa regresi. Penelitian untuk melihat hubungan antara investment opportunity set dengan kebijakan perusahaan telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Hubungan antara IOS dengan kebijakan deviden, pendanaan, kompesasi perusahaan telah ditemukan buktinya oleh Smith dan Watts (1992), Gaver dan Gaver (1993), Kallapur dan Trombley (1999), Hartono (1999), dan Sami dkk (1999). Assosiasi antara IOS dan

3 kebijakan pilihan prosedur akuntansi telah ditemukan buktinya oleh Skinner (1993). Demikian juga asosiasi antara IOS dengan kebijakan Disclosure telah ditemukan oleh Cahan dan Hossain (1996). Subekti telah melakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan antara IOS sebagai proksi pertumbuhan perusahaan dikaitkan dengan kebijakan dividen dan pendanaan serta implikasinya terhadap harga saham. Menurut Subekti, perusahaan yang tumbuh mempunyai kebijakan pendanaan eksternal yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh. Hasil ini membuktikan bahwa perusahaan yang tumbuh mampu mendanai usahanya secara internal sehingga perusahaan tidak tergoda untuk mencari dari luar (eksternal), sedangkan dalam kebijakan deviden menunjukkan bahwa perusahaan yang tumbuh mempunyai kebijakan pembayaran dividen yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh. Hasil ini membuktikan bahwa perusahaan yang tumbuh lebih besar menahan laba untuk kepentingan investasi dibandingkan dengan dividen yang harus dibayarkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan penelitian yang sudah ada atau bersifat extanded replication. dari penelitian yang dilakukan Subekti dengan menambah variable struktur kepemilikan sebagai variable moderating yang mempengaruhi hubungan antara pertumbuhan perusahaan dengan kebijakan dividen dan struktur modal.

B. Uraian Teoritis dan Hipotesis Penelitian 1. Hubungan IOS dengan Kebijakan Deviden dan Struktur Modal Menurut Smith & Watts (1992) hubungan kebijakan investasi dan deviden dapat diidentifikasi melalui arus kas perusahaan. Semakin besar jumlah investasi dalam satu periode tertentu, semakin kecil deviden yang diberikan, karena perusahaan yang tumbuh diidentifikasi sebagai perusahaan yang free cash flow-nya rendah (Jensen 1986 dalam Smith & Watts 1992). Hal ini sesuai dengan hipotesis pecking order ( Myers & Majluf 1984, dalam Hartono 1999) bahwa perusahaan yang profitable memiliki dorongan membayar deviden relatif kecil dalam rangka memilih dana internal yang lebih banyak untuk membiayai proyek-proyek investasinya. Bahkan bagi perusahaan bertumbuh, peningkatan deviden dapat menjadi berita buruk karena diduga perusahaan telah mengurangi rencana investasinya (Hartono 1999)

4 Menurut Gaver & Gaver (1993) bahwa deviden yield memiliki hubungan negatip signifikan dengan IOS, namun koefisien IOS dalam model dividen payout ratio tidak signifikan. Sami dkk (1999) menunjukkan bahwa IOS memiliki koefisien negatip walaupun tidak signifikan dalam model kebijakan deviden jika kebijakan deviden diukur dengan devidend yield, dan sebaliknya berkoefisien positip jika diukur dengan deviden payout. Perusahaan yang memiliki hutang, beresiko tinggi untuk menjalankan proyek dengan net present value positip. Hal ini kemungkinan dapat mengakibatkan penurunan nilai perusahaan. Penurunan nilai perusahaan dapat terjadi akibat dari tidak dilaksanakannya kesempatan investasi yang menguntungkan, karena perusahaan menganggap debitur akan memiliki klaim pertama terhadap arus kas netto proyek tersebut. Salah satu cara mengendalikan masalah underinvestment adalah dengan membiayai pilihan-pilihan pertumbuhan dengan menggunakan struktur modal yang lebih menekankan pada modal saham yang lebih besar dibandingkan dengan hutang (Myers (1977, dalam Smith & Watts 1992). Manajemen perusahaan yang memiliki kesempatan investasi besar relatif lebih fleksibel untuk bertindak oportunistik dan sulit dideteksi, karena real option sulit diobservasi tanpa informasi dari pihak internal perusahaan. Akibatnya biaya agensi meningkat (Myers 1977, dalam Cahan & Hossain 1996). Hal ini menjadi dasar dugaan bahwa level IOS menjelaskan variasi kebijakan perusahaan, diantaranya kebijakan deviden perusahaan dan struktur modal Berdasarkan hasil penemuan sebelumnya, maka diajukan hipotesis sbb.: H1a. Ada hubungan antara investment opportunity set dengan kebijakan deviden perusahaan H1b. Ada hubungan antara invesment opportunity set dengan kebijakan struktur modalnya dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh.

2. Interaksi antara Struktur Kepemilikan dengan Struktur Modal dan Kebijakan Deviden Friend and Lang (1988) menemukan bahwa struktur modal (debt ratio) mempunyai hubungan negatip dengan managerial ownership. Ini menunjukkan bahwa penggunaan utang akan semaikin berkurang seiring dengan meningkatnya kepemilikan manajerial di

5 dalam perusahaan. Pendapat ini didukung oleh Jensen et al (1992). Sedangkan menurut Agrawal dan Mendelker (1987), Kim dan Sorensen (1986), Mehran (1992) kepemilikan manajerial pada perusahaan yang varian returnnya meningkat lebih besar daripada yang varian returnnya rendah. Hasil ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positip antara debt ratio dan kepemilikan manajerial. Moh’d, et al (1998), Bathala, et al. (1994) menemukan bahwa struktur kepemilikan saham oleh pihak eksternal (institusional ownership) dan kepemilikan saham oleh pihak internal (managerial ownership) mempunyai pengaruh yang signifkan dan berhubungan negatip dengan debt ratio. Simultinitas kebijakan deviden dan struktur modal dapat dicermati oleh karakteristik perusahaan. Karakteristik perusahaan dapat berupa: (1) Tingkat pertumbuhan, dan (2) Diversitas

kepemilikan

saham.

Karakteristik

perusahaan

yang

berbeda

akan

mempengaruhi simultinitas kebijakan deviden dan struktur modal (Naronha, 1996). Selanjutnya Naronha menemukan bahwa pada kondisi low growth dan no blocholder devidend

merupakan mekanisme yang relevan uantuk mengurangi agency problem.

Dengan demikian akan terjadi interaksi antara pertumbuhan perusahaan dengan struktur kepemilikan dalam mempengaruhi keputusan keputusan deviden dan struktur modal. Dari temuan penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diaujukan adalah: H2a. Interaksi antara struktur kepemilikan perusahaan dengan investment opportunity set akan mempengaruhi kebijakan deviden. H2b. Interaksi antara struktur kepemilikan perusahaan dengan investment opportunity set akan mempengaruhi kebijakan struktur modal.

3. Hubungan antara Kebijakan Deviden dengan Nilai Perusahaan.

6 Ada dua teori yang saling bertentangan mengenai kebijakan deviden yang seharusnya dianut oleh perusahaan. Teori itu adalah teori dari Miller dan Modligiani yang menyatakan bahwa kebijakan deviden tidak relevan. Dilain pihak, Gordon dan Lintner, mengemukakan teori mengenai bird in the hand, yang menyatakan bahwa deviden akan kecil resikonya jika dibandingkan dengan kenaikan nilai modal dan oleh karena itu, biaya ekuitas perusahaan, akan naik apabila deviden dikurangi, ehungga suatu perusahaan dapat menetapkan suatu rasio pembagian deviden yang tinggi dan menawarkan hasil deviden yang tinggi guna meminimumkan biaya modalnya. Disamping itu, pembagian deviden merupakan suatu pertanda bagi investor. Yaitu deviden yang sangat besar menandakan bahwa manajemen merasa optimis, sedangkan penurunan deviden menunjukkan bahwa manajemen pesimistis atas masa depan perusahaan. Kebijakan deviden perusahaan akan menarik minat dari kalangan investor t yang sepaham dengan kebijakan deviden perusahaan. Dalam praktek, kebijakan deviden sangat dipengaruhi oleh peluang investasi dan ketersediaan dana untuk membiayai investasi baru. Kenyataan ini cenderung menimbulkan kebijakan deviden residual. Kebijakan deviden residual adalah kebijakan tentang besarnya pembayaran deviden yang sama dengan laba actual dikurangi dengan laba yang ditahan untuk membiayai anggaran modal perusahaan yang optimal. Modigliani dan Miller (1961) dengan suatu keputusan investasi tertentu, rasio deviden yang dibagikan tidak ada pengaruhnya dengan nilai perusahaan. Inti dari pendapat mereka bahwa kebijakan deviden tidak relevan. Menurut Modligani dan Miller, penganjur utama teori ketidakrelevanan deviden (dividend irrelevance theory), bahwa nilai perusahaan (perubahan harga saham) hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta resiko bisnisnya, dengan kata lain mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata pada laba yang dihasilkan oleh aktivanya bukan pada bagaimana laba tersebut dibagikan diantara pembayaran deviden dengan laba yang ditahan. Bird in the Hand Theory yang diajukan Gordon dan Lintner (1963), mengemukakan bahwa ada hubungan antara nilai perusahaan dengan kebijakan deviden. Mereka mengemukakan bahwa nilai perusahaan akan dimaksimumkan oleh rasio pembayaran deviden yang tinggi, karena investor menganggap bahwa resiko deviden tidak sebesar resiko kenaikan nilai modal. Dengan kata lain investor lebih

7 menyukai keuntungan dalam bentuk deviden daripada keuntungan yang diharapkan dari kenaikan nilai modal. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka diajukan hipotesis sebagai berikut: H4. Ada hubungan antara kebijakan deviden dengan nilai perusahaan.

C. Metode Penelitian 1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Jakarta, tidak termasuk perusahaan jenis industri perbankan dan keuangan, sesuai dengan pengklasifikasian Indonesian Market Directory. Berdasarkan kreteria tersebut, maka populasi yang akan menjadi objek penelitian berjumlah 84 perusahaan. Selanjutnya sample yang dipilih akan digolongkan menjadi dua subsampel yaitu perusahaan

yang

tumbuh

(growth)

dan

yang

tidak

tumbuh

(non

growth).

Pengklasifikasian sample sebagai perusahaan yang tumbuh dan tidak tumbuh diproksikan dengan nilai IOS 2. Penentuan Variabel a. Investment Opportunity Set 1. Rasio Property, Plant and Equipment to firm value (PPEBVA) 2. Rasio Market to Book Value of Assets (MVABVA) 3. Rasio Market to Book Value of Equity (MVEBVE) 4. Rasio Price to Earning (PER) 5. Rasio Capital Addition Book Value of Assets (CAPBVA) 6. Rasio Investment to Net Sales (IONS) b. Dividend Policy Dividend Payout ratio, dihitung dengan rumus: DIVPAY = (Dividend/share) : (Earning/share) c. Capital Structure DEBTBE = (Total debt) : (Total Book Value of Equity) d. Ownership Structure Ownership structure dalam penelitian ini adalah variable managerial ownership, yaitu besarnya kepemilikan modal dari manajemen perusahaan.

8 e. The Value of Firm Proksi perubahan nilai perusahaan dalam penelitian ini adalah Cumulative Abnormal Return (CAR).

3. Metode Analisis Data a. Pengujian Hipotesis I Sebelum dilakukan pengujian hipotesis 1, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Jika data tidak normal, maka dilakukan uji nonparametric, yaitu uji korelasi rank spearman. Disamping itu dilakukan uji beda dua rata-rata, jika data tidak normal, maka dilakukan dengan uji U Mann Whitney. Tetapi jika datanya normal, maka pengujian dilakukan dengan uji beda rata-rata (t-test). Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan kebijakan deviden dan kebijakan struktur modal antara perusahaan yang tumbuh dengan perusahaan yang tidak tumbuh. b. Pengujian hipotesis 2. Pengujian hipotesis 2 dilakukan dengan menggunakan analisa Moderated Regression Analysis (MRA) c. Pengujian Hipotesis 3 Untuk menguji hipotesis 4 dilakukan dengan uji korelasi Rank Spearman, jika data tidak normal, sedangkan jika data normal dilakukan uji korelasi parametric.

D. Hasil Penelitian Hasil comman factor analysis terhadap keenam proksi pertumbuhan dapat dilihat pada table 1 berikut ini. Table 1 Comman Factor Analysis IOS Communalities IOS Communalities Eigenvalues Faktor Eigenvalues

Nilai IOS MVABVA 0.902 Matriks 1 2.166

MVEBVE 0.919 Korelasi 2 1.124

PER 0.370

PPEBVA 0.898

IONS 0.672

CAPBVA 0.540

3 1.012

4 0.870

5 0.782

6 0.047

9 Korelasi antara IOS Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3

Faktor MVABVA 0.919 0.211 -0.113

IOS MVEBVE 0.952 0.098 -0.051

PER 0.578 -0.177 0.067

PPEBVE -0.021 -0.002 0.947

IONS -0.038 0.785 0.235

CAPBVA 0.783 0.685 -0.253

Tabel 1 menunjukkan hasil comman factor analysis dari enam proksi IOS. Nilai communalities IOS individual yang terdapat dalam table 1 dapat digunakan untuk menentukan jumlah factor representatif atas variable-variabel asli. Dalam penelitian ini, ada tiga factor dibutuhkan untuk menjelaskan hubungan antara proksi IOS. Faktor pertama loading atas MVABVA, MVEBVE, PER dan CAPBVA, sedangkan faktor kedua loading atas IONS dan faktor ketiga loading atas PPEBVA. Penentuan perusahaan dalam kelompok yang tumbuh dan tidak tumbuh didasarkan pada penjumlahan indeks ketiga faktor tersebut. Penjumlahan indeks ini di mulai dari yang terbesar sampai pada yang terkecil. 2. Pengujian Hipotesis Kedua Setelah dilakukan uji normalitas data, ternyata ditemukan bahwa distribusi data tidak normal sehingga pengujian hipotesis 2 dilakukan dengan uji korelasi non parametric, yaitu uji rank spearman.

Tabel 2 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Variabel

Struktur Modal

Kebij. Dividen

IOS

Struktur Modal

1.000

-0.155

-0.251*

Kebij. Deviden

-0.155

1.000

0.015

Dari table 5 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara investment opportunity set dengan kebijakan dividen. Dengan kata lain, kebijakan dividen yang dianut perusahaan tidak tergantung dengan pertumbuhan perusahaan. Hal ini berarti hipotesis 2a

ditolak. Tetapi jika kita lihat hubungan antara investment

opportunity set dengan kebijakan struktur modal, dapat kita simpulkan bahwa ada hubungan antara investment opportunity set dengan kebijakan struktur modal. Hal ini mempunyai arti bahwa hipotesis 2b diterima. Hipotesis ini juga mempunyai arti bahwa

10 ada perbedaan kebijakan pendanaan yang dilakukan perusahaan yang tumbuh dengan tidak tumbuh. Untuk mendukung kebenaran penerimaan dan penolakan hipotesis ini, maka selanjutnya dilakukan uji beda dua sample. Uji beda ini dilakukan dengan uji non parametric yaitu uji U Mann

Whitney, hal ini dilakukan karena distribusi data tidak

normal. Hasil uji beda dua sample ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Variabel Struktur Modal Kebij. Deviden

Tabel 3 Hasil Uji U Mann Whitney Kelompok Mean Sum of Perusahaan N Rank Ranks Tdk Tumbuh 50 45.73 2286.50 Tumbuh 34 37.75 1283.50 Tdk Tumbuh 50 43.41 2170.50 Tumbuh 34 41.16 1399.50

Nilai Z -1.791

Sig 0.073

-0.410

0.682

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa mean rank dan sum of rank dari rasio yang mewakili variable kebijaksanan deviden untuk perusahaan yang tumbuh masingmasing 41,16 dan 1.399,50, sedangkan untuk perusahaan yang tidak tumbuh masingmasing sebesar 43.41 dan 2170.50. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang tumbuh mempunyai nilai mean rank dan sum of rank yang lebih kecil dari perusahaan yang tidak tumbuh. Hal ini sesuai dengan hipotesis pecking order ( Myers & Majluf 1984, dalam Hartono 1999) bahwa perusahaan yang profitable memiliki dorongan membayar deviden relatif kecil dalam rangka memilik dana internal yang lebih banyak untuk membiayai proyek-proyek investasinya. Bahkan bagi perusahaan bertumbuh, peningkatan deviden dapat menjadi berita buruk karena diduga perusahaan telah mengurangi rencana investasinya (Hartono 1999). Jika dilihat dari nilai signifikansinya, hubungan antar IOS, sebagai proksi pertumbuhan perusahaan dengan kebijakan deviden ternyata tidak signifikan. Hal ini berarti tidak ada perbedaan kebijakan dividen antara perusahaan yang tumbuh dan tidak tumbuh. Dengan kata lain hasil pengujian dengan U Mann Whirney ini konsisten dengan hasil pengujian dengan analisis korelasi. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

11 Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa mean rank dan sum of rank dari rasio yang mewakili variable kebijakan struktur modal untuk perusahaan yang tumbuh masingmasing 37.175 dan 1.283.50 sedangkan untuk perusahaan yang tidak tumbuh masingmasing sebesar 45.73 dan 2286,50. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang tumbuh mempunyai nilai mean rank dan sum of rank yang lebih kecil dari perusahaan yang tidak tumbuh, tetapi perbandingan tersebut mempunyai nilai yang signifikan. Hal ini berarti ada perbedaan kebijakan struktur modal antara perusahaan yang tumbuh dan tidak tumbuh. Dengan kata lain hasil pengujian dengan U Mann Whirney ini konsisten dengan hasil pengujian dengan analisis korelasi. . Kesimpulan diatas mempunyai arti bahwa perusahaan yang tumbuh mempunyai kebijakan pendanaan melalui hutang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh. Hal ini dapat dijadikan bukti empiris tambahan bahwa perusahaan tumbuh mempunyai kebijakan struktur modal yang berbeda secara signifikan yaitu lebih mengutamakan sumber pendanaan internal dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh yang lebih mengutamakan sumber pendanaan eksternal. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. 3. Pengujian Hipotesis 3 Untuk menguji hipotesis 3, yaitu untuk melihat pengaruh interaksi antara investment opportunity set dengan struktur kepemilikan terhadap kebijakan struktur modal digunakan analisis moderated regression analysis (MRA). Uji hipotesi 3a tidak dilakukan karena dari hasil pengujian hipotesi 2a, antara IOS dan kebijakan dividen tidak ada hubungan. Tabel berikut ini menunjukkan hasil moderated regression analysis dengan tingkat signifikansi 5%. Tabel 4 Hasil Moderated Regression Analysis No 1 2 3

Persamaan KSM = 1.7 - 0.5 IOS KSM = 1.7 - 0.5 IOS KSM = 1.7- 0.5 IOS + 0.0013 SK -0.006 IOS*SK

R2 0.11 0.11 0.12

F 10.235 5.056 3.405

Sig 0.02 0.00 0.02

12 Adapun kreteria pengujian MRA yang digunakan sebagai dasar untuk memastikan apakah variabel SK benar-benar merupakan variabel moderator (Sharma, 1981) adalah: Jika persamaan 2 dan 3 tidak secara signifikan berbeda yaitu b3 = 0, b2 tidak sama dengan 0, maka SK bukan variabel mderating. Variabel SK disebut pure moderating, jika persamaan 1 dan 2 tidak berbeda, tetapi berbeda dengan persamaan 3, yaitu b2 = 0 dan b3 tidak sama dengan 0. Variabel SK diklasifikasikan sebagai quasi moderator jika persamaan 1, 2 dan 3 masing-masing berbeda, yaitu b2, b3 tidak sama dengan 0 Dari persamaan pertama, dapat disimpulkan bahwa investment opportunity set berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan struktur modal dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,11. Hal ini berarti variasi perubahan kebijakan deviden dapat dijelaskan oleh variasi perubahan tingkat pertumbuhan perusahaan (yang diproksikan oleh nilai IOS) sebesar 11%. Teknik MRA digunakan untuk menguji pengaruh interaksi untuk faktor kontijensi secara independen. Selain menggunakan koefisien digunakan juga penambahan pada R2 untuk menjelaskan kontribusi relatif dari factor kontijensi dalam menjelaskan varians kebijakan struktur modal. Jika dilihat dari kreteria yang digunakan Sarma (1981), Variabel struktur kepemilikan disebut pure moderating, karena persamaan 1 dan 2 tidak berbeda, tetapi berbeda dengan persamaan 3, yaitu b2 = 0 dan b3 tidak sama dengan 0. Jika dilihat dari pertambahan nilai R2, maka variable struktur kepemilikan merupakan variable moderating, karena pertambahan nilai R2 dari persamaan kedua ke persamaan ketiga sebesar 1%. Hal ini menunjukkan struktur kepemilikan mempengaruhi hubungan antara investment opportunity set dengan kebijakan deviden. Dengan kata lain, besar kecilnya kepemilikan manajerial akan mempengaruhi keputusan pendanaan bagi perusahaan yang tumbuh dan tidak tumbuh.

4. Pengujian Hipotesis 4 Pengujian hipotesis 4 dilakukan dengan analisa regresi sederhana. Ringkasan hasil analisa regresi adalah sebagai berikut. Tabel 5 Hasil Regresi Sederhana Unstandardized Coefficient

Standardized

13 Model B Constant Kebijak. Dividen R Square F ratio

0.203 0.0021

Std. Error 0.082 0.003

Coefficients Beta 0.078

t 2.481 0.704

Sig 0.015 0.483

= 0.006 = 0.496

Dari tabel 5 tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen yang diambil oleh perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 sebesar 0.0006. Hal ini sesuai dengan hipotesis Modligiani dan Miller yang mengemukan tentang teori ketidakrelevanan deviden (Dividend Irrelevance Theory), yang mengatakan bahwa suatu keputusan investasi, rasio dividen yang dibagikan tidak ada pengaruhnya dengan nilai perusahaan. Inti dari pendapat mereka bahwa nilai perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta resiko bisnisnya.

E. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan Hasil pengujian korelasi rank spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara investment opportunity set dengan kebijakan dividen, hal ini didukung dengan hasil pengujian U mann Whitney yaitu tidak ada perbedaan kebijakan dividen antara perusahaan yang tumbuh dengan perusahaan yang tidak tumbuh. Hasil pengujian korelasi Rank spearman menyimpulkan bahwa ada hubungan antara investment opportunity set dengan kebijakan struktur modal, hal ini didukung dengan hasil pengujian U mann Whitney yaitu ada perbedaan kebijakan struktur modal antara perusahaan yang tumbuh dengan perusahaan yang tidak tumbuh. Perusahaan yang tumbuh mempunyai kebijakan eksternal yang lebih kecil dibandingkan perusahaan yang tidak tumbuh. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang tumbuh lebih mampu mendanai usahanya secara internal. Hasil pengujian melalui MRA memberikan hasil bahwa variable struktur kepemilikan merupakan pure moderating variable, yaitu ada interaksi antara IOS dengan struktur kepemilikan yang mempengaruhi kebijakan struktur modal

14 Nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen yang diambil perusahaan, sehingga kesimpulan ini mendukung hipotesis ketidakrelevanan dividen 2. Saran Penelitian berikutnya sebaiknya menambah jumlah sample penelitian, jika jumlah populasinya memang sedikit, maka sebaiknya menggunakan data times series. Disamping itu perlu penambahan proksi IOS agar dapat lebih tepat dalam mengklasifikasikan perusahaan menjadi perusahaan yang tumbuh dengan perusahaan yang tidak tumbuh.

Daftar Bacaan Baker, George P., 1993, “Growth, Corporate Policies, and the Investment Opportunity Set”, Journal of Accounting and Economics 16, 161-165. Barclay, Michael J., Clifford W. Smith Jr., dan Ross L. Watts, 1998, “The Determination of Corporate Leverage and Dividend Policies”, Dalam The New Corporate Finance, 1999, Edisi Kedua, Editor Donald H. Chew, Jr., Malaysia : Irwin Mcgraw-Hill. Cahan, Steven F., dan Mahmud Hossain, 1996 “The Investment Opportunity Set and Disclosure Policy: Some Malaysia Evidence”, ASI Pacific Journal of Management, Vol.13, No.1 1, 65-85. Chung, Kee H., dan Charlie Charoenwong, 1991, “Investment Options, Assets in Place, and the Risk of Stocks”, Financial Management-Autumn, 21-33. Dimson, E., 1979, “Risk Measurement When Shares are subject to Infrequent Trading”, dalam Teori Portofolio dan Analisis investasi, 1998, Jogianto H.M., Yogyakarta, BPFE. Foster, George, 1986, “Financial statement Analysis”, New Jersey: pretice-Hall Englewood Cliffs. Fowler, D.J., dan C. H. Rorke, 1983, “The Risk Measurement Whwn Shares are Subjected to Infrequent Trading”, dalam Teori Portofolio dan Analisis Investasi, 1998, Jogianto H.M., Yogyakarta, BPFE. Gaver, Jennifer J., dan Kenneth M. Gaver, 1993, “Additional Evidence on the Association between the Investment Opportunity Set and Corporate Financing, Dividend, and Compensation Policies”, Journal of Accounting and Economics 16, 125-160.

15 Hartono, Jogianto, 1998 “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, Yogyakarta : BPFE. Iman Subekti, Indra Wijaya Kesuma, 2001, Asosiasi antara Set Kesempatan Investasi dengan Kebujaksanaan Pendanaan dan Deviden Perusahaan, serta Implikasinya pada perubahan Harga Saham, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.4,No.1. Kallapur, Sanjay, dan Mark A. Trombley, 1999 “The Association Between Investment Opportunity Set Proxies and Realized Growth”, Journal of Business & Accounting 26, April/May, 505-519. Sami, Heibatollah, S.M. Simon HO, dan C.K Kevin Lam, 1999 “ Association Between the Investment Opportunity Set and Corporation Financing, Dividend, Leasing, and Compensation Policies : Some Evidence From an Emerging Market”, Working paper, Presented at Program MSi-Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada on August 2 1999. Skinner, Douglas J., 1993, “The Investment Opportunity Set and Accounting Procedures Choice”, Journal of Accounting and Economics 16, 407-445. Smith Jr., Clifford W. dan Ross L. Watts, 1992, “The Investment Opportunity Set and Corporate Financing, Dividend, and Compensation Policies”, Journal of Financial Economics 32, 263-292. Watts, Ross L., dan Jerold L. Zimmermman, 1986, “Positive Accounting Theor”, Prentice-Hall Englewood Cliffs, NJ.

______, 1990, “Positive Accounting Theory: Accounting Review 65, 131-156.

A

Ten

Yaer

Perspective”,The

16

Related Documents

Trial
July 2020 18
Trial
November 2019 23
Trial
May 2020 12
Trial
July 2020 7
Trial
April 2020 11
Trial
November 2019 24