BAGIAN BILMU BEDAH
REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
Februari 2019
UNIVERSITAS HALU OLEO
TRAUMA GINJAL
PENYUSUN : Rizky Putri, S.Ked K1A1 13 052
PEMBIMBING : dr. Irzal Junaid, Sp.B
KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2019
1
TRAUMA GINJAL GINJAL Rizky Putri, Irzal Junaid
I.
Pendahuluan Secara anatomis sebagian besar organ urogenitalia terletak dirongga
ekstraperitoneal (kecuali genitalia eksterna), dan terlindungi oleh otot-otot dan organ-organ lain. OIeh karena itu jika didapatkan cedera organ urogenitalia, harus diperhatikan
pula
kemungkinan
adanya
kerusakan
organ
lain
yang
mengelilinginya. Sebagian besar cedera organ urogenitalia bukan cedera yang mengancam jiwa, kecuali cedera berat pada ginjal yang menyebabkan kerusakan parenkim ginjal yang cukup luas dengan kerusakan atau terputusnya pembuluh darah ginjal. 1 Cedera yang mengenai organ urogenitalia bisa merupakan cedera dari luar berupa trauma tumpul maupun trauma tajam, dan cedera iatrogenik akibat tindakan dokter pada saat operasi atau petugas medik yang lain. Pada trauma tajam, baik berupa trauma tusuk maupun trauma tembus oleh peluru, harus dipikirkan untuk kemungkinan melakukan eksplorasi, sedangkan trauma tumpul sebagian besar hampir tidak diperlukan operasi.(1,2) II.
Insidens dan Epidemiologi Hammad mencatat 1008 kasus kecelakaan lalu lintas di saudi arabia pada
tahun 2006 – 2007 dan 2,3% diantaranya mengalami trauma urologi. Organ yang terlibat dalam trauma urologi adalah ginjal, ureter, buli-buli, urethra, genitalia dan dari beberapa organ tersebut yang paling sering terkena trauma adalah ginjal. Trauma ginjal terjadi 1 – 5% dari 10% seluruh kasus trauma abdomen. Penelitian dari Sri Meutia A pada tahun 2013 di RS Arifin Achmad Pekanbaru bahwa dari 25 kasus urologi terbanyak organ yang mengalami trauma yaitu ginjal sebanyak 8 kasus. 3 Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia. Ginjal adalah organ genitourinarius yang paling sering cedera, rasio laki-laki banding perempuan adalah 3:1. Meskipun trauma ginjal secara akut dapat mengancam jiwa, namun penanganannya dapat secara konservatif. Selama 20 tahun terakhir,
2
kemajuan dalam hal pencitraan dan strategi penatalaksanaannya dapat menurunkan tindakan intervensi operasi dan meningkatkan perbaikan pada ginjal. 5
III. Etiologi Trauma ginjal dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Jika secara langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang sedangkan tidak langsung yaitu merupakan cedera deselarasi akibat pergerakan ginjal secara tibatiba didalam rongga retroperitonium. Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, tusuk atau luka tembak. Etiologi ruptur ginjal yaitu sebagian besar terjadi akibat trauma tumpul. Persentase cedera trauma tumpul pada daerah pedesaan sejumlah 90-95%, sedangkan di perkotaan persentase luka tembus 40%. (1,6) IV. Patofisiologi Mekanisme trauma ginjal meliputi tabrakan kendaraan bermotor, terjatuh, kecelakaan pejalan kaki yang berhubungan dengan kendaraan, olahraga dan penyerangan. Kecelakaan lalu lintas menyebabkan hampir setengah dari semua luka tumpul. Goncangan ginjal didalam rongga retroperitonium menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosit arteri renalis beserta cabangcabangnya. Cedera ginjal dapat di permudah jika sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal atau tumor ginjal.1 Menurut derajat berat ringanya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi cedera minor, cedera major, dan cedera pedikel atau pembuluh darah ginjal. Sistem yang paling umum digunakan untuk mengklasifikasikan trauma ginjal adalah Asosiasi Amerika untuk Pembedahan Trauma (AAST) dan tomografi computed abdomen (CT) atau eksplorasi langsung digunakan untuk mengklasifikasikan luka. (1,6)
3
Tabel 1. Skala penilaian trauma ginjal menurut AAST Grade Deskripsi Trauma 1 Kontusio atau tidak berkembang menjadi hematoma subkabsular Tidak ada laserasi 2
Hematoma tidak meluas ke perirenal Laserasi kortikal < 1 cm tanpa ekstrafasasi
3 4
Laserasi kortikal > 1 cm tanpa ekstrafasasi urinaria Laserasi: cortucomedularry juntion hingga collecting system Fascular: cedera arteri atau vena di sertai hematoma atau sebagian laserasi pembuluh darah, atau trombosis pembuluh darah
5
Laserasi: ginjal hancur Fascular: afusi pedikel ginjal
Gambar 1. Klasifikasi trauma ginjal A. Kontusio ginjal terlihat kapsul ginjal masih utuh dan terdapat hematoma subkapsuler, B. Laserasi minor: terdapat robekkan parenkim yang berbatas pada korteks ginjal, C laserasi parenkim sampai mengenai sistem kaliks ginjal, D. Fragmen ginjal (ginjal terbelah menjadi beberapa bagian, E. Rutur pedikel ginjal ( Dikutip dari kepustakaan 1).
4
V. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi
Gambar 2 Dikutip dari kepustakaan 7
Ginjal merupakan organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal, disebelah kiri dan kanan columna vertebralis, setinggi vertebra lumbalis 1-4 pada posisi berdiri. Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan cekunya yang menghadap kemedial, pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat- tempat struktur pembulu darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal. 7 Ukuran ginjal yaitu panjang 11 cm, lebar 6 cm, dan tebal 3 cm. Ginjal ada dua buah yaitu ginjal kiri dan kanan. Ginjal kanan terletak lebih rendah dibandingkan ginjal kiri. Kedua buah ginjal dibungkus oleh jaringan ikat yang membentuk kapsula fibrosa. Struktur ginjal terdiri dari : 5
a.
Cortex renalis berwarna pucat mempunyai permukaan yang kasar
b.
Medulla renalis terdiri atas pyramidales, columna renalis dan papilla renalis
c.
Calix major
d.
Calix minor Vaskularisasi ginjal berasal dari atreri abdominalis disebelah caudal dari
arteri mesenterika superior. Arteri renalis dextra dan arteri renalis sinistra. Mempercabangkan arteri interlobalis, berada diantara pyramid membentuk arcus arteri arkuata kemudian bercabang membentuk arteri interlobularis.7 2. Fisiologi Ginjal berperan sebagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah, serta mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit tubuh, yang kemudian di buang melalui urine. Fungsi ginjal diantaranya: 7 1.
Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh
2.
Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, terutama melalaui regulasi keseimbangan H2O
3.
Mengantur jumlah dan kosentrasi sebagian besar ion CES, termaksud Natrium, klorida, kalium, kasium dll.
4.
Mempertahankan volume plasma yang tepat, yang penting dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
5.
Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3-
6.
Mengeluarkan produk-produk akhir metabolisme tubuh
7.
Mengeluarkan banyak senyawa asing, misalnya obat, aditif makanan dll
8.
Menghasilkan eritropoietin suatu hormon yang merangsang produksi sel darah merah
9.
Mengubah vitamin D menjadi aktifnya
10. Menghasilkan renin suatu hormon enzim yang membentuk suatu reaksi berantai yang berfungsi dalam penghematan garam oleh ginjal.8
6
VI. Diagnosis A. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang di tunjukan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang menyertainya. Perlu di tanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan luas kerusakan yang terjadi. 1 Pada pemeriksaan klinis ditemukan hematuria, nyeri abdomen, akut abdomen. Pada palpasi kadang teraba massa di adomen, nyeri tekan. Trauma ginjal dapat dibagi dalam beberapa tingkat: ringan, sedang dan berat. Pada trauma derajat ringan mungkin hanya di dapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jelas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik ataupun mikroskopik. Trauma sedang berupa ruptur kapsul dengan kalik yang masih utuh, atau ruptur kalik dan kapsul. Trauma ginjal hebat yaitu terjadi avulsi arteri renalis dan trombosis arteri renalis. 2 Pada trauma major atau ruptur pedikel sering kali pasien datang dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak sempat menjalani pemeriksaan IVU karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik sering kali tidak membutuhkan hasil akibat pendarahan yang keluar dari ginjal cukup deras. Untuk itu harus segera di lakukan ekslorasi laparotomi untuk menghentikan pendarahan.1
Patut di curigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat: 1.
Trauma di daerah pinggang panggul, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan di sertai nyeri atau di dapatkan adanya jejas pada daerah itu.
2.
Hematuria.
3.
Fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra.
4.
Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.
5.
Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.1
7
B. Gambaran Radiologi Jenis pencitraan yang diperiksa tergantung pada keadaan klinis dan fasilitas yang dimiliki oleh klinik yang bersangkutan. 1. Int ra v e n ous P y e l o gr aph y ( IVU) IVU hanya direkomendasikan pada center dimana IVP menjadi modalitas satusatunya pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan intervensi operatif segera.15 Pencitraan di mulai dari IVU (dengan menyuntik bahan kontras dosis tinggi < 2 ml/kg berat badan) guna menilai tingkat kerusakan ginjal dan melihat keadaan ginjal kontra lateral. Pembuatan IVU dikerjakan jika di duga ada:1 a.
Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal.
b.
Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria makroskopik.
c.
Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria mikroskopik dengan disertai syok.1 Jika IVU belum dapat menerangkan keadaan ginjal (misalkan pada ginjal
non visualizet) perlu di lakukan pemeriksaan CT scan atau arteriografi. Pemeriksaan IVU pada kontesirenis sering menunjukan gambaran sistem pelvikalises normal. Dalam keadaan ini pemeriksaan USG abdomen dapat menunjukan adanya hematoma parenkin ginjal yang terbatas pada sub kabsuler dan dengan kabsul ginjal yang masih utuh. Kadang kalah kontisio renis yang cukup luas menyebabkan hematoma dan edema parenkin yang hebat sehingga memberikan gambaran sistem pelvikalises yang spastik atau bahkan tak tampak (non visualizet). Sistem pelvikalises yang tak tampak pada IVU dapat pula terjadi pada ruptur pedikel atau pasien yang berada dalam keadaan syok berat pada saat menjalani pemeriksaan (IVU).1 Indikasi pencitraan yang paling luas di terima setelah trauma tumpul abdomen adalah hematuria makroskopik (gross haematuria) atau hematuria mikroskopik di tambah tanda cedera ginjal lain, seperti syok atau luka yang tampak. Hamaturia mikroskopik sendiri jarang berkaitan langsung dengan cedera ginjal. Pencitraan pada pasien dengan hematuria mikroskopik di indikasikan bila pasien baru mengalami trauma pada daerah ginjal yang dapat ditemukan beberapa
8
tanda cedera berikut (kontusia/hematoma, fraktur kosta bagian bawah, prossesus transversum atau vertebra torakolumbal). 1 Pada anak yang mengalami trauma tumpul abdomen dan pasien mana pun yang mengalami trauma penetrasi harap di evaluasi lebih lanjut meskipun hanya terdapat hematuria mikroskopik.1 Pemeriksaan Intra Venous Urography (IVU)
mungkin akan berguna pada
kasus ruptur ginjal. Apabila terdapat dugaan jumlah produksi urin yang sedikit. IVU dapat menemukan letak kelainan dan mengestimasi jumlah kehilangan cairan tersebut. Namun, walaupun IVU sangat mudah dan banyak digunakan , harus diingat bahwa IVU memberikan ekspose radiasi yang cukup tinggi sehingga harus dipertimbangkan jika digunakan pada anak-anak, dengan gangguan fungsi ginjal, neuropti, dan alergi yang mungkin akan sangat berbahaya menerima ekspose radiasi. 9
Gambar 3. Gambar radiografi ruptur ginjal spontan. (a) psoas line kiri tampak normal (panah hitam), psoas line kanan tidak terlihat (panah merah), (b,c) IVU diambil pada menit ke 15 dan 45, terlihat ekstravasasi meluas di peripelvis dan perirenal ( Dikutip pada kepustakaan 9)
2. USG Ultrasonography (USG) dapat memberikan informasi cepat, non-invasif dan murah.15 Pada beberapa klinik, dugaan cedera tumpul pada ginjal yang menunjukan tanda hematuria mikroskopik tanpa di sertai syok, pemeriksaan USG sebagai pemeriksaan penyaring. Pemeriksaan USG ini diharapkan dapat
9
menemukan adanya kontusio parenkin ginjal atau hematoma subkabsuler, dengan pemeriksaan ini dapat pula di perlihatkan adanya robekan kabsul ginjal.1 Klasifikasi radiologi trauma ginjal: 10 Grade I: 75-85% dari semua trauma ginjal - Cedera minor (kontusio, hematoma intrarenal atau sub kabsuler). - Laserasi minor + hematoma perinfrik terbatas. - Tidak ada estensi collecting system atau medulla. - Infark kortikal pada subsegmental
Gambar 4. kiri longitudinal USG transabdominal menunjukan bagian pertengahan tengah ginjal terdapat kontusio dan cairan subkapsular menipis ( dikutip dari kepustakaan 10)
Grade II: 10% dari semua cedera ginjal - Cedera major (laserasi korteks major + ekstensi pada medulla dan collecting system) - Dengan atau tanpa ekstravasasi urin atau infark segmental ginjal
10
Gambar 5. Longitudinal Doppler USG
warna menunjukkan laserasi kortex
meluas ke sistem calices. fragmmen ginjal bawah terdistorsi dan terdapat hematoma subkapsular. pertahanan vaskularisasi utuh pada ginjal bagian atas. ( Dikutip dari kepustakaan 10)
Grade III: 5% dari kasus - Cedera catasttrophic (laserasi ginjal multiple dan pedikel ginjal mengalami cedera fascular). Grade IV: Konsekuensi yang jarang -
Cedera uretero pelvic jungtion: laserasi keseluruhan
Gambar 6. Longitudinal USG transabdominal menunjukkan fraktur ginjal subkapsular (dikutip dari kepustakaan 10)
11
3. CT-Scan Sejauh ini CT-Scan adalah modalitas yang paling baik untuk gambaran ruptur ginjal karena informasi yang diberikan dengan morfologi dan fungsional ginjal bisa didapatkan dalam satu kali pemeriksaan saja..1 Penggunaan ct sacan pada pemeriksaan kecurigaan trauma mayor, hipotensi, hematuria makroskopik.13 Gambaran yang mungkin didapat pada ruptur ginjal adalah memar atau kontusio ginjal. Trauma grade I -
Cedera yang ditandai kontusio dan hematoma subcapsuler yang tidak meluas pada parenkim.
-
Trauma grade II Cedera ginjal yang ditandai dengan hematoma perinefrik berbatas pada retroperitoneum dan laserasi kortikal < 1 cm tanpah keterlibatan dari collecting system.
-
Trauma grade III Cedera ginjal yang ditandai dengan hematomaperinefrik berbatas pada retroperitoneum dan laserasi > 1 cm.
-
Trauma grade IV Cedera arteri renalis
atau vena dengan perdarahan dan devascularisasi
segmental serta PCS mengalami laserasi. Perihilar dan pertengahan ginjal mengalami hematoma atau laserasi yang meluas ke hilus. -
Trauma grade V Cedera mengalami avulsi pada pelviureteric junction. Adanya hematoma atau urinoma dibagian medial atau perihilar ginjal.
12
Berikut gambar hasil CT-Scan dari ruptur ginjal sebagai berikut:
Gambar 7: Trauma grade 1. (kiri) menunjukan kontusio pada ginjal kiri bagian atas. Ginjal kanan bawah mengalami infark disertai wedge –shape pada area hipodens. (kanan ) menunjukan area kontusio pada ginjal kanan atas. ( dikutip dari kepustakaan 11)
Gambar 8. Trauma grade II. (Kiri) laserasi disertai dengan perinephric hematoma: (kanan) menunjukan hipodensity perirenal (panah) yang mengelilingi ginjal kiri dan batas fasia gerota. (dikutip dari kepustakaan 11).
13
Gambar 9 : trauma grade III (kiri) menunjukan laserasi pada ginjal kiri (panah) mencapai hilus: (kanan) : menunjukan laserasi pada pertengahan disertai hematoma yang besar. ( dikutip dari kepustakaan 11)
Gambar 10: Trauma grade IV. (kiri). Menunjukkan laserasi yang dalam pada ginjal kanan bagian bawah meluas sampai ke hilus ginjal. (kanan) menunjukkan cedera pada pelviocalices yang mengalami laserasi dan hematoma. (dikutip dari kepustakaan 11)
14
Gambar 11: Trauma grade V. Cedera pada pelviureteric junction. (kiri). Adanya hematoma perihilar dan perinefri. (kanan): menunjukkan vena ginjal kanan dengan kontras mengalami refluks (panah). (dikutip dari kepustakaan 11)
VII.
Komplikasi Jika tidak mendapat perawatan yang cepat dan tepat, trauma major dan
trauma pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan kematian. Selain itu, kebocoran sistem kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi urin hingga menimbulkan penyulit berupa hipertensi, hidonefrosis, urolitiasis atau pielonefritis kronik. 1
VIII. Penatalaksanaan Hampir 90% trauma tumpul ginjal berupa cedera minor, seperti kontusio ginjal superfisial yang tidak memerlukan tindakan bedah.12 Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus dipikirkan untuk melakukan tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul, sebagian besar tidak memerlukan operasi. Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah :1 1. Konservatif Tindakan konservatif ditunjukan pada trauma minor. Tindakan konservatif berupa istirahat, ditempat tidur, analgesik untuk menghilangkan nyeri, serta observasi status ginjal dengan pemeriksaan kondisi lokal.12 Pada keadaan ini dilakukan observasi tanda vital (tensi, nadi, dan suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan massa dipinggang, adanya pembesaran lingkaran perut,
15
penurunan kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna urine pada pemeriksaan urine serial.1 Jika selama observasi didapatkan adanya tanda-tanda pendarahan atau kebocoran urine yang menimbulkan infeksi, arus segera dilakukan operasi seperi pada tabel dibawah ini:1 OBSERVASI Didapatkan
Tanda Tanda vital
Suhu tubuh
Massa dipinggang Hb Urine>pekat
Massa dipinggang
Merupakan tanda dari kebocoran urine
Penurunan tanda perdarahan> Hebat Segera eksplorasi untuk menghentikan perdarahan
Drainase urine segera
Gambar: Tatalaksan tindakan selama observasi trauma ginjal Dikutip pada kepustakaan 1 2. Operasi Opersi ditunjukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debridement, respirasi ginjal berupa (renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat. 1
IX. Prognosis Prognosis ruptur ginjal yaitu baik dengan sering melakukan flow-up secara hati-hati
dengan
proses
penyembuhan
yang
berlangsung
spontan
dan
mengembalikan fungsi ginjal dengan perawatan yang cepat dan tepat dapat meberikan prognosis yag baik. 1
16
X. Daftar Pustaka 1.
Purnomo, B, Basuki. Dasar–dasar urologi edisi ketiga. Jakarta: Sagung Seto; 2011. Hal. 173-178
2.
Budjang, Nurlela, Traktus Urinarius: dalam Ekayuda Iwan, Editor. Radiologi diagnostic. Edisi 2. Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 2009 Hal. 299-305.
3.
Sutton, David. Textbook of Radiology and imaging vol I. 2008. Hal. 699-703.
4.
Meutia A, Sri,
Zuhirman , Siti Mona Amelia. Gambaran Klinis Trauma
Urologi Di Rsud Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari 2009 – Desember 2013. JOM FK Volume 1 No. 2 Oktober 2014. Hal. 3-7 5.
B, Diaz. Fernandez- pello, S. Baldissera JV, Blanco, R. Blanco, R, Perez, C. Ruger, L and Masquera J. Major Kidnay Trauma and conservatif management: case report and follow up. 2015. Austim J Nephrol Hypertens- Volume 2 issue 2. Hal : 1-3.
6.
Summerton DJ, Djakovic N, Kitrey ND,
Kuchhas
F,
Lumen
N,
Serafetinidis E. Guderlines On Urological Trauma. Eropeon Association of Urology: 2013. 2012. Hal 9-23 7.
Spalteholz, Werner. Anatomi Kedokteran. Binarupa Aksara. 2014. Hal. 244245
8.
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia. EGC. 2012. Hal. 553-555
9.
Tan, Sinan, Meral Arifoglu et al. The importance of gray scale and color Doppler ultrasonography in the diagnosis of spontaneous renal pelvis rupture:
case
report.
Dalam
Turkish
Journal
of
Urology.
Turkey:2010.(Dikutip) 26 januari 2015. 10. Ahuja AT, Griffih JF, Paunipagar BK, Wong KT, Kennedy A, Sohaey R, et al.Daignostik imaging Ultrasound. Hongkong, China: Hal.5. 62-65, 5. 7273, 5. 78-79, 5. 86-91. 11.
Dayal M, Gamanagatti S, Kumar A. Imaging in renal trauma. Word journal of radiology. Baishideng: 2013. Hal. 275-284.
17
12. Sjamsuhidayat R, Warko Karnadiharja, Theddeus O.H. Prasetyono. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidayat- de Jong. 2010. Jakarta. EGC 13. Eastman, George W. Christh Wald, Jane Grossin. Radiologi Klinis. EGC. 2002. 14. Patel, R, Pradip. Lecture Notes Radiologi Edisi kedua. PT. Gelora Aksara Pratama. 2007. Hal. 174-175 15. Indradiputra, I Made Udiyana, Tri Hartono. Tatalaksana Konservatif pasien dewasa dengan trauma tumpul ginjal derajat IV terisolasi. CDK237/Vol.43 no.2,th. 2016. Hal 24-125
18