TUGAS TRANSMISI DAN DISTRIBUSI
Oleh : Nama Nim Jurusan
: Made Niken Ayu Larasati Danianto : 1705542014 : Teknik Elektro
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2019
I.
Transmisi Tenaga Listrik
Gambar 1. Alur Sistem Tenaga Listrik (Dewade, 2016).
Transmisi tenaga listrik merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit tenaga listrik (Power Plant) hingga saluran distribusi listrik (substation distribution) sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumer pengguna listrik (Montario, 2010). Pusat Pembangkit Listrik (Power Plant)
Gambar 2. Pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (Alfian, 2013).
Pusat pembangkit listrik merupakan tempat energi listrik pertama kali dibangkitkan, dimana terdapat turbin sebagai penggerak awal (PrimeMover) dan generator yang membangkitkan listrik dengan mengubah tenaga turbin menjadi energi listrik. Biasanya dipusat pembangkit listrik juga terdapat gardu induk. Peralatan utama pada gardu induk antara lain : transformer, yang berfungsi untuk menaikkan tegangan generator (11,5kV) menjadi tegangan transmisi atau tegangan tinggi (150kV) dan juga peralatan pengaman dan pengatur. Secara umum, jenis pusat pembangkit dibagi kedalam dua bagian besar yaitu pembangkit hidro yaitu PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) dan pembangkit thermal diantaranya yaitu PLTU (Pusat Listrik Tenaga Uap), PLTG (Pusat Listrik Tenaga Gas), PLTN (Pusat
Listrik Tenaga Nuklir), dan PLTGU (Pusat Listrik Tenaga Gas Uap) (Montario, 2010). Transmisi Tenaga Listrik
Gambar 3. Saluran Transmisi (Montario, 2010).
Transmisi tenaga listrik merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit tenaga listrik (Power Plant) hingga substation distribution sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumer pengguna listrik melalui suatu bahan konduktor, seperti : 1. Dari pembangkit listrik ke gardu induk. 2. Dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya. 3. Dari gardu induk ke jaring tegangan menengah dan gardu distribusi. Ketentuan Dasar Sistem Tenaga Listrik yaitu : 1. Menyediakan setiap waktu, tenaga listrik untuk keperluan konsumer. 2. Menjaga kestabilan nilai tegangan, dimana tidak lebih toleransi ±10%. 3. Menjaga kestabilan frekuensi, dimana tidak lebih toleransi ±0 1Hz. 4. Harga yang tidak mahal (Efisien). 5. Standar keamanan (safety). 6. Respek terhadap lingkungan. Tegangan Transmisi. 1. Tegangan generator dinaikkan ke tingkat yang dipakai untuk transmisi yaitu antara 11 kV dan 765 kV. 2. Tegangan extra-tinggi (Extra High Voltage – EHV) : 345 500 dan 765 kV. 3. Tegangan tinggi standar (High Voltage-HV standard) :115kV, 138kV, dan 230kV 4. Untuk sistem distribusi, tegangan menengah yaitu antara 2,4kV dan 69kV. Umumnya antara 120V dan 69kV dan untuk tegangan rendah yaitu antara 120V sampai 600V
Tabel 2.1 Klasifikasi Tegangan Untuk Power Industri dan Komersial Sistem Nilai Tegangan
Kelas Tegangan Tegangan Rendah (LV)
Dua Kabel
Tiga Kabel
Empat Kabel
120
120/240
-120/208
single Phase
single phase
277/480
480 V
347/600
600 V Tegangan Medium (MV)
2400 4160 4800 6900
Tegangan Tinggi (HV)
13800
7200/12470
23000
7620/13200
34500
7970/13800
46000
14400/24940
69000
19920/34500
115000 138000 161000 230000
Tegangan Extra Tinggi
345000
(EHV)
500000 735000-765000
II.
Saluran Transmisi Saluran Transmisi merupakan media yang digunakan untuk mentransmisikan tenaga listrik dari Generator Station/ Pembangkit Listrik sampai distribution station hingga sampai pada konsumer pengguna listrik. Tenaga listrik di transmisikan oleh suatu bahan konduktor yang mengalirkan tipe Saluran Transmisi Listrik. Penyaluran tenaga listrik pada transmisi menggunakan arus bolak-balik (AC) ataupun juga dengan arus searah (DC). Penggunaan arus bolakbalik yaitu dengan sistem tiga-fasa atau dengan empat-fasa (Montario, 2010).
Gambar 4. Sistem Tiga-Fasa
Gambar 5. Sistem Empat Fasa
Saluran Transmisi dengan menggunakan sistem arus bolak-balik tiga fasa merupakan sistem yang banyak digunakan, mengingat kelebihan sebagai berikut : 1. Mudah pembangkitannya 2. Mudah pengubahan tegangannya 3. Dapat menghasilkan medan magnet putar 4. Dengan sistem tiga fasa, daya yang disalurkan lebih besar dan nilai sesaatnya konstan 1. Klasifikasi Saluran Transmisi Berdasarkan Pemasangannya Berdasarkan pemasangannya, saluran transmisi dibagi menjadi dua kategori, yaitu 1. Saluran Udara (Overhead Lines) Saluran transmisi yang menyalurkan energi listrik melalui kawat-kawat yang digantung pada isolator antara Menara atau tiang transmisi. Keuntungan dari saluran transmisi udara antara lain : - Mudah dalam perbaikan - Mudah dalam perawatan - Mudah dalam mengetahui letak gangguan - Lebih murah Kerugian : - Karena berada diruang terbuka, maka cuaca sangat berpengaruh terhadap kehandalannya, dengan kata lain mudah terjadi gangguan dari luar, seperti gangguan hubungan singkat, gangguan tegangan bila tersambar petir, dan gangguan lainnya. - Dari segi estetika/keindahan kurang, sehungga saluran transmisi bukan pilihan yang ideal untuk transmisi di dalam kota.
Gambar 6. Saluran Listrik Udara Tegangan Tinggi
a. Desain Saluran Udara Sistem saluran udara komersil, industri, perumahan maupun bandara harus mempertimbangkan : 1. Ketersediaan ruang 2. difusi ruang udara 3. tingkat kebisingan 4. kebocoran pipa 5. beban panas dalam ducting dan kerugian yang terjadi 6. balancing 7. pengendalian kebakaran 8. biaya investasi awal, dan 9. biaya operasional Kesalahan dalam desain saluran udara dapat menghasilkan sistem tidak baik, dan mahal biaya operasinya. Kekurangan distribusi udara dapat menyebabkan ketidaknyamanan sementara kurangnya peredam suara attenuators akan meningkatkan tingkat kebisingan. Saluran udara yang buruk menghasilkan system yang tidak seimbang (tidak balance). Pemasangan konstruksi ducting atau kurangnya duct sealing untuk mejaga kekedapan menghasilkan system saluran udara yang mahal biaya operasinya. Insulasi saluran udara yang benar dapat mengurangi kerugian panas. b. Pertimbangan Desain Tujuan dari sistem saluran udara adalah untuk mengalirkan sejumlah udara melalui tiap outlet kedalam suatu ruangan yang dikondisikan pada tekanan total yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk menjamin bahwa beban udara ruangan yang diserap dan aliran udara yang baik dapat dicapai. Metode yang digunakan untuk menentukan lay out ducting dan ukuran ducting harus menghasilkan suatu sistem saluran udara yang tidak bising dan mampu mengalirkan udara dengan baik ke setiap ruangan. Tingkat kebisingan yang rendah biasanya dicapai dengan kecepatan aliran yang rendah, sementara kecepatan aliran udara yang tinggi cenderung untuk menimbulkan kebisingan. Kebisingan juga dapat dikurangi dengan menggunakan material yang lebih halus, menggunakan peredam kebisingan, dan menghindari perubahan (penyempitan) yang mendadak pada ducting. Ducting harus bebas dari kebocoran dimana kebocoran bisa berasal dari kekurang kedapan ataupun kondensasi udara dingin, untuk itu seal dan insulasi adalah sangat penting untuk dipasang pada ducting guna mencegah kebocoran ini. Selain itu ducting juga harus mempertimbangkan aspek keselamatan dan bahaya kebakaran. Secara otomatis biasanya sistem saluran udara memiliki hubungan dengan sistem pemadam kebakaran, dimana jika terjadi kebakaran maka sistem
saluran udara secara otomati harus menutup dan menghentikan suplly udara ke dalam ruangan c. Konstruksi Ducting 1. Maximum Pressure Difference Sistem saluran udara dibedakan berdasarkan perbedaan tekanan maksimum antara udara didalam ducting dengan udara luar (atmosphere). Biasanya untuk system saluran udara di gedung, tekanannya adalah kurang dari 750 Pa. Namun pada umumnya aplikasi tekanan system saluran udara dapat dibedakan menjadi 3, yaitu tekanan rendah, tekanan menengah dan tekanan tinggi. Untuk tekanan rendah biasanya digunakan pada gedung – gedung komersial maupun kantor, tekanannya kurang dari 500 Pa, dengan kecepatan aliran udara sekitar 12 m/s. Untuk tekanan sedang berkisar antara 500 Pa sampai dengan 1500 Pa, dengan kecepatan aliran udara sekitar 17,5 m/s. Untuk system saluran udara di Industri, dimana seringkali digunakan ventilasi mekanik dan untuk mengontrol polusi digunakan system saluran udara dengan tekanan yang lebih tinggi dari 1500 Pa. 2. Material Ducting Underwriters Laboratory (UL) mengklasifikasikan system saluran udara berdasarkan kemampuan materialnya untuk mudah terbakar dan menjalar serta menghasilkan asap, untuk itu UL membaginya menjadi 3 kelas ; a. Class 0. Ducting tahan api, tidak bisa terbakar dan tidak menghasilkan asap. b. Class 1. Ducting bisa terbakar namun tidak lebih dari 25% dan tidak berlanjut. c. Class 2. Suatu ducting bisa terbakar dengan kecepatan 50% dan rate asap yang dihasilkan diberi nilai 100. Sementara untuk bentuk ducting bisa dibedakan menjadi ducting persegi (kotak), ducting bulat, ducting oval dan ducting fleksible sebagaimana di tunjukan pada gambar 2.
Gambar 7. Berbagai tipe bentuk ducting, (a). Kotak, (b). bulat, (c). oval,dan (d). Ducting fleksible
d. Prosedur Desain Prosedur untuk merencanaan suatu sistem saluran udara secara umum bisa dijelaskan sebagai berikut : 1. Pelajari layout gedung atau ruangan yang akan dipasangi saluran udara, rencanakan system suplai dan ekhaust untuk mendapatkan distribusi udara untuk tiap ruangan dengan memperhitungkan jumla udara yang dibutuhkan untuk ruangan termasuk untuk mengatasi beban panas dan kebocoran. Tentukan jumlah suplai (inlet) dan ekhaust (outlet) yang dibutuhkan sesuia dengan tekanan yang dibutuhkan. 2. Pilih ukuran outlet sesuai dengan yang ada di pasaran. 3. Pilih system saluran udara, hubungan inlet dan outlet yang telah ditentukan posisi nya dengan system saluran udara tersebut, gunakan saluran udara tipe bulat jika memungkinkan. 4. Bagi system saluran udara dalam section, tentukan suplai dan ekhaust terminal, fitting, dan komponen – komponen ducting yang lain. 5. Tentukan ukuran ducting dengan menggunakan metode desain yang tepat. Hitung tekanan total dari system, dan pilih fan. 6. Gambar layout system saluran udara dengan detail, jika ducting dan fitting berubah hitung kembali kerugian tekanan total dan pilih kembali fan. 7. Sesuaikan ukuran ducting untuk memenuhi criteria balancing. 8. Analisa ducting yang sudah direncanakan terhadap noise. e. Metode Desain Saluran Udara Desain saluran udara (ducting) adalah untuk menentukan dimensi masing – masing section pada saluran udara. Setelah setiap section ditentukan ukurannya maka tekanan total dari system saluran udara dapat dihitung dan tekanan suplai dari fan dapat ditentukan dari kerugian tekanan total dalam system pengkondisian udara. Ada 4 metode desain system saluran udara yang sering kali digunakan, yaitu : 1. Metode gesekan sama dengan kecepatan maksimum (Equalfriction method with maximum velocity) Pada metode gesekan sama ini, ducting ditentukan ukurannya sedemikian rupa sehingga kerugian gesekan per satuan panjang ducting untuk tiap section adalah sama / konstan. Setelah dihitung/dipilih dimensi akhir dari ducting biasanya akan diambil ke pendekatan yang ada sesuai dengan ukuran ducting standard. Kerugian total tekanan dari system ducting pt sama dengan jumlah dari kerugian gesek dan kerugian dinamis pada berbagai section sepanjang system ducting yang kritis (biasanya diambil system ducting yang paling panjang).
Dimana ; L1, L2, . . . , Ln panjang ducting pada section 1, 2, . . . , n, (m) Le1, Le2, . . . , Len panjang equivalent fitting pada section 1, 2, . . . , n, (m) Jika kerugian dinamis dari suatu fitting saluran udara sama dengan kerugian gesek dari suatu ducting dengan panjang equivalent Le, dalam m, maka ;
Dan panjang equivalent dapat dicari sebagai berikut ;
Pemilihan pf,u biasanya berdasarkan pengalaman, misalnya untuk system tekanan rendah digunakan nilai sebesar 0.82 Pa / m. Dan kecepatan maksimum aliran udara dalam ducting digunakan sebagai pembatas. Metode gesekan sama ini biasanya tidak optimal dalam biaya, dan damper seringkali diperlukan untuk membuat system balance. Dan karena perhitungan yang digunakan cukup sederhana, system ini banyak digunakan untuk mendesain system saluran udara yang kecil. 2. T Method T – method diaplikasikan berdasarkan ide tree staging sehingga dinamakan sebagai T method. Tujuan dari methode ini adalah untuk mengoptimasikan ratio antara kecepata pada setiap section saluran udara. T method ini terdiri dari prosedure sebagai berikut; a. System condensing, menyederhanakan berbagai section ducting menjadi satu sistem yang lebih sederhana dengan karakteristik hidrolik yang sama. b. Fan selection, pemilihan fan untuk mendapatkan tekanan yang optimum. c. Ekpansi system - mengembangkan section ducting menjadi sistem seperti sebelumnya dengan distribusi kerugian tekanan total yang optimum pada berbagai section ducting. T – method dapat digunakan untuk menentukan dengan pasti kerugian tekanan total pada cabang ducting. Namun begitu,
koefisien kerugian total yang bervariasi pada saat iterasi juga harus dipertimbangkan pada saat optimasi. 3. Metode kecepatan konstan (Constant-velocity method) Metode kecepatan konstan seringkali digunakan pada system saluran udara buang (exhaust system) yang membuang partikel emsisi keluar ruangan, jadi aplikasi pada system pengkondisian udara pada industry. Pertama – tama dari metode ini adalah menentukan minimum kecepatan aliran udara pada masing – masing section ducting dengan mengacu pada partikel yang harus dibuang (semakin berat partikel, semakin besar kecepatan / tekanan yang dibutuhkan) sesuai dengan pengalaman ataupun data yang ada. Berdasarkan kecepatan ini, maka luas penampang ducting dan dimensi ducting dapat ditentukan. Kerugian tekanan total dari system ducting pt (Pa) dapat dihitung sebagai berikut :
Dimana v1, v2, . . . , vn adalah kecepatan rata –rata aliran udara pada ducting section 1, 2, . . . , n, (m/ s) C1, C2, . . . , Cn adalah koefisien gesekan local pada section 1, 2, . . . , n, Nilai K = 5.35 x 105 for I-P unit (1 for SI unit) 4. Static regain method Pada metode ini ukuran ducting didesain sedemikian rupa sehingga kenaikan tekanan static (static region) akibat penurunan kecepatan didalam cabang utama setelah masing – masing cabang keluar mendekati / hamper sama dengan kerugian tekanan section ducting sepanjang cabang utama secara berututan. Akibatnya, tekanan statis dari ujung ducting akan sama dengan tekanan pada section sebelumnya.
Gambar 8.
Sebagai contoh, suatu ection dari ducting persegi pada titik 1 – 2 ditunjukan pada gambar. Ukuran dari ducting ini ditentukan sehingga v1 dan v2 kecepatan rata – rata pada bidang 1 dan 2, dan V1 dan V2 adalah laju aliran vlume, dan A1 and A2 luas
penampang melintang. Kerugian tekanan total pada section 1 – 2 terdiri atas kerugian gesekan pf1-2 dan kerugian dinamik pada aliran yang melewati diverging tee p1c,s. Hubungan antara tekanan total pada bidang 1 dan 2 dapat dituliskan sebagai berikut
Karena pt = ps+ pv , dan densitas udara 1 dan 2 diabaikan maka pf1-2 = pf,u. L1-2. Disini L1-2 menunjukan panjang ducting pada section 1 – 2. Jika tekanan static pada bidang 1 dan 2 sama, maka ps1 = ps2, sehingga:
Jika v adalah kecepatan aliran udara dalam m/sm dan pf,u dalam Pa per meter, dan adalah 1,20 kg/m3, dan gc adalah 9,81 kg.m/s2. Maka kecepatan rata – rata aliran udara pada ducting dengan ukuran tertentu adalah :
Gambar 9.
Untuk setiap section ducting pada bidang n – 1 dan n, jika kerugian koefisien total pada fitting adalah cn, dan koefisien kerugian adalah C(n-1)c,s maka kecepatan aliran pada ducting tersebut ; {
2 −∆𝑝 0.5 [1−(𝐶(𝑛−1) 𝐶2 𝑆)𝑉𝑛−1 𝑓,𝑢 𝑙𝑛]
1+𝐶𝑛
}…………............... (1)
f. GMD dan GMR 1. GMD GMD singkatan dari Geometric Mean Distance. Jika suatu lingkaran pada jejari r terdapat n titik yang jaraknya satu sama lain sama besar maka GMD antara titiktitik itu adalah: 𝑛−1 𝐺𝑀𝐷 = 𝑟 √𝑛 ………………………………………… (2) - Kapasitansi dan reaktansi kapasistif pada rangkaian fase tunggal Jika ada dua kawat paralel dipisahkan oleh media isolasi akan terbentuk kapasitor, jadi mempunyai sifat untuk menyimpan muatan listrik. Jika suatu perbedaan tegangan dipertahankan antara kedua kawat maka muatan-muatan listrik pada kawat-kawat tersebut mempunyai tanda-tanda yang berlawanan (Syahputra, 2017). Jika kita memandang dua kawat penghantar, yaitu kawat 1 dan kawat 2, masing-masing memiliki potensial e1 dan e2. Perbedaan potensial antara kawat 1 dan kawat 2 diberikan oleh persamaan berikut. 𝑞
1
1
1
2
𝑒12 = 𝑒1− 𝑒2 = 2𝜋𝜀1 ℎ [ln 𝑟 + ln 𝑟 + 2 𝐷12 …………………(3) 𝑣
dengan, 𝜀𝑣 = konstanta dielektrik ruang hampa = 8,854 x 10-12 farad per meter. 2. GMR Geometric Mean Radius (GMR) atau jejari rata-rata geometris dari suatu luas (area) adalah limit dari jarak rata-rata geometris (GMD) antara pasanganpasangan elemen dalam luas iti sendiri jika jumlah elemen itu diperbesar sampai tak berhingga. Khusus untuk kawat bundar, GMR untuk satu kawat ialah jejari dari suatu silinder berdinding yang sangat tipis mendekati nol sehingga induktansi dari silinder itu sama dengan induktansi kawat asli (Syahputra, 2017). - Induktansi 1
1
𝐿1 = 2𝜋 × 10−7 ℎ[𝑙𝑛 𝑟 + 4 + ln 𝐷12 ]………………..(4) 1
1
−7
𝐿1 = 2𝜋 × 10 ℎ[𝑙𝑛 𝑟 + ln 𝑒 1
𝐿1 = 2𝜋 × 10−7 ℎ[𝑙𝑛
1 1 − 𝑟1 𝑒 4
1⁄ 4
+ ln 𝐷12 ]………….(5)
1
+ 4 + ln 𝐷12 ]………………...(6)
Pemakaian GMR ini membutuhkan distribusi arus yang uniform dan tidak ada bahan-bahan magnetik. Jika yang dibahas adalah penghantar ACSR dimana berinti baja yang merupakan bahan magnetik, maka dalam hal ini biasanya diasumsikan arus mengalir dalam kawatkawat
penghantar, dan arus yang sangat kecil pada inti baja diabaikan. Dengan demikian pengertian GMR pada ACSR dapat dipergunakan.
2. Saluran Kabel Bawah Tanah (Underground Cable) Saluran transmisi yang menyalurkan energi listrik melalui kabel yang dipendam didalam tanah. Kategori saluran seperti ini adalah favorit untuk pemasangan didalam kota, karena berada didalam tanah maka tidak mengganggu keindahan kota dan juga tidak mudah terjadi gangguan akibat kondisi cuaca atau kondisi alam. Namun tetap memiliki kekurangan, antara lain mahal dalam instalasi dan investasi serta sulitnya menentukan titik gangguan dan perbaikkannya.
Gambar 10. Saluran Listrik Bawah tanah
Gambar 11. Saluran Bawah Laut
3. Saluran Isolasi Gas Saluran Isolasi Gas (Gas Insulated Line/GIL) adalah Saluran yang diisolasi dengan gas, misalnya: gas SF6, seperti gambar Karena mahal dan resiko terhadap lingkungan sangat tinggi maka saluran ini jarang digunakan
Gambar 12. Saluran Listrik Isolasi Gas
2. Klasifikasi Saluran Transmisi Berdasarkan Tegangan Transmisi tenaga listrik sebenarnya tidak hanya penyaluran energi listrik dengan menggunakan tegangan tinggi dan melalui saluran udara (overhead line), namun transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya, yang besaran tegangannya adalah Tegangan Ultra Tinggi (UHV), Tegangan Ekstra Tinggi (EHV), Tegangan Tinggi (HV), Tegangan Menengah (MHV), dan Tegangan Rendah (LV). Sedangkan Transmisi Tegangan Tinggi adalah berfungsi menyalurkan energi listrik dari satu substation (gardu) induk ke gardu induk lainnya. Terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang (tower) melalui isolator, dengan sistem tegangan tinggi. Standar tegangan tinggi yang berlaku diindonesia adalah 30kV, 70kV dan 150kV (Arief, 2013). Ditinjau dari klasifikasi tegangannya, transmisi listrik dibagi menjadi : 1. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 200kV-500kV Pada umumnya saluran transmisi di Indonesia digunakan pada pembangkit dengan kapastas 500 kV. Dimana tujuannya adalah agar drop tegangan dari penampang kawat dapat direduksi secara maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien. Akan tetapi terdapat permasalahan mendasar dalam pembangunan SUTET ialah konstruksi tiang (tower) yang besar dan tinggi, memerlukan tanah yang luas, memerlukan isolator yang banyak, sehingga memerlukan biaya besar. Masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET adalah masalah sosial, yang akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan (Arief, 2013). 2. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 30kV-150kV Pada saluran transmisi ini memiliki tegangan operasi antara 30kV sampai 150kV. Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau doble sirkuit, dimana 1 sirkuit terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar netralnya diganti oleh tanah sebagai saluran kembali. Apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masing-masing phasa terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Qudrapole) dan Berkas konduktor disebut Bundle Conductor. Jarak terjauh yang paling efektif dari Transmission of Electrical Energy 11 saluran transmisi ini ialah 100km. Jika jarak transmisi lebih dari 100 km maka tegangan jatuh (drop voltaje) terlalu besar, sehingga tegangan diujung transmisi menjadi rendah (Arief, 2013). 3. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) 6 kV – 20 kV Di Indonesia, pada umumnya tegangan operasi SUTM adalah 6 KV dan 20 KV. Namun secara berangsur-angsur tegangan operasi 6 KV dihilangkan dan saat ini hampir semuanya menggunakan tegangan operasi 20 KV. Transmisi SUTM digunakan pada jaringan tingkat tiga, yaitu jaringan distribusi yang menghubungkan dari Gardu Induk, Penyulang (Feeder), SUTM, Gardu Distribusi, sampai dengan ke Instalasi Pemanfaatan (Pelanggan/ Konsumen). Berdasarkan sistem pentanahan titik netral trafo,
efektifitas penyalurannya hanya pada jarak (panjang) antara 15 km sampai dengan 20 km. Jika transmisi lebih dari jarak tersebut, efektifitasnya menurun, karena relay pengaman tidak bisa bekerja secara selektif. Dengan mempertimbangkan berbagai kondisi yang ada (kemampuan likuiditas atau keuangan, kondisi geografis dan lain-lain) transmisi SUTM di Indonesia melebihi kondisi ideal di atas (Arief, 2013). 4. Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 30kV-150kV Saluran transmisi ini menggunakan kabel bawah tanah, dengan alasan beberapa pertimbangan : - Ditengah kota besar tidak memungkinkan dipasang SUTT, karena sangat sulit mendapatkan tanah untuk tapak tower. - Untuk Ruang Bebas juga sangat sulit dan pasti timbul protes dari masyarakat, karena padat bangunan dan banyak gedung-gedung tinggi. - Pertimbangan keamanan dan estetika. - Adanya permintaan dan pertumbuhan beban yang sangat tinggi. 5. Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) 6 kV – 20 vK Ditinjau dari segi fungsi , transmisi SKTM memiliki fungsi yang sama dengan transmisi SUTM. Perbedaan mendasar adalah, SKTM ditanam di dalam tanah. Beberapa pertimbangan pembangunan transmisi SKTM adalah: - Kondisi setempat yang tidak memungkinkan dibangun SUTM. - Kesulitan mendapatkan ruang bebas (ROW), karena berada di tengah kota dan pemukiman padat. - Pertimbangan segi estetika. 3. Komponen Saluran Transmisi Tenaga Listrik Saluran transmisi tenaga listrik terdiri atas konduktor, isolator, dan infrastruktur tiang penyangga. 1. Konduktor Kawat dengan bahan konduktor untuk saluran transmisi tegangan tinggi selalu tanpa pelindung/isolasi kawat. Ini hanya kawat berbahan tembaga atau alumunium dengan inti baja (steel-reinforced alumunium cable/ACSR) telanjang besar yang terbentang untuk mengalirkan arus listrik. Jenis-jenis kawat penghantar yang biasa digunakan antara lain : 1. Tembaga dengan konduktivitas 100% (cu 100%) 2. Tembaga dengan konduktivitas 97,5% (cu 97,5%) 3. Alumunium dengan konduktivitas 61% (Al 61%) Kawat tembaga mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kawat penghantar alumunium, karena konduktivitas dan kuat tariknya lebih tinggi. Akan tetapi juga mempunyai kelemahan yaitu untuk besaran tahanan yang sama, tembaga lebih berat dan lebih mahal dari alumunium. Oleh karena itu
kawat penghantar alumunium telah mulai menggantikan kedudukan kawat tembaga. Untuk memperbesar kuat tarik dari kawat alumunium, digunakan campuran alumunium (alumunium alloy). Untuk saluran transmisi tegangan tinggi, dimana jarak antara menara/tiang berjauhan, maka dibutuhkan kuat tarik yang lebih tinggi, oleh karena itu digunakan kawat penghantar ACSR. Kawat penghantar alumunium, terdiri dari berbagai jenis, dengan lambang sebagai berikut : 1. AAC (All-Alumunium Conductor), yaitu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari alumunium. 2. AAAC (All-Alumunium-Alloy Conductor), yaitu kawat penghantar yang seluruhnya terbuat dari campuran alumunium. 3. ACSR (Alumunium Conductor, Steel-Reinforced), yaitu kawat penghantar alumunium berinti kawat baja. 4. ACAR (Alumunium Conductor, Alloy-Reinforced), yaitu kawat penghantar alumunium yang diperkuat dengan logam campuran.
Gambar 13. Jenis-jenis Kawat Transmisi Listrik
Konduktor dalam rekayasa elektronik adalah zat yang dapat melakukan arus listrik, baik dalam bentuk padat, cair atau gas. Karena itu konduktif, itu disebut konduktor (www.dosenpendidikan.com). Bahan konduktor merupakan penghantar listrik yang baik . Bahan ini mempunyai daya hantar listrik (Electrical Conductivity) yang besar dan tahanan listrik (Electrical resistance) yang kecil. Bahan penghantar listrik berfungsi untuk mengalirkan arus listrik. Saat melakukan penyaluran arus listrik yang perlu di perhatikan adalah fungsi kabel , kumparan/ lilitan yang ada pada alat listrik yang anda jumpai . Juga pada saluran transmisi/distribusi. Dalam teknik listrik , bahan penghantar yang sering di jumpai adalah tembaga dan alumunium (Rika, 2015). a. Sifat Sifat Bahan Konduktor Dalam bahan konduktor mempunyai sifat sifat penting seperti: 1. Daya hantar listrik Arus yang mengalir dalam suatu penghantar selalu mengalami hambatan dari penghantar itu sendiri. Besar hambatan tersebut tergantung dari bahannya. Besar hambatan tiap meternya dengan luas penampang 1mm2 pada temperatur200C dinamakan hambatan jenis.
Besarnya hambatan jenis suatu bahan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : R= ρl/A…………………………………. .(7) dimana : R : Hambatan dalam penghantar, satuanya ohm (Ω) ρ : hambatan jenis bahan, dalam satuan ohm.mm2/m l : panjang penghantar, satuannya meter (m) A : luas penampang kawat penghantar, satuanya mm2 2. Koefesien suhu tahanan Telah kita ketahui bahwa dalam suatu bahan akan mengalami perubahan volume bila terjadi perubahan temperatur. Bahan akan memuai jika temperatur suhu naik dan akan menyusut jika temperatur suhu turun. Bahan penghantar yang paling banyak dipakai adalah tembaga , karena tembaga merupakan bahan penghantar yang paling baik setelah perak dan harganya pun murah karena banyak terdapat dimana-mana . Akhir-akhir ini banyak digunakan alumunium dan baja sebagai penghantar walaupun tahanan jenisnya cukup besar , hal ini dengan pertimbangan sangat berlimpah dan harganya menjadi lebih murah 3. Daya hantar panas Daya hantar panas menunjukkan jumlah panas yang melalui lapisan bahan tiap satuan waktu. Diperhitungkan dalam satuan Kkal/jam 0C. Terutama diperhitungkan dalam pemakaian mesin listrik beserta perlengkapanya. Pada umumnya logam mempunyai daya hantar panas yang tinggi sedangkan bahan-bahan bukan logam rendah. 4. Kekuatan tegangan tarik dan Sifat mekanis bahan sangat penting, terutama untuk hantaran diatas tanah. Oleh sebab itu, bahan yang dipakai untuk keperluan tersebut harus diketahui kekuatanya. Terutama menyangkut penggunaan dalam pendistribusian tegangan tinggi. Penghantar listrik dapat berbentuk padat , cair , atau gas . yang berbentuk padat umumnya logam , elektrolit dan logam cair (air raksa) merupakan penghantar cair , dan udara yang diionisasikan dan gas-gas mulia (neon) ,kripton ,dsb) sebagai penghantar bentuk gas . 5. Timbulnya daya electro motoris termo Sifat ini sangat penting sekali terhadap dua titik kontak yang terbuat dari dua bahan logam yang berlainan jenis, karena dalam suatu rangkaian, arus akan menimbulkan daya elektro-motoris termo tersendiri bila terjadi perubahan temperatur suhu. Daya elektro-motoris termo dapat terjadi lebih tinggi, sehingga dalam pengaturan arus dan tegangan dapat menyimpang meskipun sangat kecil. Besarnya perbedaan tegangan yang dibangkitkan tergantung
pada sifat-sifat kedua bahan yang digunakan dan sebanding dengan perbedaan temperaturnya. Daya elektro-motoris yang dibangkitkan oleh perbedaan temperatur disebut dengan daya elektro-motoris termo. b. Macam Macam Bahan Konduktor Fungsi penghantar pada teknik lisrik adalah untuk menyalurkan energi listrik dari satu titik ke titik lain penghantar yang lazim digunakan antara lain: Tembaga dan Alumunium (Rika, 2015). Beberapa bahan penghantar yang masih ada dan relevasinya ,antara lain : 1. Alumunium 2. Tembaga 3. Baja 4. Wolfram 5. Molibdenum 6. Platina 7. Air raksa 8. Bahan-bahan resistivitas tinggi 9. Timah hitam c. Kriteria Bahan Konduktor Penghantar tenaga listrik, selain mensyaratkan konduktivitas yang tinggi juga membutuhkan sifat mekanis dan fisika tertentu yang disesuaikan dengan penggunaan penghantar itu sendiri. Selain masalah teknis, penggunaan logam sebagai penghantar ternyata juga sangat ditentukan oleh nilai ekonomis logam tersebut dimasyarakat. Sehingga suatu kompromi antara nilai teknis dan ekonomi logam yang akan digunakan mutlak diperhatikan. Nilai kompromi termurahlah yang akan menentukan logam mana yang akan digunakan. Pada saat ini, logam Tembaga dan Aluminium adalah logam yang terpilih diantara jenis logam penghantar lainnya yang memenuhi nilai kompromi teknis ekonomis termurah (Rika, 2015). Kriteria mutu lainnya yang juga harus dipenuhi meliputi seluruh atau sebagian dari sifat – sifat atau kondisi berikut ini, yaitu: 1. Komposisi kimia. 2. Sifat tarik seperti kekuatan tarik (tensile strength) dan regangan tarik (elongation). 3. Sifat bending 4. Diameter dan variasi yang diijinkan. 5. Kondisi permukaan kawat harus bebas dari cacat, dan lain-lain. d. Karakteristik Konduktor Ada 2 (dua) jenis karakteristik konduktor , yaitu : 1. Karakteristik mekanik, yang menunjukkan keadaan fisik dari konduktor yang menyatakan kekuatan tarik dari pada konduktor (dari
SPLN 41-8:1981, untuk konduktor 70 mm berselubung AAAC-S pada suhu sekitar 30 oC, maka kemampuan maksimal dari konduktor untuk menghantar arus adalah 275 A). 2. Karakteristik listrik, yang menunjukkan kemampuan dari konduktor terhadap arus listrik yang melewatinya (dari SPLN 41-10 : 1991, untuk konduktor 70 mm2 berselubung AAAC-S pada suhu sekitar 30 oC, maka kemampuan maksimum dari konduktor untuk menghantar arus adalah 275 A). e. Klasifikasi Konduktor Menurut Konstruksinya 1. Kawat padat (solid wire) berpenampang bulat. 2. Kawat berlilit (standart wire) terdiri 7 sampai dengan 61 kawat padat yang dililit menjadi satu, biasanya berlapis dan konsentris. 3. kawat berongga (hollow conductor) adalah kawat berongga yang dibuat untuk mendapatkan garis tengah luar yang besar.( \ f. Persyaratan Persyaratan Bahan Konduktor 1. Konduktifitasnya cukup baik. 2. Kekuatan mekanisnya (kekuatan tarik) cukup tinggi. 3. Koefisien muai panjangnya kecil. 4. Modulus kenyalnya (modulus elastisitas) cukup besar. 2. Isolator Isolator pada sistem transmisi tenaga listrik disni berfungsi untuk penahan bagian konduktor terhadap ground. Isolator disini bisanya terbuat dari bahan porseline, tetapi bahan gelas dan bahan isolasi sintetik juga sering digunakan disini. Bahan isolator harus memiiki resistansi yang tinggi untuk melindungi kebocoran arus dan memiliki ketebalan yang secukupnya (sesuai standar) untuk mencegah breakdown pada tekanan listrik tegangan tinggi sebagai pertahanan fungsi isolasi tersebut. Kondisi nya harus kuat terhadap goncangan apapun dan beban konduktor. Jenis isolator yang sering digunakan pada saluran transmisi adalah jenis porselin atau gelas. a. Jenis jenis isolator Menurut penggunaan dan konstruksinya, isolator diklasifikasikan menjadi : 1. Isolator Jenis Pasak
Gambar 14. Isolator Jenis Pasak
Isolator pasak adalah isolator yang memiliki pasak baja yang disekrup pada bagian bawahnya, digunakan untuk keperluan sendiri – sendiri, karena kekuatan mekanisnya rendah maka isolator ini dibuat dengan ukuran yang tidak besar 2. Isolator Jenis Pos-Saluran
Gambar 15. Isolator Jenis Pos-Saluran
Isolator pos saluran terbuat dari porselin dengan pasak baja yang dipasang pada bagian bawah isolator. Isolator ini terletak pada bagian ujung saluran. 3. Isolator Jenis Gantung
Gambar 16. Isolator Jenis Gantung
Isolator gantung (suspension), geandengan isolator gantung pada umumnya dipakai pada saluran transmisi tegangan tinggi. Ada dua jenis isolator gantung yaitu yaitu jenis clevis dan jenis ball-andsocket. Isolator jenis pasak dan isolator jenis pos-saluran digunakan pada saluran transmisi dengan tagangan kerja relatif rendah (kurang dari 22-33kV), sedangkan isolator jenis gantung dapat digandeng menjadi rentengan rangkaian isolator yang jumlahnya dapat disesuaikan dengan kebutuhan (Rika, 2015).
b. Pasangan Isolator Pasangan isolator terbuat dari besi baja yang ukurannya disesuaikan dengan tegangan, jenis dan ukuran penghantar, kekuatan mekanis, serta konstruksi penopangnya. Dengan demikian dikenal baut-U, klevis, link, mata, ball and socket dsb., permukaan logam ini biasanya digalvanisasi. 1. Busur Tanduk/Tanduk Api dan Cincin Perisai Bila terjadi lompatan api (flashover) pada gandengan isolator, maka isolatornya akan rusak karena busur apinya. Untuk menghindari kerusakan ini, maka pada gandengan isolator gantung dan isolator batang panjang dipasang busur tanduk (archinghorns). Busur tanduk ditempatkan pada bagian atas dan bawah dari gandengan isolator, serta dibentuk sedemikian rupa sehingga busur api tidak akan mengenai isolator waktu lompatan api terjadi. Jarak antara tanduk atas dan bawah biasanya 75-85 % dari panjang gandengan. Tegangan lompatan api untuk gandengan isolator dengan busur tanduk ditentukan oleh jarak tanduk ini. Busur tanduk biasanya dipakai untuk saluran transmisi dengan tegangan diatas 110 kV, atau diatas 66 kV didaerah-daerah dengan tingkat isokeronik yang tinggi. Cincin perisai diapasang pada ujung kawat dari isolator untuk mencegah terjadinya korona pada ujung tersebut. Efek pencegahan korona juga dimiliki oleh busur tanduk ini.
Gambar 17. Gandengan Isolator Gantung
2. Jepitan Untuk penghantar dipakai pengapit gantungan (suspension clamps) dan pengapit tarikan (tension clamps) sedang untuk kawat tanah dipakai pengapit sederhana. Ada dua jenis pengapit gantung, yang satu dengan batang pelindung dan yang lain tanpa batang pelindung (armor rods). Pengapit dipilih dengan memperhatikan macam dan ukuran kawat, kuat tarik maksimumnya, serta dibentuk sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kerusakan dan kelelahan karena getaran (vibration) dan sudut andongan dari kawat.
c. Karakteristik Isolator Jaringan Karakteristik pada isolator dapat dibagi menjadi: 1. Karakteristik Isolator a. Mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi agar dapat menahan beban kawat penghantar b. Memiliki konstanta dielektrikum (relative permittivity) yang tinggi, agar memberikan kekuatan dielektrik (dielectric strength) tinggi juga. c. Mempunyai tahanan isolasi (insulation resistance) yang tinggi agar dapat menghindari kebocoran arus ke tanah d. Mempunyai perbandingan (ratio) yang tinggi antara kekuatan pecah dengan tegangan loncatan api (flash over voltage) e. Menggunakan bahan yang tidak berpori-pori dan tidak terpengaruh oleh perubahan temperatur f. Bebas dari kotoran dari luar dan tidak retak maupun tergores, agar dapat dilewati oleh air atau gas di atmosfir g. Mempunyai kekuatan dielektrik (dielectric strenght) dan kekuatan mekanis (mechanis strenght) yang tinggi h. Bahan yang mampu mengisolir atau menahan tegangan yang mengenainya i. Tidak terlalu berat Bahan yang disebut sebagai bahan isolator adalah bahan dielektrik, ini disebabkan jumlah elektron yang terikat oleh gaya tarik inti sangat kuat. Elektro-elektronya sulit untuk bergerak atau bahkan tidak sangat sulit berpindah, walaupun telah terkena dorongan dari luar. Bahan isolator sering digunakan untuk bahan penyekat (dielektrik). Pennyekat listrik terutama dimaksudkan agar listrik tidak dapat mengalir jika pada bahan penyekat tersebut diberi tegangan listrik. Untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut, diperlukan jenis bahan yang sesuai. Selain syarat tersebut juga diperlukan syarat yang lain yang dipertimbangkan untuk memenuhi pemakaianya. Antara lain: 1. Sifat Kelistrikan isolator Isolator memiliki dua elektroda yang terbuat dari bahan logam berupa besi atau baja campuran sebagai tutup (cap) dan pasak (pin) yang dipisahkan oleh bahan isolasi. Dimana tiap bahan isolasi mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang mengenainya tanpa menjadi rusak, yang disebut dengan kekuatan dielektrikum.Apabila tegangan diterapkan pada isolator yang ideal di kedua elektroda tersebut, maka dalam waktu singkat arusnya yang mengalir terhenti dan didalam bahan isolasi terjadi suatu muatan
(Q). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan tegangan (V) diantara kedua elektroda. Besarnya muatan itu adalah : Q = C.V………………………………………...(8) Dimana nilai kapasitas C tergantung pada nilai konstanta dielektrik dari suatu bahan uang terdapat diantara kedua elektroda tersebut. Makin tinggi nilai konstanta dielektrikum suatu bahan isolasi makin besar kapasitansi isolasi tersebut. Untuk bahan isolasi porselin dan gelas nilai konstante dielektriknya lebih tinggi dibandingkan dengan bahan-bahan isolasi yang lain. Bandingkan konstante dielektrik bahan-bahan di bawah ini. Tabel 2.2 Nilai Konstanta Dilektrikum Beberapa Bahan
Jenis Bahan Ebonit Fiber Gelas Mika Minyak
ε
Jenis ε Bahan 2,8 Parafin 2,1 – 2,5 2,5 – 5 Kertas 2,0 – 2,6 5,4 – 9 Porselin 5,7 – 6,8 2,5 – 6,6 Air 2,0 – 3,5 2,2 – 6,6 Kayu 2,5 – 7,7 Selain nilai konstanta dielektrik yang mempengaruhi nilai kapasitansi, luas dan tebalnya suatu bahan mempengaruhi juga nilai kapitansi tersebut. Makin besar volume suatu bahan makin bertambah tinggi muatannya, dan makin besar nilai kapasitansinya yang ditentukan dengan persamaan. C=ε
A
……………………… ..(9)
4πd
Dimana : C = kapasitansi suatu bahan (Farad) ε = konstanta dilektrikum A = luas permukaan bahan (m2 ) d = diameter atau tebal bahan (m) Nilai kapasitansi ini akan diperbesar lagi karena kelembaban udara, debu, panas udara, kerusakan mekanis, proses kimia serta tegangan lebih yang mempengaruhi permukaan dari bahan isolasi tersebut. Oleh karena itu pendistribusian tegangan pada bahan isolasi tidak seragam, dan lebih besar pada bagian yang terkena tegangan. Hal ini disebabkan terjadinya arus kebocoran (leakage current) yang melalui permukaan bahan tersebut. Arus kebocoran ini kecil kalau dibandingkan dangan arus yang mengalir pada bahan isolasi tersebut,yang besarnya adalah :
V
Il = R …………………………....(10) i
Dimana : Il = arus kebocoran dalam Ampere V = tegangan yang melaluinya dalam Volt Ri = tahanan isolasi dalam Ω Hal tersebut diatas membuat isolator manjadi tidak ideal, yang seharusnya arus mengalir berhenti dalam waktu yang singkat, akan tetapi turun perlahan-lahan. Akan tidak ideal lagi isolator tersebut apabila terjadi tegangan yang diterapkan diantara kedua elektroda isolator tersebut mengalami tegangan loncatan api (flash over voltage) atau tegangan tembus pada isolator ini. Dalam sistim tenaga listrik tegangan loncatan api ini biasa dikatakan sebagai tegangan lebih (over voltage) yang ditimbulkan dari dua sumber. Pertama sumber berasal dari sistim itu sendiri yang berupa hubungan singkat (short circuit), sedang yang kedua sumber dari luar sistim biasa disebut gangguan sambaran petir. Tegangan Tembus merupakan Tegangan di mana isolasi antara dua konduktor akan rusak. Tegangan ini harus setidaknya 50 % ~ 100 % lebih besar dari tegangan kapasitor dinilai. Tegangan tembus inilah yang terutama menentukan nilai suatu isolator sebagai penyekat dan menunjukkan kekuatan dielektrik dari isolator yang besarnya untuk tiap-tiap isolator berbeda-beda. Isolator terdiri dari bahan porselin yang diapit oleh elektrodaelektroda. Dengan demikian isolator terdiri dari sejumlah kapasistansi. Kapasistansi ini diperbesar oleh terjadinya lapisan yang menghantarkan listrik, karena kelembaban udara, debu dan bahan-bahan lainnya pada permukaan isolator tersebut. Karena kapasistansi ini maka distribusi tegangan pada saluran gandengan isolator tidak seragam. Potensial pada bagain yang terkena tegangan (ujung saluran) adalah paling besar dengan memasang tanduk busur api (arcing horn), maka distribusi tegangan diperbaiki. Tegangan lompatan api (flashover voltage) pada isolator terdiri atas tegangan-tegangan lompatan api frekuensi rendah (bolak-balik), impuls dan tembus dalam minyak (bolak-balik frekuensi rendah). Tegangan lompatan api frekuensi rendah kering adalah tegangan lompatan apai yang terjadi bila tegangan diterapkan diantara kedua elektroda isolator yang bersih dan kering permukaanya, nilai konstanta serta nilai dasar karakteristik isolator. Tegangan lompatan api basah adalah tegangan lompatan api yang terjadi bila tegangan
diterapkan diantara tegangan kedua elektroda isolator yang basah karena hujan, atau dibasahi untuk menirukan hujan. Tegangan lompatan api impuls adalah tegangan lompatan api yang terjadi bila tegangan impuls dengan gelombang standar diterapkan. Karakteristik impuls terbagi atas polaritas positif dan negatif. Biasanya tegangan dengan polaritas positif (yang memberikan nilai loncatan api yang rendah) yang dipakai. Untuk polaritas positif tegangan loncatan api basah dan kering sama. Tegangan tembus (puncture) frekuensi rendah menunjukan kekuatan dielektrik dari isolator, dan terjadi bila tegangan frekuensi rendah diterapkan antara kedua elektroda isolator yang dicelupkan pada minyak sampai isolator tembus. Untuk isolator dalam keadaan baik tegangan tembus ini lebih tinggi dari tegangan loncatan api frekuensi rendah, dan nilainya kira-kira 140 kV untuk isolator gantung 250 mm. 2. Sifat Mekanis isolator Selain harus memenuhi persyaratan listrik, isolator harus memiliki kekuatan mekanis guna memikul beban mekanis penghantar yang diisolasikannya. Porselin sebagai bagian utama isolator, mempunyai sifat sebagai besi cor, dengan tekanan-tekanan yang besar dan kuat-tarik yang lebih kecil. Kuat tariknya biasanya 400-900 kg/cm2 , sedangkan kuat tekanannya 10 kali lebih besar. Porselin harus bebas dari lubang-lubang (blowholes) goresangoresan, keretakan-keretakan, serta mempunyai ketahanan terhadap perubahan suhu yang mendadak tumbukan-tumbukan dari luar. Gaya tarik isolator yang telah dipasang relatif besar, sehingga kekuatan porselin dan bagian-bagian yang disemenkan padanya harus dibuat besar dari kekuatan bagian-bagian logamnya.Kekuatan mekanis dari isolator gantung dan isolator batang panjang harus diuji untuk mengetahui kemampuan mekanis dan keseragamannya. Kekuatan jenis ini dan line post ditentukan oleh kekuatan pasaknya (pin) terhadap moment tekukan (bending momen) oleh penghantar. Pengkajian kekuatannya karena itu dilakukan dengan memberikan beban kawat secara lateral terhadap pasak. Dalam perencanaan saluran transmisi udara, tegangan lebih pada isolator merupakan faktor penting. Ditempat-tempat dimana pengotoran udara tidak mengkhawatirkan, surja-hubung (switchingsurge) merupakan faktor penting dalam penentuan jumlah isolator dan jarak isolator. Karakteristik lompatan api dari surjahubung lain dari karakteristik frekuensi rendah dan impuls.
3. Sifat Termis isolator Panas yang ditimbulkan dari dalam oleh arus listrik atau oleh arus gaya magnet, berpengaruh terhadap kekuatan bahan penyekat. Demikian panas yang berasal dari luar (alam sekitar). Dalam hal ini, kalau panas yang ditimbulkan cukup tinggi, maka penyekat yang digunakan harus tepat. Adanya panas juga harus dipertimbangkan, agar tidak merusak bahan penyekat yang digunakan (Rika, 2015). 4. Sifat Kimia isolator Panas yang tinggi yang diterima oleh bahan penyekat dapat mengakibatkan perubahan susunan bahan kimia . Demikian juga pengaruh adanya kelembaban udara, basah yang ada di sekitar bahan penyekat. Jika kelembaban tidak dapat dihindari, haruslah dipilih bahan penyekat yang tahan terhadap air. Demikian juga adanya zatzat lain dapat merusak struktur kimia bahan. Mengingat adanya bermacam-macam asal, sifat dan ciri bahan penyekat, maka untuk memudahkan kita dalam memilih untuk aplikasi dalam kelistrikan, kita akan membagi bahan penyekat berdasar kelompoknya. Pembagian kelompok bahan penyekat adalah sebagai berikut: a. Bahan tambang (batu pualam, asbes, mika, dan sebagainya) b. Bahan berserat (benang, kain, kertas, prespon, kayu, dan sebagainya) c. Gelas dan keramik d. Plastic e. Karet, bakelit, ebonit, dan sebagainya f. Bahan yang dipadatkan. Penyekat bentuk cair yang penting dan banyak digunakan adalah minyak transformator dan macam-macam hasil minyak bumi. Sedang penyekat bentuk gas adalah nitrogen dan karbondioksida (CO2). Penggunaan bahan isolator selain sebagai bahan penyekat adalah sebagai bahan tahanan (resistor). Bahan tahanan yang umumnya dipakai merupakan paduan/ campuran logam-logam terdiri dari dua atau lebih unsur bahan campuran. Pemakaian bahan tahanan dalam kelistrikan, antara lain 1. Untuk pembuatan kotak tahanan standart dan shunt 2. Untuk tahanan dan rheostats 3. Untuk unsur pemanas, kompor listrik dan sebagainya. Sesuai dengan penggunaanya bahan tahanan haruslah memiliki tahanan jenis yang tinggi, koefisien temperatur yang tinggi, dan memiliki daya elektro-motoris termo yang kecil. Pada penggunaan yang membutuhkan daya tahan panas tinggi, bahan tahanan harus dipilih yang memiliki titik cair yang tinggi, selain itu bahan tahanan.
pada keadaan panas yang tinggi tidak mudah dioksidir sehingga menjadi berkarat. d. Tabel tegangan tembus isolator tegangan tinggi e. Kegagalan Isolator Isolasi adalah salah satu bentuk peralatan tegangan tinggi yang berfungsi sebagai tahanan atau pelindung agar tidak terjadi tembus yang tidak diinginkan. Secara umum isolasi dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu isolasi padat, cair dan gas. Kemampuan isolasi dalam menahan tegangan mempunyai batas-batas tertentu sesuai dengan material penyusun dan lingkungan sekitarnya. Apabila tegangan yang diterapkan melebihi kuat medan isolasi maka akan terjadi tembus atau breakdown yang menyebabkan terjadinya aliran arus antara peralatan tegangan tinggi. Kekuatan isolasi gas dipengaruhi beberapa hal antara lain temperatur, kelembaban, angin, tingkat kontaminasi udara dan besar tegangan yang diterapkan. Adanya kondisi hujan asam, hujan basa, hujan garam, serta hujan di pegunungan akan mempengaruhi kekuatan isolasi dalam mencegah terjadinya tembus antar dua peralatan tegangan tinggi yang diisolasi. Pemodelan peralatan tegangan tinggi dengan elektroda jarum homogen dan elektroda bola homogen digunakan untuk mengetahui tegangan tembus gas antara keduanya jika terjadi perubahan terhadap lingkungan sekitar, selama pengujian isolasi di laboratorium tegangan tinggi. Contoh penggunaan peralatan tegangan tinggi yang menyerupai elektroda jarum adalah arcing horn (busur api) yang dipasang di tiap ujung renteng isolator. Teknik analisis data menggunakan cara analisis data kualitatif interpretatif dan analisis statistik secara elementer. Kedua metode ini digunakan sejak awal penelitian dimulai, diantaranya dalam memilih obyek, sample, mengklasifikasikan simbol hingga kesimpulan akhir penelitian. Analisis data secara statistik digunakan untuk menaksir prosentase tembus yang terjadi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tegangan tembus udara berbanding lurus dengan tekanan, prosentase karbondioksida dan kelembaban udara tetapi berbanding terbalik dengan kenaikan temperatur. 1. Kegagalan pada Isolasi gas a. Proses dasar ionisasi Ion merupakan atom atau gabungan atom yang memiliki muatan listrik, ion terbentuk apabila pada peristiwa kimia suatu atom unsur menangkap atau melepaskan elektron. Proses terbentuknya ion dinamai dengan ionisasi. Jika diantara dua elektroda yang dimasukkan dalam media gas diterapkan tegangan V maka akan timbul suatu medan listrik E yang mempunyai besar dan arah tertentu yang akan mengakibatkan
elektron bebas mendapatkan energi yang cukup kuat menuj kearah anoda sehingga dapat merangsang timbulnya proses ionisasi . b. Ionisasi karena Benturan Elektron Jika gradien tegangan yang ada cukup tinggi maka jumlah elektron yang diionisasikan akan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ion yang ditangkap molekul oksigen. Tiap-tiap elektron ini kemudian akan berjalan menuju anoda secara kontinu sambil membuat benturan-benturan yang akan membebaskan elektron lebih banyak lagi. Ionisasi karena benturan ini merupakan proses dasar yang penting dalam kegagalan udara atau gas. c. Mekanisme Kegagalan Gas Proses kegagalan dalam gas ditandai dengan adanya percikan secara tiba-tiba, percikan ini dapat terjadi karena adanya pelepasan yang terjadi pada gas tersebut. Mekanisme kegagalan gas yang disebut percikan adalah peralihan dari pelepasan tak bertahan sendiri ke berbagai pelepasan yang bertahan sendiri[3]. Proses dasar yang paling penting dalam kegagalan gas adalah proses ionisasi karena benturan, tetapi proses ini tidak cukup untuk menghasilkan kegagalan. Proses lain yang terjadi dalam kegagalan gas adalah proses atau mekanisme primer dan proses atau mekanisme sekunder. Proses yang terpenting dalam mekanisme primer adalah proses katoda, pada proses ini diawali dengan pelepasan elektron oleh suatu elektroda yang diuji, peristiwa ini akan mengawali terjadinya kegagalan percikan (spark breakdown). Elektroda yang memiliki potensial rendah (katoda) akan menjadi elektroda yang melepaskan elektron. Elektron awal yang dibebaskan (dilepaskan) oleh katoda akan memulai terjadinya banjiran elektron dari permukaan katoda. Jika jumlah elektron yang dibebaskan makin lama makin banyak atau terjadinya peningkatan banjiran maka arus akan bertambah dengan cepat sampai terjadi perubahan pelepasan dan peralihan pelepasan ini akan menimbulkan percikan (kegagalan) dalam gas. 2. Kegagalan Pada Isolasi Cair (Minyak) Karakteristik pada isolasi minyak trafo akan berubah jika terjadi ketidakmurnian di dalamnya. Hal ini akan mempercepat terjadinya proses kegagalan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan isolasi antara lain adanya partikel padat, uap air dan gelembung gas.
a. Mekanisme Kegagalan Isolasi Cair Teori mengenai kegagalan dalam zat cair kurang banyak diketahui dibandingkan dengan teori kegagalan gas atau zat padat. Hal tersebut disebabkan karena sampai saat ini belum didapatkan teori yang dapat menjelaskan proses kegagalan dalam zat cair yang benar-benar sesuai antara keadaan secara teoritis dengan keadaan sebenarnya. Teori kegagalan zat isolasi cair dapat dibagi menjadi empat jenis sebagai berikut: 1. Teori Kegagalan Elektronik Teori ini merupakan perluasan teori kegagalan dalam gas, artinya proses kegagalan yang terjadi dalam zat cair dianggap serupa dengan yang terjadi dalam gas. Oleh karena itu supaya terjadi kegagalan diperlukan elektron awal yang dimasukkan kedalam zat cair. Elektron awal inilah yang akan memulai proses kegagalan. 2. Teori Kegagalan Gelembung Kegagalan gelembung atau kavitasi merupakan bentuk kegagalan zat cair yang disebabkan oleh adanya gelembung-gelembung gas di dalamnya. 3. Teori Kegagalan Bola Cair Jika suatu zat isolasi mengandung sebuah bola cair dari jenis cairan lain, maka dapat terjadi kegagalan akibat ketakstabilan bola cair tersebut dalam medan listrik. Medan listrik akan menyebabkan tetesan bola cair yang tertahan didalam minyak yang memanjang searah medan dan pada medan yang kritis tetesan ini menjadi tidak stabil. Kanal kegagalan akan menjalar dari ujung tetesan yang memanjang sehingga menghasilkan kegagalan total. 4. Teori Kegagalan Tak Murnian Padat Kegagalan tak murnian padat adalah jenis kegagalan yang disebabkan oleh adanya butiran zat padat (partikel) didalam isolasi cair yang akan memulai terjadi kegagalan. b. Kekuatan Kegagalan Dari semua teori yang membahas tentang kegagalan zat cair tidak memperhitungkan hubungan antara panjang ruang celah (sela) dengan kekuatan peristiwa kegagalan. Semuanya hanya membahas tentang kekuatan kegagalan maksimum yang dicapai. Namun dari semua teori diatas dapat ditarik suatu persamaan baru yang berisi komponen panjang ruang celah dan komponen kekuatan peristiwa kegagalan pada benda cair, yaitu Vb = Adn ................................. (11)
dimana: d : panjang ruang celah A : konstanta n : juga konstanta yang nilainya < 1 3. Kegagalan Bahan Isolasi Padat a. Kegagalan Asasi (Intrinsik) Kegagalan asasi (intrinsik) adalah kegagalan yang disebabkan oleh jenis dan suhu bahan dengan menghilangkan pengaruh luar seperti tekanan, bahan elektroda, ketidakmurnian, kantong-kantong udara. Kegagalan ini terjadi jika tegangan yang dikenakan pada bahan dinaikkan sehingga tekanan listriknya mencapai nilai tertentu yaitu 106 volt/cm dalam waktu yang sangat singkat yaitu 10-8 detik. Karena waktu gagal yang sangat singkat, maka jenis kegagalan ini disebut kegagalan elektronik. Kegagalan intrinsik merupakan bentuk kegagalan yang paling sederhana. Melalui eksperimen, kuat dielektrik terbesar diperoleh ketika seluruh pengaruh luar sudah diisolasi dan harganya hanya bergantung pada struktur material dan suhu. Kekuatan listrik maksimum adalah 15 MV/cm untuk polyvinyl-alcohol pada suhu -196oC. Kekuatan maksimum biasanya berkisar antara 5 MV/cm dan 10 MV/cm. Kegagalan instrinsik tergantung pada kehadiran elektron bebas yang mampu berpindah melalui kisi-kisi dari bahan dielektrik tersebut. Biasanya, sejumlah kecil dari elektron terkonduksi hadir dalam dielektrik padat, bersama beberapa struktur tak sempurna dan sejumlah atom kotor (impurity atom). Atom atau molekul kotor atau keduanya bertindak sebagai perangkap untuk elektron terkonduksi yang tergantung pada jarak dari medan elektrik dan suhu. Ketika jarak ini telah membesar, elektron tambahan terbebaskan, dan elektron ini turut berpartisipasi pada proses konduksi. Berdasarkan prinsip ini, 2 tipe dari kegagalan instrinsik telah muncul yaitu Kegagalan Elektronik dan Kegagalan Streamer. Beberapa pendekatan telah dilakukan untuk meramalkan nilai kritis medan yang menyebabkan terjadinya kegagalan asasi, tetapi hingga kini belum diperoleh penyelesaian yang memuaskan. b. Kegagalan Elektromekanik Kegagalan elektromekanik adalah kegagalan yang disebabkan oleh adanya perbedaan polaritas antara elektroda yang mengapit zat isolasi padat sehingga timbul tekanan listrik
pada bahan tersebut. Tekanan listrik yang terjadi menimbulkan tekanan (pressure) mekanik yang terjadi akibat timbulnya gaya tarik menarik antara kedua elektroda tersebut. Pada tegangan 106 volt/cm menimbulkan tekanan mekanik 2-6 kg/cm2. c. Kesimpulan Bahan Isolastor padat 1. Kegagalan bahan isolasi padat terjadi karena kekuatan listrik (strength), lebih kecil dari tekanan listrik (stress). 2. Kegagalan Asasi (Intrinsik) dan Kegagalan Elektromekanik merupakan pembagian dari Kegagalan bahan isolasi padat berdasarkan waktu penerapan tegangannya. Kegagalan yang lain yaitu, Kegagalan Streamer, Kegagalan Termal, dan Kegagalan Erosi. 3. Kegagalan Asasi (Intrinsik) adalah kegagalan yang disebabkan oleh jenis dan suhu bahan dengan menghilangkan pengaruh luar seperti tekanan, bahan elektroda, ketidakmurnian, dan kantong-kantong udara. Kegagalan ini terjadi jika tegangan yang dikenakan pada bahan, dinaikkan sehingga tekanan listriknya mencapai nilai tertentu dalam waktu yang singkat Kegagalan Elektromekanik adalah kegagalan yang disebabkan oleh adanya perbedaan polaritas antara elektroda yang mengapit zat isolasi padat sehingga timbul tekanan listrik pada bahan tersebut. 3. Kawat Tanah (Grounding) Kawat Tanah atau Earth Wire (kawat petir/kawat tanah) adalah media untuk melindungi kawat fasa dari sambaran petir. Kawat ini dipasang diatas kawat fasa dengan sudut perlindungan yang sekecil mungkin, karena dianggap petir menyambar dari atas kawat. Namun jika petir menyambar dari samping maka akan mengakibatkan kawat fasa tersambar dan menyebabkan gangguan. Kawat pada tower tension dipegang oleh tension clamp, sedangkan pada tower suspension dipegang oleh suspension clamp. Pada tension clamp dipasang kawat jumper yang menghubungkan pada tower agar arus petir dapat terbuang ketanah lewat tower. Untuk keperluan perbaikan mutu pentanhan maka dari kawat jumper ini ditambahkan kawat lagi menuju ke tanah yang kemudian dihubungkan dengan kawat pentanahan. Bahan Earth Wire terbuat dari steel yang sudah di galvanis, maupun sudah dilapisi dengan alumunium. Jumlah kawat tanah paling tidak ada satu buah diatas kawat fasa, namun umumnya disetiap tower dipasang dua buah. Pemasangan yang hanya satu buah untuk dua penghantar akan membuat sudut perlindungan menjadi besar sehingga kawat fasa mudah tersambar petir. Jarak antara groun wire dengan fasa di tower adalah sebesar jarak antar kawat fasa (Montario, 2010).
Gambar 18. Ilustrasi Groundwire Pada Sistem Transmisi
Keterangan gambar : 1. Primery power lines 2. Kawat tanah (groundwire) 3. Overhead lines 4. Trafo pengukuran 5. DS (disconecting switch) 6. Circuit breaker 7. Trafo arus 8. Lightning Arester 9. Trafo daya 10. Pusat pengontrol 11. Pagar pengaman 12. Secondary power lines 4. Infrastruktur Tiang Penyangga. Pada suatu “Sistem Tenaga Listrik”, energi listrik yang dibangkitkan dari pusat pembangkit listrik ditransmisikan ke pusat-pusat pengatur beban melalui suatu saluran transmisi, saluran transmisi tersebut dapat berupa saluran udara atau saluran bawah tanah, namun pada umumnya berupa saluran udara. Energi listrik yang disalurkan lewat saluran transmisi udara pada umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya, dan untuk menyanggah / merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, kawat-kawat penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang biasa disebut menara / tower. Antara menara / tower listrik dan kawat penghantar disekat oleh isolator. Konstruksi tower besi baja merupakan jenis konstruksi saluran transmisi tegangan tinggi (SUTT) ataupun saluran transmisi tegangan ekstra tinggi (SUTET) yang paling banyak digunakan di jaringan PLN, karena mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari jalan raya, harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan penggunaan saluran bawah tanah serta pemeliharaannya yang mudah. Namun demikian perlu pengawasan yang intensif, karena besi-besinya rawan terhadap pencurian. Seperti yang telah terjadi dibeberapa daerah di Indonesia, dimana pencurian besi-besi baja pada menara / tower listrik mengakibatkan menara / tower listrik tersebut roboh, dan penyaluran energi listrik ke konsumen pun menjadi terganggu.
Suatu menara atau tower listrik harus kuat terhadap beban yang bekerja padanya, antara lain yaitu: 1. Gaya berat tower dan kawat penghantar (gaya tekan). 2. Gaya tarik akibat rentangan kawat. 3. Gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan tower. a. Jenis-Jenis Menara / Tower Listrik Saluran Transmisi 1. Menurut bentuk konstruksinya Jenis-jenis menara / tower listrik dibagi atas 4 macam, yaitu: a. Lattice tower
Gambar 19. Lattice tower
Lattice Tower dibangun dan dirancang yang terhubung dari satu profil rangka baja (sudut) menjadi bentuk bingkai kaku dan kuat. Rangka menara ini mampu menahan tekanan angin, penguatankabel , kondisi geografis di daerah menara tersebut dibangun. b. Tubular Steel Pole
Gambar 20. Tubular Steel Pole
Tubular Steel Pole adalah tower listrik yang berbentuk pipa-pipa dengan diameter yang berbeda yang saling sambung
c. Wooden Pole
Gambar 21. Wooden
Pole
d. Concrete Pole
Gambar 22. Concrete Pole
2. Menurut fungsinya, menara / tower listrik dibagi atas 7 macam yaitu a. Dead end tower, yaitu tiang akhir yang berlokasi di dekat Gardu induk, tower ini hampir sepenuhnya menanggung gaya tarik. b. Section tower, yaitu tiang penyekat antara sejumlah tower penyangga dengan sejumlah tower penyangga lainnya karena alasan kemudahan saat pembangunan (penarikan kawat), umumnya mempunyai sudut belokan yang kecil. c. Suspension tower, yaitu tower penyangga, tower ini hampir sepenuhnya menanggung gaya berat, umumnya tidak mempunyai sudut belokan. d. Tension tower, yaitu tower penegang, tower ini menanggung gaya tarik yang lebih besar daripada gaya berat, umumnya mempunyai sudut belokan. e. Transposition tower, yaitu tower tension yang digunakan sebagai tempat melakukan perubahan posisi kawat fasa guna memperbaiki impendansi transmisi. f. Gantry tower, yaitu tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara dua Saluran transmisi. Tiang ini dibangun di bawah Saluran transmisi existing. g. Combined tower, yaitu tower yang digunakan oleh dua buah saluran transmisi yang berbeda tegangan operasinya.
3. Menurut susunan / konfigurasi kawat fasa Menara / tower listrik dikelompokkan atas a. Jenis delta, digunakan pada konfigurasi horizontal / mendatar. b. Jenis piramida, digunakan pada konfigurasi vertikal / tegak. c. Jenis Zig-zag, yaitu kawat fasa tidak berada pada satu sisi lengan tower. 4. Dilihat dari tipe tower, dibagi atas beberapa tipe seperti ditunjukkan pada gambar 20 dan 21
Gambar 23. Tipe Tower 150 kV
Gambar 24. Tipe Tower 500 KV
b. Komponen-komponen Menara / Tower listrik Secara umum suatu menara / tower listrik terdiri dari: 1. Pondasi, yaitu suatu konstruksi beton bertulang untuk mengikat kaki tower (stub) dengan bumi. 2. Stub, bagian paling bawah dari kaki tower, dipasang bersamaan dengan pemasangan pondasi dan diikat menyatu dengan pondasi.
3. Leg, kaki tower yang terhubung antara stub dengan body tower. Pada tanah yang tidak rata perlu dilakukan penambahan atau pengurangan tinggi leg, sedangkan body harus tetap sama tinggi permukaannya. 4. Common Body, badan tower bagian bawah yang terhubung antara leg dengan badan tower bagian atas (super structure). Kebutuhan tinggi tower dapat dilakukan dengan pengaturan tinggi common body dengan cara penambahan atau pengurangan. 5. Super structure, badan tower bagian atas yang terhubung dengan common body dan cross arm kawat fasa maupun kawat petir. Pada tower jenis delta tidak dikenal istilah super structure namun digantikan dengan “K” frame dan bridge. 6. Cross arm, bagian tower yang berfungsi untuk tempat menggantungkan atau mengaitkan isolator kawat fasa serta clamp kawat petir. Pada umumnya cross arm berbentuk segitiga kecuali tower jenis tension yang mempunyai sudut belokan besar berbentuk segi empat. 7. “K” frame, bagian tower yang terhubung antara common body dengan bridge maupun cross arm. “K” frame terdiri atas sisi kiri dan kanan yang simetri. “K” frame tidak dikenal di tower jenis pyramid. 8. Bridge, penghubung antara cross arm kiri dan cross arm tengah. Pada tengah-tengah bridge terdapat kawat penghantar fasa tengah. Bridge tidak dikenal di tower jenis pyramida. 9. Rambu tanda bahaya, berfungsi untuk memberi peringatan bahwa instalasi SUTT/SUTET mempunyai resiko bahaya. Rambu ini bergambar petir dan tulisan “AWAS BERBAHAYA TEGANGAN TINGGI”. Rambu ini dipasang di kaki tower lebih kurang 5 meter diatas tanah sebanyak dua buah, dipasang disisi yang mengahadap tower nomor kecil dan sisi yang menghadap nomor besar. 10. Rambu identifikasi tower dan penghantar / jalur, berfungsi untuk memberitahukan identitas tower seperti: Nomor tower, Urutan fasa, Penghantar / Jalur dan Nilai tahanan pentanahan kaki tower. 11. Anti Climbing Device (ACD), berfungsi untuk menghalangi orang yang tidak berkepentingan untuk naik ke tower. ACD dibuat runcing, berjarak 10 cm dengan yang lainnya dan dipasang di setiap kaki tower dibawah Rambu tanda bahaya. 12. Step bolt, baut panjang yang dipasang dari atas ACD ke sepanjang badan tower hingga super structure dan arm kawat petir. Berfungsi untuk pijakan petugas sewaktu naik maupun turun dari tower. 13. Halaman tower, daerah tapak tower yang luasnya diukur dari proyeksi keatas tanah galian pondasi. Biasanya antara 3 hingga 8 meter di luar stub tergantung pada jenis tower .
c. Jarak Antar Tiang Berdasarkan Standar Perusahaan Listrik Negara (SPLN) NO.13-1978 tentang kriteria dasar bagi perencanaan Saluran Udara Tegangan Tinggi 60 kV dan 150 kV, jarak antar tiang transmisi adalah: 1. 230–380 m untuk tegangan 66kV 2. 350–450 m untuk tegangan 150kV d. Andongan Andongan dan tegangan tarik pada konduktor merupakan dua hal yang sangat penting dipertimbangkan pada saluran transmisi dan saluran distribusi hantaran udara (overhead) karena tegangan tarik pada konduktor dapat menambah beban mekanik pada menara transmisi. Apabila tegangan tarik terlalu besar maka dapat menyebabkan kegagalan mekanik pada konduktor itu sendiri. Tiang pada jaringan distribusi tenaga listrik berfungsi sebagai tumpuan penghantar, menerima gaya‐gaya mekanis akibat : 1. Berat penghantar dan peralatan 2. Gaya tarik dari penghantar (tensile strength) 3. Tiupan angina 4. Akibat penghantar lain 5. Berat es atau salju yang bertiup pada kawat Sementara faktor yang mempengaruhi andongan dan tegangan tarik pada konduktor adalah: 1. Berat konduktor per satuan panjang 2. Span (jarak antara dua menara transmisi) 3. Temperatur 4. Tegangan konduktor Besarnya gaya‐gaya tersebut berbeda sesuai dengan fungsi tiang (tiang awal/ujung, tiang tengah, tiang sudut) dan luas penghantar. Tiang baik tiang besi atau tiang beton mempunyai kekuatan tarik (working load) sesuai standard yang berlaku saat ini yaitu 160 daN, 200 daN, 350 daN, 500 daN, 800 daN, 1200 daN dimana daN adalah deka Newton atau setara dengan 1,01 kg gaya (massa x gravitasi). Hal-hal yang perlu di pertimbangkan untuk menentukan konduktor dengan benar : a. Efektive maksimum konduktor Yaitu mempertimbangkan gaya tekan tekan terhadap konduktor baik gaya tekan horizontal dan gaya tekan vertikal. Adapun gaya tekan vertikal yang mempengaruhi yaitu salju dan es, ataupun debu , namun untuk debu bisa di abaikan karena terlampau ringan. 1. Desain ekonomis Yaitu mempertimbangkan antara nilai ekonomis dan nilai savety dari alat. Memperhatikan tinggi tiang, jarak tiang dan andongan terhadap tanah.
2. Modulus Elastisitas σ=
𝑇 𝐴
………………………………………….(12)
Dimana σ :Tegangan spesifik kawat per satuan luas T : Tegangan kawat A: luas penampang logam konduktor
Gambar 25. Andongan
1. Standard Perhitungan Andongan a. Andongan dengan titik tumpu yang sama. A
B D
L
L
Gambar 26. Andongan dengan titik tumpu yang sama.
Lengkung kawat yang berbentuk U atau yang diberi nama D disebut berat kawat, penghantar yang disebut sebagai andungann, besarnya dihubung berdasar persamaan kurva “Catonary” sebagai berikut (Agung, 2015): To w1 ; cosh( ) 1 …………………………………..……….................(13) Dmax = w T0 Rumus pendekatan sebagai berikut: D=
wd 2 …………………………………..………...............................(14) 2t
Keterangan: D = andongan (m).
W = berat kawat per-satuan panjang (kg/m). d = lebar ½ gawang (m). T = tekanan kawat mendatar (kg). LO = panjang kawat sebenarnya yang dipakai. Panjang kawat sebenarnya yang dipakai : Lo = 2L +
w 2 L3 . 3T 2
………...(4)
b. Andongan dengan titik tumpu yang tidak sama. B h
A D2
D1
H2 H1 X1
X2
Gambar 27. Andongan Dengan Titik Tumpu Yang Tidak Sama.
Tekanan tiang maksimum terjadi pada tiang yang tertinggi (Agung, 2015) Tmax = To cos h………………………………………(15) Besar andongan yang terjadi. w. X 1 To D1 cosh( ) 1………………………………………….…(16) w To w. X 21 To D2 cosh( ) 1 …………………………………..…(17) w To Rumus pendekatan sebagai berikut :
w. X 12 w. X 22 dan D2 = ……………………......……………(18) T T Untuk nilai X1 dan X2: ht ht X1 = 1dan X1 = 1+ …………………………………. ..(19) 2 wL 2 wL D2-D1 = h. D1 =
4. Proteksi Sistem Transmisi Listrik Proteksi Sistem Transmisi Listrik Saluran transmisi listrik merupakan suatu sistem yang kompleks yang mempunyai karakteristik yang berubah-ubah secara dinamis sesuai keadaan sistem itu sendiri. Adanya perubahan karakteristik ini dapat menimbulkan masalah jika tidak segera antisipasi. Dalam hubungannya dengan sistem proteksi/ pengaman suatu sistem transmisi, adanya perubahan tersebut harus mendapat perhatian yang besar mengingat saluran transmisi memiliki arti yang sangat penting dalam proses
penyaluran daya. Masalah-masalah yang timbul pada saluran transmisi, diantaranya yang utama adalah: a. Pengaruh Perubahan Frekuensi Sistem Frekuensi dari suatu sistem daya berubah secara terus menerus dalam suatu nilai batas tertentu. Pada saat terjadi gangguan perubahan frekuensi dapat merugikan baik terhadap peralatan ataupun sistem transmisi itu sendiri. Pengaruh yang disebabkan oleh perubahan frekuensi ini terhadap saluran transmisi adalah pengaruh pada rekatansi. Dengan perubahan frekuensi dari ω1 ke ω1’ dengan kenaikan Δ ω1, reaktansi dari saluran akan berubah dari X ke X’ dengan kenaikan ΔX. Perubahan rekatansi ini akan berpengaruh terhadap pengukuran impedansi sehingga impedansi yang terukur karena adanya perubahan pada nilai komponen reaktansinya akan berbeda dengan nilai sebenarnya. b. Pengaruh Dari Ayunan Daya Pada Sistem Ayunan daya terjadi pada sistem paralel pembangkitan (generator) akibat hilangnya sinkronisasi salah satu generator sehingga sebagian generator menjadi motor dan sebagian berbeban lebih dan ini terjadi bergantian atau berayun. Adanya ayunan daya ini dapat menyebabkan kestabilan sistem terganggu. Ayunan daya ini harus segera diatasi dengan melepaskan generator yang terganggu. Pada saluran transmisi adanya ayunan daya ini tidak boleh membuat kontinuitas pelayanan terganggu, tetapi perubahan arus yang terjadi pada saat ayunan daya bisa masuk dalam jangkauan sistem proteksi sehingga memutuskan aliran arus pada saluran transmisi. c. Pengaruh gangguan pada sistem transmisi Saluran transmisi mempunyai resiko paling besar bila mengalami gangguan, karena ini akan berarti terputusnya kontinuitas penyaluran beban. Terputusnya penyaluran listrik dari pusat pembangkit ke beban tentu sangat merugikan bagi pelanggan terutama industri, karena berarti terganggunya kegiatan operasi diindustri tersebut. Akan tetapi adakalanya gangguan tersebut tidak dapat dihindari. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk mengurangi akibat adanya gangguan tersebut atau memisahkan bagian yang terganggu dari sistem. Gangguan pada saluran transmisi merupakan 50% dari seluruh gangguan yang terjadi pada sistem tenaga listrik. Diantara gangguan tersebut gangguan yang terbesar adalah gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah, yaitu sekitar 85% dari total gangguan pada transmisi saluran udara. Sistem proteksi sistem tenaga listrik adalah pengisolasian kondisi abnormal pada sistem tenaga listrik untuk meminimalisir pemadaman dan kerusakan yang lebih lanjut. Dalam merancang sistem proteksi, dikenal beberapa falsafah proteksi, yaitu 1. Ekonomi, peralatan proteksi mempunyai nilai ekonomi 2. Selektif, dapat mendeteksi dan mengisolasi gangguan
3. Ketergantungan, proteksi hanya bekerja jika t5erjadi gangguan. 4. Sensitif, mampu mengenali gangguan, sesuai setting yang ditentukan, walaupun gangguannya kecil. 5. Mampu bekerja dalam waktu yang sesingkat mungkin 6. Stabil, proteksi tidak mempengaruhi kondisi yang normal. 7. Keamanan, memastikan proteksi tidak bekerja jika terjadi gangguan Proteksi pada sistem transmisi terdiri dari seperangkat peralatan yang merupakan sistem yang terdiri dari komponen-komponen berikut: 1. Relay, sebagai alat perasa untuk mendeteksi adanya gangguan yang selanjutnya memberi perintah trip kepada Pemutus tegangan (PMT) 2. Trafo arus dan/atau trafo tegangan sebagai alat yang mentransfer besaran listrikprimer dari sistem yang diamankan ke relay (besaran Listrik Sekunder). a. Pemutus tenaga untuk memisahkan bagian sistem yang terganggu. b. Baterai beserta alat pengisi (Baterai Charger) sebagai sumber tenaga untuk bekerjanya relay, peralatan Bantu triping. c. Pengawatan (wiring) yang terdiri dari sirkuit sekunder (arus dan/atau tegangan), sirkuit triping dan peralatan Bantu. Secara garis besar bagian dari relay proteksi terdiri dari 3 bagian utama seperti pada blok diagaram dibawah :
Gambar 28. Blok Diagram Relay Proteksi
Masing-masing elemen/bagian mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Elemen peengindra, elemen ini berfungsi untuk merasakan besaran besaran listrik, seperti arus, tegangan, frekuensi, dan sebagainyatergantung relay yang dipergunakan. Pada bagian ini besaran yang masuk akan dirasakan keadaannya, apakah keadaan yang diproteksi itu mendapatkan gangguan atau dalam
keadaan normal, untuk selanjutnya besaran tersebut dikirim ke elemen pembanding. 2. Elemen Pembanding, elemen ini berfungsi menerima besaran setelah terlebh dahulu besaran itu diterima oleh elemen pengindera untuk membandingkan besaran listrik pada saat keadaan normal dengan besaran arus kerja relay. 3. Elemen pengukur, elemen ini berfungsi untuk mengadakan perubahan secara cepat pada besaran ukurnya dan akan segera memberikan isyarat untuk membuka PMT atau kmemberikan sinyal. Transformator arus (CT) berfungsi sebagai alat pengindera yang merasakan apakah keadaan yang diproteksi dalam keadaan normal atau mendapat gangguan. Sebagai alat pembanding sekaligus alat pengukur adalah relay, yang bekerja setelah mendapatkan besaran dari alat pengindera dan membandingkan dengan besar arus penyetelan dari kerja relay. Apabila besaran tersebut tidak setimbang atau melebihi besar arus penyetelannya, maka kumparan relay akan bekerja mnearik kontak dengan cepat atau dengan waktu tunda dan memberikan perintah pada kumparan penjatuh atau tripcoil untuk bekerja melepas PMT. 5. Perlengkapan Gardu Transmisi a. Busbar atau Rel, Merupakan titik pertemuan/hubungan antara trafotrafo tenaga, Saluran Udara TT, Saluran Kabel TT dan peralatan listrik lainnya untuk menerima dan menyalurkan tenaga listrik/daya listrik. b. Ligthning Arrester, biasa disebut dengan Arrester dan berfungsi sebagai pengaman instalasi (peralatan listrik pada instalasi Gardu Induk) dari gangguan tegangan lebih akibat sambaran petir (ligthning Surge). c. Transformator instrument atau Transformator ukur, Untuk proses pengukuran. Antara lain: a. Transformator Tegangan, adalah trafo satu fasa yang menurunkan tegangan tinggi menjadi tegangan rendah yang dapat diukur dengan Voltmeter yang berguna untuk indikator, relai dan alat sinkronisasi. b. Transformator arus, digunakan untuk pengukuran arus yang besarnya ratusan amper lebih yang mengalir pada jaringan tegangan tinggi. Disamping itu trafo arus berfungsi juga untuk pengukuran daya dan energi, pengukuran jarak jauh dan rele proteksi c. Transformator Bantu (Auxilliary Transformator), trafo yang digunakan untuk membantu beroperasinya secara keseluruhan gardu induk tersebut. d. Sakelar Pemisah (PMS) atau Disconnecting Switch (DS), Berfungsi untuk mengisolasikan peralatan listrik dari peralatan lain atau instalasi lain yang bertegangan.
e. Sakelar Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB), Berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan rangkaian pada saat berbeban (pada kondisi arus beban normal atau pada saat terjadi arus gangguan). f. Sakelar Pentanahan, Sakelar ini untuk menghubungkan kawat konduktor dengan tanah / bumi yang berfungsi untuk menghilangkan/mentanahkan tegangan induksi pada konduktor pada saat akan dilakukan perawatan atau pengisolasian suatu sistem. g. Kompensator, alat pengubah fasa yang dipakai untuk mengatur jatuh tegangan pada saluran transmisi atau transformator. SVC (Static Var Compensator) berfungsi sebagai pemelihara kestabilan h. Peralatan SCADA dan Telekomunikasi, (Supervisory Control And Data Acquisition) berfungsi sebagai sarana komunikasi suara dan komunikasi data serta tele proteksi dengan memanfaatkan penghantarnya. i. Rele Proteksi, alat yang bekerja secara otomatis untuk mengamankan suatu peralatan listrik saat terjadi gangguan, menghindari atau mengurangi terjadinya kerusakan peralatan akibat gangguan 6. Komponen Pengaman a. Komponen pengaman (pelindung) pada transmisi tenaga listrik memiliki fungsi sangat penting b. Komponen pengaman pada saluran udara transmisi tegangan tinggi, antara lain : 1. Kawat tanah, grounding dan perlengkapannya, dipasang di sepanjang jalur SUTT. Berfungsi untuk mengetanahkan arus listrik saat terjadinya gangguan (sambaran) petir secara langsung. 2. Pentanahan tiang, Untuk menyalurkan arus listrik dari kawat tanah (ground wire) akibat terjadinya sambaran petir. Terdiri dari kawat tembaga atau kawat baja yang di klem pada pipa pentanahan dan ditanam di dekat pondasi tower (tiang) SUTT. 3. Jaringan pengaman, berfungsi untuk pengaman SUTT dari gangguan yang dapat membahayakan SUTT tersebut dari lalu lintas yang berada di bawahnya yang tingginya melebihi tinggi yang dizinkan 4. Bola pengaman, dipasang sebagai tanda pada SUTT, untuk pengaman lalu lintas udara 7. Jenis-Jenis Gangguan Jenis gangguan bila ditinjau dari sifat dan penyebabnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Beban lebih, ini disebabkan karena memang keadaan pembangkit yang kurang dari kebutuhan bebannya.
b. Hubung singkat, jika kualitas isolasi tidak memenuhi syarat, yang mungkin disebabkan faktor umur, mekanis, dan daya isolasi bahan isolator tersebut. c. Tegangan lebih, yang membahayakan isolasi peralatan di gardu. d. Gangguan stabilitas, karena hubung singkat yang terlalu lama. 8. Gangguan Sistem Tenaga Listrik Pada dasarnya suatu sistem tenaga listrik harus dapat beroperasi secara terusmenerus secara normal, tanpa terjadi gangguan. Akan tetapi gangguan pada sistem tenaga listrik tidak dapat dihindari. Gangguan dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut: a. Gangguan karena kesalahan manusia (kelalaian) b. Gangguan dari dalam sistem, misalnya karena faktor ketuaan, arus lebih, tegangan lebih sehingga merusak isolasi peralatan. c. Gangguan dari luar, biasanya karena faktor alam. Contohnya cuaca, gempa, petir, banjir, binatang, pohon dan lain-lain. 9. Parameter Transmisi Tenaga Listrik Saluran transmisi listrik mempunyai empat parameter yang mempengaruhi kemampuannya untuk berfungsi sebagai bagian dari suatu sistem tenaga, yaitu resistansi, induktansi, kapasitansi dan konduktansi. Parameter-parameter ini merupakan salah satu pertimbangan utama dalam perencanaan saluran transmisi. Impedansi seri dibentuk oleh resistansi dan induktansi yang terbagi rata disepanjang saluran. Sedangkan konduktansi dan kapasitansi yang terdapat diantara penghantar-penghantar dari suatu saluran fasa-tunggal atau di antara sebuah penghantar dan netral dari suatu saluran tiga-fasa membentuk admitansi paralel. Dalam perhitungan, rangkaian saluran ekivalen yang dibentuk dari parameterparameter dijadikan satu meskipun resistansi, induktansi dan kapasitansi tersebut terbagi merata di sepanjang saluran. a. Resistansi Resistansi efektif ( R ) dari suatu penghantar adalah: 𝑃
𝑅 = |𝐼2 | ……………………………………………………………..(20) Dimana P = rugi daya pada penghantar Watt (W) I = kuat arus yang mengalir Ampere (A) Resistansi efektif sama dengan resistansi dari saluran jika terdapat distribusi arus yang merata (uniform) di seluruh penghantar. Distribusi arus yang merata di seluruh penampang suatu penghantar hanya terdapat pada arus searah, sedangkan tidak pada arus bolak-balik (ac). Resistansi dc dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini:
𝑅0 =
𝜌𝑙 𝐴
(Ω)……………………………………………………...(21)
Dimana = resistivitas penghantar (Ω.m) l = panjang penghantar (m) A = luas penampang (m2) Dengan meningkatnya frekuensi arus bolak-balik, distribusi arus makin tidak merata (nonuniform). Peningkatan frekuensi ini juga mengakibatkan tidak meratanya kerapatan arus (current density), disebut juga efek kulit (skin effect). Untuk penghantar dengan jari-jari yang cukup besar ada kemungkinan terjadi kerapatan arus yang berisolasi terhadap jarak radial dari titik-tengah penampang penghantar. Fluks bolak-balik mengimbaskan tegangan yang lebih tinggi pada serat-serat di bagian dalam daripada di sekitar permukaan penghantar, karena fluks yang meliputi serat dekat permukaan penghantar lebih sedikit daripada fluks yang meliputi serat di bagian dalam penghantar. Berdasarkan hukum Lenz, tegangan yang diimbaskan akan melawan perubahan arus yang menyebabkannya, dan meningkatnya tegangan imbas pada serat-serat di bagian dalam menyebabkan meningkatnya kerapatan arus pada serat-serat yang lebih dekat ke permukaan penghantar dan karena itu resistansi efektifnya meningkat. Sehingga dapat dikatakan pada arus bolak-balik arus cenderung mengalir melalui permukaan penghantar. Perhitungan resistansi total suatu saluran transmisi ditentukan oleh jenis penghantar pabrikan, biasanya pabrikan akan memberikan tabel karakteristik listrik dari penghantar yang dibuatnya, termasuk diantaranya nilai resistansi ac penghantar dalam satuan Ω/km (Standar Internasional) atau Ω/mi (American Standart). Nilai resistansi juga dipengaruhi oleh suhu, ditunjukkan oleh persamaan berikut: R2 = R1[1 (T2 T1 )]…………………….…(22) Dimana R1 dan R2 = resistansi pada saat T1 dan T2 Koefisien suhu dari resistansi, yang nilainya tergantung dari bahan konduktor. b. Induktansi Induktansi adalah sifat rangkaian yang menghubungkan tegangan yang diimbaskan oleh perubahan fluks dengan kecepatan perubahan arus. Persamaan awal yang dapat menjelaskan induktansi adalah menghubungkan tegangan imbas dengan kecepatan perubahan fluks yang meliputi suatu rangkaian. Tegangan imbas adalah
𝑑𝜏
𝑒 = 𝑑𝑡 ………………………………………………………………..(23) Dimana e = Tegangan imbas volt (V) 𝜏 = Banyaknya fluks gandeng rangkaian (weber-turns) Banyaknya weber-turns adalah hasil perkalian masing-masing weber dari fluks dan jumlah lilitan dari rangkaian yang digandengkannya. Jika arus pada rangkaian berubah-ubah, medan magnet yang ditimbulkannya akan turut berubah-ubah. Jika dimisalkan bahwa media di mana medan magnet ditimbulkan mempunyai permeabilitas yang konstan, banyaknya fluks gandeng berbanding lurus dengan arus, dan karena itu tegangan imbasnya sebanding dengan kecepatan perubahan arus, 𝑑𝑖
𝑒 = 𝐿 𝑑𝑡……………………………………...……………...…….…(24) Dimana L = Konstanta kesebandingan induktansi (H) 𝑑𝑖 𝑑𝑡
= Kecepatan perubahan arus (A/s).
Dari persamaan 2. dan 2. maka didapat persamaan umum induktansi saluran dalam satuan Henry yaitu : 𝜏
𝐿 = ………………………………………………...(25) 𝑖
Dengan i adalah arus yang mengalir dalam satuan ampere (A). Induktansi timbal-balik antara dua rangkaian didefenisikan sebagai fluks gandeng pada rangkaian pertama yang disebabkan oleh arus pada rangkaian kedua per ampere arus yang mengalir di rangkaian kedua. Jika arus I2 menghasilkan fluks gandeng dengan rangkaian 1 sebanyak 12 maka induktansi timbal baliknya adalah: 𝑀12 =
ψ12 𝐼2
(𝐻)………………………… ………………..(26)
Dimana ψ = fluks gandeng yang dihasilkan 𝐼2 rangkaian 1 (Wbt) 𝐼2 = Arus yang mengalir pada rangkaian ke 2 Pada saluran tiga fasa induktansi rata-rata satu penghantar pada suatu saluran ditentukan dengan persamaan: 𝐿𝑎 = 2 × 10−7 ln 𝐿𝑎 = 2 ×
𝐷𝑒𝑞
𝐷𝑠 𝐷𝑒𝑞 −7 10 ln 𝐷𝑏 𝑠
(𝐻/𝑀)……………… ……….(27) (𝐻/𝑀)…………… ……………(28)
Dengan; 𝐷𝑒𝑞 3√𝐷12 𝐷23 𝐷31 ……………………………………………….(29) Dan Ds adalah GMR penghantar tunggal sedangan 𝐷𝑠𝑏 adalah GMR penghantar berkas. Nilai 𝐷𝑠𝑏 akan berubah sesuai dengan lilitan dalam suatu berkas.
Untuk suatu berkas 2 lilitan : 𝐷𝑠𝑏 𝑐
4
= √(𝑟 × 𝑑)2 = √𝑟 × 𝑑…………………………………..……………………..(30)
Untuk suatu berkas 3 lilitan : 3
9
𝐷𝑠𝑏 𝑐 = √(𝑟 × 𝑑 × 𝑑)3 = √𝑟𝑑 2………………………………......(31) Untuk suatu berkas 4 lilitan : 16
1
4 𝐷𝑠𝑏 𝑐 = √(𝑟 × 𝑑 × 𝑑 × 𝑑 × 22 )4 = 1.09 √𝑟𝑑 3…………………..….......(32)
Persamaan di atas merupakan persamaan untuk saluran yang telah ditransposisikan, yaitu suatu metode pengembalian keseimbangan ketiga fasa dengan mempertukarkan posisi-posisi penghantar pada selang jarak yang teratur di sepanjang saluran sedemikian rupa sehingga setiap penghantar akan menduduki posisi semula penghantar yang lain pada suatu jarak yang sama Persamaan ini juga dapat dapat digunakan untuk saluran tiga fasa dengan jarak pemisah tidak simetris karena ketidaksimetrisan antara fasafasanya adalah kecil saja sehingga dapat diabaikan pada kebanyakan perhitungan induktansi. c. Kapasitansi Kapasitansi suatu saluran transmisi adalah akibat beda potensial antara penghantar, baik antara penghantar-penghantar maupun antara penghantartanah. Kapasitansi menyebabkan penghantar tersebut bermuatan seperti yang terjadi pada pelat kapasitor bila terjadi beda potensial di antaranya. Untuk menentukan nilai kapasitansi antara penghantar-penghantar ditentukan dengan persamaan: 𝐶𝑎𝑏 =
𝜋𝑘 𝑑 𝑟
𝑙𝑛 ( )
(𝐹/𝑀)………………………………………...........(33)
Jika saluran dicatu oleh suatu transformator yang mempunyai sadapan tengah yang ditanahkan, beda potensial antara kedua penghantar tersebut dan kapasitansi ke tanah (kapasitansi ke netral), adalah muatan pada penghantar per satuan beda potensial antara penghantar dengan tanah. Jadi kapasitansi ke netral untuk saluran dan kawat adalah dua kali kapasitansi antara penghantarpenghantar 𝐶𝑎𝑛 =
2𝜋𝑘 𝑑 𝑟
𝑙𝑛 ( )
(𝐹/𝑀)……………………………………………...(34)
Dimana: 𝐶𝑎𝑏 = 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑎 − 𝑏 (𝐹/𝑀) 𝐶𝑎𝑛 = 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝐹/𝑀) K = Permeabilitas bahan Dielektrik D = Jarak antar penghantar (M) r = Jari-jari antara penghantar (M) Jika penghantar pada saluran tiga-fasa tidak terpisah dengan jarak yang sama, kapasitansi masing-masing fasa ke netral tidak sama. Namun untuk
susunan penghantar yang biasa, ketidaksimetrisan saluran yang tidak ditrasnposisikan adalah sangat kecil, sehingga perhitungan kapasitansi dapat dilakukakan seakan-akan semua saluran itu ditransposisikan. Untuk saluran tiga fasa yang ditransposisikan, nilai kapasitansi fasa ke netral ditentukan dengan persamaan: 𝐶𝑛 = 𝐶𝑛 =
2𝜋𝑘
(𝐹/𝑀) 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙…………....(35)
𝐷𝑒𝑞 ) 𝑟
𝑙𝑛 (
2𝜋𝑘
(𝐹/𝑀) 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑘𝑎𝑠……............(36)
𝐷𝑒𝑞
𝑙𝑛 ( 𝑏 ) 𝐷𝑠 𝐶
Dengan Deq adalah GMR penghantar, r adalah jari-jari penghantar dan Dsb c adalah GMR penghantar berkas. Nilai Dsb c akan berubah sesuai dengan jumlah lilitan dalam suatu berkas: Untuk suatu berkas dua-lilitan; 4
𝐷𝑠𝑏 𝑐 = √(𝑟 × 𝑑)2 = √𝑟 × 𝑑………………………….(37) Untuk suatu berkas tiga-lilitan 3
9
𝐷𝑠𝑏 𝑐 = √(𝑟 × 𝑑 × 𝑑)3 = √𝑟𝑑2…………………….……....(38) Untuk suatu berkas empat-lilitan 16
1
4 𝐷𝑠𝑏 𝑐 = √(𝑟 × 𝑑 × 𝑑 × 𝑑 × 22 )4 = 1.09 √𝑟𝑑 3…………….........(39)
Untuk menghitung kapasitansi saluran kabel ke tanah perlu menggunakan metode muatan bayangan, lihat Gambar 2.23. Pada metode ini bumi dapat diumpamakan dengan suatu penghantar khayal yang bermuatan di bawah permukaan bumi pada jarak yang sama dengan penghantar asli di atas bumi. Penghantar semacam itu mempunyai muatan yang sama tetapi berlawanan tanda dengan penghantar aslinya dan disebut penghantar bayangan. Jika ditempatkan satu penghantar bayangan untuk setiap penghantar atas-tiang, fluks antara penghantar asli dengan bayangannya adalah tegak lurus pada bidang yang menggantikan bumi, dan bidang itu adalah suatu permukaan ekipotensial. Fluks di atas bidang itu adalah sama seperti bila bumi ada tanpa adanya penghantar bayangan. Persamaan untuk menentukan kapasitansi saluran kabel ke tanah adalah 𝐶𝑛 =
2𝜋𝑘 3 𝐷𝑒𝑞 √𝐻 𝐻 𝐻 ln( 𝑏 )−ln( 3 12 23 31 ) 𝐷𝑠 𝑐 √𝐻1 𝐻2 𝐻3
……………………………..………..(40)
Dimana 𝐶𝑛 = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑘𝑖 𝑘𝑒 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝐹/𝑀) H12 = Jarak antara penghantar 1 dengan penghantar bayang 2 (m) H23 = Jarak antara penghantar 2 dengan bayangan 3 (m) H31 = Jarak antara penghantar 3 dengan bayangan 1 (m) H1 = Jarak antara penghantar 1 dengan permukaan bumi (m) H2 = Jarak antara penghantar 2 dengan permukaan bumi (m) H3 = Jarak antara penghantar 3 dengan permukaan bumi (m)
DAFTAR PUSTAKA Dewade.2016.Gambar Alur Sistem Tenaga Listrik http://egsean.com/bagaimana-proses-listrik-bisa-sampai-ke-rumah-rumah/. Diakses pada tanggal 11 Februari 2019 pukul 17.00 WITA Montario.2010.Paper Transmission Of Electrical Energy http://staff.ui.ac.id/system/files/users/chairul.hudaya/material/papertransmi ssionofelectricalenergy.pdf.Diakses pada tanggal 11 Februari 2019 pukul 17.30 WITA Alfian.2013.Gambar Pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap http://www.insinyurelektro.com/pusat-listrik-tenaga-uap-pltu/.Diakses pada tanggal 11 Februari 2019 pukul 17.50 WITA Arief.2013.Kategori Saluran Transmisi Berdasarkan Tegangan https://caridokumen.com/download/makalah-saluran-transmisi-pendek_5a449d03b7d7bc7b7a7353c3_pdf .Diakses pada tanggal 11 Februari 2019 pukul 18.20 WITA Agung.2015.Standard Perhitungan Andongan https://id.pdfcoke.com/document/252505342/53320745-StandardPerhitungan-Andongan. Diakses pada tanggal 11 Februari 2019 pukul 19.00 WITA