Gejala tersebut terjadi sebagai akibat perubahan absorpsi obat yang berhubungan dengan usia, meresepkan obat dengan dosis terlalu besar, pasien tidak mengikuti instruksi untuk pemakaian obat dan menggunakannya terlalu banyak, kepekaan pasien terhadap medikasi, dan regimen yang berlainan yang diberikan oleh beberapa dokter. Hamper seluruh spectrum gangguan mental dapat disebabkan oleh obat. Gangguan Demensia Hanya artritis yang paling sering menyebabkan disabilitas diantara dewasa usia 65 atau lebih tua dibandingkan demensia, yang secara umum progresif dan menyebabkan gangguan intelektual yang irreversible, meningkat prevalensinya dengan bertambahnya usia. Dari orang Amerika yang berusia lebih dari 65 tahun, kira-kira 5% mengalami demensia parah dan 15% mengalami demensia ringan. Dari orang Amerika yang berusia lebih dari 80 tahun, kira-kira 20% nya mengalami demensia parah. Faktor risiko yang diketahui dalam terjadinya demensia adalah usia, riwayat keluarga dan jenis kelamin wanita. Berbeda dengan reterdasi mental, gangguan intelektual pada demensia terjadi dengan berjalannya waktu, yaitu fungsi mental yang sebelumnya telah tercapai secara bertahap akan hilang. Perubahan karakteristik dari demensia melibatkan fungsi kognisi, daya ingat, Bahasa, dan fungsi visuospasial, tetapi gangguan perilaku adalah berupa agitasi, kegelisahan, berkelana, penyerangan, kekerasan, berteriak, disinhibisi social dan seksual, inpulsifitas, gangguan tidur, dan laham. Laham dan halusinasi terjadi selama perjalanan demensia pada hamper 75% dari semua pasien. Banyak kondisi yang mengganggu kognisi, termasuk hidra otak, tumor serebral, sindom immunodefisiensi yang didapat (AIDS; acquired immunodeficiency syndrome), alcohol, pengobatan, infeksi, penyakit paru-paru kronis dan penyakit peradangan. Walaupun demensia ang berhubungan dengan lanjut usia biasanya disebabkan oleh penyakit degenerative primer system saraf pusat dan penyakit vascular, banyak factor yang berperan dalam gangguan kognitif: pada lanjut usia, penyebab campuran dari demensia sering ditemukan. Sekitar 10 hingga 15% dari semua pasien yang menunjukkan gejala demensia memiliki kondisi yang kemungkinan dapat diobati. Kondisi yang dapat diobati itu termasuk gangguan sistemik, seperti penyakit jantung, penyakit ginjal, dan gagal jantung kongestif; gangguan endokrin, seperti hipotiroidisme; defisiensi vitamin; kesalahan pengobatan; dan gangguan mental primer, terutama gangguan depresif. Tergantung dari letak lesi serebral, demensia diklasifikasikan menjadi kortikal dan sub-kortikal. Demensia sub-kortikal ditemukan pada menyakit Huntington, penyakit Parkinson, dihrosefalus tekanan normal, demensia multi-infark, dan penyakit Wilson. Demensia sub-kortikal disertai dengan gangguan pergerakan, apraksia gaya berjalan, letardasi psikomotor, apati, dan mutisme kinetic, yang dapat dikacaukan dengan katatonia. Demensia kortikal ditemukan pada demensia tipe Alzhaimer, penyakit Creutzfeldt-Jacob, dan penyakit Pick, yang sering menunjukkan manifestasi seperti afasia, agnosia, dan apraksia. Dalam praktek klinis, dua jenis demensia saling bertumpang tindih, dan pada sebagian besar kasus diagnosis yang akurat hanya dapat dibuat melalui otopsi. Penyakit Human prion hasil dari mutase kode dalam protein gen prion (PRNP) dan dapat diturunkan, didapat, atau sporadic. Itu termasuk familial CJD, Syndrome Gerstmann-Straussler-Scheinker, insomnia familial yang fatal. Ini diturunkan secara autosomal dominan. Penyakit yang didapat termasuk kuru dan iatrogenic CJD. Kuru adalah penyakit epidemic pada orang-orang di Papua, Papua Nugini, disebabkan oleh ritual pemakaman kanibalistik, dengan insiden puncak pada tahun 1950. Penyakit iatrogenic sangat jarang dan
disebabkan oleh, contohnya kontaminasi penggunaan graft pada duramater dan kornea serta terapi dari Human Cadaver Pituitary termasuk growth hormone dan gonadotropin. CJD sporadic terjadi pada 85% penyakit Human prion dengan distribusi yang seragam dan insidensi sekitar 1 dalam 1 juta per tahun. Dengan usia rata-rata pada onset 65 tahun. Ini jarang terjadi pada individu dibawah 30 tahun. (Informasi lebih lanjut tentang demensia ditemukan dalam Bab 10.3).
Demensia tipe Alzhaimer. Dari semua pasien dengan demensia, 50-60% nya memiliki demensia tipe alzhaimer yang merupakan tipe demensia tersering. Kira-kira 5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe alzhaimer, dibandingkan dengan 15-25% dari semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih. Prevalensi demensia tipe alzhaimer lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada laki-laki. Pasien dengan demensia tipe alzhaimer menempati >50% dari semua tempat tidur di rumah perawatan. Demensia tipe alzhaimer memiliki onset yang bertahap dan progresif. Rata-rata orang dapat bertahan hidup dengan demensia tipe alzhaimer berkisar 8 tahun, rentang 1 hingga 20 tahun. Diagnosis dibuat berdasarkan riwayat pasien (anamnesis) dan pemeriksaan status mental. Teknik pencitraan otak biasanya dapat berguna. Demensia alzhaimer ditandai oleh penurunan fungsi kognitif dengan onset yang bertahap dan progresif. Daya ingat mengalami gangguan, dan sekurangkurangnya ditemukan 1 berikut: afasia, apraksia, agnosia, dan gangguan fungsi eksekutif. Urutan umum deficit adalah daya ingat, Bahasa, dan fungsi visuospasial. Awalnya, pasien mungkin memiliki ketidakmampuan mempelajari dan mengingat informasi baru: selanjutnya dia akan mengalami gangguan penamaan, selanjutnya diikuti ketidakmampuan untuk mencontoh gambar. Demensia tipe alzhaimer awal mungkin sulit untuk didiagnosis Karena IQ pasien masih normal. Perubahan kepribadian seperti depresi, obsesivitas, dan kecurigaan dapat terjadi ledakan kemarahan sering terjadi, dan tindakan kekerasan merupakan suatu risiko. Disorientasi menyebabkan pasien berkelana: pasien mungkin ditemukan jauh dari rumah dalam kondisi yang linglung. Kehilangan inisiatif juga sering ditemukan. Defek neurologis seperti gangguan gaya berjalan, afasia, apraksia, dan agnosia sering kali timbul. Etiologi. Penyebab penyakit alzhaimer tidak diketahui walaupun pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi postmortem telah menemukan kehilang selektif neuron kolinergik. Perubahan structural dan funsional juga terjadi. Temuan anatomic makroskopik berupa penurunan volume girus pada lobus frontalis dan temporalis, dengan relative terjaganya korteks motoric dan sensorik primer. Perubahan mikroskopik yang tipikal berupa plaksenilis dan serabut neurofibrialis yang diturunkan dari protein tau (gambar 54-3 dan 10.3-1). Penghambatan fosforilasi protein tau yang menyimpang telah digali sebagai kemungkinan intervensi terapetik pada demensia tipe alzhaimer. Terapi. Demensia tipe Alzheimer tidak memiliki pencegahan atau penyembuhan yang diketahui. Terapi adalah paliativ, terdiri dari nutrisi yang tepat, latihan, dan pengawasan aktivitas sehari-hari. Medikasi mungkin berguna dalam menangani agitasi dan gangguan perilaku. Propranolol (Inderal), pindolol (visken), buspiron (buspar), dan valproate (depakene) semua telah dilaporkan membantu menurunkan agitasi dan agresi. Haloperidol (Haldol) dan obat penghambat dopamine potensi tinggi lainnya mungkin berguna untuk mengendalikan gangguan perilaku akut. Subkelompok pasien dengan demensia tipe Alzheimer menunjukkan perbaikan dalam ukuran kognitif dan fungsional jika diobati dengan tacrine hidroklorid (cognex) atau donepezil (Aricept). Laporan terbaru dari suplementasi vitamin E (400 sampai 600 mg per hari) menghambat progresivitas demensia. Demensia