Tr Epilepsi.docx

  • Uploaded by: Angga Firmansyah
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tr Epilepsi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,190
  • Pages: 36
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Epilepsi dikenal sebagai salah satu penyakit tertua di dunia dan menempati urutan kedua dari penyakit saraf setelah gangguan peredaran darah otak. Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang yang mencapai 114 per 100.000 penduduk per tahun. Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologik klinis yang sering dijumpai. Definisi epilepsi menurut kelompok studi epilepsi PERDOSSI 2011 adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan berulang akibat lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuronneuron otak secara paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi, bukan disebabkan oleh penyakit otak akut. Perlu diketahui bahwa epilepsi bukanlah merupakan suatu penyakit, melainkan suatu kumpulan gejala. Gejala yang paling umum adalah adanya kejang, karena itu epilepsi juga sering dikenal sebagai penyakit kejang. Insidensi epilepsi di negara-negara maju ditemukan 24-53 setiap 100.000 populasi,

sementara

insidensi

epilepsi

di

negara-negara

berkembang 49.3-190 setiap 100.000 populasi. Tingginya insidensi epilepsi di negaranegara berkembang dikarenakan infeksi susunan saraf pusat, trauma kepala dan morbiditas perinatal. Di Indonesia belim ada data epidemiologi yang pasti tetapi diperkirakan pada 900.000-1.800.000 penderita, karna cukup banyaknya penderita epilepi dan luasnya aspek medik dan psikososial, maka epilepsi tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat sehingga keterampilan para dokter dan para medis lainnya dalam penatalaksanaan penyakit ini perlu ditingkatan.

Epilepsy | 1

1.2 Tujuan 1. Untuk megetahui definisi Epilepsi. 2. Untuk mengetahui epidemiologi Epilepsi. 3. Untuk mengetahui klasifikasi kejang pada Epilepsi. 4. Untuk mengetahui etiologi Epilepsi. 5. Untuk megetahui patofisiologi Epilepsi. 6. Untuk megetahui manifestasi klinis pada Epilepsi. 7. Untuk mengetahui diagnosis pada Epilepsi. 8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Epilepsi. 9. Untuk megetahui prognosis pada Epilepsi.

Epilepsy | 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan fisiologi system saraf 2.1.1

Struktur dan Fungsi Sistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf yang disebut neuron

dan jaringan penunjang yang disebut neuroglia . Tersusun membentuk sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST). SSP terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem persarafan berfungsi dalam mempertahankan kelangsungan hidup melalui

berbagai

mekanisme

sehingga

tubuh

tetap

mencapai

keseimbangan. Stimulasi yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh dapat mengadaptasi sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi perubahan berlangsung melalui kegiatan saraf yang dikenal sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit. 2.1.2

Stimulasi dapat Menghasilkan Suatu Aktifitas Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf yang selanjutnya

akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi dalam bentuk impuls listrik ke sistem saraf pusat. Bagian sistem saraf tepi yang menerima rangsangan disebut reseptor, dan diteruskan menuju sistem saraf pusat oleh sistem saraf sensoris. Pada sistem saraf pusat impuls diolah dan diinterpretasi untuk kemudian jawaban atau respon diteruskan kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Sistem saraf yang membawa jawaban atau respon adalah sistem saraf motorik. Bagian sistem saraf tepi yang mencetuskan jawaban disebut efektor. Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi

Epilepsy | 3

oleh kemauan (volunter) dan jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter melibatkan sistem saraf otonom. Efektor dari sitem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea. 2.1.3

Fungsi Saraf

a. Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori . Saraf sensori disebut juga Afferent Sensory Pathway. b. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. c. Mengolah informasi yang diterima baik ditingkat medula spinalis maupun di otak untuk selanjutnya menentukan jawaban atau respon. d. Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organorgan tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan. Saraf motorik disebut juga Efferent Motorik Pathway. 2.1.4

Sel Saraf (Neuron) Merupakan sel tubuh yang berfungsi mencetuskan dan

menghantarkan impuls listrik. Neuron merupakan unit dasar dan fungsional sistem saraf yang mempunyai sifat exitability artinya siap memberi respon saat terstimulasi. Satu sel saraf mempunyai badan sel disebut soma yang mempunyai satu atau lebih tonjolan disebut dendrit. Tonjolan-tonjolan ini keluar dari sitoplasma sel saraf. Satu dari dua ekspansi yang sangat panjang disebut akson. Serat saraf adalah akson dari satu neuron. Dendrit dan badan sel saraf berfungsi sebagai pencetus impuls sedangkan akson berfungsi sebagai pembawa impuls. Sel-sel saraf membentuk mata rantai yang panjang dari perifer ke pusat dan sebaliknya, dengan demikian impuls dihantarkan secara berantai dari satu neuron ke neuron lainnya. Tempat dimana terjadi kontak antara satu neuron ke neuron lainnya disebut sinaps. Pengahantaran impuls dari satu

Epilepsy | 4

neuron ke neuron lainnya berlangsung dengan perantaran zat kimia yang disebut neurotransmitter 2.1.5

Jaringan Penunjang Jaringan penunjang saraf terdiri atas neuroglia. Neuroglia

adalah sel-sel penyokong untuk neuron-neuron SSP, merupakan 40% dari volume otak dan medulla spinalis. Jumlahnya lebih banyak dari selsel neuron dengan perbandingan sekitar 10 berbanding satu. Ada empat jenis sel neuroglia yaitu: mikroglia, epindima, astrogalia, dan oligodendroglia a. Mikroglia Mempunyai sifat fagositosis, bila jaringan saraf rusak maka sel-sel ini bertugas untuk mencerna atau menghancurkan sisa-sisa jaringan yang rusak. Jenis ini ditemukan diseluruh susunan saraf pusat dan di anggap berperan penting dalam proses melawan infeksi. Sel-sel ini mempunyai sifat yang mirip dengan sel histiosit yang ditemukan dalam jaringan penyambung perifer dan dianggap sebagai sel-sel yang termasuk dalam sistem retikulo endotelial sel. b. Epindima Berperan dalam produksi cairan cerebrospinal. Merupakan neuroglia yang membatasi sistem ventrikel susunan saraf pusat. Sel ini merupakan epitel dari pleksus choroideus ventrikel otak. c. Astroglia Berfungsi sebagai penyedia nutrisi esensial yang diperlukan oleh neuron dan membantu neuron mempertahankan potensial bioelektris yang sesuai untuk konduksi dan transmisi sinaptik. Astroglia mempunyai bentuk seperti bintang dengan banyak tonjolan. Astrosit berakhir pada pembuluh darah sebagai kaki I perivaskuler dan menghubungkannya dalam sistem transpot cepat metabolik. Kalau ada neuron-neuron yang mati akibat cidera, maka astrosit akan berproliferasi dan mengisi ruang yang

Epilepsy | 5

sebelumnya dihuni oleh badan sel saraf dan tonjolan-tonjolannya. Kalau jaringan SSP mengalami kerusakan yang berat maka akan terbentuk suatu rongga yang dibatasi oleh astrosit d. Oligodendroglia Merupakan sel yang bertanggungjawab menghasilkan myelin dalam SSP. Setiap oligodendroglia mengelilingi beberapa neuron, membran plasmanya membungkus tonjolan neuron sehingga terbentuk lapisan myelin. Myelin merupakan suatu komplek putih lipoprotein yang merupakan insulasi sepanjang tonjolan saraf. Myelin menghalangi aliran ion kalium dan natrium melintasi membran neuronal . 2.1.6

Sistem Saraf Pusat Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. SSP

dibungkus oleh selaput meningen yang berfungsi untuk melindungi otak dan medula spinalis dari benturan atau trauma. Meningen terdiri atas tiga lapisan yaitu durameter, arachnoid dan piamater. 1. Rongga Epidural Berada diantara tulang tengkorak dan durameter. Rongga ini berisi pembuluh darah dan jaringan lemak yang berfungsi sebagai bantalan. Bila cidera mencapai lokasi ini akan menyebabkan perdarahan yang hebat oleh karena pada lokasi ini banyak pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan epidural 2. Rongga Subdural Berada diantara durameter dan arachnoid, rongga ini berisi berisi cairan serosa. 3. Rongga Sub Arachnoid Terdapat diantara arachnoid dan piameter. Berisi cairan cerebrospinalis yang salah satu fungsinya adalah menyerap guncangan atau shock absorber. Cedera yang berat disertai perdarahan dan memasuki ruang sub arachnoid yang akan

Epilepsy | 6

menambah volume CSF sehingga dapat menyebabkan kematian sebagai akibat peningkatan tekanan intra kranial (TIK). 2.1.7

Otak Otak, terdiri dari otak besar yang disebut cerebrum, otak kecil

disebut cerebellum dan batang otak disebut brainstem. Beberapa karateristik khas Otak orang dewasa yaitu mempunyai berat lebih kurang 2% dari berat badan dan mendapat sirkulasi darah sebenyak 20% dari cardiac out put serta membutuhkan kalori sebesar 400 Kkal setiap hari. Otak merupakan jaringan yang paling banyak menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak yang merupakan proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan. Secara struktural, cerebrum terbagi menjadi bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan sub korteks yang disebut struktur subkortikal. Korteks cerebri terdiri atas korteks sensorik yang berfungsi untuk mengenal ,interpretasi impuls sensosrik yang diterima sehingga individu merasakan, menyadari adanya suatu sensasi rasa/indra tertentu. Korteks sensorik juga menyimpan sangat banyak data memori sebagai hasil rangsang sensorik selama manusia hidup. Korteks motorik berfungsi untuk memberi jawaban atas rangsangan yang diterimanya. Struktur sub kortikal a. Basal ganglia; melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan mengkoordinasi gerakan dasar, gerakan halus atau gerakan trampil dan sikap tubuh. b. Talamus; merupakan pusat rangsang nyeri c. Hipotalamus; pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem saraf otonom dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting seperti makan, minum, seks dan motivasi d. Hipofise

Epilepsy | 7

Bersama dengan hipothalamus mengatur kegiatan sebagian besar kelenjar endokrin dalam sintesa dan pelepasan hormon.

Cerebrum Terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium cerebri dan keduanya dipisahkan oleh fisura longitudinalis. Hemisperium cerebri terbagi menjadi hemisper kanan dan kiri. Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan yang disebut corpus callosum. Hemisper cerebri dibagi menjadi lobus-lobus yang diberi nama sesuai dengan tulang diatasnya, yaitu: 1. Lobus frontalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang frontalis 2. Lobus parietalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang parietalis 3. Lobus occipitalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang occipitalis 4. Lobus temporalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang temporalis Cerebelum (Otak Kecil) Terletak di bagian belakang kranium menempati fosa cerebri posterior di bawah lapisan durameter Tentorium Cerebelli. Di bagian depannya terdapat batang otak. Berat cerebellum sekitar 150 gr atau 88% dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisper cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan oleh vermis. Fungsi cerebellum pada umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna. Batang Otak atau Brainstern Terdiri atas diencephalon, mid brain, pons dan medula oblongata. Merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti pusat pernafasan,

Epilepsy | 8

pusat vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung dan pusat muntah, bersin dan batuk. 2.1.8

Komponen Saraf Kranial a. Komponen sensorik somatik : N I, N II, N VIII b. Komponen motorik omatik : N III, N IV, N VI, N XI, N XII c. Komponen campuran sensorik somatik dan motorik somatik : N V, N VII, N IX, N X d. Komponen motorik viseral Eferen viseral merupakan otonom mencakup N III, N VII, N IX, N X. Komponen eferen viseral yang 'ikut' dengan beberapa saraf kranial ini, dalam sistem saraf otonom tergolong pada divisi parasimpatis kranial. 1. N. Olfactorius Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidu, yang terletak dibagian atas dari mukosa hidung di sebelah atas dari concha nasalis superior. 2. N. Optikus Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan saraf eferen sensori khusus. Pada dasarnya saraf ini merupakan penonjolan dari otak ke perifer. 3. N. Oculomotorius Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada mesensephalon. Saraf ini berfungsi sebagai saraf untuk mengangkat bola mata 4. N. Trochlearis Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf ini mensarafi muskulus oblique yang berfungsi memutar bola mata 5. N. Trigeminus Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus, saraf maxilaris dan saraf mandibularis yang merupakan gabungan saraf sensoris dan motoris. Ketiga saraf ini mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen.

Epilepsy | 9

6. N. Abducens Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini menpersarafi muskulus rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bola mata dapat digerakan ke lateral dan sikap bola mata tertarik ke medial seperti pada Strabismus konvergen. 7. N. Facialias Saraf ini merupakan gabungan saraf aferen dan eferen. Saraf aferen berfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan sedangkan saraf eferent untuk otot wajah. 8. N. Statoacusticus Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran dan saraf keseimbangan 9. N. Glossopharyngeus Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing. Saraf ini mengandung serabut sensori khusus. Komponen motoris saraf ini mengurus otot-otot pharing untuk menghasilkan gerakan menelan. Serabut sensori khusus mengurus pengecapan di lidah. Disamping itu juga mengandung serabut sensasi umum di bagian belakang lidah, pharing, tuba, eustachius dan telinga tengah. 10. N. Vagus Saraf ini terdiri dari tiga komponen: a) komponen motoris yang mempersarafi otot-otot pharing yang menggerakkan pita suara, b) komponen sensori yang mempersarafi bagian bawah pharing, c) komponen saraf parasimpatis yang mempersarafi sebagian alatalat dalam tubuh. 11. N. Accesorius Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada nucleus ambigus dan komponen spinal yang dari nucleus motoris segmen C 1-2-3. Saraf ini mempersarafi muskulus Trapezius dan Sternocieidomastoideus. 12. Hypoglosus

Epilepsy | 10

Saraf ini merupakan saraf eferen atau motoris yang mempersarafi otot-otot lidah. Nukleusnya terletak pada medulla di dasar ventrikularis IV dan menonjol sebagian pada trigonum hypoglosi. 2.1.9

Medula Spinalis Medula spinalis merupakan perpanjangan medula oblongata ke

arah kaudal di dalam kanalis vertebralis mulai setinggi cornu vertebralis cervicalis I memanjang hingga setinggi cornu vertebralis lumbalis I - II. Terdiri dari 31 segmen yang setiap segmennya terdiri dari satu pasang saraf spinal. Dari medula spinalis bagian cervical keluar 8 pasang , dari bagian thorakal 12 pasang, dari bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti halnya otak, medula spinalispun terbungkus oleh selaput meninges yang berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera. Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan bagianbagian substansia grissea dan substansia alba. Substansia grisea ini mengelilingi canalis centralis sehingga membentuk columna dorsalis, columna lateralis dan columna ventralis. Massa grisea dikelilingi oleh substansia alba atau badan putih yang mengandung serabut-serabut saraf yang diselubungi oleh myelin. Substansi alba berisi berkas-berkas saraf yang membawa impuls sensorik dari SST menuju SSP dan impuls motorik dari SSP menuju SST. Substansia grisea berfungsi sebagai pusat koordinasi refleks yang berpusat di medula spinalis.Disepanjang medulla spinalis terdapat jaras saraf yang berjalan dari medula spinalis menuju otak yang disebut sebagai jaras acenden dan dari otak menuju medula spinalis yang disebut sebagai jaras desenden. Subsatansia alba berisi berkas-berkas saraf yang berfungsi membawa impuls sensorik dari sistem tepi saraf tepi ke otak dan impuls motorik dari otak ke saraf tepi. Substansia grisea berfungsi sebagai pusat koordinasi refleks yang berpusat dimeudla spinalis. Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf puast yang bukan medula spinalis, pusat koordinasinya tidak di substansia grisea medula

Epilepsy | 11

spinalis. Pada umumnya penghantaran impuls sensorik di substansia alba medula spinalis berjalan menyilang garis tenga. ImPuls sensorik dari tubuh sisi kiri akan dihantarkan ke otak sisi kanan dan sebaliknya. Demikian juga dengan impuls motorik. Seluruh impuls motorik dari otak yang dihantarkan ke saraf tepi melalui medula spinalis akan menyilang. Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat. Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka. Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang 'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot rangka

(hiporefleksia).

Pada

kerusakan

UMN,

otot

lumpuh

(paralisa/paresa) dan kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling menyilang. Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medula spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN. Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan. Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang terjadi baik dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal.

Epilepsy | 12

Kegiatan refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks Fungsi medula spinalis a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis. b. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai c. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum d. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh. 2.1.10 Lengkung refleks  Reseptor: penerima rangsang  Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat refleks)  Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia grisea), tempat terjadinya sinap ((hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan /penerusan impuls)  Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf /penggerak)  Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban refleks. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka), sel kelenjar. 2.1.11 Sistem Saraf Tepi Kumpulan neuron diluar jaringan otak dan medula spinalis membentuk sistem saraf tepi (SST). Secara anatomik digolongkan ke dalam saraf-saraf otak sebanyak 12 pasang dan 31 pasang saraf spinal. Secara fungsional, SST digolongkan ke dalam: a) saraf sensorik (aferen) somatik : membawa informasi dari kulit, otot rangka dan sendi, ke sistem saraf pusat, b) saraf motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari sistem saraf pusat ke otot rangka, c) saraf sesnsorik (eferen) viseral : Epilepsy | 13

membawa informasi dari dinding visera ke sistem saraf pusat, d) saraf mototrik (eferen) viseral : membawa informasi dari sistem saraf pusat ke otot polos, otot jantung dan kelenjar. Saraf eferen viseral disebut juga sistem saraf otonom. Sistem saraf tepi terdiri atas saraf otak (s.kranial) dan saraf spinal. Saraf Otak (s.kranial) Bila saraf spinal membawa informasi impuls dari perifer ke medula spinalis dan membawa impuls motorik dari medula spinalis ke perifer, maka ke 12 pasang saraf kranial menghubungkan jaras-jaras tersebut dengan batang otak. Saraf cranial sebagian merupakan saraf campuran artinya memiliki saraf sensorik dan saraf motorik Saraf Spinal Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan kemudian dari kolumna vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang vertebra. Celah tersebut dinamakan foramina intervertebrelia. Seluruh saraf spinal merupakan saraf campuran karena mengandung serat-serat eferen yang membawa impuls baik sensorik maupun motorik. Mendekati medula spinalis, serat-serat eferen memisahkan diri dari serat –serat eferen. Serat eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis), sedangkan serat eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan (radix ventralis). Setiap segmen medula spinalis memiliki sepasang saraf spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan demikian terdapat 8 pasang saraf spinal servikal, 12 pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal lumbal, 5 pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk kelangsungan fungsi integrasi, terdapat neuron-neuron penghubung disebut interneuron yang tersusun sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu interneuron sampai yang sangat kompleks banyak interneuron. Dalam menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal melayani suatu segmen tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk fungsi sensorik. Dengan

Epilepsy | 14

demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu dapat memberikan gambaran letak kerusakan. Sistem Saraf Somatik Dibedakan 2 berkas saraf yaitu saraf eferen somatik dan eferen viseral. Saraf eferen somatik : membawa impuls motorik ke otot rangka yang menimbulkan gerakan volunter yaitu gerakan yang dipengaruhi kehendak. Saraf eferen viseral : membawa impuls mototrik ke otot polos, otot jantung dan kelenjar yang menimbulkan gerakan/kegiatan involunter (tidak dipengaruhi kehendak). Saraf-saraf eferen viseral dengan ganglion tempat sinapnya dikenal dengan sistem saraf otonom yang keluar dari segmen medula spinalis torakal 1 – Lumbal 2 disebut sebagai divisi torako lumbal (simpatis). Serat eferen viseral terdiri dari eferen preganglion dan eferen postganglion. Ganglion sistem saraf simpatis membentuk mata rantai dekat kolumna vertebralis yaitu sepanjang sisiventrolateral kolumna vertabralis, dengan serat preganglion yang pendek dan serat post ganglion yang panjang. Ada tiga ganglion simpatis yang tidak tergabung dalam ganglion paravertebralis yaitu ganglion kolateral yang terdiri dari ganglion seliaka, ganglion mesenterikus superior dan ganglion mesenterikus inferior. Ganglion parasimpatis terletak relatif dekat kepada alat yang disarafinya bahkan ada yang terletak didalam organ yang dipersarafi. Semua serat preganglion baik parasimpatis maupun simpatis serta semua serat postganglion parasimpatis, menghasilkan asetilkolin sebagai zat kimia perantara. Neuron yang menghasilkan asetilkolin sebagai zat kimia perantara dinamakan neuron kolinergik sedangkan neuron yang menghasilkan nor-adrenalin dinamakan neuron adrenergik. Sistem saraf parasimpatis dengan demikian dinamakan juga sistem saraf kolinergik, sistem saraf simpatis sebagian besar merupakan sistem saraf adrenergik dimana postganglionnya menghasilkan nor-adrenalin dan sebagian kecil berupa sistem saraf kolinergik dimana postganglionnya menghasilkan asetilkolin. Distribusi anatomik sistem saraf otonom ke alat-alat visera,

Epilepsy | 15

memperlihatkan bahwa terdapat keseimbangan pengaruh simpatis dan parasimpatis pada satu alat. Umumnya tiap alat visera dipersarafi oleh keduanya. Bila sistem simpatis yang sedang meningkat, maka pengaruh parasimpatis terhadap alat tersebut kurang tampak, dan sebaliknya. Dapat dikatakan pengaruh simpatis terhadap satu alat berlawanan dengan pengaruh parasimpatisnya. Misalnya peningkatan simpatis terhadap jantung mengakibatkan kerja jantung meningkat, sedangkan pengaruh parasimpatis menyebabkan kerja jantung menurun. Terhadap sistem pencernaan, simpatis mengurangi kegiatan, sedangkan parasimpatis meningkatkan kegiatan pencernaan. Atau dapat pula dikatakan, secara umum pengaruh parasimpatis adalah anabolik, sedangkan pengaruh simpatis adalah katabolik. 2.1.12 Sirkulasi Darah pada Sistem Saraf Pusat Sirkulasi darah pada sistem saraf terbagi atas sirkulasi pada otak dan medula spinalis. Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang dikirim ke otak sebagai blood flow cerebral adalah 20% cardiac out put atau 1100-1200 cc/menit untuk seluruh jaringan otak yang berat normalnya 2% dari berat badan orang dewasa. Untuk mendukung tercukupinya suplai oksigen, otak mendapat sirkulasi yang didukung oleh pembuluh darah besar. Suplai Darah Otak 1. Arteri Carotis Interna kanan dan kiri  Arteri communicans posterior Arteri ini menghubungkan arteri carotis interna dengan arteri cerebri posterior  Arteri choroidea anterior, yang nantinya membentuk plexus choroideus di dalam ventriculus lateralis  Arteri cerebri anterior Bagian ke frontal disebelah atas nervus opticus diantara belahan otak kiri dan kanan. Ia kemudian akan menuju facies medialis lobus frontalis cortex cerebri. Daerah yang diperdarahi arteri ini

Epilepsy | 16

adalah: a) facies medialis lobus frontalis cortex cerebro, b) facies medialis lobus parietalis, c) facies convexa lobus frontalis cortex cerebri, d) facies convexa lobus parietalis cortex cerebri, e) Arteri cerebri media  Arteri cerebri media 2. Arteri Vertebralis kanan dan kiri Berjalan lateral melalui fossa sylvii dan kemudian bercabang-cabang untuk selanjutnya menuju daerah insula reili. Daerah yang disuplai darah oleh arteri ini adalah Facies convexa lobus frontalis coretx cerebri mulai dari fissura lateralis sampai kirakira sulcus frontalis superior, facies convexa lobus parielatis cortex cerebri mulai dari fissura lateralis sampai kira-kira sulcus temporalis media dan facies lobus temporalis cortex cerebri pada ujung frontal. Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini berjalan ke kranial melalui foramen transversus vertebrae ke enam sampai pertama kemudian membelok ke lateral masuk ke dalam foramen transversus magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan ventral dari medula oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal pons varolii. Arteri vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang kemudian berjalan frontal untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri posterior kanan dan kiri. Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah facies convexa lobus temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi sulcus temporalis media, facies convexa parietooccipitalis, facies medialis lobus occipitalis cotex cerebri dan lobus temporalis cortex cerebri. Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk menjaga agar aliran darah ke jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang berasal dari arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal dari arteri vertebralis, dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk Circle of willis yang terdapat pada bagian dasar otak.

Epilepsy | 17

Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri media dengan arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior. 2.1.13 Suplai Darah Medula Spinalis Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu: 1) arteri Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri vertebralis, 2) arteri Spinalis posterior, yang juga merupakan percabangan arteri vertebralis. Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis sehingga merupakan anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona. Vena di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena jaringan otak bermuara di jalan vena yang terdapat pada permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus yang terdapat di dalam spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus venosus yang terdapat di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak. 2.1.14 Cairan Cerebrospinalis (CSF) Cairan cerebrospinalis atau banyak orang terbiasa menyebutnya cairan otak merupakan bagian yang penting di dalam SSP yang salah satu fungsinya mempertahankan tekanan konstan dalam kranium. Cairan ini terbentuk di Pleksus chroideus ventrikel otak, namun bersirkulasi disepanjang rongga sub arachnoid dan ventrikel otak. Pada orang dewasa volumenya berkisar 125 cc, relatif konstan dalam produksi dan absorbsi. Absorbsi terjadi disepanjang sub arachnoid oleh vili arachnoid. Ada empat buah rongga yang saling berhubungan yang disebut ventrikulus cerebri tempat pembentukan cairan ini yaitu: 1) ventrikulus lateralis , mengikuti hemisfer cerebri, 2) ventrikulus lateralis II, 3) ventrikulus tertius III dtengah-tengah otak, dan 4) ventrikulus quadratus IV, antara pons varolli dan medula oblongata. Ventrikulus lateralis berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen monro. Ventrikulus tertius dengan ventrikulus

Epilepsy | 18

quadratus melalui foramen aquaductus sylvii yang terdapat di dalam mesensephalon. Pada atap ventrukulus quadratus bagian tengah kanan dan kiri terdapat lubang yang disebut foramen Luscka dan bagian tengah terdapat lubang yang disebut foramen magendi. Sirkulasi cairan otak sangat penting dipahami karena bebagai kondisi patologis dapat terjadi akibat perubahan produksi dan sirkulasi cairan otak. Cairan otak yang dihasilkan oleh flexus ventrikulus lateralis kemudian masuk kedalam ventrikulus lateralis, dari ventrikulus lateralis kanan dan kiri cairan otak mengalir melalui foramen monroi ke dalam ventrikulus III dan melalui aquaductus sylvii masuk ke ventrikulus IV. Seterusnya melalui foramen luscka dan foramen megendie masuk kedalam spastium sub arachnoidea kemudian masuk ke lakuna venosa dan selanjutnya masuk kedalam aliran darah. Fungsi Cairan Otak 1.

Sebagai bantalan otak agar terhindar dari benturan atau trauma pada kepala Mempertahankan tekanan cairan normal otak yaitu 10 – 20

2.

mmHg 3.

Memperlancar metabolisme dan sirkulasi darah diotak.

2.2 Epilepsi 2.2.1 Definisi Epilepsi adalah suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam etiologi,yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala,akibat lepasnya muatan listrik neuronneuron secara eksesif. Epilepsi juga merupakan kejang tanpa provokasi yang terjadi dua kali atau lebih dengan interval waktu lebih dari 24 jam. Epilepsi menurut World Health Organization (WHO) merupakan gangguan kronik otak yang menunjukkan gejala-gejala berupa serangan-serangan yang berulang-ulang yang terjadi akibat

Epilepsy | 19

adanya ketidaknormalan kerja sementara sebagian atau seluruh jaringan otak karena cetusan listrik pada neuron (sel saraf) peka rangsang yang berlebihan, yang dapat menimbulkan kelainan motorik, sensorik, otonom atau psikis yang timbul tiba-tiba dan sesaat disebabkan lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel otak

2.2.2 Epidemiologi Terdapat perbedaan data epidemiologi dari berbagai negara. Hal ini disebabkan oleh (a) belum adanya keseragaman dalam definisi dan klasifikasi, (b) epilepsy buka merupakan penyakit yang harus dilaporkan, dan (c) pengambilan data dari kelompok tertentu (bukan populasi umum) misalnya statistic militer dan murid sekolah, sehingga sulit untuk membandingkan hasil penelitian – penelitian yang sudah dilakukan. Insidensi epilepsy di berbagai negara bervariasi antara 0,2-0,70/oo, prevalensinya bervariasi antara 470/oo. Sedangkan di Indonesia di perkirakan antara 900.000-1,8 juta penderita. Epilepsy dijumpai pada semua ras di dunia dengan insiden dan prevalensi yang hamper sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka yang lebih tinggi di negara berkembang. Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan usia lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus).

2.2.3 Klasifikasi epilepsi Banyak usaha telah dilakukan untuk mengadakan klasifikasi menurut parameter tertentu.Tetapi dalam klinik ternyata klasifikasi berdasarkan simptomatologi adalah paliing praktis. Adapun klasifikasi itu adalah sebagai berikut :

Epilepsy | 20

1. Epilepsi Umum. a) Grand mal. Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal berlangsung selama 3 atau 4 menit. b) Petit mal. Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan (twitch- like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata. c) Epilepsi Jenis Focal / Parsial. Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regio setempat pada korteks serebri atau strukturstruktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik setempat atau adanya kelainan fungsional.

2. Epilepsi Primer (Idiopatik) Epilepsi

primer

hingga

kini

tidak

ditemukan

penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik). Sering terjadi pada: -

Trauma lahir, Asphyxia neonatorum

-

Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

-

Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol

Epilepsy | 21

-

Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

-

Tumor Otak

-

Kelainan pembuluh darah

3. Epilepsi Sekunder (Simtomatik) Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma. Penyebab step / childhood epilepsi / epilepsi anak-anak: -

fever / panas

-

genetic causes / faktor genetik

-

head injury / luka di kepala.

-

infections of the brain and its coverings / Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak

-

lack of oxygen to the brain/ kekurangan oksigen, terutama saat proses kelahiran.

-

hydrocephalus/pembesaran ukuran kepala (excess water in the brain cavities)

-

disorders of brain development / gangguan perkembangan otak.

2.2.4 Etiologi Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang pasti

Epilepsy | 22

atau yang lebih sering kita sebut sebagai kelainan idiopatik.2 Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum. Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu: Tabel 1. Etiologi epilepsy Kejang fokal

Kejang umum

a. Trauma kepala

a. Penyakit metabolic

b. Stroke

b. Reaksi obat

c. Infeksi

c. Idiopatik

d. Malformasi vaskuler

d. Faktor genetic

e. Tumor (Neoplasma)

e. Kejang fotosensitif

f. Displasia g. Mesial Temporal Sclerosis

2.2.5 Faktor resiko Gangguan stabilitas neuron – neuron otak yang dapat terjadi saat epilepsi, dapat terjadi saat: Tabel 2. Factor resiko epilepsi Prenatal

Natal

1. Umur ibu saat hamil terlalu

muda

(<20

Postnatal

1. Asfiksia

1. Kejang

2. Bayi dengan berat

tahun) atau terlalu tua

Badan

lahir

(>35 tahun)

rendah

(<2500

2. Kehamilan

dengan

eklamsia dan hipertensi 3. Kehamilan

primipara

atau multipara 4. Pemakaian toksik

2. Trauma kepala

gram)

3. Infeksi

3. Kelahiran

SSP

premature

atau

postmatur bahan

demam

4. Gangguan 5. metabolik

4. Partus lama 5. Persalinan dengan alat

Epilepsy | 23

2.2.6 Patofisiologi Telah diketahui bahwa neuron memiliki potensial membran, hal ini terjadi karena adanya perbedaan muatan ion-ion yang terdapat di dalam dan di luar neuron. Perbedaan jumlah muatan ionion ini menimbulkan polarisasi pada membran dengan bagian intraneuron yang lebih negatif. Neuron bersinaps dengan neuron lain melalui akson dan dendrit. Suatu masukan melalui sinapsis yang bersifat eksitasi akan menyebabkan terjadinya depolarisasi membran yang berlangsung singkat, kemudian inhibisi akan menyebabkan hiperpolarisasi membran. Bila eksitasi cukup besar dan inhibisi kecil, akson mulai terangsang, suatu potensial aksi akan dikirim sepanjang akson, untuk merangsang atau menghambat neuron lain. Patofisiologi utama terjadinya epilepsi meliputi mekanisme yang terlibat dalam munculnya kejang (iktogenesis), dan juga mekanisme yang terlibat dalam perubahan otak yang normal menjadi otak yang mudah-kejang (epileptogenesis). 1. Mekanisme iktogenesis Hipereksitasi adalah faktor utama terjadinya iktogenesis. Eksitasi yang berlebihan dapat berasal dari neuron itu sendiri, lingkungan neuron, atau jaringan neuron. -

Sifat eksitasi dari neuron sendiri dapat timbul akibat adanya perubahan fungsional dan struktural pada membran postsinaptik; perubahan pada tipe, jumlah, dan distribusi kanal ion gerbang-voltase dan gerbang-ligan; atau

perubahan

biokimiawi

pada

reseptor

yang

meningkatkan permeabilitas terhadap Ca2+, mendukung perkembangan

depolarisasi

berkepanjangan

yang

mengawali kejang. -

Sifat eksitasi yang timbul dari lingkungan neuron dapat berasal

dari

perubahan

fisiologis

dan

struktural.

Epilepsy | 24

Perubahan fisiologis meliputi perubahan konsentrasi ion, perubahan

metabolik,

dan

kadar

neurotransmitter.

Perubahan struktural dapat terjadi pada neuron dan sel glia. Konsentrasi Ca2+ ekstraseluler menurun sebanyak 85% selama kejang, yang mendahului perubahan pada konsentasi K2+. Bagaimanapun, kadar Ca2+ lebih cepat kembali normal daripada kadar K2+. -

Perubahan pada jaringan neuron dapat memudahkan sifat eksitasi di sepanjang sel granul akson pada girus dentata; kehilangan neuron inhibisi; atau kehilangan neuron eksitasi yang diperlukan untuk aktivasi neuron inhibisi.

2. Mekanisme epileptogenesis -

Mekanisme nonsinaptik Perubahan

konsentrasi

ion

terlihat

selama

hipereksitasi, peningkatan kadar K2+ ekstrasel atau penurunan kadar Ca2+ ekstrasel. Kegagalan pompa Na+K+ akibat hipoksia atau iskemia diketahui menyebabkan epileptogenesis, dan keikutsertaan angkutan Cl--K+, yang mengatur kadar Cl- intrasel dan aliran Cl- inhibisi yang diaktivasi oleh GABA, dapat menimbulkan peningkatan eksitasi. Sifat eksitasi dari ujung sinaps bergantung pada lamanya depolarisasi dan jumlah neurotransmitter yang dilepaskan. Keselarasan rentetan ujung runcing abnormal pada cabang akson di sel penggantian talamokortikal memainkan peran penting pada epileptogenesis. -

Mekanisme sinaptik Patofisiologi sinaptik utama dari epilepsi melibatkan penurunan inhibisi GABAergik dan peningkatan eksitasi glutamatergik. GABA

Epilepsy | 25

Kadar GABA yang menunjukkan penurunan pada CSS (cairan serebrospinal) pasien dengan jenis epilepsi tertentu, dan pada potongan jaringan epileptik dari pasien dengan

epilepsi

yang

resisten

terhadap

obat,

memperkirakan bahwa pasien ini mengalami penurunan inhibisi. Glutamat Rekaman hipokampus dari otak manusia yang sadar menunjukkan peningkatan kadar glutamat ekstrasel yang terus-menerus selama dan mendahului kejang. Kadar GABA

tetap

rendah

pada

hipokampus

yang

epileptogenetik, tapi selama kejang, konsentrasi GABA meningkat, meskipun pada kebanyakan hipokampus yang non-epileptogenetik. Hal ini mengarah pada peningkatan toksik di glutamat ekstrasel akibat penurunan inhibisi di daerah yang epileptogenetik

Epilepsy | 26

2.2.7 Gejala klinis 1. Kejang parsial simplek Serangan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa: -

“deja vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya,perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan.

-

Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubuh tertentu.

-

Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu

-

Halusinasi

2. Kejang parsial (psikomotor) kompleks Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi: -

Gerakan seperti mencucur atau mengunyah

-

Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya

-

Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung

-

Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang

-

Berbicara tidak jelas seperti menggumam.

3. Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal). Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa

Epilepsy | 27

didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.

2.2.8 Diagnosis Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu : a. Langkah pertama : Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksisimal merupakan bangkitan epilepsi. b. Langkah kedua : Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkitan tersebut termasuk tipe bangkitan yangmana. c. Langkah ketiga : tentukan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita oleh pasien dan tentukan etiologinya.

Epilepsy | 28

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsy berulang (minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai berikut : 1. Anamnesis Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi: A. Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan -

Keadaan penyandang saat bangkitan : duduk / berdiri / berbaring / tidur / berkemih.

-

Gejala awitan (aura, gerakan / sensasi awal / speech arrest).

-

Apa yang tampak selama bangkitan (Pola / bentuk bangkitan) : gerakan tonik / klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat, berkeringat, maupun deviasi mata.

-

Keadaan setelah kejang : bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, atau Todd’s paresis.

-

Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan, atau terdapat perubahan pola bangkitan.

B. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang, maupun riwayat penyakit neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang mungkin menjadi penyebab. C. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, dan interval terpanjang antar bangkitan.

Epilepsy | 29

D. Riwayat bangkitan neonatal / kejang demam

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada pasien anak, pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, dan perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

3. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, dan ureum dalam darah. Keadaan seperti Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia, dan hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya

serangan

kejang.

Pemeriksaan

serum

elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna. b. Elektro ensefalografi (EEG) Elektroensefalograf ialah alat yang dapat merekam aktifitas listrik di otak melalui elektroda yang ditempatkan dikulit kepala. Kelainan EEG yang sering dijumpai pada penderita epilepsi disebut epileptiform discharge atau epileptiform activity. Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsy.

Epilepsy | 30

Rekaman EEG dikatakan abnormal ditentukan atas dasar adanya: -

Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.

-

Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih

lambat

dibanding

seharusnya

misal

gelombang delta. -

Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

c. Rekaman video EEG Pemeriksaan video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan kejang oleh karena epilepsi atau bukan dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terusmenerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil rekaman dapat menunjukkan gambaran serangan kejang epilepsi. d. Pemeriksaan Radiologis Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala merupakan Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging yang bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan struktural di otak dan melengkapi data EEG. CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi, namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsy dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik disbanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa,

Epilepsy | 31

maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri. e. Pemeriksaan neuropsikologi Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan pertimbangan akan dilakukan terapi

pembedahan.

Pemeriksaan

ini

khususnya

memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada dugaan serangan kejang yang bukan epilepsi.

2.2.9 Penatalaksanaan Pengobatan penderita dengan epilepsi dibagi menjadi pemberian obat anti epilepsi, pembedahan, dan diit ketogenik. -

Obat anti epilepsi Obat anti epilepsi ( OAE ) merupakan salah satu aspek yang diperlukan bagi penderita epilepsi yang bertujuan untuk mengatasi serangan kejang, walaupun tidak dapat mengatasi masalah kelainan neurologinya atau masalah kognitif dan psikososialnya. Keputusan untuk memulai terapi OAE didasarkan

pada

pertimbangan

kemungkinan

terjadinya

serangan epilepsi yang berulang dan risiko terjadinya efek buruk akibat terapi obat antiepilepsi. Obat anti epilepsi dikategorikan menjadi dua lini yaitu lini pertama dan lini kedua. obat lini I yang direkomendasikan digunakan untuk bayi dan anak-anak secara rutin yaitu fenobarbital, asam valproat, karbamazepin, dan

fenitoin,

levetiracetam,

OAE

lini

clobazam,

kedua

topiramat,

clonazepam,

lamotrigin, nitrazepam,

Adrenocorticotropic hormone ( ACTH ), steroid. Prinsip pengobatan epilepsi adalah dimulai dengan monoterapi, bila

Epilepsy | 32

kejang tidak dapat dihentikan dengan dosis maksimal, mulai pemberian monoterapi kedua, apabila monoterapi kedua berhasil menghentikan kejang, segera hentikan monoterapi pertama dan lanjutkan pemberian monoterapi kedua. Apabila kejang tidak dapat dihentikan dengan monoterapi kedua pertimbangkan untuk pemberian politerapi ( kombinasi 2-3 OAE lini pertama ). Politerapi seharusnya dihindari sebisa mungkin. Namun demikian, kurang lebih 30-50% pasien tidak berespon terhadap monoterapi. Tujuan pemberian OAE dalam epilepsi adalah menghilangkan kejang dengan efek samping obat yang minimal. -

Pembedahan Sebagian kecil kasus epilepsi tidak dapat dikontrol kejangnya dengan obat-obat antiepilepsi yang biasa digunakan. Saat ini terapi dengan pembedahan merupakan bagian penting dalam tatalaksana pasien epilepsi. Pemilihan pasien untuk tindakan operasi memerlukan pertimbangan yang sangat ketat. Tindakan pembedahan hanya tepat untuk epilepsi fokal yang berasal dari satu fokus yang jelas pada otak, seperti epilepsi lobus temporalis dengan tingkat keberhasilan yang beragam .

-

Diet ketogenik Diet ketogenik merupakan salah satu pilihan untuk epilepsi yang sulit dikontrol kejangnya dengan obat antiepilepsi. Diet ketogenik ini merupakan upaya lain disamping obat dan pembedahan.

Widler

adalah

orang

pertama

yang

memperkenalkan diet ini pada tahun 1920. Diet ketogenik adalah pemberian diet tinggi lemak, rendah protein dan karbohidrat. Dengan diet ini 40-67% anak mengalami perbaikan dalam frekuensi serangan.

2.2.10 Prognosis

Epilepsy | 33

Prognosis epilepsi tergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi, faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50% pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Prognosis epilepsi dihubungkan dengan terjadinya remisi serangan baik dengan pengobatan maupun status psikososial, dan status neurologis penderita. Batasan remisi epilepsi yang sering dipakai adalah 2 tahun bebas serangan (kejang) dengan terapi. Pada pasien yang telah mengalami remisi 2 tahun harus dipertimbangkan untuk penurunan dosis dan penghentian obat secara berkala. Batasan lain yang dipakai untuk menggambarkan remisi adalah bebas serangan (remisi terminal) minimal 6 bulan dalam terapi OAE. Setelah tercapai bebas serangan selama >6 bulan atau >2 tahun dengan terapi, maka perlu dipikirkan untuk menurunkan dosis secara berkala sampai kemudian obat dihentikan, perlu mempertimbangkan risiko terjadinya relaps setelah penghentian obat. Berbagai faktor predictor yang meningkatkan risiko terjadinya relaps adalah usia awitan pada remaja / dewasa, jenis epilepsi sekunder, dan adanya gambaran abnormalitas EEG. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa penderita epilepsi memiliki risiko kematian yang lebih tinggi dibanding populasi normal. Risiko kematian yang paling tinggi adalah pada penderita epilepsi yang disertai defisit neurologi akibat penyakit kongenital. Kematian pada penderita epilepsi anak-anak paling sering disebabkan oleh penyakit susunan saraf pusat yang mendasari timbulnya bangkitan epilepsi.

Epilepsy | 34

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Epilepsi adalah gangguan pada otak yang menyebabkan terjadinya kejang berulang. Kejang terjadi ketika aktivitas listrik didalam otak tiba-tiba terganggu. Gangguan ini dapat menyebabkan perubahan gerakan tubuh, kesadaran, emosi dan sensasi.Tidak semua kejang disebabkan oleh epilepsy. Kejang juga dapat disebabkan oleh kondisi tertentu sepeti meningitis, ensefalitis atau trauma kepala. Ada banyak tipe kejang pada epilepsy, setiap tipe kejang digolongkan menurut gejala yang terjadi. Kejang dapat digolongkan menjadi kejang parsial dan kejang umum, tergantung pada banyaknya area otak yang terpengaruh.

Epilepsy | 35

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC, Jakarta. Harsono et all. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Jakarta. PERDOSSI (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia). 2011. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi-edisi 2. Yogykarta: Gajahmada University Press. Mansjoer, Arif. dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Auskulapius, Jakarta Sylvia A.price, Loraine M.wilson, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, Edisi6, Jakarta : EGC

Epilepsy | 36

Related Documents

Tr
May 2020 36
Tr
May 2020 34
Tr
June 2020 26
Tr
May 2020 36
Tr
April 2020 34
Tomtom-app-tr-tr
June 2020 38

More Documents from ""

Kata Pengantar.docx
April 2020 7
Li Lbm 4 Nms 2.docx
April 2020 23
Sgd Lbm 1.docx
April 2020 40
Tr Epilepsi.docx
April 2020 6