MAKALAH TOTAL QUALITY MANAGEMENT “KEPEMIMPINAN DAN KERJASAMA TIM” Dosen Pengampu: Ir. Nur Prima Waluyowati, MM.
Nama Kelompok: Muhammad Firman Rizqi
(175020201111001)
Selvi Marcelya Pertiwi (175020200111047) Muhammad Ulul Albab (175020200111038)
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2019
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dalam suatu organisasi selalu melibatkan beberapa orang yang saling berinteraksi secara
intensif. Interaksi tersebut disusun dalam suatu struktur yang dapat membantu dalam usaha pencapaian tujuan bersama. Agar pelaksanaan kerja dalam organisasi dapat berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan sumber seperti perlengkapan, metode kerja, bahan baku, dan lain-lain. Usaha untuk mengatur dan mengarahkan sumber daya ini disebut dengan manajemen. Sedangkan inti dari manajemen adalah kepemimpinan (leadership) (Siagian, 1980). Upaya membangun keefektifan pemimpin terletak semata pada pembekalan dimensi keterampilan teknis dan keterampilan konseptual. Adapun keterampilan personal menjadi terpinggirkan. Padahal sejatinya efektifitas kegiatan manajerial dan pengaruhnya pada kinerja organisasi, sangat bergantung pada kepekaan pimpinan untuk menggunakan keterampilan personalnya. Keterampilan personal tersebut meliputi kemampuan untuk memahami perilaku individu dan perilaku kelompok dalam kontribusinya membentuk dinamika organisasi, kemampuan melakukan modifikasi perilaku, kemampuan memahami dan memberi motivasi, kemampuan memahami proses persepsi dan pembentukan komunikasi yang efektif, kemampuan memahami relasi antar konsep kepemimpinan kekuasaan politik dalam organisasi kemampuan memahami genealogi konflik dan negosiasinya, serta kemampuan mengkonstruksikan budaya organisasi yang ideal. Upaya membangun keterampilan personal tersebut selaras dengan perkembangan kajian Organizational Studies (Teori Organisasi, Perilaku Organisasi, Manajemen SDM, dan Kepemimpinan), yang menemukan kontekstualisasinya dalam semangat pendekatan human relations. Organisasi birokrasi publik pun idealnya tidak terlepas dari arah perkembangan ini. Dalam hal ini, paradigma organisasi birokratik-weberian yang berkarakter (terlalu) impersonal dan dingin, mendapatkan tantangan serius dari paradigma post-birokrasi yang lebih humanis
BAB II ISI 2.1
Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu konsep abstrak, tetapi hasilnya nyata. Kadangkala kepemimpinan mengarah pada seni, tetapi seringkali pula berkaitan dengan ilmu. Pada kenyataanya, kepemimpinan merupakan seni sekaligus ilmu. Ada banyak definisi mengenai kepemimpinan, tergantung pada perspektif yang digunakan. Kepemimpinan dapat didefinisikan berdasarkan penerapannya pada bidang militer, olehraga. Bisnis, pendidikan, industry, dan bidang-bidang lainnya. Robbins
(1991)
mendefinisikan
kepemimpinan
sebagai
kemampuan
untuk
mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Schriesheim, et al. (dalam Kreitner dan Kinicki, 1992, p. 516) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses pengaruh sosial dimana pemimpin mengupayakan partisipasi sukarela para bawahannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Gibson et al. (1991, p. 369) memberikan definisi kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi motivasi atau kompetensi individu-individu lainnya dalam suatu kelompok. Ketiga definisi tersebut hanyalah sebagian dari definisi-definisi yang ada. Sedangkan dalam kaitannya dengan TQM, definisi yang diberikan oleh Goetsch dan Davis (1994, p. 192) adalah bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggungjawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Definisi-definisi di atas pada hakikatnya mengandung kesamaan, di mana konsep dasarnya berkaitan dengan penerapannya dalam TQM, yaitu membangkitkan motivasi atau semangat orang lain, yaitu dengan jalan memberikan inspirasi atau mengilhami. Konsep ini mengandung pengertian bahwa motivasi tersebut telah ada dalam diri setiap karyawan dan motivasi yang ada tersebut bukanlah sekedar tanggapan temporer terhadap rangsangan eksternal. Kepemimpinan sendiri tidak hanya berada pada posisi puncak struktur organisasi perusahaan, tetapi juga meliputi setiap level yang ada dalam organisasi.
Istilah manajer dan pemimpin tidaklah perlu dicampuradukkan, karena kepemimpinan merupakan salah satu bagian dari manajemen. Manajer melaksanakan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, komunikasi, dan pengawasan. Termasuk di dalam fungsi-fungsi itu adalah perlunya memimpin dan megarahkan: Zaleznik dalam Robbins (1991) menyatakan bahwa tidak semua pemimpin adalah manajer. Seorang manajer yang diberi hak-hak tertentu (formal) dalam suatu organisasi belum tentu dapat menjadci seorang pemimpin yang efektif. Akan tetapi kemampuan untuk mempengaruhi orang lain yang didapatkan dari luar struktur formal adalah sama atau bahkan lebih penting daripada pengaruh formal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin dapat muncul secara informal dari suatu kelompok dan dapat pula ditunjuk secara formal. A. Karakteristik Pemimpin yang baik Secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik berikut: ·
Tanggung jawab yang seimbang Keseimbangan di sini adalah antara tanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang yang harus melaksanakan pekerjaan tersebut.
·
Model peranan yang positif Peranan adalah tanggungjawab, perilaku, atau prestasi yang diharapkan dari seseorang yang memiliki posisi khusus tertentu. Oleh karena itu seorang pemimpin yang baik harus dapat dijadikan panutan dan contoh bawahannya. Mereka melakukan apa yang diharapkan dari karyawannya, misalnya ia mengharapkan karyawannya untuk tepat waktu, maka pemimpin tersebut harus bersikap tepat waktu dalam memenuhi janji atau melaksanakan tugasnya.
·
Memiliki keterampilan komunikasi yang baik Pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan ide-idenya secara ringkas dan jelas, serta dengancara yang tepat.
·
Memiliki pengaruh positif Pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap karyawannya dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal-hal yang positif. Pengaruh adalah seni menggunakan kekuasaan untuk menggerakkan atau mengubah pandangan orang lain kearah suatu tujuan atau sudut pandang tertentu.
·
Mempunyai kemampuan untuk meyakinkan orang lain Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain akan sudut pandangnya serta mengarahkan mereka apda tanggung jawab total terhadap sudut pandang tersebut. B. Peranan Pemimpin yang baik Disamping memiliki karakteristik sebagaimana telah dijelaskan di atas, seorang pemimpin yang baik harus dapat memainkan peranan penting dalam melakukan tigal hal berikut, yaitu (Bennis dan Nanus, 1985, pp. 184-186):
1. Mengatasi penolakan terhadap perubahan Orang-orang yang memiliki posisi manajmen seringkali berusaha mengatasi hal ini dengan menggunakan kekuasaan (power) dan kendali. Akan tetapi pemimpin mengatasi penolakan dengan menciptakan komitmen total secara sukarela terhdap tujuan dan nilainilai bersama. 2. Menjadi perantara bagi kebutuhan kelompok-kelompok di dalam dan di luar organisasi Bila terjadi konflik kepentingan antara perusahaan dengan salah satu pemasoknya, maka pemimpin harus dapat menemukan cara mengatasinya tanpa merugikan salah satu pihak. 3. Membentuk kerangka etis yang menjadi dasar operasi setiap karyawan dan perusahaan secara keseluruhan. Kerangka etis ini dapat diwujudkan dengan cara: ·
Memberikan contoh perilaku etis
·
Memilih orang-orang yang berperilaku etis sebagai anggota tim
·
Mengkomunikasikan tujuan organisasi
·
Memperkuat perilaku yang sesuai di dalam dan di luar organisasi
·
Menyampaikan posisi-posisi etis,secara internal dan eksternal. · Kepemimpinan bukanlah fungsi dari kharisma. Oleh karena itu seseorang tidak biasa hanya mengandalkan charisma yang ia miliki semata dalam usaha memimpin suatu kelompok tertentu. Bila seorang pemimpin mencoba menggunakan citra dan kharismanya semata untuk memimpin suatu organisasi, maka ia bukanlah pemimpin, tetapi misleader (Drucker, 1992, p.
122), yaitu: ·
Pemimpin menentukan dan mengungkapkan misi organisasi secara jelas
·
Pemimpin menetapkan tujuan, prioritas, dan standar
·
Pemimpin lebih memandang kepemimpinan sebagai tanggungjawab daripada suatu hak istimewa dari suatu kedudukan.
·
Pemimpin bekerja dengan orang-orang yang berpengetahuan dan tangguh, serta dapat memberikan kontribusi kepada organisasi.
·
Pemimpin memperoleh kepercayaan, respek, dan integritas.
2.2 Kepemimpinan Versus Manajemen Diskursus tentang perbedaan pemimpin (leader) dan manajer memang tidak ada habisnya. Salah satu sebabnya adalah satu peran tersebut tidak mungkin dilakukan tanpa keberadaan peran lain. Pemimpin yang tidak bisa mengelola (to manage) akan gagal dalam kepemimpinannya, sementara manajer yang tidak bisa memimpin (to lead) akan gagal dalam aktivitas manajerialnya. Namun sesungguhnya pemimpin (leader) dan manajer. merupakan dua konsep yang berbeda dan terdapat perbedaan diantara keduanya. Pemimpin (leader) adalah seorang pemimpin yang mempunyai sifatsifat kepemimpinan personality atau authority (berwibawa). Ia disegani dan berwibawa terhadap bawahan atau pengikutnya karena kecakapan dan kemampuan serta didukung perilakunnya yang baik. Pemimpin (leader) dapat memimpin organisasi formal maupun informal, dan menjadi panutan bagi bawahan (pengikut)nya. Biasanya tipe kepemimpinannya adalah “partisipatif leader” dan falsafah kepemimpinannya adalah “pimpinan untuk bawahan”. Sedangkan manajer juga merupakan seorang pemimpin, yang dalam praktek kepemimpinannya hanya berdasarkan “kekuasaan atau authority formalnya” saja. Bawahan atau karyawan atau staf menuruti perintahperintahnya karena takut dikenakan hukuman oleh manajer tersebut. Manajer biasanya hanya dapat memimpin organisasi formal saja dan tipe kepemimpinannya ialah “autocratis leader” dengan falsafahnya ialah bahwa “bawahan adalah untuk pemimpin”. Lebih spesifik, perbedaan pemimpin (leader) dan manajer dapat dilihat dari tiga hal yang selalu berkaitan dengannya, yaitu: sumber kekuasaan yang diperoleh, bawahan, dan lingkungan kerja. Berdasarkan sumber kekuasaan yang diperoleh, seorang manajer dipilih melalui jalur formal (seperti dipilih oleh komisaris atau direktur) dengan dasar yuridis yang dimiliki. Artinya seseorang dapat menjadi manajer jika mempunyai dasar yuridis yaitu adanya surat keputusan atau surat pengangkatan. Sedangkan pemimpin (leader) kekuasaan yang dimiliki berdasarkan kontrak sosial dengan anggota atau bawahan. Berkaitan dengan bawahan,
manajer memiliki bawahan yang biasanya disebut sebagai staf atau karyawan yang memiliki posisi formal dalam struktur hierarki organisasi. Bawahan atau karyawan menuruti perintahperintahmya, karena takut dikenakan hukuman oleh manajer. Sedangkan Pemimpin (leader) memiliki bawahan yang biasanya disebut sebagai pengikut. Bawahan atau pengikut menjalankan perintah dari pimpinan (leader) atas dasar kewibawaan pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya karena kecakapan dan kemampuan serta perlakuannya yang baik. Adapun dari segi lingkungan kerja, manajer biasanya hanya dapat memimpin pada lingkungan kerja organisasi formal saja dan bertanggung jawab kepada atasannya. Sedangkan pemimpin (leader) dapat memimpin lingkungan kerja organisasi baik formal maupun informal dan bertanggung jawab kepada anak buahnya. Seorang pemimpin (leader) merupakan bagian dari pengikut sedangkan manager merupakan bagian dari organisasi. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa pimpinan (leader) memiliki fungsi dasar mengarahkan dan menggerakkan seluruh bawahan untuk bergerak pada arah yang sama yaitu tujuan. Sedangkan fungsi seorang manajer berkaitan dengan manajemen, yaitu kegiatan-kegiatan seputar perencanaan (planning), pengorganisasian (organising), penempatan staff (staffi ng), pengarahan (directing) dan kontrol (controlling). Dalam menjalankan fungsinya, seorang manajer lebih sering memanfaatkan wewenang dan kekuasaan jabatan secara struktural yang memiliki kekuatan mengikat dengan dapat melakukan paksaan atau hukuman untuk mengarahkan bawahan. Sedangkan seorang pemimpin (leader) lebih menekankan pengaruh atau karisma yang dimilikinya sehingga bawaha secara sadar untuk mengikuti arahan sang pemimpin. Ia menstimulasi, memfasiltasi, dan berpastisipasi dalam setiap kegiatan yang menginginkan bawahan mengikutinya. Tidak dengan hadiah, paksaan atau hukuman. Berikut ini ada 7 elemen mendasar yang membedakan seorang pemimpin dan manajer. Keduanya punya peran masing-masing dan agak sulit untuk membedakannya manakala seorang manajer kelas atas menjalankan fungsinya sebagai seorang pemimpin yang baik. Secara secara umum 7 elemen dasar itu digambarkan sebagai berikut: 1. Berkaitan dengan GAYA, seorang pemimpin lebih bersifat transformasional, lebih menekankan perubahan atau transformasi. Sedangkan seorang manajer lebih bersifat transaksional, yaitu menekankan target yang mau didapat. Seorang manager bekerja sesuai tujuan yang sudah ditetapkan oleh organisasi/perusahaan. Jadi dia menekankan stabilitas. 2. Berkaitan dengan PERATURAN, seorang pemimpin ‘melanggar aturan’ dalam pengertian dia bergerak jauh di atas peraturan, karena orientasi dia adalah untuk transformasi. Sedangkan seorang manajermenciptakan aturan, karena tanpa aturan dia tidak bisa menjalankan fungsinya, tanpa peraturan target tidak tercapai.
3. Berkaitan dengan PENDEKATAN, seorang pemimpin lebih menekankan arah ke mana orang harus berkiblat dan dia memimpin mereka ke arah itu. Sedangkan seorang manajer mau tidak mau harus merencanakan secara detil apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. 4. Berkaitan dengan VISI, seorang pemimpin menciptakan visi. Dia membuatnya, bahkan visi yang dibuatnya itu dijual sehingga orang membeli visi dari dia. Sedangkan seorang manajer adalah pembeli visi dan menggunakannya. 5. Berkaitan dengan KEPUTUSAN, seorang pemimpin memfasilitasi (sebagai fasilitator) dalam pengambilan keputusan. Sementara seorang manajer mengambil keputusan, karena kalau tidak dia tidak akan berhasil. 6. Berkaitan dengan KONFLIK, seorang pemimpin berani menghadapi konfl ik dan menjadikannya sebuah aset. Dia tidak akan main petak umpet, tapi akan mengubah konfl ik menjadi sebuah kesempatan. Sedangkan seorang manajer cenderung menghindari terjadinya konfl ik, dan selalu berusaha agar selalu stabil. Stabilitas menjadi hal penting bagi seorang manajer, karena konfl ik dianggap sebagai pengacau rencana yang sudah matang. 7. Berkaitan dengan PENCAPAIAN, seorang pemimpin akan mengatakan ‘Ini kerja keras kami”. Team work ditekankan. Sedangkan seorang manajer akan mengatakan ini berhasil karena ‘saya’ sudah menetapkan rencana kerja yang terperinci. Dalam pelaksanaannya, jurang pemisah antara seorang pemimpin dengan seorang manajer tidak begitu kasat mata, apalagi kalau kita berbicara tentang seorang manajer papan atas dalam sebuah organisasi. Bahkan dewasa ini fungsi seorang manajer sepertinya sadar akan peran yang dia mainkan dan sudah lebih open-minded. Itu berlaku bagi seorang manajer yang sudah menyadari fungsinya dan menjadi pribadi yang demokratis dalam menjalankan tugasnya. Namun akan tetap kelihatan bahwa seorang manajer tetaplah seorang manajer, dan seorang pemimpin tetaplah seorang pemimpin.
2.3 Kepemimpinan untuk pencapaian kualitas Dalam perspektif TQM, kepemimpinan didasarkan pada filosofi bahwa perbaikan metode dan proses kerja secara berkesinambungan akan dapat memperbaiki kualitas, biaya, produktivitas, ROI, dan pada gilirannya juga meningkatkan daya saing. Filosofi ini dikemukakan pertama kali oleh Deming yang menyatakan bahwa setiap perbaikan metode dan proses kerja akan memberikan rangkaian hasil sebagai berikut:
Perbaikan kualitas
Penurunan biaya
Peningkatan produktivitas
Penurunan harga
Peningkatan pangsa pasar
Kelangsungan hidup yang lebih lama dalam industry/bisnis
Lapangan kerja yang lebih luas
Peningkatan ROI
Untuk dapat mencapai filosofi tersebut dibutuhkan kepemimpinan yang berorientasi pada peningkatan kualitas secara berkesinambungan. Kepemimpinan seperti itu memiliki beberapa karakteristik berikut (Ross, 1994, p. 34):
1. Visible, committed, dan knowledgeable Kepemimpinan yang baik mengembangkan fokus pada aspek kualitas, melibatkan setiap orang dalam pendidikan dan pelatihan. Selain itu juga mengembangkan hubungan rutin dengan para karyawan, pelanggan, dan pemasok. 2. Semangat misionaris Pemimpin yang baik berusaha mempromosikan aspek kualitas di luar organisasi, baik melalui pemasok, distributor, maupun pelanggan. 3. Target yang agresif Kepemimpinan yang baik mengarah pada perbaikan yang bersifat incremental, tidak sekedar memperbaiki proses tetapi juga mengupayakan proses-proses yang berbeda. 4. Strong driver Tujuan yang ingin dicapai dalam aktivitas perbaikan ditetapkan dengan jelas dalam ukuran kepuasan pelanggan dan kualitas. 5. Komunikasi nilai-nilai Kepemimpinan yang baik melakukan perubahan budaya kea rah budaya kualitas secara efektif. Hal ini dilakukan dengan menyusun suatu sistem komunikasi yang jelas dan konsisten melalui kebijakan tertulis, misi, oedoman, dan pernyataan lainnya mengenai nilainilai kualitas.
6. Struktur Organisasi yang Baik Struktur organisasi yang dimiliki adalah struktur datar (flat structure) yang memungkinkan adanya wewenang yang lebih besar bagi level-level yang lebih rendah. Setiap karyawan diberdayakan dan melibatkan dalam tim-tim perbaikan interdepartemental. 7. Kontak dengan pelanggan Para pelanggan memiliki akses untuk menghubungi CEO dan para manajer senior perusahaan. Pada dasarnya karakteristik di atas mengandung prinsip-prinsip yang sama dengan prinsipprinsip TQM (Scholtes dalam Goetsch dan Davis, 1994, pp. 197-199), yaitu meliputi: 1. Fokus pada Pelanggan Kepemimpinan demi kualitas membutuhkan focus pada pelanggan. Hal ini berarti tujuan utama organisasi adalah untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan melalui suatu cara yang memberikan nilai abadi (lasting value) kepada para pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal. 2. Obsesi tehadap Kualitas Obsesi terhadap kualitas mengandung makna bahwa setiap karyawan secara agresif berusaha mencapai kualitas dalam rangka melampaui harapan pelanggan internal dan eksternal. 3. Pemahaman Mengenai Struktur Pekerjaan Proses pekerjaan perlu dianalisis untuk menentukan susunan struktural yang tepat (organisasi, urutan pekerjaan, alat yang digunakan, dan lain-lain). Bila struktur optimum telah tercapai maka proses pekerjaan harus dianalisis, dievaluasi, dan dipelajari terus menerus dalam rangka menyempurnakannya. 4. Kebebasan yang Terkendali Pengendalian dalam pengertian TQM adalah pengendalian manusia terhadap metode dan proses kerja. Pemimpin harus menjamin bahwa manajer dan karyawan mengendalikan proses dan metode kerja dengan jalan bersama-sama membakukannya. Tujuannya adalah untuk mengurangi variasi output dengan jalan mengurangi variasi proses kerja. 5. Kesatuan Tujuan Seorang pemimpin bertanggungjawab dalam menentukan dan menyampaikan misi organisasi secara jelas dan seksama agar semua karyawan memahami, meyakini dan bertanggung jawab terhadap misi tersebut. Dengan adanya kesatuan tujuan, maka semua karyawan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama.
6. Melacak Kesalahan Dalam Sistem Diperlukan perubahan dalam focus atau penekanan, dari penilaian kesalahan karena adanya masalah menjadi penilaian sistem dalam rangka menemukan dan mengatasi masalah yang berhubungan dengan sistem. 7. Kerja Sama Tim Prinsip ini didasarkan pada keyakinan bahwa kerja sama tim akan dapat memberikan hasil yang jauh lebih baik daripada bekerja secara individual. 8. Pendidikan dan Pelatihan yang Berkelanjutan Dalam era teknologi tinggi, mesin yang paling penting dalam lingkungan kerja adalah pikiran manusia. Oleh karena itu belajar terus-menerus merupakan unsure yang fundamental dalam TQM. Sementara itu Joseph M. Juran menyatakan bahwa kepemimpinan yang mengarah pada kualitas meliputi tiga fungsi manajerial, yaitu perencanaan, pengendalian, dan perbaikan kualitas secara berkesinambungan. 1. Perencanaan Kualitas Fungsi ini meliputi langkah-langkah: identifikasi pelanggan, identifikasi kebutuhan pelanggan, mengembangkan produk berdasarkan kebutuhan pelanggan, mengembangkan metode dan proses kerja yang dapat menghasilkan produk yang memnuhi atau melampaui harapan pelanggan, dan mengubah hasil perencanaan ke dalam tindakan. 2. Pengendalian Kualitas Fungsi ini mencakup langkah-langkah: evaluasi kinerja aktual, membandingkan kinerja actual, membandingkan kinerja actual dengan tujuan, dan melakukan tindakan perbaikan untuk emgatasi perbedaan kinerja yang ada. 3. Perbaikan Kualitas Fungsi ini terdiri atas langkah-langkah: membentuk infrastruktur untuk perbaikan kualitas secara berkesinambungan, identifikasi proses atau metode yang membutuhkan perbaikan, membentuk tim yang bertanggungjawab atas proyek perbaikan tertentu, dan menyediakan sumber daya serta pelatihan yang dibutuhkan tim perbaikan tersebut agar dapat mendiagnosis masalah dan mengidentifikasi penyebabnya, menemukan pemecahannya, dan melakukan perbaikan terhadap masalah tersebut. Dalam pasar global yang kompetitif dan selalu berubah-ubah dengan cepat, setiap perusahaan menghadapi tantangan untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Untuk melakukan penyesuaian diri tersebut seringkali dibutuhkan adanya perubahan. Dalam kaitannya dengan cara menangani perubahan, manajer dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Driver, yaitu manajer yang memimpin dengan pedoman dan arah baru sebagai tanggapan terhadap perubahan. Driver bersifat proaktif dan memainkan peranan sebagai fasilitator dalam membantu karyawan dan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan secara berkesinambungan. 2. Rider, yaitu manajer yang hanya bereaksi bila telah terjadi perubahan. 3. Spoiler, yaitu manajer yang secara aktif menolak perubahan. 2.4
Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan
tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini : 1)
Teori Genetis (Keturunan) Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan
(bakat) bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis. 2)
Teori sosial Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun
merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup. 3)
Teori Ekologis Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai
reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan
teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik. Selain pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut,. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
2.5
Karakteristik dan Manfaat Kerja Sama Tim Kerja sama tim merupakan salah satu unsure fundamental dalam TQM. Tim merupakan
sekolompok orang yang memiliki tuan bersama. Faktor-faktor yang mendasari perlunya dibentuk tim-tim tertentu dalam suatu perusahaan adalah:
Pemikiran dari 2 orang atau lebih cenderung lebih baik daripada pemikiran satu orang saja.
Konsep sinergi [1+1>2], yaitu bahwa hasil keseluruhan (tim) jauh lebih baik daripada jumlah bagiannya (anggota individual).
Anggota tim dapat saling mengenal dan saling percaya, sehingga mereka dapat saling membantu.
Kerja sama tim dapat menyebabkan komunikasi terbina dengan baik.
Tidak semua kumpulan orang dapat dikatakan tim. Untuk dapat dianggap sebagai tim maka sekumpulan orang tertentu harus memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Ada kesepakatan terhadap misi tim Agar suatu kelompok dapat menjadi tim dan supaya tim tersebut dapat bekerja dengan efektif, semua anggotanya harus memahami dan menyepakati misinya. 2. Semua anggota mentaati peraturan tim yang berlaku. Suatu tim harus mempunyai peraturan yang berlaku, sehingga dapat membentuk kerangka usaha pencapaian misi. Suatu kelompok atau grup dapat menjadi tim manakala ada kesepakatan terhadap misi dan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku. 3. Ada pembagian tanggung jawab dan wewenang yang adil. Keberadaan tim tidak meniadakan struktur dan wewenang. Tim dapat berjalan dengan baik apabila tanggung jawab dan wewenang dibagi dans etiap anggota diperlakukan secara adil. 4. Orang beradaptasi terhadap perubahan. Dalam TQM, perubahan bukan saja tak terelakkan tetapi juga diperlukan sekali. Sayangnya, orang umumnya menolak perubahan.
2.6
Pengertian dan Proses Komunikasi Untuk memahami proses komunikasi dapat dilihat dari unsur-unsur yang berkaitan
dengan siapa pengirimnya (komunikator), apa yang dikatakan atau dikirimkan (pesan), saluran komunikasi apa yang digunakan (media), ditujukan untuk siapa (komunikan), dan apa akibat yang akan ditimbulkannya (efek). Dalam proses komunikasi tersebut, kewajiban seorang komunikator adalah mengusahakan agar pesan-pesannya dapat diterima oleh komunikan sesuai dengan kehendak pengirim. Model proses komunikasi secara umum dapat memberikan gambaran kepada pengelola organisasi, bagaimana mempengaruhi atau mengubah sikap anggota/stakeholder nya melalui desain dan implementasi komunikasi. Dalam hal ini, pengirim atau sumber pesan bisa individu atau berupa organisasi sebagaimana dapat dilihat dalam gambar proses komunikasi di bawah ini:
Berdasarkan pada bagan atau gambar proses komunikasi tersebut, suatu pesan, sebelum dikirim, terlebih dahulu disandikan (encoding) ke dalam simbol-simbol yang dapat menggunakan pesan yang sesungguhnya ingin disampaikan oleh pengirim. Apapun simbol yang dipergunakan, tujuan utama dari pengirim adalah menyediakan pesan dengan suatu cara yang dapat memaksimalkan kemungkinan dimana penerima dapat menginterpretasikan maksud yang diinginkan pengirim dalam suatu cara yang tepat. Pesan dari komunikator akan dikirimkan kepada penerima melaui suatu saluran atau media tertentu. Pesan yang di terima oleh penerima melalui simbol-simbol, selanjutnya akan ditransformasikan kembali (decoding) menjadi bahasa yang dimengerti sesuai dengan pikiran penerima sehingga menjadi pesan yang diharapkan (perceived message) . Hasil akhir yang diharapkan dari proses komunikasi yakni supaya tindakan atau pun perubahan sikap penerima sesuai dengan keinginan pengirim. Akan tetapi makna suatu pesan
dipengaruhi bagaimana penerima merasakan pesan itu sesuai konteksnya. Oleh sebab itu, tindakan atau perubahan sikap selalu didasarkan atas pesan yang dirasakan. Adanya umpan balik menunjukkan bahwa proses komunikasi terjadi dua arah, artinya individu atau kelompok dapat berfungsi sebagai pengirim sekaligus penerima dan masing-masing saling berinteraksi. Interaksi ini memungkinkan pengirim dapat memantau seberapa baik pesan-pesan yang dikirimkan dapat diterima atau apakah pesan yang disampaikan telah ditafsirkan secara benar sesuai yang diinginkan. Dalam kaitan ini sering digunakan konsep kegaduhan (noise) untuk menunjukkan bahwa ada semacam hambatan dalam proses komunikasi yang bisa saja terjadi pada pengirim, saluran, penerima atau umpan balik. Dengan kata lain, semua unsur-unsur atau elemen proses komunikasi berpotensi menghambat terjadinya komunikasi yang efektif. Hambatan tersebut diuraikan dalam hambatan-hambatan dalam komunikasi. 2.6
Manajemen Konflik Manajemen Konflik adalah suatu proses aksi dan reaksi yang diambil oleh para pelaku
konflik atau pihak ketiga secara rasional dan seimbang, dalam rangka pengendalian situasi dan kondisi perselisihan yang terjadi antara beberapa pihak. Manajemen konflik merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada proses mengarahkan dalam bentuk komunikasi dari para pelaku konflik dan pihak ketiga, dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan interpretasi. Konflik sering terjadi, baik dalam pelaksanaan operasional bisnis maupun dalam kehidupan manusia sehari-hari. Berbagai inovasi dan perubahan di masyarakat seringkali menimbulkan adanya konflik, terutama jika perubahan tidak disertai dengan pemahaman tentang ide-ide yang sedang berkembang. A. Tujuan Manajemen Konflik Setelah memahami pengertian manajemen konflik, tentunya kita juga harus mengetahui apa tujuannya. Berikut ini adalah beberapa tujuan manajemen konflik pada sebuah organisasi: 1. Untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap anggota organisasi, sehingga dapat fokus kepada visi dan misi organisasi 2. Untuk meningkatkan kreatifitas anggota organisasi dengan mengambil manfaat dari konflik yang terjadi 3. Untuk membangun rasa saling menghormati antar sesama anggota organisasi dan menghargai keberagaman B. Manfaat Manajemen Konflik di Perusahaan
Mengacu pada pengertian manajemen konflik, semua organisasi (baca: pengertian organisasi) yang berorientasi pada keuntungan jangka panjang pasti menerapkan dan mengembangkan manajemen konflik. Berikut ini adalah beberapa manfaat manajemen konflik pada organisasi/ perusahaan: 1. Evaluasi Sistem Organisasi tidak dapat melakukan evaluasi terhadap efektivitas sistem jika tidak terjadi konflik di dalamnya. Dengan adanya konflik maka organisasi akan dapat melakukan identifikasi apakah sistem yang diterapkan berjalan dengan baik atau perlu perbaikan. 2. Mengembangkan Kompetensi Penanganan manajemen konflik yang baik akan meningkatkan dan mengembangkan kompetensi sebuah organisasi, khususnya dalam hal kompetensi non-teknis. Dengan strategi manajemen konflik yang tepat maka kemampuan organisasi dalam menangani konflik internal akan semakin kuat. C. Strategi Manajemen Konflik Menurut Stevenin, ada lima langkah mendasar dalam memahami manajemen konflik dengan baik. Dengan memahami kelima langkah dasar ini maka organisasi akan lebih mudah dalam menentukan strategi terbaik dalam penanganan konflik.Berikut ini adalah lima langkah manajemen konflik yang paling mendasar: 1. Pengenalan Ini merupakan langkah awal dalam manajemen konflik, yaitu dengan mengenali permasalahan yang terjadi, siapa yang terlibat konflik, dan bagaimana keadaan di sekitar selama terjadinya konflik. Ini merupakan informasi awal yang penting dalam manajemen konflik. 2. Diagnosis Setelah mendapat informasi pada point #1, selanjutnya adalah melakukan analisis untuk mengetahui penyebab konflik. Untuk melakukan hal ini diperlukan metode yang benar dan telah teruji, serta fokus terhadap masalah utama dalam konflik yang terjadi. 3. Menyepakati Solusi Setelah melalui proses diagnosis, selanjutnya organisasi bisa menemukan dan menentukan solusi apa yang paling tepat untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Solusi yang ditentukan harus dibicarakan secara bersama dengan pihak yang berkonflik dengan bantuan pihak penengah. Selanjutnya, maka semua pihak melakukan pelaksanaan kesepakatan. 4. Pelaksanaan
Setelah menyepakati solusi, selanjutnya adalah proses pelaksanaan kesepakatan yang telah dibuat. Semua pihak yang terlibat dalam konflik harus menerima dan melaksanakan kesepakatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Harus diperhatikan juga bahwa kesepakatan tersebut tidak berpotensi menimbulkan konflik yang lain. 5. Evaluasi Evaluasi merupakan hal yang penting dilakukan untuk menilai apakah pelaksanaan kesepakatan tersebut berjalan dengan baik. Dengan melakukan evaluasi maka organisasi bisa melakukan pendekatan alternatif untuk konflik lain yang mungkin terjadi. D. Tipe Manajemen Konflik Dalam proses manajemen konflik, organisasi melakukan pengelolaan informasi dari konflik dan menentukan solusi yang paling tepat. Menurut Dawn M. Baskerville, ada enam tipe manajemen konflik, yaitu: 1. Avoiding Individu atau organisasi pada umumnya cenderung menghindari konflik. Berbagai hal sensitif dan berpotensi menyebabkan konflik sebisa mungkin dihindari. Ini merupakan cara yang paling efektif menjaga lingkungan terhindar dari konflik terbuka. 2. Acomodating Ini merupakan kegiatan mengumpulkan berbagai pendapat dari banyak pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan mengumpulkan pendapat, maka organisasi dapat mencari jalan keluar dengan tetap mengutamakan kepentingan salah satu pihak yang berkonflik.
Sayangnya, cara seperti ini masih bisa menimbulkan konflik baru dan perlu dilakukan evaluasi secara berkala. 3. Compromising Berbeda dengan acomodating, cara compromising cenderung memperhatikan pendapat dan kepentingan semua pihak. Kompromi merupakan cara penyelesaian konflik yang melakukan negosiasi pada pihak-pihak yang berkonflik dan mencari jalan tengah bagi kebaikan bersama. Dengan kata lain, dengan kompromi maka semua pihak yang berkonflik akan mendapatkan solusi yang memuaskan. Cara seperti ini dapat menyelesaikan konflik tanpa menimbulkan konflik yang baru.
4. Competing Ini adalah cara menyelesaikan konflik dengan mengarahkan pihak yang berkonflik untuk saling bersaing dan memenangkan kepentingan masing-masing. Pada akhirnya salah satu pihak akan kalah dan mengalah atas kepentingan pihak lain. Ini merupakan strategi cadangan dan dianggap kurang efektif bila salah satu pihak lebih kuat dari yang lain. 5. Colaborating Kolaborasi adalah cara menyelesaikan konflik dengan bekerjasama untuk memperoleh hasil yang memuaskan karena semua pihak bersinergi dalam menyelesaikan masalah dengan tetap memperhatikan kepentingan semua pihak. Dengan kata lain, kepentingan pihak-pihak yang berkonflik tercapai dan menghasilkan win-win solution. 6. Conglomeration (Mixtured Type) Ini merupakan penyelesaian konflik dengan mengkombinasikan kelima tipe manajemen konflik di atas. Tipe manajemen konflik yang satu ini membutuhkan waktu dan tenaga yang besar dalam proses penyelesaian konflik.
BAB III PENUTUP 3.1
Kesimpulan Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik dalam
mengerjakan sesuatu atau tidak mangerjakan sesuatu. Seseorang dikatakan apabila dia mempunyai pengikut atau bawahan.Bawahan pemimpin ini dapat disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi maka semakin dituntut daripadanya kemampuan berfikir secara konsopsional strategis dan makro. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia akan semakin generalist, sedang semakin rendah kedudukan seseorang dalam organisasi maka ia menjadi spesialis.
Daftar Pustaka
Goetsch, D. L., dan Davis, S. 1994. Introduction to Total Quality: Quality, Productivity, Competitiveness. Englewood Cliffs: Prentice Hall International, Inc.
Kamus Bahas Indonesia. 2008. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Sallis, E. 2002. Total Quality Management in Education. London: Kogan Page Ltd.
Supriyanto, A. 1999. Total Quality Management di Bidang Pendidikan. Malang: Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang . Tjiptono, F., dan Diana, A. 2003. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi.