Tpb (1).docx

  • Uploaded by: Mohammad Azhar
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tpb (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,301
  • Pages: 14
PENGUBAHAN BAHAN MASUK Teknologi Produksi Bersih

Program Studi Teknik Kimia Magister Teknik Kimia

Oleh: Kidung Wulan Utami

18/434795/PTK/12358

Moh. Azhar Afandy

18/434799/PTK/12362

Muktafa Akmal

18/434801/PTK/12364

PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2018

PENGUBAHAN BAHAN MASUK 1.1

Kriteria Pengubahan Bahan Masuk Sintesis bahan kimia dimulai dengan pemilihan bahan masuk. Pemilihan bahan baku bisa

menjadi faktor yang paling signifikan dari dampak proses pembuatan bahan kimia di lingkungan. Terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam mengevaluasi potensi dampak lingkungan. Satu set kriteria mungkin bernilai penting dalam mengevaluasi kinerja lingkungan dari suatu bahan, bahwa bahan harus memiliki persistensi rendah di lingkungan, potensi bioakumulas. Kelangkaan material, dan sumber daya terbarukan atau tidak terbarukan, bisa dipertimbangkan. Dampak lingkungan yang terkait dengan menciptakan bahan baku juga merupakan faktor penting. Dalam memilih bahan baku untuk proses kimia sejumlah prinsip umum dapat diterapkan: 1. Tidak berbahaya. Pemilihan bahan baku untuk suatu proses harus dimulai dengan evaluasi materi itu sendiri, secara berurutan untuk memastikan bahwa ia tidak memiliki sifat berbahaya. 2. Limbah yang dihasilkan sedikit. Pertimbangan penting yang terkait dengan penggunaan bahan baku tertentu adalah apakah bahan baku bertanggung jawab untuk menghasilkan lebih banyak atau lebih sedikit limbah daripada bahan baku lainnya. Jenis limbah yang dihasilkan juga merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan. 3. Selektivitas. Memanfaatkan bahan baku atau jalur reaksi yang lebih selektif berarti lebih banyak bahan bakunya akan dikonversi menjadi produk yang diinginkan. Selektivitas produk yang tinggi tidak selalu diterjemahkan ke dalam hasil produk yang tinggi (dan lebih sedikit pemborosan yang dihasilkan). Selektivitas tinggi dan konversi tinggi harus dicapai agar sintesis dapat dihasilkan sedikit atau tanpa limbah. 4. Efisiensi. Efisiensi reaksi, seperti selektivitas produk, akan menawarkan manfaat produksi yang lebih bersih. Jika hasil keseluruhan dari suatu reaksi meningkat, lebih sedikit material yang berakhir di aliran limbah dan lebih banyak lagi dikonversi menjadi produk. 5. Terbarukan. Jika kimia ingin berkelanjutan, bahan baku perlu diperbarui. Menimbang bahan kimia yang saat ini didominasi oleh petrokimia. 6. Bahan masuk bersaing dengan kebutuhan pangan. 7. Bahan masuk dengan kemurnian rendah.

1.2

Pengubahan Bahan Masuk Industri kimia saat ini didominasi oleh produk petrokimia. Sekitar 10% dari semua produk

minyak bumi digunakan sebagai bahan baku di industri kimia. Minyak digunakan untuk memproduksi hidrokarbon sederhana, pelarut, aromatik, hingga untuk senyawa yang kompleks. Bagian dari produksi ini dapat mencemari lingkungan, seperti emisi produk sampingan yang dihasilkan yaitu senyawa sulfur (SOX) dan logam berat, terutama merkuri. Untuk mengganti dengan bahan dari sumber daya terbarukan cukup sulit dan membutuhkan waktu lama. Penggantian bahan baku juga dapat disubstitusi dari daur ulang produk. Contohnya produk plastik dikembalikan diolah menjadi bahan kimia untuk produk baru. Logam seperti besi, aluminium, dan tembaga karena jumlahnya sangat banyak, tidak beracun. Namun, ekstraksi dari besi dan aluminium dikombinasikan dengan dampak lingkungan. Alternatifnya adalah gunakan logam daur ulang. Jadi besi daur ulang atau besi tua, tembaga, dan aluminium biasa digunakan sebagai bahan baku industri. Kayu sebagai bahan baku terbarukan. Hal ini dapat digunakan sejauh tingkat produksi jangka panjangnya. Satu yang perlu ketahuilah bahwa itu bukan sumber yang terancam, seperti kayu tropis. Pengubahan bahan masuk memiliki potensi untuk mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan. Manajemen bahan masuk berhubungan dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh penggunaan sumber daya alam, proses penggunaan dan limbah yang dihasilkan. Penggantian bahan masuk yang bersifat berbahaya dan beracun, pemilihan bahan yang ramah lingkungan, pra perlakuan bahan masuk untuk manufaktur produk dapat menurunkan biaya operasi hingga 25%. Penggunaan bahan-bahan beracun dan aditif sebaiknya dihindari karena menimbulkan emisi yang berbahaya ketika dibakar dalam insinerator atau ditimbun dalam landfill. Penggunaan bahan berbahaya dan beracun dapat mengurangi masalah regulasi mengenai pengelolaan dan pembuangan bahan berbahaya dan beracun, serta menurunkan sedikit tanggung jawab perusahaan dan resiko kesehatan pekerjaan. Penggunaan sumber daya alam terbarukan dapat mewakili pilihan lingkungan dan sosial yang baik. Hal ini karena dapat mengurangi emisi CO2 di seluruh siklus hidup dibandingkan dengan penggunaan energi fosil. Penggunaan bahan baku terbarukan menghasilkan limbah biodegradable, jumlahnya yang melimpah, mudah didapat, dan mampu mempromosikan proses keberlanjutan.

Energi yang terkumpul dalam suatu produk selama proses produksinya disebut energi yang terkandung. Jumlah dan jenis langkah-langkah pemrosesan berhubungan denngan energi yang terkandungnya. Semakin sedikit dan sederhana langkah-langkah proses ekstraksi, refning yang terlibat dalam produksi material, semakin rendah energi yang terkandung di dalamnya. Energi yang terkandung dalam suatu material seringkali tercermin dalam harganya. Dalam beberapa kasus, material akan menurunkan biaya energi selama siklus hidup suatu produk. 1.2.1 Hidrogen sebagai Fuel Cell Hidrogen merupakan bahan bakar alternatif yang dapat digunakan dalam fuel cell. Saat ini, fuel cell dianggap teknologi yang layak menggantikan minyak bumi, dan sudah dilakukan berbagai cara untuk mengembangan lebih lanjut teknologi ini. Proton exchange membrane fuel cells (PEM) dan solid oxide fuel cells (SOFC) muncul sebagai hasil dari pengembangan fuel cell. Hal baru yang dikembanngkan adalah nano-biological fuel cells yang menggunakan reaksi fotosintesis membentuk elektron untuk rangkaian listrik. Sektor transportasi yang sebagian besar menggunakan bahan bakar minyak bumi memunculkan sekitar sepertiga dari total emisi CO2. Dengan mengganti bahan bakar minyak dengan fuel cells, sumber CO2 akan berkurang. Selain itu sektor energi juga berperan besar sekitar 85% dalam menyumbang gas rumah kaca CO2. Keuntungan dari fuel cell adalah efisiensi cukup tinggi bahkan pada beban rendah. 1. Produksi Hidrogen dari Bahan Fosil Jika hidrogen diproduksi dari batubara, minyak bumi, atau gas alam, produk samping yang dihasilkan berbahaya bagi lingkungan, jika tidak ditangani dengan cara yang ramah lingkungan. Secara umum, produksi hidrogen dilakukan dengan pemanasan hidrokarbon, dan beberapa gas dalam reaktor, akan menghasilkan campuran hidrogen, karbon monoksida, dan karbon dioksida. Steam reforming dari gas alam saat ini merupakan metode termurah untuk memproduksi hidrogen. Pada suhu 700-1000ºC tekanan 3-25 bar, diumpankan gas metana ke dalam reaktor dengan ditambahkan katalis. Pada proses ini akan terbentuk 4 mol gas hidrogen dari setiap mol metana, dan persentase hidrogen dari air adalaah 50%. Reaksi

: 1.

CH4 + H2O → CO + 3H2

2.

CO + H2O → CO2 + H2

CH4 + 2H2O → CO2 + 4H2

(Reaksi Shift) (Keseluruhan Reaksi))

Autothermal reforming adalah kombinasi dari proses oksidasi parsial dan steam reforming. Oksidasi parsial adalah pembakaran hidrokarbon dengan jumlah oksigen yang terbatas. Proses autothermal reforming merupakan proses transfer panas endotermis dari steam reforming dengan reaksi eksotermis dari oksidasi parsial, proses ini menghasilkan karbon monoksida dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu, perlu memasukkan steam melalui proses shift untuk meningkatkan konversi hidrogen yang dihasilkan. Tahap pertama steam dimasukkan pada suhu 300-500ºC kemudian pada tahap kedua steam dimasukkan pada suhu 200ºC dengan menggunakan katalis yang berbeda. Pemisahan hidrogen dengan karbon dioksida yang terbentuk diakukan dengan proses absorpsi menggunkan senyawa amina, atau dengan selektif membran atau sorben. 2. Produksi Hidrogen dari Bahan Terbarukan Lebih dari 70% permukaan bumi tertutup dengan air. Persentase hidrogen dalam air berdasarkan perseen massa sekitar 11.2%. memecahkan moleklu air menjadi atom hidrogen dan oksigen dibutuhkan energi. Keuntungan menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar yaitu selama proses pembakaran, hidrogen akan berikatan dengan atom oksigen membentuk air. Elektrolisis air adalah memecahkan air menjadi atom hidrogen dan atom oksigen menggunakan alat elektroliser. Air adalah subjek energi listik untuk menghasilkan hidrogen dan oksigen. Reaksi yang terjadi adalah reaksi yang berlawanan dengan hidrogen fuel cell. 2H2O + energi → 2H2 + O2 1.2.2 Alternatif Logam Berat Dalam industri kimia, logam berat mempunyai peran cukup penting. Efek bahan beracun dari logam berat melatar belakangi pengembangan alternatif dari logam berat. Dalam skala besar, alternatif logam berat penggantian kabel tembaga dengan fiber optik dalam berbagai peralatan listrik. 1.2.3 Pelarut/ Solven Berdasarkan data Toxic release inventory (TRI), 5 dari 10 bahan kimia yang dilepaskan atau dibuang dan dapat mencemari lingkungan adalah pelarut, contohnya methanol, toluene, xylene, methyl-ethyl-ketone dan dichloromethane. Semakin ketatnya peraturan mengenai solven kemudian dikembangkan alternatif penggunaan solven. Pengurangan jumlah solven yang digunakan, mulai dari proses produksi hingga proses pemisahan produk dengan solvennya. Pengurangan jumlah solven yang digunakan dapat

mengakibatkan perubahan sifat fisik pada pada produk atau pada proses, seperti viskositas yang berubah atau laju alirnya berubah sehingga memerlukan perubahan alat. Penggunaan solven dengan volatilitas yang rendah. Pengembangan solven alternatif memiliki sifat-sifat yang sama dengan karakteristik temperatur didih yang lebih tinggi atau tekanan uap yang lebih rendah. Penggantian solven akan menurunkan emisi yang ditimbulkan. Penggunaan solven yang tidak berbahaya. Pengembangan solven mengutamakan pada keamanan. Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh solven adalah mudah terbakar atau meledak, dan dampak kesehatan akibat paparannya yang signifikan sehingga memberikan dampak kronis atau akut. Penggunaan solven yang sedikit dampaknya terhadap lingkungan. Pembuangan solven ke lingkungan dapat berdampak pada masalah lingkungan lokal maupun global. Pada tingkat global, penggunaan CFCs sebagai pelarut dan membuangnya ke lingkungan dapat menyebabkan penipisan lapisan ozon. Pada tingkat lokal, penggunaan volatile organic compound (VOC) sebagai pelarut dapat menimbulkan kekhawatiran akibat pembentukan polutan sekunder seperti ozon, dan oksidan fotokimia lainnya. Namun penting untuk disadari bahwa dalam mengganti solven yang digunakan perlu pertimbangan lebih banyak faktor daripada potensi bahaya yang dapat ditimbulkan. 1.2.4 Industri Pestisida (Bhopal) Tragedi Bhopal terjadi pada industri pestisida. Pestisida carbaryl atau1-naphtalenylmethyl-carbamate

diproduksi

dari

methyl

amine,

phosgene

dan

1-naphtol

dengan

methylisocyanate (MIC) sebagai produk antara yang dihasilkannya. Dalam kejadian itu 40-45 ton MIC terlepas ke atmosfer dan akibat tindakan pencegahan yang kurang memadai. Reaksi yang berlangsung dalam proses produksi: Methyl amine + Phosgene → Methyl isocyanate (MIC) + Chloride acid 1-Naphtol + Methyl isocyanate (MIC) → Carbaryl Dalam reaksi tersebut menggunakan bahan baku yang sangat beracun yaitu phosgene yang digunakan sebagai senjata kimia dalam perang dunia 1 dan mengakibatkan kematian dalam jumlah besar. Sedangkan methyl isocyanate merupakan bahan beracun yang menyebabkan kematian pada tragedi Bhopal.

Terdapat beberapa langkah untuk mencegah pembentukan MIC. Pertama, 1-naphtol direaksikan dengan methylcarbamoyl chloride. Tetapi reaktan methylcarbamoyl chloride bersifat beracun dan juga karsinogenik. Reaksi : 1-Naphtol + Methylcarbamoyl chloride → Carbaryl Kedua, reaksi menggunakan dimethylurea dengan reaksi katalitik dengan 1-naphtol Reaksi : 1-Naphtol + Dimethylurea → Carbaryl Namun produksi pestisda sendiri merupakan bahan beracun dan dapat menimbulkan masalah lingkungan. 1.2.5 Industri Kertas Industri pulp, dan kertas adalah industri yang mengolah kayu sebagai bahan dasar untuk memproduksi pulp, kertas, papan, dan produk berbasis selulosa lainnya. Industri ini didominasi oleh wilayah Amerika Utara, Eropa utara (Finlandia, Swedia dan Rusia Barat-Laut), dan Asia Timur (Rusia Siberia, Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan). Negara di wilayah Australasia dan Brasil juga memiliki industri pulp, dan kertas yang signifikan. Industri ini dikritik oleh kelompok pemerhati lingkungan seperti Natural Resources Defense Council karena deforestasi dan sistem tebang habis yang dilakukan terhadap hutan primer.[2] Industri ini juga terus-menerus melakukan ekspansi secara global ke negara penghasil kayu seperti Rusia, Tiongkok, dan Indonesia yang memiliki upah buruh rendah, dan pengawasan lingkungan yang renggang. Pada umumnya proses pembuatan kertas dibagi dalam dua tahap, yakni pembuatan pulp dan pembuatan kertas. Pada tahapan pembuatan pulp, bahan baku selulosa diproses menjadi serat bebas. Pembuatan kertas adalah proses berkesinambungan, yang terdiri dari pembentukan bubur kertas ke pembentukan lembaran, kemudian ditekan, dikeringkan dan dipipihkan. Diagram alir dari proses produksi kertas ditunjukkan pada Gambar 1.

Pulp

Pencucian

Pemurnian

Pencampuran

Head box

Pembentukan

Pengepresan

Pengeringan

Calendering

Pope reel

Kertas

Gambar 1 Diagram alir proses produksi kertas (Tjiwi Kimia 2014) Pada Industri kertas untuk menerapkan Teknik Produksi Bersih khususnya di penggantian bahan masuk dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mengganti bahan baku kayu sebagai bahan baku pembuatan pulp dengan kertas bekas. Bahan baku kayu untuk pembuatan pulp dapat menimbulkan kerusakan hutan karena system yang digunakan adalah system tebang habis. Bahan baku kayu dalam proses pembuatan pulp membutuhkan banyak air. Penggantian bahan baku kayu dengan kertas bekas memiliki keuntungan yaitu bahan bakunya lebih murah, dapat mengurangi limbah kertas bekas, dan

prosesnya tidak membutuhkan banyak air. 2. Pemurnian pulp dilakukan secara efisien. Pencucian pulp secara efisien sangat penting dilakukan untuk memastikan kebutuhan maksimal zat kimia dalam proses pulping dan mengurangi jumlah limbah organik yang terbawa oleh pulp dalam proses pemutihan. Pulp yang kurang tercuci membutuhkan dosis zat pemutih yang lebih besar. 3. Pulp yang digunakan harus berkualitas Pulp yang berkualitas dapat ditentukan oleh jenis pohonya. Menurut septyana (2013) jenis pulp yang dapat digunakan sehingga kandungan serat yang dihasilkan tetap berkualitas namun tidak mudah terbawa air adalah jenis NBKP (Needle Bleached Kraft Pulp), LBKP (Lead Bleached Kraft Pulp) dan CTMP (Chemical Thermal Mechanical Pulp). 4. Menggunakan soft water sebagai umpan masuk boiler. Soft water merupakan air yang memiliki kandungan mineral yang rendah. Soft water dihasilkan dari proses water softening. Dengan menggunakan soft water sebagai umpan masuk boiler, maka akan mengubah proses ke arah yang lebih baik. Penggunaan soft water juga dapat mengurangi polusi udara. 1.2.6 Industri Semen Kebutuhan semen yang akan terus meningkat seiring dengan perkembangan infrastruktur, industrialisasi, urbanisasi dan ekonomi yang terus meningkat. Perbaikan infrastruktur tidak berkompromi dengan pembangunan berkelanjutan. Industri semen merupakan penyumbang emisi gas rumah kaca CO2 terbesar setelah industri pembangkit listrik, selain itu industri semen juga menghasilkan debu partikulat, SOx, NOx, partikel logam berat (As, Cd, Cr, Hg, Ni, Pb, Zn, Cu), gas buang berbahaya (dioksin, asam klorida, flouride). Untuk pencapaian industri bersih, industri semen di China mensubstitusikan sebagian bahan baku penggunaan batu kapur dengan lumpur acetylene atau steel slag, sehingga dapat menurunkan emisi CO2 yang terbentuk. Beberapa biomassa atau energi berkelanjutan lainnya mulai menggantikan bahan baku fosil yang digunakan sebagai bahan bakar. Industri semen juga menyumbang limbah merkuri ke lingkungan, hal ini diperoleh dari bahan baku dan bahan bakar yang digunakan dalam proses produksi semen. Untuk menghindari emisi merkuri yang dihasilkan, dapat dilakukan dengan penggantian batu bara dengan biomassa atau dengan batu bara yang baik (antracite) dan bahan baku yang terbebas dari merkuri, injeksi

sorben pada proses bagian awal alat pembuangan limbah gas atau menggunakan teknologi kontrol merkuri yang sudah digunakan pada industri pembangkit listrik dan insinerator.

Gambar 2.1 Jalur Merkuri dalam Industri Semen Penggunakan teknologi stage combustion, selective non-catalytic reduction (SNCR) dan selective catalytic reduction (SCR) denitrifikasi dapat menurunkan emisi NOx yang dihasilkan setiap clinker. Teknologi SNCR didasarkan pada injeksi larutan ammonia atau larutan urea pada temperatur 850-950ºC. Untuk menghindari emisi NH3 yang terbentuk perlu upaya peningkatan teknologi, peningkatan efisiensi dan menurunkan emisi NH3 yang dihasilkan. Sedangkan SCR, prinsip teknologinya sama dengan teknologi SNCR hanya perlu penambahan katalis dan berlangsung pada temperatur 250-400ºC. Tabel 2.1 Penilaian NOx berdasarkan Teknologi SCR dan SNCR Faktor Efisiensi denitrifikasi (%) Konsentrasi NOx (mg/m3) Rasio molar NH3/NOx Tekanan sistem Ammonia terlepas

Teknologi SCR 80-90 <100 1.05-1.10 Tinggi Lebih rendah

Teknologi SNCR Maks. 80 Maks.200 0.50-1.50 1 atm Rendah

Limbah padatan dapat dijadikan bahan baku, seperti residu lumpur karbida (carbide slag) yang dapat digunakan sebagai bahan baku kalsium mensubstitusikan batu kapur. Penggunaan kalsium dari batu kapur dapat meningkatkan emisi CO2 yang dihasilkan. Lumpur merah (red mud), tailing dan coal gangue dapat digunakan sebagai bhan pensubstitusi bahan baku silika dan

alumunium. Saat ini sedang dikembangkan pengolahan limbah padat dengan klinker semen, limbah-limbah berbahaya dari rumah sakit dan limbah pestisda dilakukan perawatan kemudian dibakar dalam sistem klinker semen, pengolahan ini sudah dilakukan dibeberapa industry semen di China. Pada pembakaran dengan temperatur tinggi senyawa dioksida dan furan dapat dihilangkan, sehingga aman untuk membakar limbah padat dan limbah berbahaya lainnya. 1.2.7 Industri Etanol Etanol memiliki nama lain etil alkohol, alcohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, dan tak berwarna. Etanol merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter yang termasuk dalam alkohol rantai tunggal dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif yang dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia. Pada zaman modern, etanol digunakan untuk kegunaan industri yang diperoleh dari produk sampingan pengilangan minyak bumi. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan- bahan kimia yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam bidang kimia, etanol adalah pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar. Produksi bioetanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hidrolisis asam dan Hidrolisis enzim. Berdasarkan kedua jenis hidrolisis tersebut, saat ini hidrolisis enzim lebih banyak dikembangkan, sedangkan hidrolisis asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hidrolisis enzim. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan penambahan air dan enzim, kemudian dilakukan prosesperagian atau fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi etanol/bioetanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi berikut:

H2 O

+

enzim (C 6H10O5)n

n C 6H12O6

Pati

glukosa

yeast (Ragi)

n C 6H12O6

2 C 2H5OH

glukosa

+

2 CO 2

etanol

Tabel 2.2 Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau Karbohidrat dan Tetes Menjadi Bioetanol Bahan Baku Jenis Ubi Kayu Ubi Jalar Jagung Sagu Tetes

Konsumsi (Kg) 1000 1000 1000 1000 1000

Kandungan Gula Dalam Bahan Baku (Kg) 250-300 150-200 600-700 120-160 500

Jumlah Hasil Konversi Bioetanol (Liter) 166,6 125 200 90 250

Perbandingan Bahan Baku dan Bioetanol 6,5 : 1 8:1 5:1 12 : 1 4:1

Mengingat pemanfaatan etanol / bioetanol beraneka ragam, sehingga grade etanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Untuk etanol / bioetanol yang mempunyai grade 90-96,5% vol dapat digunakan pada industri, sedangkan etanol / bioetanol yang mempunyai grade 96-99,5% vol dapat digunakan sebagai campuran untuk minuman beralkohol dan bahan dasar industri farmasi. Berlainan dengan besarnya grade etanol / bioetanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan yang harus betul-betul kering dan anhidrous supaya tidak korosif, sehingga etanol / bioetanol harus mempunyai grade sebesar 99,5100% vol. Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air.

1.2.8 Industri Elektroplating (Pelapisan logam) Pelapisan logam merupakan pengendapan satu lapisan tipis pada suatu permukaan logam atau plastik yang biasanya dilakukan secara elektrolit, tetapi dapat juga hanya menggunakan reaksi kimia di mana diharapkan benda tersebut akan mengalami perbaikan baik dalam hal struktur mikro maupun ketahanannya, dan tidak menutup kemungkinan pula terjadi perbaikan terhadap sifat fisiknya. Pada proses pelapisan logam bahan baku yang digunakan adalah logam yang akan

mengalami proses pelapisan logam serta bahan penunjang seperti air dan pelarut (benzena, trikloroetilen, metil klorida, toluene, karbon tetra klorida (CCl4), Natrium karbonat, kostik, sianida, boraks, sabun, asam sulfat, asam hidroklorida, dan sebagainya). Proses elektroplating akan mengubah sifat fisik, mekanik, dan sifat teknologi suatu material. Salah satu contoh perubahan fisik ketika material dilapis dengan nikel adalah bertambahnya daya tahan material tersebut terhadap korosi, serta bertambahnya kapasitas konduktifitasnya. Adapun dalam sifat mekanik, terjadi perubahan kekuatan tarik maupun tekan dari suatu material sesudah mengalami pelapisan dibandingkan sebelumnya.

Gambar 2.2 Proses elektroplating

Beberapa jenis penggantian bahan masuk pada industri elektroplating antara lain : 1. Penggunaan air alam diganti dengan aquades. Aquades digunakan untuk pembuatan larutan elektrolit serta pembilasan awal dan pencucian akhir. Penggantian air alam dengan aquades dikarenakan aquades bebas dari pengotor alam (Kalsium, Magnesium, Phospat, dll). 2. Bahan pelapis berupa lempengan emas murni. Hal tersebut dikarenakan jenis emas yang tidak murni mengandung campuran (Tembaga, Perak, dan logam lainnya). 3. Mengganti Pencuci HCl / H2SO4 dengan jenis bahan alami yaitu lerak dan asam jawa.

DAFTAR PUSTAKA Generousdi dan Mulyadi, R. “Penerapan Teknologi Produksi Bersih pada Industri Electroplating”. Akatel Jambi. Gupta A. Pollution load of paper mill effluent and its impact on biological environment. J Ecotoxicol Environmental Monitoring. 1997;(2):101-12. Indriastuti, S. Dan Hastuti, K. 2002. Kajian Produksi Bersih Proses Elektroplating Emas Pada Perhiasan Imitasi.:40-45. Istiningrum, R.B. dkk. 2017. “Pemanfaatan Abu Sekam Padi untuk Pemurnian Bahan Baku dan Produk Biodiesel dari Minyak Jelantah”. Universitas Islam Indonesia. Lubis, Surya. 2009. “Preparasi Katalis Cu/Silika Gel dari Kristobalit Alam Sabang serta Uji Aktivasinya pada Reaksi Dehidrogenasi Etanol”. Univeritas Syiah Kuala. Nilsson, Lennart dkk. 2007. Cleaner Production Technology and Tools for Resources Efficient Production. The Baltic University Press. Nurdyastuti,I. 2005. Teknologi Proses Produksi Bio-ethanol – Proses Pengembangan Bio-fuel Sebagai Subtitusi Bahan Bakar Minyak. Septyana, Y.S. 2013. Pengolahan Limbah Padat Kertas di PT. Surya Pamenang Kediri Jawa Timur. Laporan Praktek Kerja Lapang. FTP. UB. Shen, dkk. 2016. “Cement Industry of China: Driving Force, Environment Impact and Sustainable Development”. Wuhan University of Technology. Tjiwi Kimia. 2014. Laporan Penelitian Mahasiswa PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk

Related Documents

Tpb-costos
July 2020 3
Tpb (1).docx
May 2020 3
Laporan Tpb 3.docx
June 2020 3
Dapus Tpb 2.docx
June 2020 4
Laporan Tpb 4 Kemurnian.docx
December 2019 13

More Documents from "gagas"