Tp Dm.doc

  • Uploaded by: Agus Praktyasa
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tp Dm.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 1,359
  • Pages: 7
Definisi Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Hal ini menyebabkan hiperglikemia, yaitu suatu keadaan dimana peningkatan gula darah yang diatas batas normal. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2004, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Faktor Risiko Faktor resiko diabetes melitus dari emedicine health: 1. Obesitas (kegemukan) Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%. 2. Hipertensi Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer. 3. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus. 4. Dislipedimia Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes. 5. Umur Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45 tahun. 6. Riwayat persalinan

Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi > 4000 gram. Patofisiologi 1. Diabetes Tipe 1 Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut dieksresikan dalam urin (glukosuria). Eksresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi). 2. Diabetes Tipe II Terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur. 3. Diabetes Gestasional Didefenisikan sebagai permulaan intoleransi glukosa atau pertama sekali didapat selama kehamilan (Michael F. Greenean dan Caren G. Solomon, 2005). Gejala-gejala Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu: a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan. b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl. c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl. Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

Diagnosis Tabel 2.1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM Golongan klinik Kadar glukosa Plasma vena darah sewaktu Darah kapiler (mg/dl) Kadar glukosa Plasma vena darah puasa (mg/dl) Darah kapiler

bukan DM

Belum pasti DM

DM

<110 <90

110-199 90-199

≥200 ≥200

<110 <90

110-125 90-109

≥126 ≥110

Komplikasi Akut a. Hipoglikemia Hipoglikemia secara harafiah berarti kadar glukosa darah di bawah harga normal. Walaupun kadar glukosa plasma puasa pada orang normal jarang melampaui 99 mg% (5,5 mmol/L), tetapi kadar <180 mg% (6 mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10 % lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan (whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler diantara kadar arteri dan vena (Wahono Soemadji, 2006). b. Hiperglikemia Hiperglikemia dapat terjadi karena meningkatnya asupan glukosa dan meningkatnya produksi glukosa hati. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisme habis secara normal melalui glikolisis. Tetapi, sebagian melalui perantara enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol, yang selanjutnya akan tertumpuk dalam sel/jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi (Arifin). Hiperglikemia terdiri dari: 1. Diabetes Keto Asidosis (DKA) Diabetes Ketoasidosis (DKA) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. 2. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (KHHNK)

Sindrom KHHNK ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali disertai ganguan neurolis dengan atau tanpa adanya ketosis. Komplikasi Kronik a. Penyakit Makrovaskuler Mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler) (Avicenna, 2009). Kewaspadaan untuk kemungkinan terjadinya penyakit pembuluh darah koroner harus ditingkatkan terutama untuk yang mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kelainan aterosklerosis seperti mereka yang mempunyai riwayat keluarga penyakit pembuluh darah koroner ataupun riwayat keluarga DM yang kuat (Waspadji, 2006). b. Penyakit Mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati Kelainan yang terjadi pada ginjal penyandang DM dimulai dengan adanya mikroalbuminuria, dan kemudian berkembang menjadi proteinuria secara klinis, berlanjut dengan penurunan fungsi laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal yangmemerlukan pengelolaan dengan pengobatan substitusi (Waspadji, 2006). Berbagai kelainan akibat DM dapat terjadi pada retina, mulai dari retinopati diabetik nonproliferatif sampai perdarahan retina, kemudian juga ablasio retina dan lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kebutaan. Diagnosa dini retinopati dapat diketahui melalui pemeriksaan retina secara rutin (Waspadji, 2006). c. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler (Suddarth dan Brunner, 2002). d. Ulkus/gangren .

Pencegahan DM Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak menguntungkan (Junita, 2006). Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu: Pencegahan Primer Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum. Pencegahan Sekunder reversibel. Untuk negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal. Pencegahan Tersier Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini meliputi: a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus menjadi kegagalan organ c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan Pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan terpadu dalam suatu instalasi misalnya dalam bentuk sentral imformasi yang bekerja 24 jam sehari dan akan melayani pasien atau siapapun yang menanyakan seluk-beluk tentang diabetes terutama sekali tentang penatalaksanaannya termasuk diet dan komplikasi (Suyono, 2006). Perencanaan Makanan Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat 60-70 %, Lemak 20-25 %, Protein 10-15 %. Jumlah kalori disesuaikan

dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Makanan dengan komposisi sampai 70-75 % masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hari, diutamakan serat larut (Yuli, 2010).

Related Documents

Tp
April 2020 36
Tp
June 2020 29
Tp
November 2019 70
Tp
November 2019 74
Tp
May 2020 32
Tp
November 2019 69

More Documents from ""