Tor Topo And Soil Waytina Project.pdf

  • Uploaded by: renaldo
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tor Topo And Soil Waytina Project.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 4,097
  • Pages: 15
1. DATA PEKERJAAN PLTA Wai Tina berlokasi di Kecamatan Namrole, Kabupaten Buru Selatan, Provinsi Maluku. PLTA direncanakan dengan sistem Run off River (ROR), dengan data teknis sebagai berikut: Koordinat Bendung:

: 3°46'38.94" LS dan 126°42'43.27" BT

Koordinat Headpond

: 3°47'7.08" LS dan 126°42'25.76" BT

Koordinat Power House

: 3°47'18.79" LS dan 126°42'22.55" BT

Luas DAS

: 304,64 km2

Panjang Waterway

: 845 m

Panjang Penstock

: 300 m

Gambar 1. Peta Batas Pengukuran Topografi FS PLTA Wai Tina

1

2. RUANG LINGKUP PEKERJAAN

Survei dan Pemetaan Topografi; Volume pekerjaan Survei dan Pemetaan Topografi berikut hanya sebagai acuan: a. Survei dan pemetaan topografi areal genangan seluas ±120 ha. Gambar dari hasil survei dengan skala 1: 5.000 dan interval kontur 5 m atau sesuai kebutuhan. a. Survei dan pemetaan situasi topografi areal rencana lokasi tapak bendung beserta bangunan pelengkapnya. Gambar peta topografi dari hasil survei dengan skala horizontal 1 : 1.000, atau sesuai kebutuhan. b. Survei pengukuran penampang dan detail situasi di sepanjang sungai, 1.000 m ke arah hulu dan 1.000 m ke arah hilir dari rencana lokasi as bendung. Gambar penampang memanjang dari hasil survei dengan skala horizontal 1 : 1.000 dan skala vertikal 1 : 200, serta gambar penampang melintang dengan skala 1 : 100 atau sesuai kebutuhan.

2

Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mendapatkan data dan informasi topografi adalah sebagai berikut: a. Orientasi Lapangan Orientasi lapangan atau survei pendahuluan merupakan tahap awal pelaksanaan pengukuran di lapangan dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti batas areal pengukuran. Untuk itu, orientasi lapangan dilakukan berdasarkan data dan peta dasar (skala terbesar yang ada) dengan menelusuri/mengelilingi batas areal rencana lokasi tapak bendung beserta rencana lokasi bangunan pelengkapnya dan batas areal survei penampang dan situasi sungai. Pelaksanaan orientasi lapangan ini harus didampingi oleh Pemilik Pekerjaan dan betul-betul mengetahui titik-titik batas areal, serta prioritasprioritas tertentu yang perlu dilakukan. Berdasarkan pengamatan dalam orientasi lapangan tersebut tim survei harus membuat rencana kerja dan peta kerja yang memuat hal-hal sebagai berikut: 1) Rencana jaringan titik kontrol kerangka dasar pemetaan dan pengikatnya (titik-titik JKH dan JKV yang ada di sekitar lokasi bendung); 2) Lokasi titik-titik kontrol terpilih (yang posisinya memenuhi syarat) untuk di survei GPS (Global Positioning System) Geodetik guna mengikatkan jaringan titik kontrol kerangka dasar pemetaan ke dalam Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013; 3) Rencana jalur pengukuran situasi; 4) Rencana jalur pengukuran penampang dan detail situasi sungai; 5) Dan lain sebagainya. b. Titik Kontrol Geodetik 1) Titik

kontrol

geodetik

merupakan

titik

kerangka

kontrol

pemetaan

yang

dimanifestasikan di lapangan dalam bentuk monumen (patok) Bench Mark (BM) dan koordinatnya ditentukan dengan metode survei pengukuran geodetik serta dinyatakan ke dalam sistem referensi koordinat tertentu (SRGI 2013). 2) Kerapatan setiap satu titik kontrol geodetik mewakili luas areal ± 250 ha, setiap jarak 2 - 2,5 km di sepanjang jalur poligon dan setiap titik simpul. 3) Spesifikasi teknis monumentasi (pematokan) BM titik kontrol geodetik: a) Monumen (patok) BM titik kontrol geodetik dipasang pada lokasi yang strategis (memenuhi persyaratan teknis untuk disurvei GPS Geodetik), di sekeliling batas luar (perimeter) areal genangan, di sekeliling batas luar (perimeter) areal rencana lokasi tapak bendungan beserta bangunan pelengkapnya, di batas hulu dan hilir dari areal survei pengukuran penampang dan situasi sungai.

3

b) Kriteria kerapatan pemasangan monumen (patok) BM titik kontrol geodetik: setiap satu BM titik kontrol geodetik mewakili luas area ± 250 ha, atau di setiap jarak 2 km - 2,5 km di sepanjang jalur poligon utama (jaring kerangka kontrol pemetaan) dan di setiap titik simpul poligon utama. c) Monumen (patok) BM titik kontrol geodetik berukuran 20 x 20 x 100 cm dibuat dari campuran semen, pasir dan kerikil dengan perbandingan 1 : 2 : 3. Kerangka BM dibuat dari besi tulangan berdiameter 12 mm, dan 6 mm. Bagian tengah BM dipasang baut dengan Ø 12 mm dengan panjang 10 cm. BM dipasang (ditanam ke dalam tanah sedalam 80 cm sehingga yang muncul di atas permukaan tanah kira-kira 20 cm) pada tempat yang struktur tanahnya stabil, mudah dicapai dan mudah dicari/ditemukan kembali. d) Setiap pemasangan monumen (patok) BM titik kontrol geodetik harus disertai pemasangan monumen (patok) Control Point (CP) penanda azimut (azimuth mark) pada kisaran jarak 50 m – 150 m. BM dan CP pasangannya harus saling terlihat (bebas pandangan) untuk mendefinisikan azimut referensi pengukuran poligon guna menentukan koordinat titik-titik kerangka kontrol horizontal survei dan pemetaan topografi areal rencana lokasi tapak bendungan beserta bangunan pelengkapnya dan areal survei pengukuran penampang dan detail situasi sungai. e) Monumen (patok) CP titik kontrol geodetik berukuran 15 x 15 x 80 cm dibuat dari campuran semen, pasir dan kerikil dengan perbandingan 1 : 2 : 3. Kerangka CP dibuat dari besi tulangan berdiameter 12 mm, dan 6 mm. Bagian tengah BM dipasang baut dengan Ø 12 mm dengan panjang 10 cm. CP dipasang (ditanam

ke dalam

tanah sedalam 60 cm sehingga yang muncul di atas permukaan tanah kira-kira 20 cm) pada tempat yang struktur tanahnya stabil, mudah dicapai dan mudah dicari/ditemukan kembali. f) Patok BM dan CP diberi inisial/nomor. Khusus untuk BM inisial/nomor dibuat dari marmer dengan ukuran 15 cm x 15 cm, dengan sistem penomoran seperti yang telah ditentukan oleh direksi pekerjaan. g) Patok BM dan CP titik kontrol geodetik dipasang pada lokasi yang aman dari gangguan manusia, binatang ataupun alam, serta tidak mengganggu (terganggu oleh) aktivitas umum dan aktivitas pada saat pelaksanaan konstruksi. h) Setiap monumen (patok) BM dan CP titik kontrol geodetik yang dibangun harus dibuatkan sketsa lapangan dan deskripsinya disertai foto dari empat arah (utara, timur, selatan dan barat), sehingga bisa didapatkan gambaran latar belakang lokasi dari setiap arah.

4

c. Survei GPS Geodetik Metode survei GPS Geodetik dan mekanisme pelaksanaannya secara umum mengacu pada PT-02, Persyaratan Teknis Bagian Pengukuran Topografi, dan secara khusus mengacu pada SNI 19-6724-2002, Jaring Kontrol Horizontal. 1) Lokasi titik-titik kontrol geodetik (BM dan CP) yang di survei GPS Geodetik harus memenuhi persyaratan berikut: a) Distribusinya sesuai dengan desain jaringan yang telah dibuat (direncanakan sebelumnya); b) Titik-titik kontrol geodetik harus dapat diikatkan ke beberapa titik yang telah diketahui koordinatnya dari orde yang lebih tinggi, untuk keperluan perhitungan, pendefinisian datum, serta penjagaan konsistensi dan homogenitas dari datum serta ketelitian titik-titik kontrol dalam jaringan; c) Mempunyai ruang pandang langit yang bebas ke segala arah di atas elevasi 15 0 (15 derajat); d) Jauh dari objek-objek reflektif yang mudah memantulkan sinyal GPS, untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya multipath; e) Jauh dari objek-objek yang dapat menimbulkan interferensi elektris terhadap penerimaan sinyal GPS. 2) Spesifikasi teknis metode dan strategi pengamatan GPS: a) Alat ukur yang digunakan minimal 3 (tiga) set GPS Geodetik model digital yang mempunyai ketelitian 5 mm + 1ppm(H) dan 10 mm + 2 ppm(V). b) Pengamatan receiver GPS Geodetik dilakukan dengan cara Double Difference berdasarkan data fase dengan metode static (statik) atau Rapid static (statik singkat) dengan alat Receiver GPS single frekuensi (L1) atau dual frekuensi (L1 + L2). c) Ketentuan pengamatan harus mengikuti ketentuan berikut : Satelit yang diamati minimum 4 (empat) buah dalam kondisi tersebar; Besaran GDOP (geometrical dilution of precision) lebih kecil dari 8; Pengamatan dilakukan siang hari atau malam hari; Level aktivitas atmosfer dan ionosfer relatif sedang; Pada setiap titik pengamatan GPS, ketinggian dari antena harus diukur sebelum dan sesudah pengamatan satelit, minimal tiga kali pembacaan untuk setiap pengukurannya. Perbedaan antara data-data ukuran tinggi antena tersebut tidak boleh melebihi 2 mm;

5

Minimal ada satu titik sekutu yang menghubungkan dua sesi pengamatan, dan akan lebih baik jika terdapat baseline sekutu; Lama pengamatan berdasarkan panjang baseline:

Panjang

Metode

Baseline 0 km – 1 km 1 km – 5 km 5 km – 8 km 8 km – 30 km

Pengamatan Statik Singkat Statik Singkat Statik Singkat Statik

Lama Pengamatan Receiver (L1)

Receiver (L1+L2)

30 menit 40 menit 90 menit 120 menit

20 menit 30 menit 50 menit 60 menit

d) Pengamatan GPS dengan data fase digunakan dalam model penentuan posisi relatif untuk menentukan komponen baseline antara dua titik, memastikan bahwa semua receiver melakukan pengamatan terhadap satelit-satelit yang sama secara bersamaan, mengumpulkan data dengan kecepatan dan epok (epoch) yang sama. e) Setiap receiver GPS harus dapat menyimpan data selama mungkin dari minimum 4 (empat) buah satelit dengan kecepatan minimum 4 (empat) epok (epoch) dalam 1 (satu) menit masing-masing 15 (lima belas) detik. f) Tidak diizinkan untuk menggunakan merek dan jenis receiver GPS yang berbeda dalam satu sesi (session) pengamatan. g) Di setiap akhir suatu hari pengamatan, seluruh data yang diamati pada hari tersebut harus diunduh (download) ke komputer dan disimpan sebagai cadangan (backup) dalam flashdisk ataupun CD ROM. h) Harus dicatat setiap kejadian selama pengamatan berlangsung yang diperkirakan dapat mempengaruhi kualitas data pengamatan. 3) Spesifikasi teknis metode dan strategi pengolahan data : a) Pengolahan baseline Proses pengolahan baseline GPS dilakukan dengan menggunakan software yang sesuai dengan receiver GPS yang digunakan. Seluruh data pengamatan GPS dikonversi ke rinex (receiver independent exchange format). Koordinat pendekatan (aproksimasi) titik referensi yang digunakan dalam pengolahan baseline tidak lebih dari 10 m dari nilai sebenarnya. Proses pengolahan baseline harus mampu menghitung besarnya koreksi

6

troposfer untuk semua data pengamatan. Data dual frekuensi harus digunakan untuk mengeliminasi pengaruh ionosfer jika ambiguitas data fase satu frekuensi tidak dapat dipecahkan. Geometri dari jaringan harus memenuhi spesifikasi ketelitian dan persyaratan strenght of figure untuk jaring orde-3, yaitu nilai standar deviasi (δ) hasil hitungan dari komponen vektor baseline toposentrik (δN, δE, δH) yang dihasilkan oleh software harus memenuhi hubungan δN ≤ δM, δE ≤ δM, δH ≤ 2δM, dimana: δM = (102 + (10d)2)0,5 / 1,96 mm; d adalah panjang baseline dalam satuan kilometer; δN = standar deviasi komponen lintang / northing; δE = standar deviasi komponen bujur / easting; δH = standar deviasi komponen tinggi / height. b) Perataan jaring Perataan jaring bebas dan terikat dari seluruh jaring harus dilakukan dengan menggunakan software perataan kuadrat terkecil yang telah dikenal dibuat oleh agen software atau badan peneliti ilmiah bereputasi baik. Proses pengolahan data survei GPS, harus menghasilkan informasi berikut: Daftar koordinat definitif dari semua titik dalam jaringan yang dihasilkan dari perataan jaring terikat berikut matriks varian-kovariansinya. Koordinat definitif dari titik kontrol hasil survei GPS harus dinyatakan ke dalam Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013), dalam bentuk: Koordinat kartesian 3 D (X, Y, Z); Koordinat geodetik (lintang, bujur, tinggi ellipsoid); Koordinat proyeksi UTM (utara, timur). Daftar nilai baseline definitif hasil perataan jaring terikat berikut nilai simpangan bakunya dan nilai koreksinya terhadap nilai baseline hasil pengamatan. Elips kesalahan titik untuk setiap titik dalam jaringan. Elips kesalahan relatif untuk setiap baseline yang diamati. Hasil analisis uji-uji statistik yang dilakukan terhadap nilai residual setelah perataan.

7

d. Pengukuran Kerangka Kontrol Horizontal Dalam pelaksanaan survei dan pemetaan topografi areal rencana lokasi tapak bendung beserta bangunan pelengkapnya dan survei pengukuran penampang dan detail situasi sungai, untuk pengukuran posisi horizontal dari titik-titik perapatan jaring kerangka kontrol pemetaannya dilakukan dengan metode poligon. Pengukuran poligon terdiri dari poligon utama dan poligon cabang. 1) Pengukuran Poligon Utama Beberapa ketentuan teknis yang harus

diperhatikan dalam pengukuran poligon

utama adalah sebagai berikut: a) Titik-titik perapatan jaring kerangka kontrol pemetaan ditempatkan di sekeliling batas luar (perimeter) daerah yang disurvei, sehingga membentuk jaring poligon tertutup. b) Titik-titik poligon ditandai di lapangan dengan pemasangan patok kayu dolken diameter 5-8 cm panjang 40 cm (ditanam ke dalam tanah sedalam 30 cm, sehingga yang muncul di atas permukaan tanah ± 10 cm), dicat dengan warna merah dan diberi paku di atasnya, serta diberi nomor secara urut, jelas dan sistematis. c) Jalur pengukuran poligon harus dimulai dan diakhiri pada titik kontrol geodetik (BM dan CP pasangannya) yang telah diketahui koordinatnya dari hasil survei GPS geodetik. d) Alat ukur yang digunakan adalah Theodolit Total Station yang mempunyai ketelitian bacaan sudut terkecil 1 detik dan standar deviasi pengukuran jarak ≤ 5 mm + 5 ppm x Dkm, dimana D adalah jarak dalam satuan kilometer. e) Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu pada saat melakukan centering maka perlu digunakan 3 buah statip dan 3 buah kiap (tribrach). Selama pengamatan berlangsung statip dan kiap tersebut harus tetap berada di satu titik, hanya target dan theodolit saja yang berpindah. f) Sebelum

pengamatan

dilakukan

theodolit

harus

disetel

sebaik-baiknya,

pengukuran setiap sudut poligon diukur dengan cara reiterasi sebanyak 2 (dua) seri pengamatan. Untuk 1 (satu) seri pengamatan, dilakukan sejumlah pembacaan dengan urutan sebagai berikut: Bidik kiri (FL) untuk bacaan target belakang; Bidik kiri (FL) untuk bacaan target ke depan; Bidik kanan (FR) untuk bacaan target ke depan; Bidik kanan (FR) untuk bacaan target ke belakang.

8

g) Semua hasil pengamatan direduksi di lapangan jika perbedaan antara keempat harga sudut yang diperoleh (2FL, 2FR) melebihi 5”, maka harus dilakukan pengukuran ulang. h) Setiap jarak sisi poligon diukur minimal 2 kali ke muka dan 2 kali ke belakang. i)

Metode pengolahan data poligon dengan hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter atau dengan metode bowditch.

j)

Kontrol kualitas pengukuran poligon dinilai dari kesalahan penutup sudut dan kesalahan penutup linier (jarak). Salah penutup sudut poligon utama harus ≤ 10”√n, dimana n adalah jumlah titik poligon. Sedangkan salah penutup linier (jarak) poligon utama harus ≤ 1/10.000.

2) Pengukuran Poligon Cabang Ketentuan teknis yang harus diperhatikan dalam pengukuran poligon cabang adalah sebagai berikut: a) Jalur poligon cabang meliputi jalur poligon untuk pengukuran penampang dan detail situasi sungai serta jalur poligon raai (lajur) untuk pengukuran situasi areal tapak bendung beserta bangunan pelengkapnya. b) Setiap jalur poligon cabang harus dimulai dari titik poligon utama dan diakhiri pada titik poligon utama lainnya, sehingga membentuk jaring poligon terbuka terikat sempurna. c) Titik-titik poligon cabang ditandai di lapangan dengan pemasangan patok kayu dolken diameter 3-5 cm panjang 40 cm (ditanam ke dalam tanah sedalam 30 cm, sehingga yang muncul di atas permukaan tanah ± 10 cm), dicat dengan warna merah dan diberi paku di atasnya, serta diberi nomor secara urut, jelas dan sistematis. d) Alat ukur yang digunakan untuk pengukuran poligon cabang adalah Theodolit Total Station yang mempunyai ketelitian bacaan sudut terkecil ≤ 5 detik dan standar deviasi pengukuran jarak ≤ 10 mm + 10 ppm x D km, dimana D adalah jarak dalam satuan kilometer. e) Untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu pada saat melakukan centering maka perlu digunakan minimal 2 buah statip dan 2 buah kiap (tribrach). Selama pengamatan berlangsung statip dan kiap tersebut harus tetap berada di satu titik, hanya target dan teodolit saja yang berpindah/berubah. f) Sebelum

pengamatan

dilakukan

theodolit

harus

disetel

sebaik-baiknya,

pengukuran setiap sudut poligon cabang diukur sebanyak 1 (satu) seri pengamatan dengan jumlah dan urutan pembacaan sebagai berikut: Bidik kiri (FL) untuk bacaan target belakang; Bidik kiri (FL) untuk bacaan target ke depan; 9

Bidik kanan (FR) untuk bacaan target ke depan; Bidik kanan (FR) untuk bacaan target ke belakang. g) Semua hasil pengamatan direduksi di lapangan jika perbedaan antara kedua harga sudut yang diperoleh (1FL, 1FR) melebihi 10”, maka harus dilakukan pengukuran ulang. h) Setiap jarak sisi poligon cabang diukur minimal 2 kali ke muka dan 2 kali ke belakang. i)

Metode pengolahan data poligon cabang dengan hitung perataan kuadrat terkecil metode parameter atau dengan metode bowditch.

j)

Kontrol kualitas pengukuran poligon cabang dinilai dari kesalahan penutup sudut dan kesalahan penutup linier (jarak). Salah penutup sudut harus ≤ 20”√n, dimana n adalah jumlah titik poligon. Sedangkan salah penutup linier (jarak) harus ≤ 1/5.000.

e. Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal Dalam pelaksanaan survei dan pemetaan topografi areal rencana lokasi tapak bendung beserta bangunan pelengkapnya serta survei pengukuran penampang dan detail situasi sungai, untuk pengukuran posisi vertikal dari titik-titik perapatan jaring kerangka kontrol pemetaannya dilakukan dengan metode sipat datar. Pengukuran sipat datar ini harus diikatkan pada titik referensi tinggi (titik JKV) yang kondisinya masih baik dan berada pada kisaran jarak ≤ 10 km dari areal tapak bendung. Apabila tidak ditemukan titik JKV, maka jika mendapat persetujuan Pemilik Pekerjaan, untuk referensi tingginya boleh menggunakan nilai tinggi ortometrik salah satu BM titik kontrol geodetik yang telah diketahui koordinatnya dari hasil survei GPS Geodetik, atau referensi tingginya ditentukan lain oleh direksi pekerjaan. Ketentuan teknis yang harus diperhatikan dalam pengukuran kerangka kontrol vertikal dengan metode sipat datar adalah sebagai berikut: 1) Pengukuran sipat datar dilakukan pergi-pulang secara kring pada setiap seksi. Panjang seksi ± 1 - 2 km dengan toleransi ketelitian pengukuran sebesar 8 mm

Dimana D =

jumlah jarak dalam km. 2) Pengukuran sipat datar harus menggunakan alat sipat datar otomatis atau yang sederajat, alat ukur sipat datar sebelum digunakan harus dikalibrasi dan hasilnya dicatat dalam formulir kalibrasi, yang telah diperiksa oleh petugas yang berwenang. 3) Jalur pengukuran sipat datar harus melalui semua titik poligon utama, BM dan CP serta semua titik poligon cabang untuk pengukuran penampang dan detail situasi sungai. 4) Pembacaan rambu harus dilakukan pada 3 benang silang yaitu benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb) sebagai kontrol bacaan. 10

5) Rambu ukur harus dilengkapi nivo kotak untuk pengecekan vertikalnya rambu, serta di pasang bergantian muka dan belakang dan dengan slag genap, hal ini untuk mengurangi kesalahan akibat titik nol rambu yang tidak sama. 6) Alat sipat datar diupayakan terletak di tengah-tengah antara dua rambu yang diukur, hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan akibat garis bidik tidak sejajar garis arah nivo. 7) Jarak bidikan (jarak dari alat ke rambu) tidak diperkenankan lebih dari 50 m. 8) Pembacaan rambu tidak boleh dilakukan melebihi 20 cm dari batas bawah rambu dan juga 20 cm dari batas bagian atas rambu. 9) Selama pelaksanaan pengukuran tempat berdiri rambu ukur harus digunakan sepatu rambu yang terbuat dari plat besi. 10) Pengukuran harus dihentikan bila turun hujan atau bila terjadi undulasi udara (biasanya pada tengah hari) yang disebabkan oleh pemuaian udara oleh panasnya matahari. f. Pengukuran situasi Pengukuran situasi secara umum mengacu pada PT-02, Persyaratan Teknis bagian Pengukuran Topografi. Detail situasi yang diukur mengacu pada KP-07, Kriteria Perencanaan bagian Standar Penggambaran, terkait dengan tema dan unsur yang ditampilkan dalam peta. Pengukuran detail situasi dimaksudkan untuk mendapatkan data posisi planimetris maupun ketinggian dari semua titik-titik yang mewakili keadaan topografi kemiringan tanah maupun detail alam maupun detail bangunan eksisting yang ada. Beberapa ketentuan teknis yang harus diperhatikan adalah: 1) Alat ukur yang digunakan adalah Theodolit Total Station. 2) Pengukuran situasi detail dilakukan menggunakan sistem raai atau lajur, dengan jarak antara raai 20 m sampai dengan 40 m atau voorstraal dengan jarak pengambilan titik detail 20 m sampai dengan 40 m atau kombinasi raai dan voorstraal dengan jarak 40 m dan pekerjaan tersebut dapat dilakukan sekaligus pada saat pengukuran poligon cabang. 3) Semua tampakan yang ada, baik alamiah maupun buatan manusia diambil sebagai titik detail, misalnya : bukit, lembah, alur, sadel, dll. 4) Kerapatan titik detail yang diukur harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk topografi dan bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan lapangan. 5) Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga memudahkan penggambaran dan memenuhi persyaratan mutu yang baik dari peta. 11

6) Pengukuran situasi dilakukan pada area rencana lokasi tapak bendungan beserta area rencana lokasi rencana bangunan-bangunan pelengkapnya. 7) Sudut poligon kombinasi raai dan voorstraal cukup 1 (satu) seri. 8) linier poligon raai ≤ 1 : 5.000. 9) Ketelitian tinggi (elevasi) poligon raai ≤ 10 cm √D (D adalah jumlah jarak sisi poligon dalam satuan km). g. Pengukuran penampang dan situasi sungai Ketentuan pengukuran penampang dan situasi sungai adalah sebagai berikut: 1) Arah penampang melintang yang diukur diusahakan tegak lurus alur sungai/saluran. 2) Jarak antar penampang melintang sungai maksimal 50 m. 3) Batas pengambilan detail di areal tepi kiri dan di areal tepi kanan sesuai dengan ketentuan garis sempadan atau pada jarak 100 m dari kedua sisi sungai/saluran, atau sesuai dengan keperluan desain. 4) Apabila di areal tepi kiri atau di areal tepi kanan sungai/saluran terdapat bangunan permanen seperti halnya rumah, maka letak batas dan ketinggian lantai rumah tersebut harus diukur, dan diperlakukan sebagai detail irisan melintang. 5) Pengambilan titik-titik tinggi tiap jarak 10 meter pada profil melintang atau pada tiap beda tinggi 0,25 meter, mana yang lebih dahulu ditemui. 6) Pada lengkungan alur sungai pengambilan penampang melintang pada interval jarak 25 m atau sesuai dengan kebutuhan data yang diperlukan, menurut arahan Ahli SDA atau Direksi pekerjaan. 7) Detail pengukuran penampang melintang sungai diambil pada setiap perubahan bentuk fisik sungai termasuk pada dasar sungai yang terdalam serta elevasi muka air sungai saat itu. 8) Semua detail yang ada di lapangan diukur dengan sistem polar dan diambil selengkap mungkin seperti jalan, bangunan-bangunan yang ada, jembatan dan lainlain. 9) Pengukuran anak sungai yang masuk ke sungai utama diadakan pengukuran situasi detail pada daerah pertemuan tersebut. h. Pengolahan Data dan Penggambaran Pengolahan data hasil pengukuran dan penggambarannya harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berlaku serta harus memperhatikan hal-hal berikut: 1) Penggambaran menggunakan simbol-simbol sesuai SNI 19-6502.1-2000 tentang Spesifikasi Teknis Peta Rupa Bumi Skala 1 : 10.000. 12

2) Potongan melintang digambar berurutan dari sudut kiri atas gambar ke bawah. 3) Semua gambar pengukuran digambar menggunakan komputer (software AutoCAD) pada format kertas ukuran A1 dan A3. 4) Gambar hasil pengukuran dicetak dengan ukuran kertas kalkir A-1 serta ukuran kertas HVS - A1 dan ukuran kertas HVS - A3. Gambar-gambar harus berskala, dimensi dalam meter (m), sentimeter (cm) atau milimeter (mm) tergantung pada apa yang akan ditunjukkan dalam gambar.

Penyelidikan Geoteknik Konsultan diwajibkan melaksanakan penyelidikan geoteknik dan menganalisis data geologi, geologi teknik dan geoteknik (mekanika tanah), meliputi: a. Kajian mengenai kondisi geologi regional pada lokasi rencana PLTA. Pekerjaan kajian geologi regional tersebut mencakup: 1) Pembahasan singkapan-singkapan batuan; 2) Properties dan jenis batuan 3) Hidrogeologi (antara lain : mata air, aquifer, dll) b. Analisis kelayakan teknis kondisi geologi dan geoteknik dengan melakukan kegiatan penyelidikan geologi dan geologi teknik di lapangan. Lingkup pekerjaan penyelidikan geoteknik adalah sebagai berikut: 1) Pekerjaan Persiapan Konsultan diharuskan mengumpulkan dan mempelajari data dan informasi hasil analisis yang sudah dilakukan pada studi terdahulu, termasuk peta geologi regional sebelum dilaksanakan pekerjaan lapangan. Konsultan diwajibkan untuk melakukan survey pendahuluan untuk menentukan titik lokasi rencana pengeboran dan pengujian lapangan dengan memperhatikan aspek-aspek antara lain : perkiraan jenis batuan dan tanah yang akan dilakukan pengeboran dan uji lapangan, kemudahan dalam melakukan pelaksanaan penyelidikan geologi lapangan dan akses jalan menuju lokasi titik pengeboran. 2) Pekerjaan Pengeboran Inti Ketentuan-ketentuan dalam pekerjaan pengeboran inti adalah sebagai berikut: a) Pekerjaan Pengeboran Inti dilaksanakan dengan menggunakan mesin bor putar (rotary drilling machine). Kecepatan pengeboran harus dipantau dan dicatat pada log bor dalam satuan menit per 0.3 m (1 feet). Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pengeboran digunakan untuk menentukan kecepatan pengeboran. Dalam pelaksanaan pengeboran, konsultan diwajibkan membuat buku catatan harian lapangan yang antara lain mencatat : kemajuan pengeboran, tekanan air yang 13

digunakan, jenis barrel, kehilangan air (water loss), kejadian penting saat pengeboran, pengujian-pengujian di dalam lubang bor, dll. b) Untuk setiap kedalaman dan perubahan jenis lapisan tanah harus dibuat deskripsinya, meliputi kedalaman bor, kedalaman muka air tanah, jenis tanah, warna tanah serta sifat tanah. c) Lokasi titik bor harus difoto dan diplot pada peta situasi rencana bangunan dan di buat deskripsinya (termasuk koordinat dan elevasinya). d) Hasil pekerjaan pengeboran ini digambarkan dalam bentuk “Boring Log” yang menunjukkan kedalaman, muka air tanah, jenis tanah/batuan, warna dan sifat dari lapisan tanah, SPT, kelulusan air, core recovery, dll. e) Hasil fisik pengeboran berupa inti batu/tanah ditempatkan ke dalam kotak inti (core box) yang terbuat dari kayu atau material setara. Kotak tersebut diberi label sesuai dengan: nama proyek, kedalaman, SPT, nomor kotak, dll sesuai arahan direksi. f) Lubang bor yang sudah selesai harus diisi dengan mortar dan di beri tanda menggunakan patok beton dengan diberi nomor bor, tanggal, koordinat dan elevasi. g) Uji kelulusan air pada batuan dilakukan dengan menggunakan tekanan air (packer Test). Tekanan air yang digunakan disesuaikan dengan tinggi tekanan (head) desain sampai ke posisi titik yang diuji dan jenis batuannya. Pengujian dilakukan pada tekanan dengan urutan: 1/3 Pmaks – 2/3 Pmaks – Pmaks – 2/3 Pmaks – 1/3 Pmaks. Hasil pengujian digambarkan dalam bentuk grafik hubungan debit (q) versus tekanan (P) dalam format yang standar. Uji kelulusan ini dilakukan pada setiap interval 5 meter. Volume, lokasi dan kedalaman setiap titik pengeboran diuraikan sebagai berikut: No. 1.

Lokasi Bendung

Jumlah Titik Bor

Kedalaman (m)

3

25

- Bantaran kiri - Bantaran kanan - Tengah sungai 2.

Waterway

3

25

3.

Headpond

1

25

4.

Penstock

2

25

5.

Power House

1

25

3) Pekerjaan Test Pit Pada lokasi borrow area dilakukan pengujian dengan menggunakan metode sumur uji (test pit). Uji test pit ini bertujuan untuk mengetahui ketebalan lapisan tanah yang akan digunakan sebagai material timbunan dari sumber material (borrow area). Jumlah sumur uji ditentukan sebanyak 5 titik pengujian.

14

4) Pekerjaan Uji Laboratorium Pekerjaan Uji Laboratorium dilaksanakan pada sampel tidak terganggu (undisturbed sample) hasil dari pengeboran inti lapangan dan sampel terganggu (undisturbed sample) dari hasil uji test pit. Pengujian laboratorium pada sampel tanah dimaksudkan untuk mendapatkan parameter sebagai berikut: a) Indeks Properties b) Grained Size Distribution c) Atterberg Limits d) Consolidation Test e) Triaxial UU Test

Pembuatan Laporan Laporan-laporan yang harus dipersiapkan oleh Konsultan adalah sebagai berikut: 1) Laporan survey topografi beserta hasilnya (hard and soft copy) 2) Laporan soil investigation beserta sampelnya

15

Related Documents

Projectpdf
July 2020 22
Topo
May 2020 19
Topo
April 2020 21
Contouring And Topo Maps
November 2019 17
Contouring And Topo Maps
November 2019 22

More Documents from "Ahsan Shahid"