USULAN PENELITIAN
KORELASI NILAI ABI (Ankle Brachial Indeks) DENGAN DERAJAT ULKUS DIABETIK MENURUT KLASIFIKASI WAGNER PADA PENDERITA KAKI DIABETIK
Oleh Tony Yulianto
Program Studi Ilmu Bedah
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Diabetes Mellitus (DM) merupakan sindroma klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh adanya hiperglikemi akibat defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Salah satu komplikasi yang sering ditemui adalah ulkus pada kaki yang disebut ulkus diabetik. Ulkus diabetik merupakan komplikasi makrovaskuler yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Resiko mendapat infeksi kaki pada penderita DM dilaporkan sebesar 1.21 dibandingkan non-DM. Datadata klinis melaporkan prevalensi ulkus kaki diabetik yang terjadi pada penderita DM bervariasi antara 10-25 %. Jeffcoate dkk,3 pada tahun 2006 melaporkan mortalitas kaki diabetik infeksi sebesar 16,7. Di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo melaporkan angka kematian dan angka amputasi sebesar 16 % dan 25 % pada tahun 2003. Sebanyak 14,3 % meningggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37 % meninggal dalam 3 tahun pasca amputasi1,2,4. Faktor yang menjadi dasar terjadinya ulkus pada kaki penderita DM adalah adanya neuropati dan angiopati, deformitas kaki dan terjadi trauma minor. Ulkus kaki diabetik diawali oleh adanya gangguan neuropati dan gangguan vaskuler perifer akibat penyakit DM yang diderita. Gangguan neuropati dan vaskuler menyebabkan kaki penderita lebih rentan terhadap
2
trauma dan infeksi dibandingkan kaki non DM. Neuropati ditandai rasa panas, mati rasa, rasa kering dimana pulsasi arteri masih teraba. Ini berlawanan dengan angiopati atau iskemi pada kaki yang teraba dingin dan pulsasi arteri tidak teraba sampai timbul komplikasi tidak terasa sakit saat terjadi luka pada daerah yang mendapat tekanan bahkan sampai terjadi nekrosis dan gangrene. Beberapa peneliti juga telah melaporkan adanya faktor-faktor resiko penderita DM yang memperberat dan berhubungan erat dengan terjadinya ulkus pada kaki diabetes seperti usia, lama menderita DM, obesitas, merokok, kendali glukosa yang buruk, dislipidemia, dan hipertensi. 1,5,6 Infeksi kaki diabetes dan komplikasinya berhubungan dengan keadaan perawatan yang lama dan meningkatnya risiko pembedahan serta amputasi. Umumnya infeksi yang hanya diawali dengan luka kecil dapat berkembang menjadi infeksi yang melibatkan jaringan lunak, sendi atau tulang bila tidak ditangani dengan baik. National Health Interview Survey melaporkan pasien dengan ulkus diabetik lebih berisiko amputasi dibandingkan non-diabetik. Sebesar 70-85% penderita ulkus diabetik dilaporkan memerlukan amputasi tungkai bawah.Trautner, dkk7 di Jerman melaporkan bahwa amputasi terhadap pasien ulkus kaki diabetik sebesar 76% dibandingkan hanya sebesar 24% pada ulkus non-diabetik. Reiber, dkk8 pada tahun 1997 juga melaporkan bahwa rata-rata lama perawatan di rumah sakit pasien ulkus diabetik lebih lama dibandingkan pasien ulkus non diabetes terutama pada ulkus yang luas.7,8
3
Akibat dari perawatan yang lama maka biaya pengobatan pada ulkus kaki diabetik juga akan meningkat. Di Amerika Serikat diperkirakan biaya perawatan ulkus diabetik perindividu adalah US$ 17.500 sedangkan total biaya perawatan penderita ulkus kaki diabetik dan komplikasinya sebesar 4 miliar pertahun. Harrington, dkk16 melaporkan total perawatan pasien ulkus diabetik di Amerika Serikat menghabiskan rerata USṩ1.5 milyar pertahun, sementara untuk amputasi dibutuhkan USṩ150 juta.10 Agar dapat menangani infeksi kaki diabetik dengan baik, diperlukan pengetahuan tentang derajat luka yang menggambarkan ciri – ciri ulkus seperti lokasi, dalamnya ulkus, neuropati dan vaskulopati, infeksi dan ada tidaknya iskemi. Saat ini beberapa klasifikasi untuk menilai kaki diabetes yang terinfeksi maupun yang belum terinfeksi telah dipakai secara luas.9,11 Masalah yang dihadapi adalah pada saat ini kejadian kaki diabetik meningkat dan penderita yang datang sudah dalam keadaan stadium lanjut, neuropati perifer dan iskemi perifer sudah dalam keadaan berat. Penemuan faktor neuropati perifer dan iskemi perifer lebih awal diharapkan akan menurunkan angka kejadian kaki diabetik.11
1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana hasil penilaian ABI (Ankle Brachial Indeks)pada penderita ulkus kaki diabetik ?
4
2. Bagaimana hubungan antaranilai ABI (Ankle Brachial Indeks)dengan derajat ulkus kaki diabetik(klasifikasi Wagner) ?
1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hasil penilaian ABI (Ankle Brachial Indeks)kaki diabetik dan hubungannya dengan derajat ulkus kaki diabetik menurut klasifikasi Wagner. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui nilai ABI ( Ankle Brachial Indeks ) pada penderita ulkus kaki diabetik. 2. Mengetahui nilai ABI ( Ankle Brachial Indeks) dengan derajat ulkus kaki diabetik ( klasifikasi Wagner ).
1.4 HIPOTESIS Semakin berat nilai ABI (Ankle Brachial Indeks) makin berat derajat keparahan kaki diabetik.
1.5 MANFAAT PENELITIAN 1. Untuk mengetahui lebih awal gangguan iskemi perifer dalam mencegah terjadinya kaki diabetik yang lebih berat.
5
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi adanya hubungan antara nilai ABI ( Ankle Brachial Indeks)dan derajat ulkus kaki diabetik. 3. Untuk penderita DM, agar lebih awal dalam perawatan kaki dan mencegah timbulnya iskemi perifer, sehinggatidak terjadi ulkus diabetik.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan metabolisme yang ditandai oleh adanya hiperglikemi. Diabetes Mellitus terdiri atas DM tipe 1, DM tipe 2, diabetes gestasional dan DM tipe lain (Tabel 1). Umumnyayang sering ditemui di klinik beserta komplikasinya adalah DM tipe 2. Diabetes Mellitus tipe 2 didefinisikan sebagai suatu hiperglikemi sebagai akibat resistensi insulin di jaringan perifer, atau defek sel-β pancreas maupun kedua-duanya. Penderita DM tipe 2 umumnya berobat ke klinik dengan keluhan atau tanda klasik seperti berat badan menurun, poliuri dan polifagi. Pada umumnya mereka sudah menderita DM sekitar 8-10 tahun sebelum terdeteksi. Oleh karena itu, pendekatan terapi pada mereka haruslah lebih agresif untuk menghindari atau sedikitnya memperlambat perburukan komplikasi kronik.10 Diagnosis pada DM tipe 2 ditegakkan bila pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu (GDS) adalah ≥ 200 mg/dl yang disertai keluhan klasik seperti berat badan menurun, poliuri dan polifagi, atau bila kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl, atau gula darah post toleransi glukosa oral dengan 75 gram glukosa darah adalah ≥ 200 mg/dl. (tabel 2)
Tabel 1. Klasifikasi diabetes melitus
7
Diabetes melitus tipe 1 kerusakkan sel dengan defisiensi insulin yang absolut akibat proses otoimun atau idiopatik Diabetes melitus tipe 2 resistensi insulin dengan relatif defisiensi insulin atau akibat defek sekresi insulin dengan resistensi insulin Diabetes melitus tipe lain Defek genetik fungsi sel Defek genetik kerja insulin seperti diabetes lipoatropik Penyakit fungsi eksokrin pankreas seperti pankreatitis, pasca pankreatektomi, neo-plasma, sirosis kistik Endokrinopati seperti sindroma Cushing, Acromegali, Fheokromasitoma, Hipertiroidisme Akibat obat-obatan, seperti kortisol, beta blocker, anti depresan, tiazid Infeksi, seperti akibat infeksi virus cytomegali Kelainan genetik lain seperti sindroma Down, sindroma Klinefelter, sindroma Wolfram Immune-mediated diabetes Diabetes melitus gestasional Dikutip dari: The Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Report of the Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 1997; 20: 1183-9720
Tabel 2. Kadar glukosa puasa dan 2 jam tes toleransi glukosa oral
8
Glukosa plasma puasa Normal
< 100mg/dl
(5,6 mmol/L)
Glukosa plasma puasa terganggu (GPT) 100-125mg/dl
(5,6-6,9 mmol/L)
Diabetes mellitus
> 126 mg/dl
(7,0 mmol/L)
Normal
< 140 mg/dl
(7,8 mmol/L)
Toleransi glukosa terganggu (TGT) mmol/L)
140-199 mg/dl
(7,8-11,0
Diabetes melitus
> 200 mg/dl
(>11,0 mmol/L)
Glukosa plasma 2 jam pasca TTGO
Dikutip dari American Diabetes Association: Clinical Practice and Recommendations. Diabetes Care 2004; 27 (Suppl 1): S11-S14.21
Patogenesis ulkus diabetes Faktor-faktor risiko ulkus diabetes Lama Diabetes Gangguan vaskuler pada penderita diabetes biasanya timbul paling cepat 4 – 8 tahun sesudah menderita diabetes. Hiperglikemia yang lama, memperburuk kerusakan pada endotel membrana basalis, eritrosit, trombosit dan
kondisi
plasma,sehingga muda timbul gangguan pembuluh darah. 10,11
Hiperlipidemi Hiperlipidemia berhubungan erat dengan dengan timbulnya aterosklerosis dan viskositatas darah yang meningkat akan menyebabkan mikroangiopati dan makroangiopati. Penelitian-penelitian melaporkan bahwa kadar trigliserida (TG) dan LDL tinggi maupun HDL yang rendah merupakan risiko terhadap Penyakit Kardiovaskuler.11
9
Sasaran metabolik yang dinginkan adalah Kolesterol-LDL < 100 mg/dl, Trigliserida < 150 mg/dl, Kolesterol-HDL > 40 mg/dl. Sesuai dengan kesepakatan National Cholesterol Education Program Adult Panel treatment III, semua penderita diabetes melitus digolongkan sebagai risiko tinggi untuk mendapat penyakit kardiovaskuler. Sesuai dengan kesepakatan National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP ATP III), sasaran kolesterol-LDL yang harus dicapai adalah < 100 mg/dl. Selain itu kadar trigliserid yang diinginkan adalah < 150 mg/dl, kolesterol-HDL pria > 40 mg/dl dan wanita > 50 mg/dl. 12,13,15
Hipertensi Merupakan suatu komplikasi diabetes sebagai suatu resiko kerusakan vaskuler.Pada tekanan darah yang tinggi dapat merusak endotel yang sudah abnormal dan kerusakan endotel ini akan memudahkan terjadinya angiopati diabetik. Telah dibuktikan bahwa dengan menurunnya tekanan darah sampai dengan di bawah 150/90 mmHg, akan memperbaiki prognosis aterosklerosis, retinopati, dan nefropati diabetik. 14
Tabel 3. Kriteria hipertensi menurut JNC VII.15 Tekanan darah
TDS (mmHg)
Normal
< 120
TDD (mmHg) and < 80
10
Prehipertensi
120-139
or 80-89
Stage 1 hipertensi
140-159
or 90-99
Stage 2 hipertensi
> 160
or
> 100
TDS = tekanan darah sistolis, TDD = tekanan darah diastolis
Faktor Umur Meningkatnya umur, maka resiko untuk terjadinya angiopati juga meningkat.
Usia>
40
tahun
lebih
berisiko
terjadi
angiopati.
Boyko,dkk.5Melaporkan, makin tua usia makin sulit penyembuhan luka pada pasien ulkus kaki diabetik. Hal ini mungkin disebabkan oleh semakin tua seseorang maka fungsi vaskuler semakin buruk, sehingga pada usia tua lebih mudah terjadi infeksi dibandingkan usia muda. 16,17
Riwayat merokok Kebiasaan merokok dapat menigkatkan kadar Asam Lemak Bebas (ALB). Akibat asam lemak bebas yang meningkat menyebabkan VLDL yang disekresi lebih banyak mengandung TG yang kemudian disebut sebagai VLDL besar. Dalam sirkulasi, VLDL besar yang kaya TG akan dipertukarkan dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL dan HDL.Untuk jangka panjang, perokok berat lebih dari 20 batang per hari akan mengalami episode vasokontriksi perifer dan sistemik,agregasi tombosit peningkatan fibrogen. Beberapa penelitian melaporkan, terdapat hubungan antara kejadian ulkus kaki diabetik dengan kebiasaan merokok. 1,5,17
Indeks Massa Tubuh 11
Resistensi insulin pada pasien obesitas yang memegang peranan penting, karena insulin berperan dalam penyimpanan dan sintesis lemak. Resistensi insulin mengganggu proses penyimpanan dan sintesis. Akibat resistensi insulin pada pasien obesitas akan ditemukan kadar asam lemak bebas yang tinggi. Asam lemak bebas akan disintesis di hati menjadi TG yang menjadi bahan baku pembentukan kolesterol very low density lipoprotein (VLDL). Akibat asam lemak bebas yang meningkat menyebabkan VLDL yang disekresi lebih banyak mengandung TG yang kemudian disebut sebagai VLDL besar. Dalam sirkulasi, VLDL besar yang kaya TG akan dipertukarkan dengan kolesterol ester dari kolesterol LDL dan HDL. Penelitian-penelitian melaporkan bahwa kadar trigliserida (TG) dan LDL tinggi maupun HDL yang rendah merupakan risiko terhadap penyakit vaskuler perifer. Reiber, dkk.1 Melaporkan adanya hubungan antara obesitas dengan kejadian ulkus kaki diabetik. Berat badan lebih akan menyebabkan tekanan pada plantar pedis yang berperan terjadinya ulkus kaki diabetik dan memperpanjang penyembuhan luka. Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus : IMT=BB(kg)/TB(m2).
Klasifikasi IMT :18
BB Kurang
<18.5
BB Normal
18.5-22.9
BB Lebih
≥23.0
o Dengan resiko
23.0-24.9 12
o Obes I
25.0-29.9
o Obes II
≥30
Hemoglobin glikosilasi Tes hemoglobin terglikasi, disebut juga sebagai Glycohemoglobin disingkat sebagai HbA1c. Sampai saat ini pemeriksaan kadar A1C dipakai sebagai parameter kendali glikemik. Kadar A1C menunjukkan keadaan kadar glukosa darah rata-rata selama tiga bulan terakhir. Ada korelasi antara kadar A1C dengan kadar glukosa plasma rata-rata, makin tinggi kadar A1C makin tinggi kadar glukosa plasma ratarata. Korelasi ini didapat dari hasil penelitian yang memantau kadar glukosa darah sendiri dirumah yang mencakup sebanyak 2700 pemeriksaan glukosa darah baik pada penderita diebetes melitus tipe 1 maupun tipe 2. American Diabetes Association memakai batasan A1C < 7,0 % sebagai kriteria kendali glikemik baik, sedang International Diabetes Feberation
menggunakan kadar A1C <
6,5%.Penelitian oleh Boyko, dkk5 pada tahun 2006 melaporkan peningkatan kadar HbA1C sebagai faktor resiko kejadian ulkus kaki diabetik pada subyek DM. Moss, dkk. melaporkan, kontrol kadar gulah darah buruk yang ditandai oleh peningkatan kadar Hb1C berhubungan dengan angka kejadian amputasi.19
2. Patogenesis ulkus kaki diabetik 1. Neuropati Sensori Perifer Dilaporkan ±30-50% dari semua pasien diabetes, neuropati sensori periferal merupakan penyebab utama timbulnya ulkus kaki diabetes. Ketidakmampuan untuk mendeteksi rangsang nyeri yang memperingatkan akan terjadi suatu trauma, 13
mengakibatkan kaki tidak sensitif terhadap peningkatan tekanan yang memicu kerusakan jaringan yang mengarah pada timbulnya ulkus. Menurun hingga hilangnya sensasi nyeri, menyebabkan ulkus menjadi lebih buruk.16 2. Neuropati Autonomik dan Motorik. Pasien
diabetik
mengalami
kerentanan
terhadap
abnormalitas
musculoskeletal kaki, seperti neuropati atropi (kaki charcot’s). Neuropati artropi ditandai dengan kronik, progresif, proses degeneratif dari satu atau lebih sendi dan ditandai dengan pembengkakan, perdarahan, peningkatan suhu, perubahan tulang dan instabilitas sendi. Polineuropati simetrikal pada bagian distal merupakan sebuah komplikasi dari diabetes dan sebagai penyebab utama ulkus kaki diabetes dan menurunnya fungsi sensorik dan motorik sistem saraf tepi.20 3.Tekanan Plantar Ulkus diabetik dapat terjadi pada beberapa bagian kaki tetapi pengamatan secara klinis hampir sebagian besar terjadi pada permukaan plantar. Kaki secara normal memiliki kemampuan untuk mendistribusikan tekanan yang dibebankan pada permukaan plantar dan menghindari tekanan tinggi di kaki. Kemampuan ini mengalami kegagalan pada penderita diabetes. Perubahan bentuk kaki yang berhubungan dengan neuropati motorik dan berkurangnya mobilitas sendi diduga sebagai penyebabnya. Luka Plantar pedis akibat tekanan pada saat berjalan, merupakan awal timbulnya kaki diabetes infeksi.16 4. Keterbatasan Mobilitas Sendi Terbatasnya mobilitas sendi berkaitan dengan glikosilasi kolagen yang menghasilkan kekakuan struktur periartikular seperti tendon, ligamen, dan kapsul
14
sendi. Bagian sendi subtalar dan metartarsophalangeal umumnya juga mengalami kekakuan. Akibat dari keadaan ini, tekanan pada kaki makin berat, terutama pada area bagian depan kaki dan berkontribusi terhadap kejadian ulkus kaki diabetes.16
Gambar 1. Beberapa Faktor yang terlibat dalam Patogenesis Ulkus Kaki diabetik. 21
5. Penyakit Vaskuler Periferal Penyakit vaskuler perifer menyebabkan kaki diabetes Infeksi. Perubahan anatomi menurunkan elastisitas dinding pembuluh kapiler serta mengganggu kemampuan untuk vasodilatasi. Membran basalis yang berperan sebagai barier terhadap pertukaran nutrient dan migrasi seluler terganggu, mengakibatkan penurunan kemampuan dari kaki diabetik untuk melawan infeksi.16
15
Ankle brachial index (ABI)adalah rasio tekanan darah sistolik pada pergelangankaki dengan lengan. Pemeriksaan ini diukur dengan pada pasien dengan posisiterlentang menggunakan doppler vaskuler dan sphygmomanometer. Tekanan sistolik diukur pada kedua lengan dari arteri brachialis dan di arteri tibialisposterior dan dorsalis pedis pada bagian tungkai kaki masingmasing.Pemeriksaan ABI bertujuan menilai fungsi sirkulasi pada arteri kaki. Pemeriksaan
ABI
direkomendasikan
oleh
American
Heart
Association
(AHA)untuk mengetahui proses aterosklerosis khususnya pada orang dengan risikogangguan vaskuler yang berusia 40-75 tahun.15,16,17 Nilai ABI memiliki spesifisitas 83,33-99,0 % dan akurasi yang tinggi (72,189,2%) menunjukkan bahwa seseorang pasien memungkinkan telah mengalami stenosis. Pada populasi usia antara 40-75 tahun dengan minimal satu faktor risiko vaskuler (seperti diabetes, dislipidemia, hipertensi dan merokok), nilai ABI bisa digunakan sebagai diagnosis awal untuk PAD.17 Peripheral arterial disease (PAD) merupakan penyakit akibat tersumbatnya arteri bagian perifer yang dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis seperti claudicatio intermitten hingga terjadinya ulkus kaki pada penderita diabetes melitus. PAD terjadi karena adanya proses atherosclerosis yang berlangsung lama, yang dapat dipercepat akibat berbagai kelainan metabolisme seperti hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia, peningkatan faktor koagulasi khususnya pada penderita diabetes melitus. 17
Tabel 4. Perbedaan ulkus neuropati dan vaskuler 17
16
Pemeriksaan
Neuropati
Kulit
Kulit hangat,kering,warna Kulit dingin,sianotik,hitam kulit normal (gangren)
Pulsus di tungkai Teraba normal (arteri dorsalis pedis, tibialis posterior)
Vaskuler
Tidak teraba atau teraba lemah
Refleks ankle
Refleks menurun/ tak ada
Normal
Sensitivitas lokal
Menurun
Normal
Deformitas kaki
Clawed toe, otot kaki Biasanya tidak ada atrofi, calus
Lokalisasi ulkus
Sisi plantar kaki
Karakter Ulkus
Luka punched out di area Nyeri,dengan yang mengalami nekrotik hiperkeratotik
Ankle branchial Index Normal (>1) (ABI)
Jari kaki area
< 0,7-0,9 (Iskemia ringan), < 0,4 (iskemia berat)
Transcutaneus Oxygen Normal (>40 mmHg) tension (TcPO2)
< 40 mmHg
INFEKSI KAKI DIABETIK Gambaran mikrobiologi dari infeksi kaki diabetik bermacam-macam, tergantung jaringan yang terinfeksi. 6,21 1. Pada kulit superficial, penyebab infeksi sama dengan kuman yang ada di kulit yaitu Streptococcus group A dan Stapilococcus aureus
17
2. Pada infeksi jaringan lunak yang dalam seperti necrotizing fascitis, compartemen syndrom atau myositis, penyebab infeksi terbanyak yaitu basil gram negatif yang menghasilkan gas 3. Pada osteomielitis kronik penyebab yang sering adalah streptococcus group A dan B , basil gram negatif aerob, bacteriodes fragilis, E.coli, proteus mirabilis, dan klebsiella pneumonia.
Klasifikasi ulkus diabetes Klasifikasi infeksi pada
ulkus diabetes disingkat menjadi PEDIS
(Perfusion, Extent/zise, Depth/tissue loss, Infection and Sensation). Infeksi dikategorikan: Derajat 1 Tanpa infeksi. Derajat 2 Infeksi ringan melibatkan jaring kulit dan sub kutis. Derajat 3 Infeksi sedang; terjadi selulitis luas atau infeksi lebih dalam. Derajat 4 Infeksi berat; dijumpai keadaan sepsis. Secara praktis derajat infeksi
dapat dibagi menjadi 2 yaitu Infeksi yang
tidak mengancam kaki/ Non limb-threatening infections (derajat 1dan 2), dan infeksi yang mengancam kaki/limb-threatening infections (derajat 3 dan 4).Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, radiologis lesi pada kaki harus dinilai berdasarkan sistem klasifikasi yang dapat membantu dalam keputusan terapi dan menentukan prognosis penyembuhan atau resiko amputasi. Tabel 5 Pedis Ulcer Clasification.6
18
Tabel 6. Klasifikasi ulkus kaki diabetik berdasarkan University of Texas Classification System23 Stage
Grade 0
Grade I
Grade II
Grade III
Lesi pre atau post ulkus yang mengalami epitalisasi sempurna, NonIskemi dan non-Infeksi
Lesi superficial tidak sampai di tendon, kapsul atau tulang,tidak infeksi, non-Iskemi
Luka sampai pada tendon atau kapsul, Non-Iskemi dan nonInfeksi
Luka sampai tulang atau sendi, Non-Iskemi dan non-Infeksi
B
Dengan infeksi, noniskemi
Dengan infeksi, noniskemi
Dengan infeksi, non-iskemi
Dengan infeksi, non-iskemi
C
Dengan iskemi, noninfeksi
Dengan iskemi, noninfeksi
Dengan iskemi, non-infeksi
Dengan iskemi, non-infeksi
Dengan infeksi dan iskemia
Dengan infeksi dan iskemi
Dengan infeksi dan iskemi
Dengan infeksi dan iskemi
A
D
Tabel 7. Wagner Classification System. 23
19
Diagnosis Diagnosis dari ulkus diabetk dapat ditegakkan melalui 1. Anamnesa dan pemeriksaan fisis
Riwayat diabetes yang tidak terkontrol dengan baik,didapatkan tanda dan gejala kaki diabetik seperti yang telah diuraikan diatas.
Lama diabetes
Kontrol gula darah.
Kardiovaskuler.
Status gizi
Kebiasaan merokok, minum alkohol.
Formasi kalus.
Deformitas.
Riwayat infeksi dan riwayat operasi
Gejala neuropati
Klaudikasio atau nyeri istirahat.6
20
2. Penunjang laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap atau CBC (Complete blood cell count) dapat menunjukkan adanya dan tingkat keganasan infeksi. Leukosit yang sangat tinggi atau sangat rendah menandakan infeksi yang serius. Pemeriksaan glukosa darah yang tinggi menandakan pengobatan diabetes atau regulasi gula darah yang tidak adekuat atau tidak terkontrol dengan baik. Pemeriksaan laboratorium yang menunjang lainnya antara lain tes fungsi ginjal, elektrolit darah, enzim hati dan enzim jantung yang akan mengalami gangguan pada diabetes yang tidak ditangani dengan baik dan menimbulkan komplikasi ke organ tersebut.6
3. Pada pemeriksaan penunjang radiologis
Foto polos kaki atau tungkai untuk melihat adanya fraktur, osteomielitis atau arthritis, dislokasi yang diakibatkan oleh neropati, kerusakan akibat infeksi, benda asing pada jaringan lunak, atau udara pada jaringan lunak yang menandakan terjadinya ganggren.6
4. Pemeriksaan vaskuler
Doppler ultrasound dapat digunakan untuk melihat aliran darah apakah terjadi gangguan atau penyumbatan.
Pemeriksaan angiogram Dapat digunakan untuk melihat seberapa buruk sirkulasi darah pada ekstremitas yang terkena dan melihat
21
vaskularisasi ke distal ataupun ke daerah lesi apakah adekuat atau tidak.6 o Ankel brachial index (ABI), toe blood pressures o Transcutaneous Oxygen Tension (TcPO2) 5. Evaluasi neurology Semmes-Weinstein monofilament (10-g) wire mengidentifikasi individu yang berisiko ulkus diabetik. 6 Managemen ulkus kaki diabetik. 1. Debridement Tujuan debridement yaitu mengeluarkan benda asing dan jaringan nekrotik, avaskuler, jaringan non-viabel agar luka menjadi merah dan dasar luka bergranulasi. Luka tidak akan sembuh bilah masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, callus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. 2. Mengurangi Beban tekanan (off loading) Pada penderita DM yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bedrest), kursi roda, alas kaki, dll. Perban atau pembalut dengan kelembaban yang seimbang
22
Kelembaban akan mempercepat re-epitelisasi luka. Lingkungan luka yang lembab akan meningkatkan granulasi dan proses autolitik.6,16 Perban untuk luka dapat dibagi menjadi menjadi dua kategori yaitu pasif dan aktif atau interaktif. Perban pasif utamanya memiliki fungsi untuk protektif. Perban aktif atau interaktif dengan terapi/agen topikal berkemampuan
untuk
memodifikasi
fisiologi
luka
dengan
cara
menstimulasi aktifitas seluler dan pelepasan growth faktor.6,16 3. Terapi growth factor Terdapat beberapa growth faktor yang telah digunakan untuk terapi antara lain :
Recombinant Human Platelet Derived Growth Factor (rhPDGF) gel (Becaplermin gel). Agen ini menstimulasi kemotaksis dan mitogenesis netrofil, fibroblast, monosit dan komponen-komponen lain dari penyembuhan luka yang berbasis seluler. Kontra indikasi agen ini adalah jika terdapat kanker pada kulit yang akan diterapi. 25,6
Recombinant Human Epidermal Growth Factor (rhEGF). Agen ini meningkatkan proliferasi sel, migrasi, dan differensiasi pada receptor kinase pada sel target. Epidermal growth factor bekerja sebagai mitogen dan juga merupakan factor differensiator untuk berbagai macam jenis sel sehingga membantu menstimulasi pertumbuhan sel.25
Growth factor lainnya, seperti vascular endothelial growth factor (VEGF), fibroblast growth factor (FGF), dan keratinocyte growth factor (KGF) saat ini masih dalam penelitian.6 23
Proses penyembuhan luka Penyembuhan luka merupakan proses kompleks dan dinamis pada struktur sel dan lapisan jeringan. Proses penyembuhan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, fase maturasi atau remodeling. Pada beberapa kasus luka yang sulit sembuh disebabkan beberapa penyakit penyerta seperti diabetes. Fase Inflamasi, berlangsung hingga hari ke 5, dimulai dengan proses hemostasis dan terlihatnya tanda-tanda inflamsi berupa, rubor (merah), calor (panas), tumor (benkak), dolor (nyeri), dan functio Laesa (gangguan fungsi). Akibat luka terjadi perdarahan, keluar trombosit dan sel-sel radang. Kerusakan pada pembuluh darah mengaktifkan faktor koagulasi seperti Calsium Intracellular dan aktifasi faktor VII. Selama 6 - 8 jam, proses penyembuhan luka dimulai dengan terlepas polymorphonuclear leukocytes (PMN) di luka. TGF-b (Transforming Growth Factor beta) membantu kerja PMN membersihkan luka dari debris. Trombosit mengeluarkan bebrapa substansi proinflamasi seperti Adenosine diposphate, Fibroplastic Growth Factor (FGF), TGF-α dan TGF-β, Platelet-derived Growth Factor (PDGF). Faktor – faktor inflamasi ini merangsang pelepasan netrofil, monosit, dan fibroblast di permukaan luka, menghancurkan dan memakan (fagositosis) kotoran dan kuman. Pertautan luka pada fase ini hanya ole fibrin tetapi belum ada kekuatan sehingga disebut fase lag (tertinggal).26,27 Fase Proliferasi, Fase ini berlangsung dari harike 6 hingga minggu ke 3. proses proliferasi dan pembentukan fibroblas yang berasal dari jaringan mesenkhim.
Hari
5-7
fibroblas
menghasilkan
mukopolisakarida, 24
glucosaminoglycans, proteoglycans yang merupakan zat-zat untuk proses granulasi. Pada fase ini, luka yang terdiri dari sel-sel radang, fibroblas dan kolagen membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus disebut jaringan granulasi. Mukopolisakarida mengatur deposisi serat-serat kolagen yang akan mempertautkan permukaan luka. proliferasi sel-sel fibroblas menjadi sangat dominan mencapai puncakanya 1 – 2 minggu. Fibroblas tidak hanya berupa kolagen tetapi juga mengandung sitokin seperti PDGF, TGF-β, bFGF, keratinocyte gowth factor, dan Insulinlike growth factor-1. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal migrasi ke pemukaan luka. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Peningkatan kolagen di luka berhubungan dengan peningkatan kekuatan regangan luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% dari jaringan normal. 26,27 Fase resorbsi atau remodeling. Setelah 3 minggu, proses penyembuhan luka menjadi konstan. Terjadi pematangan yang terdiri dari penyerapan jaringan yang berlebih, pengerutan, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakan dari dasar. Pada akhir fase ini, kekuatan regangan luka mencapai 80% jaringan normal dalam waktu 1 tahun. 26,27
25
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN A.
Kerangka teori Diabetes Melitus tipe 2
Hiperglikemia 26
Neuropati perifer
Dislipidemia
Kolesterol HDL menurun
atherosclerosis
Deformitas kaki
Perifer Arterial Disease
Iskemia
Infeksi
Ulkus kaki diabetik
B. Kerangka Konsep
DIABETES MELLITUS
LAMA DM TEKANAN DARAH INDEKS MASSA TUBUH
27
PROFIL LIPID GULA DARAH
ISKEMI PERIFER
KAKI DIABETIK PEMERIKSAAN KLINIS DERAJAT KAKI DIABETIK KLASIFIKASI WAGNER DERAJAT 1 – 5
GRADE GRADE GRADE GRADE GRADE
1 2 3 4 5
(ANKLE BRACHIAL INDEX)
ISKEMI RINGAN ISKEMI SEDANG ISKEMI BERAT
BAB IV METODE PENELITIAN
A.
METODE PENELITIAN Merupakan suatu desain penelitian cross sectional analitik.
28
B.
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makasar. Waktu penelitian mulai bulan April hingga Juni 2018
C.
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL Pengambilan sampel adalah menggunakan teknik purposive sampling.
D.
SUBYEK PENELITIAN Pasien ulkus kaki diabetik rawat inap atau rawat jalan yang memenuhi kriteria inklusi.
E.
KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI 1.Kriteria inklusi: a. Bersedia mengikuti penelitian. b. Pasien ulkus kaki diabetik yang rawat inap dan rawat jalan di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo di Makassar. c. Ditemukan komplikasi kronik berupa gangguan iskemi perifer. 2.Kriteria eksklusi: Udem kaki yang berat sehingga mengganggu pemeriksaan Ankle Brachial Index (ABI).
F. BAHAN DAN CARA PENELITIAN 1. Dilakukan wawancara dan anamnesis pasien yang menderita ulkus kaki diabetes. 2. Dilakukan pemeriksaan fisik, ukur tinggi badan, timbang berat badan, pengukuran indeks massa tubuh, dan tekanan darah.
29
3. Dilakukan pencatatan penilaian derajat luka berdasarkan kriteria Wagner 4. Dilakukan pemeriksaan klinis iskemi perifer dengan pemeriksaan Ankle Brachial Indeks 5. Indeks massa tubuh ditentukan dengan rumus: IMT=BB(kg)/TB(m2). Klasifikasi IMT 43; BB Kurang BB Normal Obesitas
<18.5 18.5-22.9 ≥23.0
o BB lebih
23.0-24.9
o Obes I
25.0-29.9
o Obes II
≥30
6. Pemeriksaan gula darah Alat : Accutrend alpha Bahan : Accutrend glucosa strip, autoclix (jarum), kapas. Cara pemeriksaan : a. Sesuaikan kode accutrend alpha dengan kode accutrend glukose strip yang tertera pada tabungnya. b. Accutrend glucosa strip dimasukan kedalam accutend alpha. Pemeriksaan gula darah dilakukan bila pada layar monitor accutrend alpha muncul gambar setetes darah . c. Dengan kapas alkohol, ujung jari tangan diusap lalu autolix ditusukkan ke jari sampai keluar darah.
30
d. Darah diteteskan pada bagian tertentu dari accutrend glukose strip dan secara otomatis akan muncul pada layar monitor muncul kadar gula darah penderita beberapa saat setelah darah diteteskan. G.
BESARAN SAMPEL Jumlah pasien adalah seluruh pasien yang terdiagnosis sebagai ulkus diabetik pada RSWS
H.
DEFINISI OPERASIONAL 1.
Kriteria Wagner adalah grading luka dari derajat 1-5.
2.
Ulkus adalah defek lokal atau terlepasnya permukaan organ atau jaringan yang diakibatkan oleh jaringan nekrosis dan inflamasi.
3.
Diagnosis pada DM tipe 2 ditegakkan bila pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu (GDS) adalah ≥ 200 mg/dl yang disertai keluhan klasik seperti berat badan menurun, poliuri dan polifagi, atau bila kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl, atau gula darah post toleransi glukosa oral dengan 75 gram glukosa darah adalah ≥ 200 mg/dl.
4.
Ulkus diabetik adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis yang biasanya terjadi di telapak kaki, yang merupakan komplikasi kronis dari penyakit diabetes.
5.
ABI (Ankle Brachial Index) adalah perbandingan antara tekanan darah sistolik ankle dengan tekanan darah sistolik brachial.
Penilaian yang diberikan : Normal
: Indek > 1,2
Ringan
: Indek 1,0 – 1,19
Sedang
: Indek 0,8 – 0,99 31
Berat
: Indek 0,6 – 0,79
Sangat Berat
: Indek < 0,6
I. ANALISIS DATA Pengelolaan data dilakukan mencakup pengumpulan data dan tabulasi data. Data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel dan program SPSS kemudian disajikan dalam bentuk tabel secara deskriptif.
J.
IJIN PENELITIAN DAN ETHICAL CLEARANCE (KELAIKAN ETIK)
Penelitian ini akan dilaksanakan setelah mendapat ethical clearance dari komisi etik dengan mempertimbangkan respect for subject, beneficence, non-maleficence dan justice.
K.
ALUR PENELITIAN DIABETES MELLITUS
KAKI DIABETIK
DERAJAT KAKI DIABETIK MENURUT KLASIFIKASI WAGNER 0-5
KRITERIA INKLUSI
KRITERIA EKSKLUSI
32
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Khusus
:
Gula Darah Sewaktu
: Ankle Brachial Indeks ( ABI )
ANALISA STATISTIK
HASIL PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Reiber GE. Epidemiology and Economic Impact of Foot Ulcer and Amputation in People with Diabetes. In: Bowker JH, Pfeifer MA, eds. The Diabetic Foot. 7th ed. Philadelphia: Elsevier; 2008:3-22. 2. Sotto A, Lina G, Richard JL, et al. Virulence Potential of Staphylococcus aureus Strain Isolated From Diabetic Foot Ulcers. Diabetes Care. 2008;31:2318-2324.
33
3. Jeffcoate WJ, Chipchase SY, Ince P, et al. Assessing the Outcome of the Management of Diabetic Foot Ulcers Using Ulcer-Related and Person-Related Measures. Diabetes Care 2006;29:1784–1787. 4. Waspadji S. Kaki Diabetes. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Vol 3. V ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2009:1933-1936. 5. Boyko EJ, Ahroni JH, Cohen V, et al. Prediction of Diabetic Foot Ulcer Occurence Using Commonly Available Clinical Information. Diabetes Care. 2006;29:12021207. 6. Frykberg RG, Zgonis T, Amstrong DG. Diabetik Foot Disoders,A Clinical Practice Guideline. The Journal of Foot and Ankle Surgery. 2010;45. 7. Lavery LA, Peters EJG, Williams JM, et al. Reevaluating the Way We Classify the Diabetic Foot. Diabetes Care. 2008;31:154-156. 8. Abbas ZG, Lutale JK, Game F, et al. Comparison of Four Systems of Classification of Diabetic Foot Ulcers in Tanzania. Diabet Med. 2008;25:134-137. 9. Oyibo SO, Jude EB, Tarawneh I, et al. A Comparison of Two Diabetic Foot Ulcer Classification Systems. Diabetes Care. 2001;24:84-88. 10. American Diabetes Association: Clinical Practice and Recommendations. Screening for type 2 diabetes. Diabetes Care. 2004;27(1):11-14. 11. Cefalu WT, Cannon CP. Traditional metabolic risk factors, Atlas of Cardiometabolic Risk. New York: nforma Healthcare; 2007. 12. Burant CF. Medical Management of type 2 diabetes. : American Diabetes Associaton; 2004. 13. Executive summary of the third report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) expert panel on detection, evaluation, and treatment of high
34
blood cholesterol cholesterol in adult (Adult treatment panel III). JAMA. 2002;285:2846-2897. 14. Tjokroprawiro A, Tandra H, Subagyo B. Gangren diabetik di RSUD Dr.Sutomo di Surabaya. KOPAPDI VII. Makassar; 15. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA. 2003;289(19):2560-2572. 16. Dinh T, Veves A. A Review of the Mechanisms Implicated in the Pathogenesis of the Diabetik Foot. Sage Journal. 2005;4 (30):154-159. 17. Donelly R, Hinwood D, London N. Non Invasive Methods of arterial essessment and venous assessment BMJ 2000;320:698-701. 18. Konsensus Diabetes mellitus. PERKENI. 2006. 19. Clinical Practice Recommendations: American Diabetes Care; 2009. 20. Carine H, Cristiana V, Anne L, et al. Muscle Weakness and Foot Deformitas in Diabetes: Relationship to neuropathy and foot ulceration in Caucasian diabetik men. Diabetes Care. 2004;27:1668-1673. 21. Gadepalli R, Dharma B, Sreenivas V, et al. A Clinico-microbiological Study of Diabetic Foot Ulcers in an Indian Tertiary Care Hospital. Diabetes Care. 2006;29:1727-1732. 22. Lipsky BA, Berendt AR, Deery HG, et al. Diagnosis and treatment of diabetik foot infections. Clin Infect Dis. 2004;39:885-910. 23. Slater R, Ramot Y, Rapoport M. Diabetik Foot Ulcers: principles of assessment and treatment. IMAJ. 2001;3:59-62.
35
24. Parisia MCR, Zantut-Wittmanna DE, Pavina EJ, et al. Comparison of three systems of classification in predicting outcome of diabetic foot ulcers in a Brazilian population. European Journal of Endocrinology. 2008;159:417. 25. Hardikar JV, Reddy YC, Bung DD. Efficacy of Recombinant Human PlateletDerived Growth Factor (rhPDGF) Based Gel in Diabetic Foot Ulcers: A Randomized, Multicenter, Double-Blind, Placebo-Controlled Study in India. Health Management Publications. 2005;17(6). 26. Torre JDl, A J Cohen. Wound Healing, Chronic Wounds. emedicine specialties. 2008. 27. Mercandetti M, Cohen AJ. Wound Healing, Healing and Repair. emedicin specialties. 2008.
36