Toleransi Umat Beragama Dalam Islam.docx

  • Uploaded by: Fahrunnisa Rizki Ananda
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Toleransi Umat Beragama Dalam Islam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,020
  • Pages: 10
T O L E R AN S I U M A T B E R A G A M A D AL A M I S L A M

1. Pengertian Toleransi Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Secara etimologi, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada. Sedangkan menurut istilah (terminology), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya. Jadi, toleransi beragama adalah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain.

2. Toleransi Dalam Islam Toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan. . Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:

“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah satu risalah penting yang ada dalam system teologi Islam. Karena Tuhan senantiasa mengingatkan kita akan keragaman manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adapt-istiadat, dsb. Toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agamaagama lain selain agama kita dengan segala bentuk system, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing. Keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhantuhan mereka. Demikian juga dengan tata cara ibadahnya.

Bahkan Islam melarang penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama manapun. Maka kata tasamuh atau toleransi dalam Islam bukanlah “barang baru”, tetapi sudah diaplikasikan dalam kehidupan sejak agama Islam itu lahir.

3. Toleransi Antar Sesama Muslim Dalam firman Allah SWT QS. Al-Hujurat ayat 10

“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat” Dalam surat diatas Allah menyatakan bahwa orang-orang mu’min bersaudara, dan memerintahkan untuk melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi kesalahpahaman diantara 2 orang atau kelompok kaum muslim. Dalam mengembangkan sikap toleransi secara umum, dapat kita mulai terlebih dahulu dengan bagaimana kemampuan kita mengelola dan mensikapi perbedaan (pendapat) yang (mungkin) terjadi pada keluarga kita atau pada keluarga/saudara kita sesama muslim. Sikap toleransi dimulai dengan cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan. Dan menyadari pula bahwa kita semua adalah bersaudara. Maka akan timbul rasa kasih sayang, saling pengertian dan pada akhirnya akan bermuara pada sikap toleran. Dalam konteks pendapat dan pengamalan agama, al-Qur’an secara tegas memerintahkan orang-orang mu’min untuk kembali kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnah).

4. Toleransi Antar Umat Beragama Toleransi hendaknya dapat dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsipprinsip keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Sikap toleransi antar umat beragama bisa dimulai dari hidup bertetangga baik dengan tetangga yang seiman dengan kita atau tidak.

Sikap toleransi itu direfleksikan dengan cara saling menghormati, saling memuliakan dan saling tolong-menolong. Jadi sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan manusia, melainkan Tuhan SWT dan tidak ada kompromi serta sikap toleran di dalamnya. Sedangkan kita bermu’amalah dari sisi kemanusiaan kita. Al-Qur’an juga menganjurkan agar mencari titik temu dan titik singgung antar pemeluk agama. Al-Qur’an menganjurkan agar dalam interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan, hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain dan tidak perlu saling menyalahkan. (QS. Saba:24-26):

24. Katakanlah: "Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.

25. Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".

26.

Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, Kemudian dia memberi

Keputusan antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui".

5. Toleransi Umat Beragama di Indonesia Gagasan ini muncul terutama dilatarbelakangi oleh meruncingnya habungan antar umat beragama. Sebab munculnya ketegangan intern umat beragama tersebut antara lain:

1. Sifat dari masing-masing agama, yang mengandung tugas dakwah atau misi. 2. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain. 3. Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati bahkan memandang randah agama lain. 4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat. 5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah. 6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat. Pluralitas agama hanya akan bisa dicapai apabila masing-masing golongan bersikap lapang dada satu sama lain. Sikap lapang dada kehidupan beragama akan memiliki makna bagi kehidupan dan kemajuan masyarakat plural, apabila ia diwujudkan dalam: 1. Sikap saling menahan diri terhadap ajaran, keyakinan dan kebiasan golongan agama lain yang berbeda, yang mungkin berlawanan dengan ajaran, keyakinan dan kebiasaan sendiri. 2. Sikap saling menghormati hak orang lain untuk menganut dengan sungguh-sungguh ajaran agamanya. 3. Sikap saling mempercayai atas itikad baik golongan agama lain. 4. Perbuatan yang diwujudkan dalam: 

Usaha untuk memahami ajaran dan keyakinan agama orang lain.



Usaha untuk mengemukakan keyakinan agama sendiri dengan sebijaksana mungkin untuk tidak menyinggung keyakinan agama lain.



Untuk saling membantu dalam kegiatan-kegiatan social untuk mengatasi keterbelakangan bersama.



Usaha saling belajar dari keunggulan dan kelebihan pihak lain sehingga terjadi saling tukar pengalaman untuk mencapai tujuan bersama.(Tarmizi Taher, 1997:9).

Allah Ta’ala berfirman,

‫اَل يا ْن اها ُك ُم ه‬ ‫ار ُك ْم أ ا ْن تابا ُّرو ُه ْم‬ ‫َّللاُ ا‬ ِ ‫ِين اولا ْم يُ ْخ ِر ُجو ُك ْم ِم ْن ِديا‬ ِ ‫ع ِن الهذِينا لا ْم يُقاا ِتلُو ُك ْم ِفي الد‬ ُ ‫اوت ُ ْق ِس‬ ‫) ِإنه اما يا ْن اها ُك ُم ه‬8( ‫ِطينا‬ ‫طوا ِإلا ْي ِه ْم ِإ هن ه‬ ‫ِين‬ ِ ‫َّللاا يُ ِحبُّ ْال ُم ْقس‬ ‫َّللاُ ا‬ ِ ‫ع ِن الهذِينا قااتالُو ُك ْم فِي الد‬ ‫ار ُك ْم او ا‬ ‫اج ُك ْم أ ا ْن ت ا اوله ْو ُه ْم او ام ْن يات ا اوله ُه ْم فاأُولائِ اك ُه ُم‬ ‫ظاه ُاروا ا‬ ِ ‫علاى ِإ ْخ ار‬ ِ ‫اوأ ا ْخ ار ُجو ُك ْم ِم ْن ِديا‬ ‫ه‬ )9( ‫الظا ِل ُمونا‬ “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9) Ayat ini mengajarkan prinsip toleransi, yaitu hendaklah setiap muslim berbuat baik pada lainnya selama tidak ada sangkut pautnya dengan hal agama. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 247). Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap agama. Sedangkan ayat selanjutnya yaitu ayat kesembilan adalah berisi larangan untuk loyal pada non muslim yang jelas adalah musuh Islam. Bagaimana toleransi atau bentuk berbuat baik yang diajarkan oleh Islam? 1. Islam mengajarkan menolong siapa pun, baik orang miskin maupun orang yang sakit. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ ‫فِى ُك ِل اك ِب ٍد ار‬ ‫طبا ٍة أاجْ ر‬ “Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244). Lihatlah Islam masih mengajarkan peduli sesama. 2. Tetap menjalin hubungan kerabat pada orang tua atau saudara non muslim. Allah Ta’ala berfirman,

‫اح ْب ُه اما فِي الدُّ ْنياا‬ ‫او ِإ ْن اجا اهدا ا‬ ِ ‫ص‬ ‫اك ا‬ ‫ْس لا اك بِ ِه ِع ْلم فاال ت ُ ِط ْع ُه اما او ا‬ ‫على أ ا ْن ت ُ ْش ِر اك ِبي اما لاي ا‬ ‫ام ْع ُروفًا‬ “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15). Dipaksa syirik, namun tetap kita disuruh berbuat baik pada orang tua.

Lihat contohnya pada Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ibuku pernah mendatangiku di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan membenci Islam. Aku pun bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap jalin hubungan baik dengannya. Beliau menjawab, “Iya, boleh.” Ibnu ‘Uyainah mengatakan bahwa tatkala itu turunlah ayat,

‫َلا يا ْن اها ُك ُم ه‬ ‫ِين‬ ‫َّللاُ ا‬ ِ ‫ع ِن الهذِينا لا ْم يُقااتِلُو ُك ْم فِى الد‬ “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu ….” (QS. Al Mumtahanah: 8) (HR. Bukhari no. 5978). 3. Boleh memberi hadiah pada non muslim. Lebih-lebih lagi untuk membuat mereka tertarik pada Islam, atau ingin mendakwahi mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin. Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

‫ع فاقاا ال ِللنه ِب ِى – صلى هللا عليه وسلم – ا ْبت ا ْع اه ِذ ِه ْال ُحلهةا‬ ُ ‫علاى ار ُج ٍل تُباا‬ ُ ‫ارأاى‬ ‫ع ام ُر ُحلهةً ا‬ ِ ‫س اهذاا ام ْن َلا اخالاقا لاهُ فِى‬ ِ‫اآلخ ارة‬ ُ ‫ فاقاا ال « ِإنه اما يا ْلبا‬. ُ‫ت ا ْلبا ْس اها يا ْو ام ْال ُج ُمعا ِة او ِإذاا اجا اء اك ْال او ْفد‬ ُ ‫سو ُل ه‬ ‫ع ام ار ِم ْن اها ِب ُحله ٍة‬ ُ ‫س ال ِإلاى‬ ُ ‫ى ار‬ ‫َّللاِ – صلى هللا عليه وسلم – ِم ْن اها ِب ُحلا ٍل فاأ ا ْر ا‬ ‫ فاأتِ ا‬. » ‫ ت ا ِبيعُ اها أ ا ْو‬، ‫س اها‬ ‫ت فِي اها اما قُ ْل ا‬ ‫س اها اوقادْ قُ ْل ا‬ ُ ‫ فاقاا ال‬. ُ ‫ت قاا ال « ِإنِى لا ْم أ ا ْك‬ ُ ‫ْف أ ا ْلبا‬ ‫س اك اها ِلت ا ْلبا ا‬ ‫ع ام ُر اكي ا‬ ‫خ لاهُ ِم ْن أ ا ْه ِل ام هكةا قا ْب ال أ ا ْن يُ ْس ِل ام‬ ُ ‫س ال بِ اها‬ ُ ‫ت ا ْك‬ ‫ فاأ ا ْر ا‬. » ‫سوهاا‬ ٍ ‫ع ام ُر ِإلاى أ ا‬ “’Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari Jum’at dan ketika ada tamu yang mendatangimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan mendapatkan bagian sedikit pun di akhirat.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan beberapa pakaian dan beliau pun memberikan sebagiannya pada ‘Umar. ‘Umar pun berkata, “Mengapa aku diperbolehkan memakainya sedangkan engkau tadi mengatakan bahwa mengenakan pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di akhirat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku tidak mau mengenakan pakaian ini agar engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual saja atau tetap mengenakannya.” Kemudian ‘Umar menyerahkan pakaian tersebut kepada saudaranya di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. (HR. Bukhari no. 2619). Lihatlah sahabat mulia ‘Umar bin Khottob masih berbuat baik dengan memberi pakaian pada saudaranya yang non muslim.  Prinsip Lakum Diinukum Wa Liya Diin Islam mengajarkan kita toleransi dengan membiarkan ibadah dan perayaan non muslim, bukan turut memeriahkan atau mengucapkan selamat. Karena Islam mengajarkan prinsip, “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al Kafirun: 6) .‫ِين‬ ِ ‫د‬ Prinsip di atas disebutkan pula dalam ayat lain,

‫علاى شاا ِكلاتِ ِه‬ ‫قُ ْل ُك ٌّل يا ْع ام ُل ا‬

‫ي‬ ‫لا ُك ْم دِينُ ُك ْم او ِل ا‬

“Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” (QS. Al Isra’: 84)

‫أ ا ْنت ُ ْم با ِريئُونا ِم هما أ ا ْع ام ُل اوأاناا با ِريء ِم هما ت ا ْع املُونا‬ “Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41)

‫لاناا أ ا ْع امالُناا اولا ُك ْم أ ا ْع امالُ ُك ْم‬ “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu.” (QS. Al Qashshash: 55) Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ‘lakum diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 14: 425). Itulah prinsip toleransi yang digelontorkan oleh kafir Quraisy di masa silam, hingga Allah pun menurunkan ayat,

‫عا ِبد هما‬ ‫ او اَل أاناا ا‬.ُ‫عا ِبدُونا اما أ ا ْعبُد‬ ‫ او اَل أانت ُ ْم ا‬. ‫ اَل أ ا ْعبُدُ اما ت ا ْعبُدُونا‬. ‫قُ ْل ياا أايُّ اها ْال اكافِ ُرونا‬ ‫ِين‬ ‫ او اَل أانت ُ ْم ا‬.‫عبادت ُّ ْم‬ ‫ا‬ ِ ‫يد‬ ‫ لا ُك ْم دِينُ ُك ْم او ِل ا‬.ُ‫عا ِبدُونا اما أ ا ْعبُد‬ “Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6) Jangan heran, jika non muslim sengaja beri ucapan selamat pada perayaan Idul Fitri yang kita rayakan. Itu semua bertujuan supaya kita bisa membalas ucapan selamat di perayaan Natal mereka. Inilah prinsip yang ditawarkan oleh kafir Quraisy di masa silam pada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun bagaimanakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyikapi toleransi seperti itu? Tentu seperti prinsip yang diajarkan dalam ayat, lakum diinukum wa liya diin, bagi kalian agama kalian, bagi kami agama kami. Sudahlah biarkan mereka beribadah dan berhari raya, tanpa kita turut serta dalam perayaan mereka. Tanpa ada kata ucap selamat, hadiri undangan atau melakukan bentuk tolong menolong lainnya.

Manfaat-manfaat yang diperoleh dari sikap toleransi antara lain: 1.

Menghindari Terjadinya Perpecahan

Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini. Dalam kaitanya ini Allah telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan yang bersifat universal, berikut firman Allah SWT: “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada -Nya orang yang kembali.”(As-Syuro:13) ”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Al-Imran:103) Pesan universal ini merupakan pesan kepada segenap umat manusia tidak terkecuali, yang intinya dalam menjalankan agama harus menjauhi perpecahan antar umat beragama maupun sesama umat beragama. 2.

Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali silaturahmi antarumat beragama dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia. Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.

Hal-hal yang dapat terjadi apabila toleransi di dalam masyarakat diabaikan adalah: 1.

Menimbulkan konflik di dalam masyarakat dikarenakan tidak adanya saling menghormati satu sama lain. Yang paling membahayakan dari konfllik adalah menyebabkan lahirnya kekerasan dan adanya korban, dan hal ini dapat berpengaruh pada keamanan dan stabilitas suatu negara.

2.

Semakin maraknya pelanggaran HAM. Hal ini disebabkan oleh reduksi universalitas agama yang mengakibatkan agama tersekat dalam tempurung yang sempit dan mewujudkan anganangan tersendiri bagi pengikutnya bisa dalam bentuk fanatisme sempit yang tidak rasional bahkan menimbulkan ketakutan terhadap agama atau kelompok yang bisa terkespresi dengan perilaku melanggar HAM. (Hamdan Farchan, 2003:2)

Upaya-upaya yang dapat mengubah sikap permusuhan menjadi sikap bekerja sama dan saling menghormati yaitu: 1.

Menyingkirkan segala upaya politisasi agama dan menempatkan agama sebagai nilai yang universal

2.

Menumbuhkan kesadaran bahwa masyarakat terdiri dari berbagai pemeluk agama yang berbeda dan kebersamaan merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan utnuk menjaga kententraman kehidupan

3.

Kontak yang sering terjadi, walaupun mungkin tidak sampai pada belajar tentang jaran agama lain. Yang penting adalah adnaya kesempatan untuk bertemu sehingga kelihatan bahwa orang lain mesti berupa lawan

4.

Informasi yang adil tentang agama lain. Mungkin ini merupakan kelanjutan kontak diatas, namun bisa juga terjadi karena banyaknya media massa yang tidak mengenal batas kelompok

5.

Sikap pemerintah, seperti negara Pancasila, yang tidak memperlakukan umat-umat beragama degan berat sebelah

6.

Pendidikan yang tidak hanya mempertemukan beberapa anak pemeluk agama yang berbedabeda namun juga mencerahkan pikiran dan memungkinkannya untuk membuka diri terhadap orang lain. (Hamdan Farchan, 1999:5)

TOLERANSI UMAT BERAGAMA DALAM ISLAM

Disusun oleh: 1. 2. 3. 4. 5.

Esti Janatun Bardiati Fahrunnisa Rizki Ananda Fatimah Khoirun Nisa Hanna Febrina Raniarsita Rahma Ayu Nuraini Kumala Dewi

(2) (3) (4) (9) (30)

SMAN 2 BANGUNTAPAN BANTUL

Related Documents


More Documents from ""