Toksik Kel2.docx

  • Uploaded by: Laidy Sandiorena
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Toksik Kel2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,408
  • Pages: 18
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA TUGAS TOKSIKOLOGI INDUSTRI

DISUSUN OLEH

1. Intan Permata Sari

155100032

2. Ramadhan Bagus P.

155100061

3. Laidy Sandio Rena

155100036

4. Lia Fadliah

155100037

5. Mauliwiyoga

155100046

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA JAKARTA 2018

Kata Pengantar Dengan mengucapkan syukur ”Alhamdulilah” kepada ALLAH SWT yang telah membantu kami dalam menyelesaikan tugas TOKSIKOLOGI INDUSTRI ini disusun guna membantu mahasiswa dalam mempercepat proses belajar mengajar ”transfer ilmu” khususnya mata kuliah Toksikologi. Mata kuliah ini merupakan mata ajaran bagi mahasiswa UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA di semester 7 jurusan K3. Bahan ajar ini berisikan tentang interaksi zat dalam berbagai fase. Bahan ajar ini merupakan rangkuman dari berbagai sumber bacaan. Sangat disadari tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun langkah/usaha sekecil apapun akan sangat berarti sebagai daya awal untuk langkah yang lebih besar. Menyadari hal tersebut penulis sangat mengharapkan masukan dan saran, dari berbagai pihak guna menyempurnakan materi ini.

Jakarta, 10 Oktober 2018

Hormat kami Kelompok 4

ii

DAFTAR ISI Kata Pengantar ................................................................................................................................ ii Daftar Isi ........................................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................1 1.3 Tujuan ........................................................................................................................................1 BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................2 2.1 Pengertian Toksikologi dan Racun ............................................................................................2 2.2 Zat-Zat Yang Berpotensi Sebagai Toksik ..................................................................................2 2.3 Proses Interaksi Zat Dalam Toksikologi ....................................................................................3 2.3.1 Interaksi selama fase Eksposisi...................................................................................4 2.3.2 Interaksi selama fase Toksikokinetik..........................................................................6 2.3.3 Interaksi selama fase Toksikodinamik........................................................................7 2.4 Mekanisme kerja efek toksik pada fase toksidinamik...............................................................9 2.5 Studi Kasus Toksikologi..........................................................................................................12 BAB III PENUTUP ......................................................................................................................15 3.1 Kesimpulan ..............................................................................................................................15 3.2 Saran ........................................................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................16

iii

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya. Zat toksik dapat berasal dari berbagai macam sumber, salah satunya yaitu zat toksik yang berasal dari bahan kimia. Toksisitas senyawa kimia sendiri didefinisikan sebagai kemampuan senyawa kimia mengakibatkan bahaya terhadap metabolisme jaringan makhluk hidup. Racun yang berasal dari zat atau senyawa kimia dapat berada di dalam lingkungan secara alamiah atau berasal dari aktivitas manusia dan meliputi berbagai aspek kehidupan. Senyawa kimia beracun juga dapat hadir di dalam lingkungan secara alamiah dan diasumsikan akan selalu konstan,kecuali ditambah oleh aktivitas manusia seperti penambahan logam beracun kedalam lingkungan oleh kegiatan-kegiatan industry dan kemajuan teknologi. Pengaruh berbagai jenis zat kimia beracun tersebut di dalam lingkungan mungkin dapat diketahui dengan cepat,akan tetapi pengaru negative pada umumnya baru diketahui setelah masuknya zat kimia tersebut dalam jangka waktu cukup lama. Kehadiran zat kimia beracun alamiah mungkin dapat semakin meningkat atau bahkan semakin menurun, tergantung kondisi lingkungan. Akan tetapi perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini juga memungkinkan akan munculnya species baru. Kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan proses mulai dari proses biokimia, fisika dan biologi yang begitu kompleks. Proses ini umumnya dikelompokkan dalam tiga fase yaitu :1. Fase Eksposisi meliputi paparan bahan kimia di ambien pada gas/uap, debu, kabut dan fume, 2. Fase Toksokinetik meliputi absorpsi, distribusi penyimpanan, metabolisme, dan eksresi, dan 3. Fase Toksodinamika meliputi interaksi antara tokson dengan reseptor dalam organ. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana proses Interaksi Zat dalam berbagai Fase pada toksikologi 1.3 Tujuan Untuk mengetahui proses Interaksi Zat dalam berbagai Fase pada toksikologi

1

BAB II Pembahasan 2.1 Pengertian Toksikologi dan Racun Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk tadi. Apabila zat kimia dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme. Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek berbahaya itu terjadi. Pada umumnya efek berbahaya timbul apabila terjadi interaksi antara zat kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. 2.2 Zat-Zat Yang Berpotensi Sebagai Toksik Zat toksik dapat berasal dari berbagai macam sumber, salah satunya yaitu zat toksik yang berasal dari bahan kimia. Toksisitas senyawa kimia sendiri didefinisikan sebagai kemampuan 2

senyawa kimia mengakibatkan bahaya terhadap metabolism jaringan makhluk hidup. Racun yang berasal dari zat atau senyawa kimia dapat berada di dalam lingkungan secara alamiah atau yang sengaja dibuat oleh manusia. Harus diakui bahwa zat kimia beracun kebanyakan berasal dari aktifitas manusia dan meliputi berbagai aspek kehidupan. Senyawa kimia beracun juga dapat hadir di dalam lingkungan secara alamiah. Kehadiran zat kimia beracun alamiah didalam lingkungan diasumsikan akan selalu konstant, kecuali ditambah oleh aktifitas manusia seperti penambahan logam beracun kedalam lingkungan oleh kegiatan-kegiatan industry dan kemajuan teknologi. Pengaruh kehadiran berbagai jenis zat kimia beracun tersebut di dalam lingkungan mungkin dapat diketahui dengan cepat, akan tetapi pengaruh negative pada umumnya baru diketahui setelah masuknya zat kimia tersebut dalam jangka waktu cukup lama. Kehadiran zat kimia beracun alamiah mungkin dapat semakin meningkat atau bahkan semakin menurun, tergantung kondisi lingkungan. Sebagai contoh, jumlah bakteri dan jamur yang mengkotaminasi makanan saat ini mungkin semakin berkurang sesuai dengan tersedianya peralatan yang dapat menjaga makanan terbebas dari bakteri dan jamur. Akan tetapi perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini juga memungkinkan akan munculnya species baru yang tahan terhadap berbagai kondisi anti bakteri dan anti jamur baru yang sangat immun terhadap berbagai jenis kondisi dapat meningkatkan jumlah racun alamiah di dalam lingkungan. 2.3 Proses Interaksi Zat Dalam Toksikologi Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan proses mulai dari proses biokimia, fisika dan biologi yang begitu kompleks. Proses ini umumnya dikelompokan dalam tiga fase, yaitu: 1 . Fase eksposisi (terpapar) Dalam fase ini terjadi kotak antara xenobiotika dengan organisme atau dengan lain kata, terjadi paparan xenobiotika pada organisme. Paparan ini dapat terjadi melalui kulit, oral, saluran pernafasan (inhalasi) atau penyampaian xenobiotika langsung ke dalam tubuh organisme (injeksi). 2. Fase Toksokinetik meliputi absorpsi, distribusi penyimpanan, metabolisme, dan eksresi. Proses biologik yang terjadi pada fase toksokinetik umumnya dikelompokkan ke dalam proses invasi dan evesi. Proses invasi terdiri dari absorpsi, transpor, dan distribusi, sedangkkan evesi juga dikenal dengan eleminasi. Absorpsi suatu xenobiotika adalah pengambilan xenobiotika dari permukaan tubuh (disini termasuk juga mukosa saluran 3

cerna) atau dari tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke aliran darah atau sistem pembuluh limfe 3. Fase Toksodinamika meliputi interaksi antara tokson dengan reseptor dalam organ. Dalam fase toksodinamik akan membahas interaksi antara molekul tokson atau obat pada tempat kerja spesifik, yaitu reseptor dan juga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya timbul efek toksik atau terapeutik. 2.3.1 Interaksi selama fase Eksposisi a. Kombinasi Zat yang membahayakan Kombinasi zat yang membahayakan adalah kombinasi dari zat-zat yang hanya berbahaya jika diberikan bersama-sama. zat semacam ini harus disimpan secara terpisah, harus dibungkus dan diangkut secara terpisah pula. contohnya, jika asam berkontak dengan sianida akan terbentuk gas asam sianida yang sangat toksik (HCN). Berbagai peroksida dapat menimbulkan ledakan kalau berkontak dengan logam atau senyawa logam tertentu. Logam alkali, aluminium dan magnesium bubuk tidak boleh berkontak dengan halogen dan karbontetraklorida, karena akan bereaksi dengan hebat (ingat peristiwa bom di Bali). Untuk meminimalkan bahaya, maka diperlukan penanganan dalam hal pengangkutan dan penyimpanan zat yang beresiko menimbulkan bahaya. R isiko ledakan atau kebakaran harus dinyatakan secara jelas dengan tanda khusus pada kemasan atau ruang penyimpanan. b. Bahaya kebakaran dan penanggulangannya Penggunaan air pada penanggulangan kebakaran mempunyai masalah tersendiri. Berbagai zat kimia, bila bereaksi dengan air membebaskan gas yang mudah terbakar (misalnya logam alkali natrium dan kalium, kalsiumkarbida). Bila terkena air akan terurai dan membentuk gas beracun serta kalor dalam jumlah besar (misalnya alumunium klorida, fosfortriklorida, dan fosfida). Uap dan gas beracun dapat pula terbentuk pada kebakaran atau pada penanggulangan kebakaran. Jika pada pembuatan kerangka kapal digunakan pembakar asetilen, serta kapal dicat dengan zat warna yang mengandung timbal atau senyawa timbal, akan sangat berbahaya kalau pekerjaan tersebut dilakukan dalam ruang tertutup. c. Pembentukan produk toksik dalam lingkungan 4

Pada reaksi kimia antara zat-zat yang mencemari lingkungan, terdapat bahaya timbulnya produk toksik, bahkan tanpa perlakuan apapun oleh manusia. Contohnya adalah kabut fotokimia. Kabut terdiri dari zat yang terbentuk karena interaksi nitrogen oksida dan hidrokarbon tertentu dengan oksigen, dibawah pengaruh sinar matahari. Ozon dan peroksida organik merangsang selaput lendir dengan sangat kuat. Hasil pembakaran industri dan mobil dapat berubah menjadi kabut fotokimia pada kondisi cuaca tertentu, misalnya pada penyinaran oleh sinar matahari dan tak ada angin. Contoh lain adalah berubahnya senyawa raksa anorganik menjadi senyawa raksa organik oleh mikroorganisme, terutama metil dan dimetil raksa (II). Karena senyawa raksa organik bersifat lipofil, maka akan tertimbun dalam ikan dan anjing laut. Hal yang sama terjadi pada DDT, yang menyebabkan terjadinya pemekatan sepanjang rantai makanan, dan hewan/organisme yang ada pada ujung rantai ini akan terkena bahayanya. d. Adsorbensia dalam Filter Penggunaan adsorbensia dalam filter (termasuk filter pada topeng gas) juga dapat dilihat sebagai interaksi zat selama fase eksposisi. Karena terdapat begitu banyaknya racun yang berbeda-beda, maka tidak dapat digunakan filter universal. Tergantung pada jenis uap atau gas racun yang mungkin terjadi, maka digunakan filter tertentu yang ditandai dengan nomor atau warna. e. Pembentukan produk toksik oleh kerja sistem biologik Pembentukan senyawa metil dan dimetil raksa (II) yang relatif toksik daripada raksa anorganik oleh mikroorganisme, serta pembentukan HCN dari sianogen (misalnya, dari amigdalin dengan bantuan ludah) merupakan contoh pembentukan produk toksik karena kerja sistem biologi. contoh lain adalah pembentukan asam sulfida yang toksik selama proses pembusukan. Pembentukan nitrosamin karsinogenik pada reaksi antara nitrit dengan sejumlah amin pada pH rendah, misalnya dalam lambung. Nitrit terdapat dalam produk-produk daging dan dapat juga terjadi dari nitrat yang terdapt dalam air tanah dan sayur yang pada penanamannya menggunakan pupuk yang mengandung N dalam jumlah besar. f. Peningkatan absorpsi racun oleh ikan 5

Untuk perlindungan lingkungan perlu diketahui bahwa ikan yang berkontak dengan deterjen, akan menyebabkan absorpsi berbagai racun melalui insang ikan tersebut diperbesar. Hal ini berarti bahwa pemeriksaan dengan zat tunggal untuk menentukan batas toleransi akan dapat memberikan hasil yang salah, karena toksisitas akan dapat sangat dipertinggi dengan adanya deterjen yang secara praktis terdapat dalam semua air limbah. 2.3.2 Interaksi selama fase Toksikokinetik Interaksi semacam ini akan menyebabkan naik atau turunnya konsentrasi zat dalam plasma atau menyebabkan bertambah lama atau bertambah singkatnya obat/zat ada dalam organisme, Berbagai zat, mulai dari zat kimia biasa sampai obat-obatan bahkan komponen makanan dapat ikut ambil bagian disini. a. Interaksi antara senyawa yang menginhibisi biotransformasi zat asing dengan zat toksik Inhibisi enzim yangberperan pada biotransformasi dapat menaikan kerja biologik suatu zat dan dengan demikian akan memperkuat efek toksiknya. Karena sejumlah besar senyawa kimia yang masuk ke dalam organisme, pada metabolismenya diuraikan oleh beberapa enzim yang sama, maka seringkali terjadi interaksi pada proses enzimatiknya. Induksi enzim, disamping dapat timbul karena insektisida (DDT)

atau obat-obatan

tertentu, juga dapat disebabkan oleh zat kimia yang digunakan di industri. b. Interaksi akibat reaksi pendesakan Pendesakan zat toksik dari berbagai tempat ikatan, dapat mengubah distribusi zat tersebut dalam jaringan, dan kerja toksik akan meningkat atau pada keadaan tertentu juga dapat turun. Yang paling berarti adalah interaksi pada ikatan protein plasma. Karena pendesakan suatu tokson dari tempat ikatannya pada protein plasma, maka konsentrasinya dalam jaringan akan naik. c. Interaksi kimiawi langsung Berbagai antidot bekerja dengan melakukan interaksi dengan zat toksik yang ada dalam tubuh. Jika pada keracunan secara oral digunakan emetika atau laksansia (misalnya magnesium atau natrium sulfat), maka interaksi terjadi pada peralihan dari fase eksposisike 6

fase farmakokinetik. Contoh lain dari interaksi kimiawi langsung ialah perubahan asam sianida menjadi asam rodanida dengan pemberian tiosulfat atau menciptakan terjadinya methemoglobinemia secara sengaja dengan nitrit pada keracunan HCN. Tidak seperti hemoglobin, methemoglobin mengikuti HCN dan dengan demikian mencegah inhibasi system redoks pada rantai pernafasan di dalam sel. d. Cara mempengaruhi laju ekskresi Pada eksresi juga dapat terjadi interaksi, dan interaksi ini akan menyebabkan perubahan laju ekskresi. Zat pengasam atau pembasa yang mengubah Ph urin akan dapat mempengaruhi laju ekskresi asam atau basa lemah. Pengaruh pada ekskresi ini terjadi pada transport pasif, artinya pada absorpsi ulang zat yang bersangkutan dan urin meelalui epitel tubulus masuk ke dalam plasma. Interaksi pada proses angkutan aktif, antara lain dalam ginjal, terjadi jika suatu zat mengusir zat lain dari system pengemban (carrier) yang berperan pada transport aktif. Produk konjungasi, yang terbentuk sebagai poduk akhir metabolism zat asing dalam tubuh. Pada umumnya diekskresi melalui transport aktif. Karena system transport untuk ekskresi sangat terbatas untuk sejumlah zat, maka interaksi pada transport aktif sering terjadi. 2.3.3 Interaksi selama fase Toksikodinamik Masuknya beberapa racun bersama-sama, yang cara kerjanya sangat berbeda satu dari yang lainnya, seringkali mempertinggi risiko karena dengan kerja zat yang satu tidak jarang kemampuan pertahanan tubuh berkurang hingga daya tahan tubuh terhadap racun lainnya juga berkurang. Dalam hal ini terutama pada kerja karsinogenik dan mutagenik, karena biasanya jika dua karsinogen atau dua mutagen bekerja, akan terjadi sumasi (penjumlahan) dari kerja kedua zat tersebut. Juga kontak sebelumnya dengan zat karsinogen atau mutagen patut diperhitungkan. Sumasi kerja dapat pula terjadi pada kerusakan kronis yang terjadi sebelumnya. Contohnya, perokok berat terutama rokok putih seringkali menderita bronkhitis kronis, dan patut dipertanyakan apakah orang ini harus ditempatkan pada kedudukan dimana terjadi rangsangan tambahan lagi bagi saluran napasnya. Pada umumnya setiap orang yang bekerja pada suatu tempat yang mengharuskannya berkontak dengan zat yang dengan cara apapun dapat menimbulkan kerusakan kronis, sebaiknya waktu kerja dibatasi. Misalnya, setelah waktu eksposisi tertentu, diadakan pertukaran atau mutasi kerja. 7

Risiko keracunan di tempat pekerjaan akan lebih tinggi pada orang yang selalu minum obat atau yang selalu merokok. Penggolongan interaksi toksikodinamik dari zat aktif biologi dapat digunakan untuk mengenal dan mengatasi persoalan yang timbul akibat pemakaian kombinasi beberapa zat. Pada kombinasi dua zat dapat terjadi kemungkinan berikut: 1. Kombinasi suatu zat aktif A dengan zat B yang tak aktif akan tetapi dapat mengubah kerja zat A, dan 2. Kombinasi dua zat, yang keduanya aktif.

a. Antagonisme Antagonisme Persaingan (Kompetitif). Pada jenis antagonisme ini, agonis dan antagonis bekerja pada pusat aktif yang sama, reseptor yang sama. Antagonis mendesak agonis dari tempat kerjanya. Jenis antagonisme semacam ini terjadi antara metabolit dan antimetabolit, vitamin dan antivitamin, histamin dan antihistamin, kolinergika dan antikolinergika, dan lain-lain. Antagonis persaingan (kompetitif) dapat mengambil tempat agonis tetapi tak dapat mengambil alih fungsi agonis tersebut. antagonisme persaingan penting dalam bidang toksikologi, karena banyak antidot mendasarkan kerjanya pada antagonisme ini. Antagonisme Kimia. Antagonisme kimia atau antagonisme dengan penetralan (netralisasi) adalah suatu bentuk antagonisme, yang dalam peristiwa ini antagonis bereaksi secara kimia dengan agonis dan kemudian menginaktifkannya. Jenis antagonism ini juga sering berguna pada penanganan keracunan. Antagonisme kimia terjadi pada fase toksokinetik. Antagonisme non-kompetitif. Pada antagonisme non kompetitif, antagonis mengganggu timbulnya efek oleh agonis. Tanpa bereaksi sendiri dengan agonis ataupun reseptor spesifiknya. Hal ini berarti bahwa suatu antagonis non kompetitif bekerja pada salah satu tingkat reaksi biokimia atau biofisika, yang ada setelah interaksi agonis reseptor menuju efek sesungguhnya. Beberapa antagonis non kompetitif dengan cara kerja yang berbeda dapat saja mengantagonisasi agonis yang sama, sedangkan satu antagonis non kompetitif dapat pula mengantagonis (melawan) berbagai agonis dengan tempat kerja yang

8

berbeda. Sejumlah antidot terutama yang digunakan untuk penanganan simptomatik keracunan, bekerja sebagai antagonis non kompetitif. Antagonisme fungsi. Yang dimaksud dengan antagonisme fungsi adalah jika efek suatu agonis diperlemah oleh efek berlawanan dari agonis lain yang bekerja pada sistem sel yang sama tetapi pada reseptor yang berlainan. Antagonisme

fisiologi mirip dengan antagonisme fungsi. Disini juga terjadi

antagonisme antara dua agonis, tetapi agonis bekerja pada sistem sel yang berbeda dan menimbulkan efek berlawanan pada sistem sel ini sehingga efek yang diukur merupakan resultante kedua efek tersebut. b. Sinergisme Berbagai jenis sinergisme terjadi pada interaksi selama fase eksposisi dan toksokinetik. Misalnya, sinergisme antara suatu tokson dengan zat, yang meninggikan absorpsinya atau yang menghambat inaktifasi biokimia atau ekskresinya. Sinergisme lain yang juga terjadi pada fase toksikokinetik, ialah naiknya pembentukan metabolit toksik oleh senyawa yang menaikan kapasitas sistem enzim di hati dengan induksi. Sedangkan sinergisme pada fase toksikodinamik terutama sinergisme zat karsinogenik dan mutagenik. 2.4 Mekanisme kerja efek toksik pada fase toksidinamik Fase toksodinamik adalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja toksik) dan juga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya muncul efek toksik / farmakologik. Farmakolog menggolongkan efek yang mencul berdasarkan manfaat dari efek tersebut, seperti: 1. Efek terapeutis, efek hasil interaksi xenobiotika dan reseptor yang diinginkan untuk tujuan terapeutis (keperluan pengobatan), 2. Efek obat yang tidak diinginkan, yaitu semua efek / khasiat obat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan, dan 3. Efek toksik, pengertian efek toksik sangatlah bervariasi, namun pada umumnya dapat dimengerti sebagai suatu efek yang membahayakan atau merugikan organisme itu sendiri.

9

Bila memperhatikan kerumiatan sistem biologi, baik kerumitan kimia maupun fisika, maka jumlah mekanisme kerja yang mungkin, praktis tidak terbatas, terutama sejauh ditimbulkan efek toksik. Dalam sub bahasan ini akan dibicarakan beberapa mekanisme utama yang penting a) Interaksi dengan sistem enzim Pada kenyataanya kebayakan proses biokimiawi di dalam tubuh organisme berlangsung melalui peranata enzim atau kebanyakan kerja biologi disebabkan oleh interaksi dengan enzim. Seperti pada reaksi biotransformasi umumnya tidak akan berlangsung tanpa pertolongan sistem enzim, disamping itu beberapa transpor sinyal divasillitasi oleh sistem enzim. Interaksi xenobiotika terhadap enzim yang mungkin dapat mengakibatkan menghambat atau justru mengaktifkan kerja enzim. Tidak jarang interaksi xenobiotika dengan sistem enzim dapat menimbulkan efek toksik. Contoh interaksi : 1. Inhibisi enzim tak bolak balik, contohnya inhibisi (hambatan) asetilkolinesterase oleh organofosfat 2. Inhibisi enzim bolak balik, contohnya senyawa antimetabolit yang secara mirip dengan substrat normal untuk enzim, sehingga dapat berikatan dengan enzim meskipun nukan tempat yang sebenarnya 3. Pemutusan reaksi biokimia, contohnya ATP yang pada proses biokimia, energi yang dibebaskan pada umumnya disimpan dalam bentuk fosfat berenergi tinggi, selanjutnya dapat digunakan untuk semua proses biokimia yang memerlukan energi. 4. Inhibisi fotosintensis pada tanaman, contohnya herbisida yang menghambat fotosintesis 5. Sintesis zat mematikan, suatu proses dimana zat toksik, mirip dengan substrat yang penting untuk reaksi metabolisme tertentu. 6. Pengambilan ion logam yang penting untuk kerja enzim, contohnya ditiokarbamat yang digunakan pada vulkanisasi ban dan antioksidan pada industri karet, apabila pekerja yang kontak dengan zat ini meminum alkohol, walaupun dalam jumlah kecil, akan terjadi intoksikasi. 7. Inhibisi penghantaran elektron dalam rantai pernapasan, contohnya keracunan HCN yang menghambat pernapasan aerob, karena terjadi asfiksia secara biokimia.

10

8. Inhibisi pada transpor oksigen karena gangguan pada hemoglobin, contohnya keracunan CO, pembentukan methemoglobin dan sulfhemoglobin, serta proses hemolitik b) Interaksi dengan fungsi sel umum 1. Pengaruh penghantaran rangsang neuro-humoral. Kerja sebagian besar obat mempengaruhi sinaps pada penghantaran rangsang dari sel saraf yang satu ke sel saraf yanglain atau mempengaruhi ujung saraf sel efektor. Contoh: racun panah, toksin botulinum, keracunan ikan dan kerang, opium. 2. Kerja sitostatika, yaitu penghambatan pembelahan sel yang akan mempengaruhi pertumbuhan jaringan pada perbanyakan sel. Contoh: obat tumor ganas. 3. Gangguan pada sintesis DNA dan RNA 4. Kerja imunosupresif, yaitu penghambatan pembelahan sel dengan penekanan pertahanan imunologi melalui penekanan proliferasi sel limfosit. Contoh: obat yang digunakan pada transplantasi organ dan penyakit autoimmun. 5. Kerja mutagenik, yaitu zat kimia yang bekerja mengubah sifat genetika sel. 6. Kerja karsinogenik, yaitu zat kimia yang dapat menyebabkan kanker pada waktu yang lama. 7. Kerja teratogenik, yaitu obat dan zat kimia yang dapat menyebabkan kerusakan janin. 8. Reaksi hipersensitif, yaitu kepekaan suatu objek biologi yang meningkat terhadap zat aktif, yang terjadi akibat kontak ulang dengan zat tertentu. Contoh: fotoalergi, sensibilisasi cahaya, dan fototoksik c) Interaksi kimia langsung pada jaringan 1. Suatu rangsangan kimia langsung pada jaringan disebabkan oleh zat mudah bereaksi dengan berbagai bagian jaringan. 2. Biasanya zat ini tidak mencapai peredaran darah, karena langsung bereaksi dengan tempat jaringan yang pertama berhubungan. 3. Jaringan atau organ yang terlibat terutama adalah mata, hidung, tenggorokan, trakhea, bronkus, epitel, alveolus, esofagus dan kulit. 4. Interaksi kimia yang langsung pada jaringan, antara lain: a. Kerusakan kulit yang disebabkan oleh zat kimia b. Gas yang merangsang 11

c. Gas air mata d. Zat yang berbau e. Toksisitas pada jaringan f. Penimbunan (sekuestrasi) zat asing, terdiri dari: 1) Penimbunan dalam jaringan lemak 2) Penimbunan dalam tulang 3) Pneumokoniosis 2.5 Studi Kasus Toksikologi Keracunan Debu Titanium Dioksida Pada Karyawan Pabrik M&M’s Australia a. Kronologis Kejadian Peter Quick, seorang karyawan yang bekerja di pabrik M&M’s, Ballarat, Australia terkena gangguan pernapasan yang sangat parah akibat keracunan/terpapar debu titanium dioksida. Titanium dioksida sendiri digunakan oleh pabrik tersebut untuk mencerahkan warna makanan yang mereka produksi. Debu dari titanium dioksida yang ditambahkan ke lapisan akhir M & M’s ini menyebabkan keluhan pernafasan yang sangat parah pada korban. Menurut pengacara korban, akibat insiden ini korban tidak akan pernah dapat bekerja lagi. Seorang juru bicara perusahaan mengatakan titanium dioksida adalah salah satu dari beberapa warna yang digunakan dalam produk-produknya dan sudah disetujui penggunaannya oleh Standar Makanan Australia-Selandia Baru. Namun perusahaan enggan berkomentar soal kasus Peter Quick. “The company sent me to independent respiratory specialists and they all agreed the high dust levels of titanium dioxide (in the M&M’s finishing section) caused my lung disease,” begitu pernyataan dari Peter Quick. b. Toksikan Deksripsi Toksikan dalam peristiwa ini adalah Titanium Dioksida dengan nama lain Titania. Rumus Kimia dari Titanium Dioksida adalah TiO2. Titanium dioksida adalah sebuah zat berwarna putih yang banyak digunakan dalam cat dan plastik, sebagai bahan aditif dalam makanan untuk mencerahkan tepung, produk sehari-hari dan dalam bidang konfeksi. Zat ini terdapat banyak di alam seperti di udara perkotaan, sungai, air minum dan dapat dideteksi dalam banyak makanan. Disposisi Sekitar 3 persen dari dosis oral Titanium yang diserap. Kebanyakan yang diserap akan di-eksresikan kedalam urine. Konsentrasi dalam urin yang normal adalah 10 mikro gram/liter. Perkiraan beban tubuh terhadap titanium adalah 15 mg. Zat ini kebanyakan 12

tinggal di paru-paru, sebagai akibat dari pajanan inhalasi. Titanium yang dihirup cenderung untuk tinggal dalam paru-paru dalam waktu yang lama. Toksikologi Pekerja yang terkena pajan Titanium dioksida kemungkinan besar bekerja di bidang pack Bing, penggilingan, site cleaning dan maintenance. Pajanan pekerja terhadap Titanium dapat saja sangat berat, dan konsentrasi di dalam udara hingga 50 mg/m3 pernah dilaporkan. Titanium dioksida telah digolongkan sebagai partikulat yang menganggu dengan TLV sebesar 10 mg/m3 dan exposure limit pada NIOSH sebesar 15 mg/m3. Meskipun ambang batasnya besar, namun pernah dilaporkan kejadian fibrosis ringan dari jaringan paru-paru sebagai akibat pajanan inhalasi terhadap pigmen Titanium Dioksida. Selain di paru-paru, titanium diokside juga telah diketahui masuk melalui semua rute ( pernapasan, makanan, dermal dan lapisan sub kutan). c. Tempat dan Waktu Kejadian ini terjadi di di pabrik M & M’s, Ballarat, Australia pada 3 Mei 2009. d. Jumlah Korban Peter Quick, seorang karyawan pabrik M&M’s adalah korban tunggal dalam insiden ini. Tidak ada korban meninggal pada insiden ini. Namun, akibat insiden ini, Peter Quick menderita sakit paru-paru (lung disease) dan divonis tidak dapat bekerja kembali. Menurut CCOHS (Canadian Centre for Occupational Health and Safety), titanium dioksida dapat memicu terjadinya kanker paru-paru pada manusia setelah sebelumnya terbukti diujicobakan pada hewan percobaan tikus. e. Kerugian Kerugian berupa pekerja yang terpajan dan terkena lung disease sehingga divonis tidak dapat bekerja kembali. efek kesehatan yang dialami korban tergolong kepada efek kronis karena Peter Quick telah bekerja di pabrik tersebut selama 20 tahun. Kerugian tersebut dapat pula tergolong kepada kerugian finansial perusahaan. Hal ini selain karena perusahaan harus mencari pekerja pengganti, perusahaan juga harus membayar biaya asuransi korban paparan debu titanium dioksida. Selain itu, image perusahaan sebagai produsen makanan M&M’s dapat jatuh sehingga akan mempengaruhi angka penjualan produk akibat kasus pekerja yang terpapar pewarna yang dipakai pada makanan yang diproduksi oleh M&M’s. Meskipun sebenarnya titanium dioksida berbahaya hanya ketika masih berwujud uap dan tidak berbahaya ketika sudah masuk ke dalam lapisan makanan yang diproduksi M&M’s. f. Pengendalian yang Telah Dilakukan Tidak disebutkan pengendalian yang telah dilakukan perusahaan untuk mengantisipasi bahaya debu titanium dioksida dalam artikel tersebut. Jika dilihat dari kronologis kejadiannya, diketahui bahwa pekerja dapat dengan mudah terkena paparan debu titanium dioksida tersebut. 13

g. Saran 1. Rekayasa tekhnis terhadap lingkungan kerja agar udara yang mengandung TiO2 dapat tersirkulasi dengan baik. 2. Mengurangi dosis yang berbahaya bagi kesehatan menjadi ke tingkat yang lebih aman untuk kesehatan. 3. Training singkat mengenai pemakaian APD untuk mencegah hazard berupa Titanium Dioksida terutama APD yang berupa masker karena kebanyakan pajanan zat ini masuk melalui inhalasi.

BAB III Penutup 3.1 Kesimpulan Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari efek merugikan dari bahan kimia terhadap organisme hidup. Zat toksik dapat berasal dari berbagai macam sumber, salah satunya yaitu zat toksik yang berasal dari bahan kimia. Proses interaksi zat dalam toksikologi umumnya dikelompokkan dalam tiga fase yaitu : Fase Eksposisi meliputi paparan bahan kimia di ambien pada gas/uap, debu, kabut dan fume ; Fase Toksokinetik meliputi absorpsi, distribusi penyimpanan, metabolisme, dan eksresi ; Fase Toksodinamika meliputi interaksi antara tokson dengan reseptor dalam organ . Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah melalui absorpsi, distribusi dan ekskresi pada paru-paru (pernapasan/inhalasi), kulit (topikal), pencernaan (ingesti) dan injeksi. 3.2 Saran 1. Sekiranya pihak perusahaan atau instansi lain, sebagai tempat melakukan pekerjaan dapat berperan aktif dalam melakukan pencegahan terhadap adanya interaksi zat di lingkungan kerja. 14

2. Perlu juga pengetahuan terhadap bahaya interaksi suatu zat untuk diketahui para pekerja agar mengurangi korban kecelakaan akibat kerja (KAK) dan penyakit akibat kerja (PAK) yang disebabkan oleh kegiatan di tempat kerjamaupun lingkungan kerja.

Daftar Pustaka 1. Des W. Connel & Gregory J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia 2. E.J. Ariens, E. Mutschler & A.M. Simonis. 1987. Toksikologi Umum, Pengantar. Terjemahan oleh Yoke R.Wattimena dkk. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 3. Frank C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 4. J. H. Koeman. 1987. Pengantar Umum Toksikologi. Terjemahan oleh R.H. Yudono Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 5. Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985, Toksikologi Umum, Pengantar, Wattimena,Y.R.(terj.), Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. 6. Hardman J.G., Goodman Gilman, A., Limbird, L.E., 1996, Goodman & Gilman’s, The pharmacological Basis of Therapeutics, 9th edn, Mc Graw-Hill, New York 7. Ling, L.J., 2000, Toxikology Secrets, Hanley & Belfus, Inc. Philadelphia 8. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang 9. Cotton dan Wilkinson . 2009 . Kimia Anorganik Dasar . Jakarta : UI-Press 10. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI Press, Jakarta 15

Related Documents

Efek Toksik
June 2020 35
Toksik Klp.docx
May 2020 33
Toksik Metaloid.docx
June 2020 26
Toksik Klp.docx
May 2020 26
Toksik Bu Eka .docx
June 2020 23

More Documents from ""

Toksik Kel2.docx
November 2019 29
Matriks Jsa Smk3.docx
November 2019 29
Kebijakan K3 Tgs Bu Evi.docx
November 2019 19