Tk_dwi Luthfi Ainun Ilmi_03031281621051_inokulasi_faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba.docx

  • Uploaded by: Dwi Luthfi Ainun Ilmi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tk_dwi Luthfi Ainun Ilmi_03031281621051_inokulasi_faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,622
  • Pages: 6
Nama

: Dwi Luthfi Ainun Ilmi

NIM

: 03031281621051

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba 1.1.

Suhu Mikroba memiliki suhu tertentu untuk kelangsungan hidupnya, suhu ini

berbeda-beda tiap mikroba. Suhu pertumbuhan suatu mikroba dapat di bedakan dalam suhu minimum, optimum dan maksimum. Berdasarkan atas perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di bedakan mikroba yang psikrofil, mesofil, dan termofil. Pengembangbiakan suatu mikroba perlu di tentukan titik kematian termal (thermal death point) dan waktu kematian termal (thermal death time) nya. Daya tahan terhadap suhu itu tidak sama bagi tiap-tiap spesies mikroba. Beberapa spesies akan mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada suhu 60°C, sebaliknya, bakteri yang dapat membentuk spora seperti genus bacillus dan clostridium itu tetap hidup setelah di panasi uap 100°C atau lebih selama kira-kira setengah jam. Untuk sterilisasi, maka syaratnya untuk membunuh setiap spesies untuk membunuh setiap spesies bakteri ialah pemanasan selama 15 menit dengan tekanan 15 lb serta suhu 121°C di dalam autoklaf. Daya tahan panas suatu spesies memiliki beberapa syarat diantaranya adalah berapa tinggi suhu yang digunakan, berapa lama spesies dalam suhu tersebut, bagaimana keadaan media yang digunakan (basah atau kering), berapa pH medium dan sifat medium yang digunakan. Pengaruh basah dan kering ini dapat diterangkan sebagai berikut keadaan basah, maka protein dari bakteri lebih cepat menggumpal daripada keadaan kering, pada temperartur yang sama. Berdasarkan ini, maka sterilisasi barang-barang gelas di dalam oven kering itu memerlukan suhu yang lebih tinggi daripada 121°C dan waktu yang lebih lama daripada 15 menit. Sedikit perubahan pH menju ke asam atau ke basa itu sangat berpengaruh kepada pemanasan. Berhubung dengan ini, maka buah-buahan yang masam itu lebih mudah disterilisasikan daripada sayur-sayur atau daging (Lynch, 1983). Untuk menentukan suhu maut bagi bakteri orang mengambil pedoman sebagai berikut: Suhu lethal (thermal death point) adalah suhu yang serendahrendahnya yang dapat membunuh bakteri yang berada di dalam standard medium selama 10 menit. Ketentuan ini mencakup kelima syarat-syarat tersebut diatas. Perlu diperhatikan kiranya, bahwa tidak semua individu dari suatu spesies itu mati

bersama-sama pada suatu suhu tertentu. Biasanya, mikroba yang satu lebih tahan daripada mikroba lain terhadap suatu pemanasan, sehingga tepat jugalah bila kita katakan adanya angka kematian pada suatu suhu (thermal death rate). Sebaliknya suatu standar suhu sudah ditentukan seperti pada perusahaan pengawetan makanan atau dalam perusahaan susu, maka lamanya pemanasan merupakan faktor yang berbeda-beda bagi tiap-tiap produk. Bakteri patogen yang bisa hidup di dalam tubuh hewan atau manusia dapat bertahan sampai beberapa bulan pada suhu titik beku. Berdasarkan batas suhu suatu mikroba, terdapat tiga golongan mikroba diantaranya bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik sekali pada suhu setinggi 55-65°C, meskipun bakteri ini juga dapat berkembang biak pada suhu lebih rendah atau lebih tinggi daripada itu, yaitu dengan batas-batas 40-80°C. Golongan ini terutama terdapat didalam sumber air panas dan tempattempat lain yang bersuhu lebih tinggi dari 55°C. Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang hidup baik di antara 5-60°C, sedang suhu optimumnya ialah antara 25-40°C, suhu minimum 15°C dan maksimum di sekitar 55°C. Umumnya hidup di dalam alat pencernaan, kadang ada juga yang dapat hidup dengan baik pada suhu 40°C atau lebih. Bakteri psikrofil (oligotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup pada suhu di antara 0° sampai 30°C, sedang suhu optimumnya antara 1020°C. Kebanyakan mikroba dari golongan ini tumbuh dan berkembang di tempattempat yang memiliki temperatur dingin baik di daratan ataupun di lautan. 1.2.

pH Mikroba dapat tumbuh baik pada daerah pH tertentu, misalnya untuk

bakteri pada pH 6,5-7,5; khamir pada pH 4,0-4,5 sedangkan jamur dan aktinomisetes pada daerah pH yang luas. Setiap mikroba mempunyai pH minimal, optimal, dan maksimal untuk pertumbuhanya. Berdasarkan atas perbedaan daerah pH untuk pertumbuhanya mikroba dapat dibedakan menjadi asidofil, mesofil (neutrofil) dan alkalofil. Penahan perubahan dalam medium sering digunakan larutan buffer. Optimal pH pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri antara 6,5 dan 7,5. Namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat basa, bila bakteri di dalam suatu medium yang mula-mula disesuaikan pHnya misal 7. Nilai pH ini akan berubah sebagai akibat adanya senyawa-senyawa asam atau

basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya. Pergesaran pH ini dapat sedemikian besar sehingga mengahambat pertumbuhan seterusnya organisme itu. Pergeseran pH dapat dapat dicegah dengan menggunakan larutan penyangga dalam medium, larutan penyangga adalah senyawa yang dapat menahan perubahan pH. Mikroorganisme yang asidofilik, yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0. Mikroorganisme yang mesofilik (neutrofilik), yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 5,5-8,0. Mikroorganisme yang alkalifilik, yaitu mikroba yang dapat tumbuh pada pH antara 8,4-9,5. Nilai pH ini mempengaruhi pemilihan media, beberapa media seperti pH air suling ialah 7,0 (netral); cuka 2,25; sari tomat, 4,2; susu 6,6; Natrium bikarbonat (0,1N), 8,4 dan susu magnesia, 10,5. 1.3.

Kelembaban Mikroorganisme mempunyai nilai kelembaban optimum. Pada umumnya

untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembaban yang tinggi diatas 85°C, sedangkan untuk jamur dan aktinomises diperlukan kelembaban yang rendah dibawah 80°C. Kadar air bebas (aw) merupakan nilai perbandingan antara tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni, atau 1/100 dari kelembaban relatif. Nilai aw untuk bakteri pada umumnya terletak diantara 0,90-0,999 sedangkan untuk bakteri halofilik mendekati 0,75. Banyak mikroorganisme yang tahan hidup didalam keadaan kering untuk waktu yang lama seperti dalam bentuk spora, konidia, arthrospora, klamidospora dan kista. Seperti halnya dalam pembekuan, proses pengeringan protoplasma, menyebabkan kegiatan metaobolisme terhenti. Pengeringan secara perlahan-lahan menyebabkan perusakan sel akibat pengaruh tekanan osmosis dan pengaruh lainnya dengan naiknya kadar zat terlarut. 1.4.

Tekanan Osmosis Pada umumnya mikroba terhambat pertumbuhannya di dalam larutan yang

hipertonis. Karena sel-sel mikroba dapat mengalami plasmolisa. Didalam larutan yang hipotonis sel mengalami plasmolysis yang dapat di ikuti pecahnya sel. Beberapa mikroba dapat menyesuaikan diri terhadap tekanan osmosis yang tinggi, tergantung pada larutanya dapat dibedakan mikroba osmofil dan halofil. Medium yang paling cocok bagi kehidupan bakteri ialah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri di tempatkan di dalam suatu larutan yang hipertonik

terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Larutan garam atau larutan gula yang agak pekat mudah menyebabkan terjadinya plasmolisis ini. Sebaliknya, bakteri yang ditempatkan di dalam air suling akan kemasukan air sehingga dapat menyebabkan pecahnya bakteri, dengan kata lain, bakteri dapat mengalami plasmolisis. Plasmolisis adalah kebalikan dari kondisi sel turgid. 1.5.

Desinfektan Pada umumnya bakteri muda akan lebih kurang daya tahannya terhadap

desinfektan daripada bakteri yang tua. Pekat encernya konsentrasi, lama berada dibawah pengaruh desinfektan, merupakan faktor-faktor yang masuk pertimbangan pula. Kenaikan suhu menambah daya desinfektan. Selanjutnya, medium dapat juga mengurangi daya desinfektan. Susu, plasma darah, dan zat-zat lain yang serupa protein sering melindungi bakteri terhadap pengaruh desinfektan tertentu. 1.6.

Interaksi Satu Populasi Mikroba Interaksi antar mikroba dalam satu populasi yang sama ada dua macam

yaitu interaksi positif dan interaksi negatif. Interaksi positif mnyebabkan meningkatnya kecepatan pertumbuhan mikroba. Meningkatnya kepadatan populasi, secara teoritis juga meningkatkan kecepatan pertumbuhan mikroba. Interaksi positif juga disebut kooperasi. Sebagai contoh adalah pertumbuhan satu sel mikroba menjadi koloni atau pertumbuhan mikroba pada fase adaptasi. Sedangkan interaksi negatif menyebabkan turunnya kecepatan pertumbuhan dengan meningkatnya kepadatan populasi. Misalnya populasi mikroba yang ditumbuhkan dalam substrat terbatas atau adanya produk metabolik yang beracun. Interaksi negatif disebut juga dengan kompetisi. Sebagai contoh jamur fusarium dan verticilium pada tanah sawah. Jamur ini dapat menghasilkan asam lemak dan senyawa asam sulfat yang dapat meracuni padi yang di budidayakan. 1.7.

Interaksi Berbagai Macam Populasi Mikroba Mikroba yang di budidayakan dalam media tidak selamanya terdiri dari

mikroba sejenis. Ketika dua populasi ditempatkan di media yang sama akan saling berasosiasi sehingga timbul berbagai macam interaksi. Interaksi tersebut dapat menimbulkan pengaruh positif, negatif, ataupun tidak adanya interaksi yang saling mempengaruhi antara populasi satu dengan populasi mikroba yang lainnya.

1.7.1.

Netralisme Netralisme adalah hubungan antara dua populasi yang tidak saling

mempengaruhi. Hubungan ini terjadi pada kepadatan populasi yang sangat rendah atau secara fisik dipisahkan dalam mikrohabitat serta populasi yang keluar dari habitat alaminya. Contohnya adalah interaksi antara mikroba allocthonous dengan mikroba autochtonous. Netralisme juga dapat terjadi pada medium dengan keadaan mikroba tidak aktif misalnya keadaan kering beku atau fase istirahat (spora, kista). 1.7.2.

Komensalisme Hubungan komensalisme antara dua populasi terjadi apabila pada satu

populasi diuntungkan oleh keberadaan populasi mikroba yang lain namun populasi mikroba yang lain tidak terpengaruh. Contohnya adalah hubungan antara bakteri flavobacterium brevis yang dapat menghasikan ekskresi sistein. Sistein dapat digunakan oleh legionella pneumophila dan hubungan antara desulfovibrio yang menyuplai asetat dan hidrogen untuk respirasi anaerobik methanobacterium. 1.7.3.

Sinergisme Suatu bentuk asosiasi yang menyebabkan terjadinya suatu kemampuan

untuk melakukan perubahan kimia tertentu didalam substrat. Asosiasi apabila melibatkan antara dua populasi atau lebih dalam keperluan nutrisi bersama, maka disebut sintropisme. Sintropisme sangat penting untuk penguraian bahan organik. Contoh sinergisme adalah bakteri S. faecalis dan E. coli dalam media arginine. 1.7.4.

Mutualisme, Kompetisi dan Amensalisme Mutualisme adalah asosiasi antara dua populasi mikroba yang keduanya

saling tergantung dan sama-sama mendapat keuntungan. Mutualisme sering disebut juga dengan simbiosis. Simbiosis bersifat sangat spesifik dan salah satu populasi anggota simbiosis tidak dapat digantikan tempatnya oleh spesies lain yang mirip. Contohnya adalah bakteri Rhizobium sp. yang hidup di akar tumbuhan kacangkacangan. Hubungan negatif antara dua populasi mikroba yang keduanya mengalami kerugian dinamakan kompetisi. Peristiwa ini ditandai dengan menurunnya sel hidup dan pertumbuhannya, bisa dikarenakan sumber makanan yang sama. Amensalisme adalah hubungan satu pihak dirugikan sedangkan pihak lain diuntungkan. Misalnya dengan menghasilkan asam, toksin dan antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA A, Hasyim. 2007. Peningkatan Infektivitas Jamur Entomopatogen, Beauveria bassiana (Balsamo) Vuill. pada Berbagai Bahan Carrier untuk Mengendalikan Hama Penggerek Bonggol Pisang, Cosmopolites sordidus Germar di Lapangan. Jurnal Hortikultura. 17 (4): 335-342. Fifendy, M. dan Biomed, M. 2017. Mikrobiologi. Depok: Kencana. Lynch, J. M. 1983. Soil Biotecnology, Microbiologycol Factors in Crop Production. London: Blackwell Scientific Publication. Munif, A., dan Kristiana. 2012. Hubungan Bakteri Endofit Dan Nematoda Parasit Penyebab Penyakit Kuning Pada Tanaman Lada Di Provinsi Bangka Belitung. Jurnal Tanaman Industri dan Penyegar. 3 (1): 71-78. Subagiyo, dkk. 2015. Pengaruh pH, Suhu Dan Salinitas Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asam Organik Bakteri Asam Laktat Yang Diisolasi Dari Intestinum Udang Penaeid. Jurnal Ilmu Kelautan. 20 (4): 187-194.

Related Documents


More Documents from "RiriArikaPutri"