BAB I PENDAHULUAN Penglihatan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan, apabila terdapat gangguan pada penglihatan seperti low vision, ini dapat menyebabkan efek negatif terhadap proses pembelajaran dan interaksi sosial sehingga dapat mempengaruhi perkembangan alamiah dari intelegensi maupun kemampuan akademis, profesi dan sosial1 Low vision mengindikasikan suatu keadaan dimana seseorang tidak buta namun penglihatannya kurang dari orang normal, dimana adanya penurunan tajam penglihatan pada seorang individu setelah pemberian koreksi optik terbaik yang dapat dilakukan yang diakibatkan oleh suatu penyakit ocular yang tidak tertangani. Secara global diperkirakan ada 285 juta orang mengalami gangguan penglihatan dimana 39 juta orang mengalami kebutaan dan 246 juta orang mengalami low vision. 1,2. Low vision dapat terjadi akibat banyak kelainan oftalmologi dan neurologi dan mungkin mencakup hal yang lebih luas. Penyebab utama keadaan ini di dunia adalah refraktif eror yang tidak tertangani. Katarak adalah penyebab kebutaan pertama pada Negara dengan pendapatan sedang maupun rendah.1,2 Angka kejadian kebutaan dan low vision akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi disertai penyebab lain, didapati sekitar 314 juta penduduk dunia mengalami gangguan penglihatan. Sebanyak 153 juta penduduk dunia mengalami visual impairement yang disebabkan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anakanak usia 5-15 tahun dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara. Apapun gangguan pada mata yang menyababkan penurunan fungsi penglihatan pada penderita low vision, peran alat rehabilitasi penting untuk mengoptimalkan kualitas hidup dan kemandirian. Adapun tujuan penggunaan alat bantu bagi penderita low vision adalah untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan yang masih tersisa secara efektif. Pemberian alat bantu low vision tidak bertujuan untuk menyembuhkan kelainan pada mata namun berfungsi untuk membantu ketidakmampuan akibat kelainan mata tersebut.3,4
1
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Pada tahun 1973 salah satu yang menjadi penyebab sulitnya pengumpulan data mengenai low vision adalah belum distandarisasinya istilah-istilah yang berkaitan dengan low vision.ada sekitar 65 istilah yang berbeda di seluruh dunia yang digunakan untuk menjabarkan mengenai kebutaan dan penglihatan yang buruk. Pada tahun 1978 WHO mengajukan klasifikasi standar yang dapat digunakan secara global, termasuk di dalamnya revisi ke 10 dari ICD-10. Namun sayangnya klasifikasi ini tidak dapat diterima secara global walaupun referensi mengenai hal ini sekarang sudah menjadi hal umum.2,3 Pada tahun 1980, WHO mengusulkan 4 istilah yang digunakan untuk mendefinisikan impairment and disability, yang berkaitan pula dengan low vision, yaitu (1) disorder, adalah deviasi anatomi dari normal dan dapat terjadi secara kongenital atau didapat (akuisita), seperti AMD, retinopati diabetik, glaukoma, dan katarak; (2) impairment, adalah hilangnya atau abnormalitas fungsi, baik secara fisiologis maupun psikologis, seperti penurunan tajam penglihatan, penurunan sensitivitas kontras, skotoma sentral, lapang pandang menyempit; (3) disability, adalah halangan atau ketidakmampuan untuk melakukan tugas dengan cara normal, seperti membaca koran, mengenali wajah, dan mengemudi mobil; dan (4) handicap, adalah suatu kerugian yang menghambat atau membatasi seseorang dalam menjalankan peranan tertentu yang dapat dilakukan oleh orang normal, seperti ketidakmampuan untuk bekerja atau melakukan hobi, dan terhalang interaksi sosialnya. Istilah tersebut saat ini sudah direvisi dan digunakan definisi dan kriteria yang terbaru seiring dengan perkembangan pengetahuan.3,4 2.2. Definisi Low vision adalah keadaan seseorang yang memiliki gangguan fungsi penglihatan setelah melakukan pengobatan dan/atau koreksi refraksi standar, dan memiliki tajam penglihatan kurang dari 6/18 (20/60) hingga light perception, atau luas lapang pandang kurang dari 10° dari titik fiksasi, namun masih atau memiliki potensi untuk menggunakan penglihatannya untuk merencanakan atau melakukan suatu pekerjaan. Low Vision mengindikasikan bahwa seseorang mengalami keadaan penglihatan yang kurang dari orang 2
normal namun tidak mengalami kebutaan. Low vision dapat terjadi olah karena banyak keadaan kelainan oftalmologis maupun neurologis. Definisi menurut WHO:2-5 -
Blindness / kebutaan didefinisikan sebagai keadaan penglihatan dengan ketajaman visus <3/60 pada mata yang lebih baik setelah dilakukan koreksi terbaik dan keadaan dimana lapangan pandang <10o dari titik fiksasi.
-
Low Vision didefinisikan sebagai ketajaman penglihatan 3/60 atau <6/18 pada mata yang lebih baik setelah dilakukan koreksi terbaik dan dengan lapangan pandang <20o dari titik fiksasi.
-
Visual impairment merujuk pada keterbatasan fungsional dari mata atau system visual sebagai akibat dari kelainan atau penyakit yang dapat menghasilkan keterbatasan kemampuan atau kerugian visual, pengurangan fungsi dasar penglihatan dapat diukur dan dibandingkan dangan populasi normal yang seumur, komponennya dapat berupa tajam penglihatan, lapang pandang, sensitivitas kontras, persepsi warna, dan adaptasi gelap.3,4
-
Fungsional Low Vision adalah seseorang dengan low vision yang memiliki visual impairment / gangguan penglihatan walaupun setelah dilakukan terapi, dan atau koreksi refraktif standar dan mempunyai ketajaman penglihatan <6/18 hingga persepsi cahaya atau lapangan pandang <10o dari titik fiksasi, namun yang menggunakan atau berpotensi menggunakan penglihatannya untuk merencanakan atau melaksanakan suatu tugas. Pemberian definisi fungsional dilakukan untuk memastikan bahwa orang-orang yang memiliki penglihatan < 3/60 dimasukan ke dalam pelayanan Low Vision untuk membantu mereka mendapatkan alat bantu untuk gangguan penglihatan agar dapat digunakan dalam potensi maximumnya.
-
Gangguan penglihatan fungsional/Functional Visual Impairment adalah reduksi signifikan dari kemampuan melihat yang dihasilkan akibat beberapa keadaan patologik yang tidak dapat dikoreksi atau diterapi dan menghasilkan :
Insufisiensi resolusi visual
Lapangan pandang Inadekuat
Penurunan sensitivitas kontras
3
Insufisiensi resolusi visual atau sensitivitas kontras pada iluminasi tinggi atau endah. Hal ini mengakibatkan kesulitan dalam melakukan tugas dari hari ke hari.
-
Legal Blindness adalah ketajaman penglihatan yang kurang dari 20/200 atau 6/60 pada mata yang melihat lebih baik dengan koreksi terbaik (termasuk CLs) atau lapangan pandang dari 20o pada meridian terluas dari mata yang lebih baik. 2
Definisi menurut American Optometrist Association (AOA), Low Vision adalah keterbatasan mata atau system visual yang dapat bermanifestasi sebagai penurunan tajam penglihatan atau sensitivitas kontras, hilangnya lapangan pandang, fotofobia, diplopia, distorsi visual, kesulitan persepsi visual atau kombinasi hal-hal tersebut. 2.3. Epidemiologi Jumlah penyandang gangguan penglihatan termasuk low vision di seluruh dunia menurut data World Health Organization (WHO) terbaru adalah sekitar 285 juta orang, dengan sekitar 39 juta orang dari jumlah tersebut mengalami kebutaan. Sebagian besar populasi tersebut (87%) hidup di negara berkembang.2 Proporsi penyebab low vision dan kebutaan berbeda-beda di setiap negara. Di Amerika Serikat, diperkirakan sebanyak 13,5 juta warga yang berusia di atas 45 tahun (17%) mengalami low vision, yang disebabkan terutama oleh age-related macular degeneration (AMD) sebesar 45%, kemudian oleh glaukoma dan retinopati diabetik.1,3 Penyebab utama low vision di India adalah retinitis pigmentosa (19%), penyakit makula termasuk AMD (17,7%), retinopati diabetik (13%), dan miopia degeneratif (9%).4 Survei Kesehatan Indera tahun 1993-19965 menunjukkan sebanyak 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama adalah katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan Refraksi (0,14%), gangguan retina (0,13%), dan kelainan kornea (0,10%). Dengan pendekatan penelitian yang berbeda, hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan tahun 2007 menyatakan bahwa prevalensi kebutaan dan low vision di Indonesia adalah 0,9% dan 4,8%, dengan penyebab terbesar adalah katarak. Prevalensi kebutaan dan low vision di Provinsi DKI Jakarta adalah 0,5% dan 3,5% dengan penyebab utama adalah katarak dan kelainan refraksi. Saw dkk7 pada tahun 2003 menyatakan bahwa
4
angka prevalensi low vision bilateral di Indonesia adalah 5,8% dan angka kebutaan bilateral sebesar 2,2%, dengan penyebab utama adalah katarak, gangguan refraksi, dan ambliopia.2,4 2.4. Etiologi Ada banyak hal yang dapat menyebabkan Low vision. Beberapa penyebabnya kongenital dan beberapa didapat/acquired. Patofisiologi penurunan fungsi visual pada gangguan penglihatan dan buta mencakup tiga hal yang berhubungan dengan proses patologis dari status fungsional pasien, yaitu kekekeruhan media refraksi (cloudy media), defisit lapang pandangan sentral, dan deficit lapang pandangan perifer. Hal ini membantu memperkirakan keluhan dan kesulitan pasien, dan membantu dokter memilih dan menerapkan strategi rehabilitasi.5,6
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar.1. (a). Penglihatan Normal, (b) Cloudy Media, (c) Defek lapangan pandang Central, (d) Defek lapangan pandang perifer.
Kondisi ini dapat disebabkan akibat kelainan kongenital, herediter, maupun penyakit yang didapat. Keadaan yang umumnya meningkatkan resiko terjadinya low vision antara lain dijelaskan dalam tabel5,6
5
Usia >50 thn
Anak-anak
Katarak
62.60%
refraktif eror
19.70%
Glaucoma
5.80%
disorder segmen posterior
4.70%
opasitas kornea
0.90%
lain-lain
6.20%
refraktif eror
33.30%
kelainan kongenital
25.00%
degenerasi retina
16.70%
defisiensi vitamin A lain-lain
8.30% 16.60%
Kondisi mata yang menyebabkan low vision berdasarkan struktur yang terlibat antara lain dijabarkan dalam table.2.2 Tabel.2 Kondisi penyebab low vision berdasarkan struktur mata yang terpengaruh
6
Secara umum penyebab dominan low vision pada orang dewasa (dengan mengenyampingkan refraktif eror yang tidak terkoreksi) adalah macular degeneration, diabethic retinopathy, retinitis pigmentosa, cataracts, corneal opacity dan glaucoma. Beberapa hal di atas juga dapat menyebabkan low vision pada anak-anak. Secara umum penyebab low vision dirangkum dalam table dibawah ini. Tabel.32,6
2.5. Gangguan Visual Keadaan visual impairment dapat menyebabkan ketidakmampuan yang secara signifikan mengganggu fungsi independen untuk menjalankan tugas sehari-hari atau untuk berjalan atau bepergian dengan selamat. Beberapa gangguan visual yang disebabkan keadaan patologi pada mata antara lain terangkum dalam table di bawah ini. Tabel.42,6 Jenis Visual Impairment
Definisi
Lower central acuity or fluctuating vision
Persons with such condition may indicate a diminution of vision, haziness, or foggy vision. Visually they first report that they cannot read small prints
Metamorphopsia
Persons with metamorphopsia describes distortion of vision. Objects appear to bulge, curve or look funny.
Photophobia
Person either complains of abnormal sensitivity to light or avoid high levels of illumination recovery, from glare, is slow and adaptation of light is difficult.
Colour Defects
Person indicates they cannot detect colours or functional observations show that they have trouble identifying colours
Field defects
Persons report they have vision in specified sectors of the visual field and parts of the object to be viewed are always missing. Common losses include;
7
General contraction or depression object in the periphery are not seen, Hemianopia, Scotoma Night blindness
Persons indicate decreased vision at night and difficulty in performing specific task at night. This condition can be confirmed by clinical test or electrodiagnostic testing
Entoptic Images
Persons with this condition sees floaters or spots before their eyes, which momentarily interferes with vision. Such symptoms may indicate an acute pathology
Oscillopsia
Persons with this condition reports that the world seems to be moving or jumping around. This condition may be sign of neurological disorders. Therefore patient should be referred to a neurologist.
2.6. Klasifikasi Low Vision Di Amerika Serikat dan banyak negara lainnya, kriteria ketajaman visual atau lapang pandang adalah dasar klasifikasi untuk Low Vision. Di bawah ini merupakan klasifikasi Visual Impairment Tabel.5 Classification for Visual impairment based on H54 : ICD-10 (International Classification of Diseases –Version 10).2,4 Category of visual
Visual acuity best possible correction
impairment Maximum Less than
Minimum equal to or better than
Low Vision 1
6/18 (20/60)
6/60 (20/200)
2
6/60 (20/200)
3/60 (20/400) CF at 3 m
Blindness 3
4
3/60 (20/400)
1/60 (20/1200)
CF at 3 m
CF at 1 m
1/60 (20/1200)
Light perception (PL)
8
CF at 1 m 5
No perception of light (NPL)
6
Undetermined or unspecified
2.7. Evaluasi Low Vision Evaluasi Low vision terdiri dari 3 tahap, yaitu :2,67 1. Evaluasi Klinis 2. Evaluasi Fungsional 3. Rehabilitasi penglihatan Ketiga tahap evaluasi low vision ini dicapai melalui pemeriksaan yang dilakukan yang terdiri dari :2-4 A. Observasi Pasien sudah dapat diobservasi sejak pasien memasuki ruangan untuk melihat apakah pasien berjalan sendiri atau dengan bantuan, apakah pasien harus meraba-raba benda disekitarnya atau dapat dengan mudah menemukan pintu masuk. Penggunaan kacamata atau menurunkan kepala dapat mengindikasikan sensitivitas terhadap cahaya, walaupun posis kepala dapat dipengaruhi oleh atritis. Tanda lainnya yang dapat dievaluasi adalah kesulitan dalam memegang benda atau tremor. Kebanyakan pasien low vision usia tua mungkin datang dengan kerabat atau pengasuh. Kesimpulan dari observasi meliputi: 1.) Mobilitas 2.) Fiksasi 3.) Postur 4.) Fisiologi pasien
Siap menerima pelayanan
Termotivasi atau depresi
9
B. Interview dan Anamnesis Riwayat Pemeriksaan low vision dapat dimulai dengan anamnesa yang lengkap. Mengidentifikasi pasien-pasien tersebut dan mencatat alamat mereka penting di dalam pencegahan, terapi medis dan pembedahan. Pasien-pasien harus ditanyai mengenai sifat, lama dan kecepatan gangguan penglihatan. Aktivitas-aktivitas sehari-hari yang tidak dapat dilakukan harus dibahas secara spesifik. Gejala awal dari penderita ini biasanya yang bersangkutan mengalami kesulitan untuk :7,8 1. Mengenali wajah teman dan orang di sekitarnya. 2. Membaca, memasak, menjahit dan mengenal alat-alat di sekitarnya. 3. Melakukan aktivitas di rumah dengan penerangan yang redup. 4. Membaca rambu-rambu lalu-lintas, bis dan nama toko. 5. Memilih dan mencocokkan warna baju Interview penting dilakukan untuk mengetahui status emosi dan kebutuhan pasien. Interview meliputi informasi umum mengenai demografik, interaksi dengan keluarga, dan status perkawinan, dilanjutkan dengan riwayat penyakit ocular, penyakit sistemik, status edukasi, status finansial, riwayat kemampuan menjalankan tugasa sehari-hari, serta ada tidaknya masalah pasien dalam mentoleransi cahaya maupun ketidakmampuan saat melihat dalam cahaya gelap. C. Pemeriksaan Ketajaman Visual dan Refraksi Merupakan uji yang pertama di dalam penilaian fungsi penglihatan. Ketajaman penglihatan menunjukkan pengenalan gambaran yang berbeda dengan kemampuan pengenalan benda. Aktivitas sehari-hari sering membutuhkan pengenalan detil seperti pengenalan wajah dan mengidentifikasi uang. Untuk
pemeriksaan
pasien low
vision, snellen chart sering
tidak memuaskan
sehingga tidak dijadikan standar pengukuran tetapi dianjurkan menggunakan The Early Treatment Retinopaty Charts (ETDRS), colenbrander 1-m chart, Bailey-Lovie Chart, LEA chart.
10
Gambar 2. LEA chart.
Dalam melakukan pemeriksaan pada pasien low vision, pasien seharusnya melihat optotipe terkecil. Pasien harus mempertahankan pandangan target dari titik fiksasi dengan perubahan pada tiap lensa. Setelah refraksi jauh, refraksi dekat di mulai. Cara ini merupakan bagian penting dari setiap penilaian refraksi low vision. 6 Salah satu pendekatan untuk menghitung penambahan koreksi untuk membaca dengan menghitung dari ketajaman snellen reciprocal. Kesten Baun adalah yang pertama kali mengusulkan metoda ini. Rumusannya menyatakan bahwa kekuatan dioptri untuk membaca cetakan tipe 5 jaeger sama dengan reciprocal ketajaman penglihatan jauh. Pada keadaaan ini, denominator dibagi oleh numerator dan menghasilkan penambahan prediksi yang dapat membuat pasien membaca tulisan biasa. Sebagai contoh, jika pasien memiliki penglihatan 20/200, 200:20 akan sama dengan 10D penambahan acaan. Jika pasien memiliki penglihatan 10/200, kemudian penambahan dioptri membaca akan menjadi 20D, yang dihasilkan dengan membagi 200 dengan 10.6
D. Pemeriksaan Lapangan pandang
11
Pemeriksaan lapang pandang merupakan pemeriksaan yang penting untuk diagnostic dan skrining pasein-pasien dengan glaucoma, retinitis pigmentosa, dan banyak penyakit neurologis, untuk membantu dalam menentukan adanya kehilangan lapang pandang. Beberapa contoh pemeriksaan lapangan pandang antara lain tes konfrontasi dan tangent screen test, serta pemeriksaan amsler grid.4
Gambar.3 Tes Konfrontasi, Tangent Screen test & Amsler Grid
E. Pemeriksaan Sensivitas Kontras Sensitivitas kontras merupakan kemampuan mendeteksi benda pada kontras yang rendah.Pasien akan mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari seperti mengendarai kendaraan di saat hujan atau kabut, menuruni tangga, menuangkan susu kedalam mangkuk putih. Pembesaran dilakukan bila tidak dapat mengenal huruf dengan kontras tinggi saat membaca. Penurunan sensitivitas kontras sering ditemukan pada pasien dengan edema makula. Pelli-Robson chart dan LEA low –contrast chart memberikan huruf-huruf atau symbolsimbol yang besar dengan penurunan kontras. Alternatif lain yaitu Bailey-Lovie chart.4,6
Gambar 4. Bailey-Lovie Chart
12
Sensitivitas kontras dapat dinilai baik secara monokular maupun binokular dengan vistech Contrast Sensitivity Vision Test. Hilangnya sasaran frekuensi tinggi dan sedang adalah tanda kesulitan membaca tulisan dengan alat bantu optis untuk low vision.(7) Pemeriksaan sensitivitas kontras dilakukan untuk membantu dalam pemeriksaan penglihatan fungsional pasien low vision.6 Sensitivitas kontras pada indikator fungsi penglihatan merupakan tes ketajaman kontras tinggi. Kemampuan untuk melakukan tugas seperti membaca dapat mengalami penurunan besar pada keadaan adanya penurunan sensitivias kontras.4
Gambar 5. Tes Penglihatan Kontras
Tes lainnya yang diperlukan untuk pasien low vision adalah tes buta warna dan tes sensitivitas glare. Tes buta warna dilakukan untuk melihat anomaly pada penglihatan warna. Gangguan pada penglihatan warna berefek pada pekerjaan sehari-hari, keperluan edukasi dan mobilisasi. Sedangkan pemeriksaan sensitivitas glare perlu karena adanya glare dapat menyebabkan penurunan fungsi visual akibat penyebaran cahaya yang masuk ke dalam mata sehingga menurunkan kemampuan mendapatkan bayangan yang baik pada retina.
2.8. Alat bantu Low Vision Pemberian alat bantu Low vision bertujuan untuk memaksimalkan sisa penglihatan pasien secara efektif dan efisien sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien. Alat bantu terdiri atas banyak ragam, namun memiliki prinsip yang sama yaitu pembesaran untuk
13
membantu melihat objek. Secara umum terbagi dua macam, yaitu alat bantu optik dan non optik5,6,7,9 2.8.1 Alat Bantu Optik Prinsip utama alat bantu optik low vision adalah :6,7,9 1. Relative distance magnification : Membawa objek lebih dekat ke mata ( mengurangi jarak baca) menyebabkan pembesaran proporsional dari bayangan di retina. 2. Relative Size magnification : Memperbesar ukuran fisikal dari objek. 3. Angular Magnification : Menggunakan system optikal seperti teleskop dan magnifier 4. Electronic magnification : Memperbesar objek yang dicapai dengan memproyeksikan objek pada layar seperti film atau slides Kacamata dekat (membaca). Dua cara paling sederhana untuk mendapatkan gambar adalah membawa objek lebih dekat ke mata. Cara ini memerlukan akomodasi atau penambahan lensa yang memiliki fokus tepat, memendekkan jarak. Jumlah penambahan yang diperlukan tergantung pada kemampuan akomodasi pasien (yang menurun oleh penuaan) dan memerlukan jarak membaca. 2-4 Penambahan Lensa. Meskipun penambahan hingga +3.50 D tersedia, pasien mengalami kesulitan dengan daerah bifokal kecil pada lensa ini, khususnya jika mereka memiringkan kepala atau memiliki posisi mata eksentrik. 5,6 Kacamata separuh mata prismatik sudah tersedia di pasaran dari +4D sampai +14 D dengan prisma yang tepat yang telah dipadukan dengan sphere. Jika fusi sulit untuk pasien, pemberian lensa yang dibuat penyesuaian dengan base dalam prisma lebih. Kacamata prisma yang tersedia di pasaran tidak mahal dan sesuai untuk pasien dengan ametropia, dengan astigmatisma minimal dan binokular lebih baik daripada fungsi monokular. Lensa tipis indeks tinggi dengan bingkai yang dapat disesuaikan bertujuan untuk kosmetik tetapi lebih mahal. Kacamata yang disesuaikan dengan koreksi astigmatisa untuk tiap mata juga dapat dibuat. Bingkai kacamata separuh mata sesuai untuk pasien dengan ametropia, karena pasien dapat melihat diatas bingkai untuk melihat pada jarak dan menggunakan kacamata baca untuk melihat dekat. 5 14
Kacamata aspheric menurunkan distorsi lentikular bila penambahan kekuatan lebih tinggi diperlukan untuk tugas dekat. Sudah tersedia dipasaran dari +6D sampai +20D dan sangat penting menambahkan monokular. Pemendekkan jarak kerja pada lensa ini membuat meerka lebih sulit untuk dipakai, memerlukan pasien untuk menerima instruksi dan pelatihan yang tepat5 Keuntungan. Bantuan kacamata sangat sesuai dan secara kosmetik dapat diterima dan memberikan fungsi bebas tangan untuk tugas kisaran jauh. Alat ini dapat membeirkan penglihatan lebih besar dan dapat melihat dengan kecepatan yang lebih tinggi daripada alat dari kategori lain. Penglihatan binokular mungkin mencapai +12 D ditambahkan pada prisma. Kerugian. Penambahan kacamata tinggi memerlukan pemendekkan jarak kerja yang dapat menghalangi cahaya dan membuat tugas seperti menulis menjadi sulit. Susah untuk tugas membaca dekat (misalnya melihat harga saat membeli) karena harus dipasangkan dan dilepaskan dan tidak dapat dipakai saat berjalan meskipun dalam bingkai separuh mata.5,6 Hand magnifiers merupakan alat bantu low vision yang paling familiar, alat ini nyaman, banyak ragamnya, mudah di dapat namun seringkali tidak digunakan secara tepat. Ringan serta perawatannya mudah. Kekuatan yang sering di berikan berkisar antara +5 dioptri dan +20 dioptri, semakin besar nilai pembesarannya maka lapang pandang akan semakin sempit, sehingga dapat menyulitkan pasien untuk mempertahankan focus.
Gambar 6. Hand magnifiers
15
Gambar 7. Hand magnifier dengan lampu
Gambar 8. Pasien menggunakan hand magnifier
Jarak antara objek dan lensa merupakan hal yang penting dalam system pembesaran. Umumnya penderita gangguan penglihatan adalah usia lanjut dan mengalamitremor sehingga tidak dapat memegang kaca pembesar dengan stabil dan dalam waktu lama.9,10 Stand magnifiers , merupakan alat bantu low vision yang cocok untuk pasien dengan usia lanjut. Kelebihannya yaitu jarak antara objek dan lenda mudah di atur, pencahayaannya dapat di gabung dengan lensa dan harga terjangkau. Adapun kekurangannya adalah pada kaca pembesar dengan kekuatan rendah ukuran kaca menjdai besar dan memerlukan koordinasi tangan yang baik.
16
Gambar 9. stand magnifier
Spectacle magnifiers merupakan kacamata dengan lensa yang memiliki kekuatan lebih dari 4 dioptri. Penggunaannya untuk membaca, menulis, dan melihat objek dalam jarak yang dekat. Kelebihannya yaitu tangan dapat bebas memegang objek, lapang panddang lebih luas. Kekurangnya diantaranya semakin besar addisi semakin dekat jarak membacanya, jarak membaca yang terlalu dekat menyebabkan mata lebih cepat lelah.
Gambar 10. Pasien low vision dengan penggunaan spectacle magnifiers
Teleskop, mempunyai fungsi untuk memperbesar ukuran objek pada jarak jauh dan membuatnya menjadi terlihat dekat dari pasien, umunya digunakan untuk melihat tanda, mengenali orang dan membaca dari jarak jauh. Teleskop mempunyai kelebihan adalah merupakan satu-satunya alat bantu optik yang dapat membantu melihat jauh dan dapat digunakan untuk kegiatan belajar di sekolah. Kekurangannya yaitu keterbatasan lapang pandang, untuk memfokuskan objek memerlukan koordinasi tangan-mata dan harga relatif mahal9,10 17
Gambar 11. Teleskop tersedia dalam bentuk monokular dan binokular, dimana dapat dipegang atau ditempatkan pada kepala.
-
Gambar 12. Pasien menggunakan teleskop untuk membaca
Teleskop yang baru dikembangkan adalah teleskop biotik yang memiliki kelebihan dalam hal mobilitas, diletakkan pada kacamata penderita low vision dan digunakan pada saat pasien melihat jauh dengan cara menunrukan pandangan sehingga teleskop sejajar dengan mata. Contoh pembesaran yang ada 1.7x, 2.2x, 3x, 4x. Teleskop bioptik dapat digunakan pada penderita low vision untuk mengemudi, di bantu dengan pelatihan khusus dan alat bantu navigasi elektronik.8,10
Gambar 13. Pasien dengan teleskop bioptik 18
2.8.2 Alat Bantu Non Optik Selain dengan sistem lensa optik, alat bantu lain dapat digunakan bagi penderita low vision. Prinsip penggunaannya adalah membuat objek terlihat lebih besar, lebih terang, dan lebih hitam atau membuat lebih dekat, lebih berwarna dan lebih kontras. Fungsinya adalah untuk meningkatkan visibilitas bayangan pada retina dan mengoptimalkan fungsi kaca pembesar.8,9
Gambar 14. Berbagai macam objek yang berukuran besar seperti telepon , jam dan permainan
Banyak alat tersedia untuk memfasilitasi aktivitas sehari-hari pasien dengan low vision. Banyak program rehabilitasi penglihatan atau pusat rehabilitasi penglihatan mengenali kebutuhan khusus pasien low vision.8,10
Gambar 15. Various large print materials
Contoh dari alat bantu non optik untuk low vision adalah: lampu baca, dudukan membaca, petunjuk menulis, petunjuk membaca, buku dan kertas dan garis tebal, pena dengan tinta tebal berwarna hitam. Saat ini juga tersedia alat bantu low vision dalam bentuk perangkat CCTV (closed-circuit television) sering diartikan sebagai EVES (electronic vision enchancement systems) dikarenakan terdapat hubungan langsung antara kabel sistem kamera dengan layar monitor. Terdiri dari kamera untuk menangkap gambar pada objek untuk dilihat (misalnya tulisan teks, photo) dan monitor untuk melihat material untuk orang dengan low vision. Gambar dapat diproses untuk diperbesar, meningkatkan kecerahan, memperbaiki kontras atau meningkatkan warna, dengan cara yang sama gambar pada televisi dapat disesuaikan 19
Gambar 16. Low Vision CCTV
Video magnifiers merupakan suatu system CCTV yang menggunakan kamera video yang dapat di bawa dan gambarnya dapat di tampilkan ke monitor video, televisi maupun monitor computer. Kamera ini dapat melakukan pembesaran objek yang beragam dengan focus dan jarak kerja antara objek dan kamera yang dapat disesuaikan.
Gambar 17. video magnifier
Kunci keberhasilan penatalaksanaan pasien low vision adalah instruksi pasien yang benar. Peresepan lensa tanpa instruksi yang jelas hanya berhasil pada 50% kasus, sedangkan dengan instruksi angka keberhasilannya meningkat sampai 90%.(3,8)Pasien menggunakan
alat
di
bawah
pengawasan
seorang
instruktur
terlatih
sampai
tercapai kecakapan dan efikasi. Dilakukan pembahasan tentang mekanika alat-alat bantu, semua pertanyaan pasien dijawab, tujuan pemakaian alat diperjelas dan pasien diberi cukup waktu dalam keadaan tenang untuk mencoba ketrampilan yang baru mereka peroleh. Hal ini mungkin berlangsung dalam satu sesi atau lebih karena sebagian pasien memerlukan percobaan pemakaian alat bantu di rumah atau pekerjaan sebelum mereka yakin. Peresepan
alat
bantu
low
vision
mengharuskan
dokter
dan
instruktur
memahami bagaimana gejala penyakit dan ketajaman penglihatan mempengaruhi indikasi pemakaian kacamata, lensa kontak, teleskop, lensa intraokular dan alat-alat bantu low vision.(7)Kemajuan pasien ditinjau setelah dua sampai tiga minggu. 7,8 20
Aktifitas
Alat Bantu Optik
Alat Bantu Non-Optik
Berbelanja Menyusun makanan kecil
Kaca pembesar Kacamata bifokal
Cahaya,petunjuk warna Petunjuk warna,penyimpanan konstan
Makan di luar Membedakan uang
Kaca pembesar Kacamata bifocal,kaca
Senter,lampu meja Susun dalam kompartemen-
Pembesar Kacamata berkekuatan
Kompartemen Cahaya,tulisan berkontras tinggi,tulisan
tinggi, kacamata bifocal, kaca pembegsar, kaca
berukuran besar
pembesar berdiri, CCTV Menulis
Kaca
pembesar
sedang,
teleskop
Cahaya,pena berujung besar,tinta hitam
Menelpon
yang dapat Kaca pembesar difokuskan,CCTV
Menyeberang Mencari tanda taksi & bis Menbaca label obat Membaca huruf di
Teleskop Teleskop Kaca pembesar Kaca pembesar
Tongkat,menanyakan dengan tulisan tangan arah
Kompor Menyesuaikan termostat Menggunakan komputer
Kaca pembesar Kacamata
Model dengan huruf berukuran besar Warna kontras,program dengan huruf
Membaca tanda Menonton pertandingan
Kacamata Teleskop
Bergerak berukuranlebih besardekat Duduk dibarisan depan
Huruf telepon berukuran besar,catatan
Kode warna,huruf berukuran besar Kode warna
olah raga Tabel 6 . Aktivitas sehari-hari yang sangat terganggu akibat low vision dan saran alat-alat bantu yang sesuai7
Kelompok konseling dan kelompok dukungan Pasien low vision memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup dan emosional, juga terhadap keluarganya. Pasien dengan low vision mengalami ketakutan, isolasi, marah dan depresi karena kehilangan kebebasannya. Pasien-pasien tersebut berisiko tinggi mengalami jatuh, cedera, kesalahan pengobatan, penurunan nutrisi, isolasi sosial dan depresi pada angka tinggi daripada yang dilaporkan untuk setiap proses penyakit lain. Konseling psikologis dan kelompok dukungan dapat menjadi bagian dari tim rehabilitasi untuk menolong pasien dan keluarga mereka7 21
BAB III KESIMPULAN Low vision mengindikasikan suatu keadaan dimana seseorang tidak buta namun penglihatannya kurang dari orang normal, dimana adanya penurunan tajam penglihatan pada seorang individu setelah pemberian koreksi optik terbaik yang dapat dilakukan yang diakibatkan oleh suatu penyakit ocular yang tidak tertangani. Keadaan ini mempengaruhi aspek kehidupan individu termasuk kehidupan di rumah, tempat kerja dan di komunitas. Masalah ini dapat mempengaruhi keadaan psikis dan sosio ekonomi pasien. Penderita low vision memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut : menulis dan membaca dalam jarak dekat, hanya dapat membaca huruf berukuran besar, memicingkan mata atau mengerutkan dahi ketika melihat di bawah cahaya yang terang, terlihat tidak menatap lurus ke depan ketika memandang sesuatu, kondisi mata tampak lain, misalnya terlihat berkabut atau berwarna putih padabagian luar. Pemeriksaan low vision yang komperhensif diperlukan dalam menetapkan status penglihatan pasien. Penanganan low vision dan rehabilitasi visual pasien yang sesuai meningkatkan kemungkinan pasien dengan low vision menjalankan kehidupan fungsionalnya secara lebih efektif baik di rumah, kantor maupun sekolah dan komunitas yang lebih luas, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien
22
DAFTAR PUSTAKA 1. Survei Kesehatan Indera Penglihatan Tahun 1993-1996. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta; 1997.
2. World Health Organization. Global data on visual impairment 2010. WHO Fact Sheet No. 282. hp://www.who.int/about/regions/en/index.htmlMay 2009, 2012. 3. Dargent-Molina P, Favier F, Grandjean H, Baudoin C, Schott AM, Hausherr E, et al. Fallrelated factors and risk of hip fracture: the EPIDOS prospective study. Lancet 1996;348:145-9. 4. Freeman KF et al. Optometric clinical practice guideline:Care of the patient with visual impairment (Low vision rehabilitation). AOA.2007;p2-36 5. Saw SM, Husain R, Gazzard GM. Causes of low vision and blindness in rural Indonesia.Br J Ophthalmol. 2003: p1075–1078. 6. American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course Section 3 ; Clinical Optics. San Francisco: The Foundation of the American Academy of Ophthalmology,2011-2012.p285-290 7. Rumney CJ. Wolffsohn. Stand Magnifier, Spectacle Magnifier, Electronic Vision Enhancement systems. In: Low Vision Manual. Elsevier.2007.p257-90 8. Wolffsohn JS. Peterson RC. A review of current knowledge on Electronic Vision Enhancement Systems for the visually impaired.Ophthal. Physiol. Opt. 2003 Vol.23.p35–4 9. Anonim. Bioptic Telescope. accessed: http:/html/CatalogPDFs/BiopticTel.pdf 10. Wolffsohn JS, Peterson RC. Electronic vision enhancement systems (EVES). Ophthal Physiol.Opt. 2003
23