Titrasi Iodimetri
Iodimetri Dengan I2 Sebagai Titran
A. Pengertian Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja. Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II) . Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri). Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida . Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I 2 sebagai penitar. Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat – zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium – iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung disebut
iodimetri, dimana digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktorreduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya. Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan menggunakan iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu (2); a. Iodimetri metode langsung, bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku Iodium.
Contohnya pada penetapan kadar Asam Askorbat.
b. Iodimetri metode residual ( titrasi balik), bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Natrium Bisulfit. Dalam titrasi iodimetri, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksidasi, namun dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi yang dititrasi langsung dengan iodin. Karena itu jumlah dari penentuan-penentuan iodimetrik adalah sedikit. Substansisubstansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin yaitu zat-zat dengan potensial reduksi yang jauh lebih rendah adalah tiosulfat, arsenik (III), antimon (III), sulfida, sulfit, timah (II) dan ferosianida, zat-zat ini bereaksi lengkap dan cepat dengan iod bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang agak lemah, misal arsen trivalen atau stibium trivalen, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau sangat sedikit asam, pada kondisi ini potensial reduksi dari zat pereduksi adalah minimum atau daya mereduksinya adalah maksimum. Iodium merupakan oksidator yang relatif lemah. Oksidasi potensial sistem yodium yodida ini dapat dituliskan sebagai reaksi berikut ini : I2 + 2 e- 2 I- Eo = + 0,535 vol
B. Iodimetri dengan I2 sebagai Titran Metode titrasi iodimetri adalah titrasi redoks yang menggunakan larutan standar iodium sebagai titran dalam suasana netral atau sedikit asam. Titrasi ini diebut juga dengan titrasi langsung karena dalam proses titrasi ini I 2 berfungsi sebagai pereaksi. Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor, sebab bila suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron ), maka harus ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap electron), jadi tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun reduktor saja. Dalam metoda analisis ini , analat dioksidasikan oleh I2 , sehingga I2 tereduksi menjadi ion iodida : A ( Reduktor ) + I2 →
A ( Teroksidasi ) + 2 I -
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah) , sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir penitaran . I2 + 2 e - → 2 ILarutan
I2
dibuat
dengan
melarutkan
I2
murni
selanjutnya
distandarisasi dengan Na-tiosulfat.I2 merupakan oksidator yang bersifat moderat, maka jumlah zat yang dapat ditentukan secara iodimetri sangat terbatas, beberapa contoh zat yang sering ditentukan secara iodimetri adalah H2S, ion sulfite, Sn2+, As3+ atau N2H4. Akan tetapi karena sifatnya yang moderat ini maka titrasi dengan I2 bersifat lebih selektif dibandingkan dengan titrasi yang menggunakan titrant oksidator kuat.
Pada umumnya larutan I2 distandarisasi dengan menggunakan standar primer As2O3, As2O3 dilarutkan dalam natrium hidroksida dan kemudian dinetralkan dengan penambahan asam. Disebabkan kelarutan iodine dalam air nilainya kecil maka larutan I2 dibuat dengan melarutkan I2 dalam larutan KI, dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai untuk titrasi adalah larutan I3-.
Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah sampai basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoiodat.
C. Indikator dalam Iodimetri Pada titrasi iodimetri ini dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah sampai basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoiodat.
I2 + 2OH- <-> IO3- + I- + H2O
Sedangkan pada keadaan asam kuat maka biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Indikator yang digunakan pada titrasi iodimetri dan iodometri adalah larutan kanji .Kanji atau pati disebut juga amilum yang terbagi menjadi dua yaitu: Amilosa (1,4) atau disebut b-Amilosa dan Amilopektin (1,4) ; (1,6) disebut a-Amilosa. Namun untuk indicator, lebih lazim digunakan larutan kanji, karena warna biru tua kompleks pati – iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida. Molekul iod diukat pada permukaan beta amilosa, suatu konstituen kanji. Indikator kanji yang dipakai adalah amilosa, karena jika dipakai amilopektin, maka akan membentuk kompleks kemerah-merahan (violet) dengan iodium, yang sulit dihilangkan warnanya karena rangkaiannya yang panjang dan bercabang dengan Mr= 50.000 – 1.000.000. Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi. Namun, pada percobaan iodimetri kali ini kita menggunakan larutan kanji sebagai indikator. Kanji bereaksi dengan iod, dengan adanya iodida membentuk suatu kompleks yang berwarna biru kuat,
yang akan terlihat pada konsentrasikonsentrasi iod yang sangat rendah. Kepekaan reaksi warna ini adalah sedemikian rupa sehingga warna biru akan terlihat bila konsentrasi iod adalah 2 x 10-5 M dan konsentrasi iodida lebih besar daripada 4 x 10-4 M pada 20oC. Kepekaan warna berkurang dengan naiknya temperatur larutan. Kanji tidak dapat digunakan dalam medium yang sangat asam karena akan terjadi hidrolisis pada kanji itu sendiri. Keunggulan pada pemakaian kanji ini yaitu bahwa harganya murah, namun terdapat kelemahan-kelemahan yaitu sebagai berikut : (i) bersifat tidak dapat larut dalam air dingin; (ii) ketidak stabilan suspensinya dalam air; (iii) dengan iod memberi suatu kompleks yang tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi (karena itu, dalam titrasiiod larutan kanji hendaknya tak ditambahkan sampai tepat sebelu m titik akhir, ketika warna mulai memudar). Iodida pada konsentrasi < 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi
amilum yang
dipakai sebagai indikator akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I 2 dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam.
4I- + O2 + 4H+ -> 2I2 + 2H2O
Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indicator dimana titik akhir titrasi diketahui dengan terjadinya kompleks amilum-I2 yang berwarna biru tua. Beberapa reaksi penentuan denga iodimetri ditulis dalam reaksi berikut: H2S + I2 -> S + 2I- + 2H+
SO32- + I2 + H2O -> SO42- + 2I- + 2H+
Sn2+ + I2 -> Sn4+ + 2I-
H2AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+
D. Penentuan Titik Akhir Titrasi Iodimetri
Seperti yang telah kita ketahui bahwa titik akhir titrasi (TAT) redoks dapat dilakukan dengan megukur potensial larutan dan dengan menggunakan indikator. Penentuan titik akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang bebas. TAT dengan mengukur potensial memerlukan peralatan yang agak lebih banyak deperti penyediaan voltameter dan elektroda khusus, dan kemudian diikuti dengan pembuatan kurva titrasi redoks maka dengan alasan kemudahan dan efisiensi maka TAT dengan menggunakan indikator yang lebih banyak untuk diaplikasikan
E. Peranan Iodimetri dalam bidang farmasi Dalam Farmakope Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar obat – obatan.
Salah satu contohnya adalah untuk
menetapkan kadar asam askorbat atau vitamin C, natrium askorbat, metampiron (antalgin), serta natrium tiosulfat dan sediaan injeksinya.
Aplikasi Titrasi Dalam Bidang Farmasi
Obat ( Vitamin C, Asetosal, Antalgin ) 1.
Untuk memberikan informasi dan penjelasan mengenai Vitamin C, Asetosal,
dan Antalgin. 2. Untuk mengetahui prinsip analisis Vitamin C, Asetosal, dan Antalgin. 3. Untuk mengetahui cara melakukan analisis Vitamin C, Asetosal, dan Antalgin dengan berbagai metoda dan mampu mengaplikasikannya. 4. Untuk mengetahui kadar Vitamin C, Asetosal, dan Antalgin dalam sample. 5. Untuk mengetahui kecocokan kadar Vitamin C, Asetosal, Antalgin dalam sample
dengan
SNI
yang
ada.
Obat Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional. Obat dapat diklasifikasikan dalam banyak cara, atas dasar mekanisme aksi, efek dan status (legal atau tidak legal), di antaranya adalah sebagai berikut : •
Analgesik,
o
obat
pembunuh
Non-NSAID
rasa
sakit
antipiretik
Acetaminophen ( juga dikenal dengan parasetamol, atas atas nama dagang Tilenol), yang dapat menyebabkan masalah lever bila digunakan secara kronik o
NSAIDS Aspirin
atau ASA (acetylsalicylic
acid),
yang
juga
antipiretik
Ibuprofen (juga dikenal dengan nama dagang: Advil, Motrin, Nuprin and Brufen)
o Opioids, narkotik pembunuh rasa sakit yang kuat dan membuat ketagihan yang juga digunakan sebagai obat rekreasi karena efek euphoriknya.
Opiates
Morphine
Codeine
Sintetik
dan
setengah
-
sintetik
opioids
Heroin
Oxycodone
Vicodin
Demerol
Darvocet
Tramadol
Fentanyl
• Obat rekreasi biasanya digunakan untuk mengubah emosi atau fungsi tubuh untuk
rekreasi
.
o
Alcohol
o
Nicotine
o
Caffeine
o Hallucinogens (including LSD, Magic mushrooms and Dissociative drug) o
Cannabis
o
MDMA
o
GHB
o
Heroin
o
Cocaine
o
Inhalant
•
Entheogenic
untuk
o
membuat
rasa
mistik
atau
shamanistic
Magic
mushrooms
o
Peyote
o
Ayahuasca
o
Amanita
muscaria
o
Salvia
divinorum
o • o
Datura Obat
peningkatan
performa
(untuk
olahraga
atau
perang). Amphetamine
o
Ephedrine
o
Cocaine
o
Anabolic
steroids
• Obat gaya hidup digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup o
Viagra
o
Rogaine
o
Antidepressant
•
Obat
o
Psychiatric Antidepressants
Prozac
Paxil
o
Tranquilizers Typical
antipsychotic
tranquilizers
Thorazine Atypical
antipsychotic
o
tranquilizers
Sedative
Valium
•
Obat
tradisional
Vitamin
C
Vitamin C adalah salah satu jenis vitamin yang larut dalam air dan memiliki peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat dengan rumus molekul C6H8O6 . Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan yang mampu
menangkal
berbagai
radikal
bebas
ekstraselular.
Beberapa
karakteristiknya antara lain sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam. Buah-buahan, seperti jeruk, merupakan sumber utama vitamin ini. Berikut
rumus
struktur
vitamin
C
:
Asam askorbat atau lebih dikenal dengan nama vitamin C adalah vitamin untuk jenis primat tetapi tidak merupakan vitamin bagi hewan-hewan lain. Asam askorbat adalah suatu reduktor kuat. Bentuk teroksidasinya, asam dehidroaskorbat, mudah direduksi lagi dengan berbagai reduktor seperti glutation (GSH). Peranan asam askorbat sebagai koenzim belum dapat
dipastikan karena asam ini tidak dapat berikatan dengan protein yang manapun (Sulaiman,
1995).
Asam askorbat ikut berperan pada kerja enzim-enzim prolil dan lisil hidrolakse serta pehidroksifenil-piruvat oksidase, dan pada pembentukan nondrenalin. Kebutuhan orang dewasa 60 mg lebih banyak dalm laktasi, 35 – 45 mg untuk bayi dan anak-anak. Peningkatan kebutuhan dapat terjadi karena stress
(Robert,
1977).
Walaupun asam askorbat pasti banyak diperlukan pada metabolisme, ia dapat disintesis pada berbagai tumbuh-tumbuhan dan pada semua binatang yang diselidiki kecuali manusia dan primata lainnya dan marmut. Jalan dimengerti bahwa sistem pemindahan hidrogen peranan vitamin dalam system yaitu oksidasi tirosin. Salah satu reaksi analitik dipakai untuk vitamin c adalah reduksi kuantitatif zat warna. Vitamin c sangat mudah dirusak oleh pemanasan, karena ia mudah dioksidasi. Dapat juga hilang dalam jumlah yang banyak pada waktu mencincang sayur-sayuran seperti kol atau pada menumbuk Vitamin
kentang C
dapat
1.
Pemanasan,
2.
Pencucian
3.
Adanya
hilang
yang
karena
menyebabkan
sayuran alkali
(Harper,
setelah atau
1979). hal-hal
rusak/berbahayanya
dipotong-potong
suasana
seperti:
basa
terlebih
selama
struktur dahulu
pengolahan
4. Membuka tempat berisi vitamin C, sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang tidak reversible. Penambahan tomat atau jeruk nipis dapat mengurangi kadar
vitamin
C
(Poedjiadi,
1994).
Di samping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar atau enzim oksidasi, serta oleh katalis lembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau suhu rendah. Buah yang masih muda (mentah) lebih banyak mengadung vitamin C. Semakin tua buah, semakin berkurang vitamin C-nya Peranan
(Prawirokusumo, vitamin
C
1994). dalam
tubuh
Vitamin C diperlukan untuk menjaga struktur kolagen, yaitu sejenis protein yang menghubungkan semua jaringan serabut, kulit, urat, tulang rawan, dan jaringan lain di tubuh manusia. Struktur kolagen yang baik dapat menyembuhkan patah tulang, memar, pendarahan kecil, dan luka ringan. Buah
jeruk, salah satu sumber vitamin C terbesar. Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan gusi berdarah, sariawan, nyeri otot atau gangguan syaraf. Kekurangan lebih lanjut mengakibatkan anemia, sering mengalami infeksi dan kulit kasar. Sementara kelebihan vitamin C dapat menyebabkan diare. Bila kelebihan vitamin C akibat penggunaan suplemen dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan batu ginjal, sedangkan bila kelebihan vitamin C yang berasal dari buah-buahan umumnya tidak menimbulkan efek samping. Vitamin ini mudah larut dalam air sehingga bila vitamin yang dikonsumsi melebihi yang dibutuhkan, kelebihan tersebut akan dibuang dalam urine. Karena tidak disimpan dalam tubuh, vitamin C sebaiknya dikonsumsi setiap hari. Dosis yang rata-rata dibutuhkan bagi orang dewasa adalah 60-90 mg/hari. Tapi bisa juga lebih tergantung kondisi tubuh dan daya tahan masing-masing orang
yang
berbeda-beda.
Batas
maksimum
vitamin
C
adalah
mengkonsumsi
yang
diizinkan
1000
untuk
mg/hari.
Vitamin C juga berperan penting dalam membantu penyerapan zat besi dan mempertajam kesadaran. Sebagai antioksidan, vitamin C mampu menetralkan radikal bebas di seluruh tubuh. Melalui pengaruh pencahar, vitamin ini juga dapat meningkatkan pembuangan feses atau kotoran. Vitamin C juga mampu menangkal nitrit penyebab kanker. Penelitian di Institut Teknologi Massachusetts menemukan, pembentukan nitrosamin (hasil akhir pencernaan bahan makanan yang mengandung nitrit) dalam tubuh sejumlah mahasiswa yang diberi vitamin C berkurang sampai 81%, hasil ini masih dipertanyakan, tetapi pada penelitian terbaru kelebihan dosis vitaminC justru menyebabkan perubahan
sel
yang
bisa
mengakibatkan
kanker.
Hipoaskorbemia (defisiensi asam askorbat) bisa berakibat keadaan pecahpecah di lidah scorbut, baik di mulut maupun perut, kulit kasar, gusi tidak sehat sehingga gigi mudah goyah dan lepas, perdarahan di bawah kulit (sekitar mata dan gusi), cepat lelah, otot lemah dan depresi. Di samping itu, asam askorbat juga berkorelasi dengan masalah kesehatan lain, seperti kolestrol tinggi,
sakit
jantung,
artritis
(radang
sendi),
dan
pilek.
Makanan yang mengandung vitamin C umumnya adalah buah-buahan dan sayuran. Buah yang mengandung vitamin C tidak selalu berwarna kuning, misalnya pada jambu biji yang merupakan buah dengan kandungan vitamin C paling tinggi yang dapat kita konsumsi. Bahkan, pada beberapa buah, kulitnya
mengandung vitamin C lebih tinggi daripada buahnya. Misalnya pada kulit buah apel dan jeruk walaupun tidak semua kulit buah bisa dimakan. Untuk mengetahui kandungan vitamin C pada buah, berikut adalah tabel kandungan pada buah-buah yang umum kita temui dalam 100 gram. Buah
Kandungan
Vitamin
(mg/100
C gr)
Jambu
Biji
183
Kiwi 100 Kelengkeng
84
Pepaya
62
Jeruk
53
Melon
42
Anggur
34
Jeruk
Mandarin
31
Buah
Sukun
29
Mangga
28
Nanas
15
Pisang
9
Iodin dan iodium pada vitamin C digunakan sebagai indicator vitamin C, berperan penting dalam hidroksilisin prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin yang merupakan bahan pembentuk kolagen. Vitamin C merupakan reduktor kuat dan penentuannya dapat ditentukan dengan menggunakan titrasi yang digunakan adalah iodine berdasarkan sifat yang menentukannya. Indikator yang digunakan adalah amilum dengan standarisasi iodine yaitu 1 ml 0.01 N dan iodine ekivalen 0.8 asam askorbat (Poedjiadi, 1994). Sifat 1.
vitamin Dalam
C
bentuk
kristal
adalah: tidak
berwarna
2. Larut dalam air dan sedikit larut dalam asetat atau alkohol yang mempunyai berat 3. 4.
Stabil Merupakan
pada
pH
rendah
reduktoor
kuat
5.
Mudah
teroksidasi
Aspirin
(Asetosal)
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi
pandemik
flu
di
berbagai
wilayah
dunia.
Bayer meupakan perusahaan pertama yang berhasil menciptakan senyawa aspirin (asam asetilsalisilat). Ide untuk memodifikasi senyawa asam salisilat dilatarbelakangi oleh banyaknya efek negatif dari senyawa ini. Pada tahun 1945, Arthur Eichengrun dari perusahaan Bayer mengemukakan idenya untuk menambahkan gugus asetil dari senyawa asam salisilat untuk mengurangi efek negatif sekaligus meningkatkan efisiensi dan toleransinya.[6] Pada tahun 1897, Felix Hoffman berhasil melanjutkan gagasan tersebut dan menciptakan senyawa asam asetilsalisilat yang kemudian umum dikenal dengan istilah aspirin.
Aspirin
A spir
merupakan
: :
nama
spiraea
:
in
:
suku
dari:
Gugus bunga
kata
untuk
akronim
tersebut
tambahan zat
yang pada
asetil
dalam
bahasa
sering
kali
masa
Latin digunakan tersebut.
Aspirin adalah zat sintetik pertama di dunia dan penyebab utama perkembangan industri farmateutikal. Bayer mendaftarkan aspirin sebagai merek dagang pada 6 Maret 1899. Felix Hoffmann bukanlah orang pertama yang berusaha untuk menciptakan senyawa aspirin ini. Sebelumnya pada tahun 1853, seorang ilmuwan Perancis bernama Frederick Gerhardt telah mencoba untuk menciptakan suatu senyawa baru dari gabungan asetil klorida dan
sodium
salisilat.[7]
Bayer kehilangan hak merek dagang setelah pasukan sekutu merampas dan menjual aset luar perusahaan tersebut setelah Perang Dunia Pertama. Di Amerika Serikat (AS), hak penggunaan nama aspirin telah dibeli oleh AS melalui Sterling Drug Inc., pada 1918. Walaupun masa patennya belum
berakhir, Bayer tidak berhasil menghalangi saingannya dari peniruan rumus kimia dan menggunakan nama aspirin. Akibatnya, Sterling gagal untuk menghalangi "Aspirin" dari penggunaan sebagai kata generik. Di negara lain seperti Kanada, "Aspirin" masih dianggap merek dagang yang dilindungi.
Aspirin
Aspirin Tatanama
IUPAC
asam
2-asetilbenzoat
Pengenal 50-78-2 A01AD05
Templat:ATC,
Templat:ATC
2244 APRD00264 Data
kimia
C9H8O4 180.157 cari 2-acetyloxybenzoic
g/mol di
eMolecules,
PubChem acid
acetylsalicylate acetylsalicylic
acid
O-acetylsalicylic
acid
Physical
data
1.40
g/cm³
135
°C
140
(275
°C
3
(284
°F)
°F)
mg/mL
(decomposes)
(20
°C)
Data
farmakokinetik
Rapidly
and
completely
absorbed
99.6% Hepatic 300–650
mg
dose:
3.1–3.2
h
1
g
dose:
5
h
2
g
dose:
9
h
Renal Pertimbangan
terapi
C(AU)
D(AS)
Unscheduled(AU)
GSL(Britania
Raya)
OTC(AS)
Most commonly oral, also rectal. Lysine acetylsalicylate may be given IV or IM
Awal mula penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi
senyawa
asam
asetilsalisilat
yang
dikenal
saat
ini.
Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman, replika tablet aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, Land der Ideen CARA
("Jerman,
negeri KERJA
berbagai
ide"). ASETOSAL
Asam asetil salisilat atau asetosal banyak dijumpai dalam berbagai nama paten, salah satunya yang terkenal adalah Aspirin. Seperti halnya obat-obat analgesik yang lain, ia bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin sendiri adalah suatu senyawa dalam tubuh yang merupakan mediator nyeri dan radang/inflamasi. Ia terbentuk dari asam arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX). Dengan penghambatan pada enzim COX, maka prostaglandin tidak terbentuk, dan
nyeri
atau
radang
pun
reda.
Prostaglandin juga merupakan senyawa yang mengganggu pengaturan suhu tubuh oleh hipotalamus sehingga menyebabkan demam. Hipotalamus sendiri merupakan bagian dari otak depan kita yang berfungsi sebagai semacam “termostat tubuh”, di mana di sana terdapat reseptor suhu yang disebut termoreseptor. Termoreseptor ini menjaga tubuh agar memiliki suhu normal, yaitu
36,5
–
37,5
derajat
Celcius.
Pada keadaan tubuh sakit karena infeksi atau cedera sehingga timbul radang, dilepaskanlah prostaglandin tadi sebagai hasil metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus, di mana hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini disebabkan karena termostat tadi menganggap bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang “setting” hipotalamus yang mengalami gangguan oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam. Karena itu, untuk bisa mengembalikan setting termostat menuju normal lagi, perlu menghilangkan prostaglandin tadi dengan obat-obat yang bisa
menghambat
Efek
sintesis
prostaglandin.
samping
asetosal
Selain memiliki efek utama sebagai obat anti radang dan turun panas, asetosal memiliki beberapa efek lain sebagai efek samping. Efek samping yang pertama adalah asetosal dapat mengencerkan darah. Karena asetosal bekerja secara cukup kuat pada enzim COX-1 yang mengkatalisis pembentukan tromboksan dari platelet, suatu keping darah yang terlibat dalam proses pembekuan
darah.
Penghambatan
sintesis
tromboksan
oleh
asetosal
menyebabkan berkurangnya efek pembekuan darah. Sehingga, asetosal bahkan dipakai sebagai obat pengencer darah pada pasien-pasien pasca stroke untuk mencegah serangan stroke akibat tersumbatnya pembuluh darah. Apa implikasinya? Karena dia memiliki efek pengencer darah, maka tentu tidak tepat jika digunakan sebagai obat turun panas pada demam karena demam berdarah. Efek samping yang kedua dari asetosal atau Aspirin, dan sering menimpa anak-anak, adalah terjadinya Sindrom Reye, suatu penyakit mematikan yang menganggu fungsi otak dan hati. Gejalanya berupa muntah tak terkendali, demam, mengigau dan tak sadar. Banyak studi telah menunjukkan adanya hubungan antara kejadian syndrome Reye pada anak-anak dengan penggunaan aspirin. Angka kejadiannya tidak terlalu banyak, tapi sekali terjadi akibatnya sangat fatal. Sehingga, aspirin direkomendasikan untuk tidak digunakan sebagai
turun
panas
pada
anak-anak.
Efek samping asetosal yang ketiga sama dengan obat analgesik golongan AINS
lainnya,
adalah
gangguan
lambung.
Antalgin Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit (analgetik) turunan NSAID, atau Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs. Umumnya, obat-obatan analgetik adalah golongan obat antiinflamasi (antipembengkakan), dan beberapa jenis obat golongan ini memiliki pula sifat antipiretik (penurun panas), sehingga dikategorikan sebagai analgetik-antipiretik. Golongan analgetik-antipiretik adalah golongan analgetik ringan. Contoh obat yang berada di golongan ini adalah parasetamol. Tetapi Antalgin lebih banyak sifat analgetiknya. Umumnya, cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter terentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal" nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang. Setiap obat harus diatur dosisnya, apapun itu, terutama jika menyangkut usia. Hal ini karena selain luas permukaan tubuh yang berbeda-beda, juga fungsi organ tubuh bisa jadi berbeda. Misalnya, fungsi organ tubuh anak-anak yang dalam usia perkembangan belum sesempurna orang dewasa, dan fungsi organ
tubuh manula bisa dikatakan sudah mengalami penurunan fungsi. Oleh karena itu terutama pada kedua golongan usia tersebut, anak-anak dan manula, dosisnya harus lebih diatur. Selain usia, pembagian dosis juga bisa berdasarkan berat badan, karena pada intinya, untuk bisa bekerja, obat harus berada di "site aktif"-nya, yang mungkin saja berada di hampir seluruh bagian tubuh, yang terjadi pada obat-obat berdosis besar (di atas 100mg per satu kali minum). Antalgin tidak boleh dikonsumsi oleh orang yang memiliki riwayat alergi terhadap obat-obat golongan NSAID seperti aspirin, parasetamol, dll. Karena pada umumnya obat golongan NSAID memiliki salah satu efek sebagai pengencer darah, maka pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan heparin atau obat-obatan pengencer darah lainnya, harus lebih berhati-hati, karena jika terjadi perdarahan, akan dapat mengakibatkan perdarahan yang lebih hebat. Untuk penderita sirosis hati, harus menggunakan dosis minimum jika mengkonsumsi antalgin. Dan pasien dengan gagal ginjal tidak direkomendasikan
mengkonsumsi
obat
ini.
Dalam farmakope Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar: asam askorbat (vitamin C); natrium askorbat; metamipiron(antalgin); serta
natrium
tiosulfat
dan
sedian
injeksinya
(Gholib,
2007).
Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. Perubahan warna yang terjadi pada larutan akan semakin jeals dengan penambahan indicator amilum/kanji ( Shevla, 1997). Mekanisme yang tepat dalam pembentukan kompleks berwarna tidak dketahui. Akan tetapi diduga bahwa molekul iodium ditahan pada permukaan β- amilosa (sebuah unsure dari kanji. Unsure kanji yang lain α- amilosa atau amilopektin, membentuk kompleks kemerah-merahan dengan iodium yang tidak mudah dihilangkan warnanya (
Day
dan
Underwood,
1989).
Berbagai cara dilakukan untuk menentukan kadar suatu obat, tergantung dari struktur kimia dan sifat-kimia fisikanya. Antalgin dapat ditentukan secara titrimetri yaitu dengan metode titrasi. Titrasi idiometri merupakan titrasi langsung terhadap zat-zat potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium-iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium ( Zega, 2009). Titrasi oksidasi reduksi (redoks) merupakan salah satu jenis titrasi dimana
titrasi berlangsung antara suatu oksidator pada buret sebagai penitrasi dan reduktor pada erlenmeyer atau sebaliknya. Pada reaksi oksidasi reduksi akan terjadi aliran elektron dari suatu reduktor ke suatu oksidator. (Wiryawan dkk, 2008). Efek farmakokinetik dari metampiron adalah metampiron diabsorpsi dengan baik di salurang pencernaan, konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 30–45 menit dan masa paruh plasma dicapai dalam waktu 1- 4 jam. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan dieksresi melalui ginjal. Dosis untuk metampiron ialah tiga kali 0,3-1 gr sehari. Metampiron tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan larutan obat suntik yang mengandung 500
mg/ml
(Banuerah,
2009).
Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri. Metode ini cukup akurat karena titik akhirnya jelas sehingga memungkinkan titrasi dengan larutan titer yang encer yaitu 0,001 N. iodimetri dilakukan terhadap zat yang potensial reduksinya lebih rendah dari system larutan iodium. Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodine sebagai peniter dan reduktor yang memiliki potensial oksidasi lebih rendah dari system iodine-iodida dimana sebagai indicator larutan kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8). Pada antalgin , gugus –SO3Na dioksidasi oleh I2 menjadi
–SO4Na.
Analisis ini disebut juga dengan analisis reaksi redoks. Oksidasi adalah proses proses pelepasan elektron dari suatu zat, sedangkan reduksi adalah proses penangkapan oleh suatu zat. Pada waktu melepaskan elektron suatu zat berubah menjadi bentuk teroksidasinya, karena itu zat itu bertindak sebagai zat pereduksi. Sebaliknya, zat pengoksidasi adalah zat yang menerima electron dan
karena
itu
zat
tersebut
mengalami
pereduksi.
Peristiwa atau reaksi yang terjadi dalam percobaan ini adalah reaksi pelepasan hydrogen dari metampiron sampel (antalgin) yang bertindak sebagai oksidator yang melepaskan hydrogen. Metampiron mereduksi I2 sebagai larutan baku. Metampiron (antalgin) sendiri mengalami oksidasi sehingga I2 bertindak sebagai
reduktor
yang
menangkap
hidrogen.
Indikasi: Karena risiko efek sampingnya, penggunaannya sebagai analgesik-antipiretik sangat
dibatasi
yaitu:
-
Nyeri
-
akut
hebat
Nyeri
sesudah
karena
luka
tumor
atau
pembedahan.
atau
kolik.
- Nyeri hebat akut atau kronik bila analgesik lain tidak menolong. -
Demam
tinggi
yang
tidak
bisa
diatasi
antipiretik
Kontra
lain.
Indikasi:
Alergi dipiron, granulositopenia, porfiria intermiten, defisiensi G6PD, payah jantung, bayi < 3 bulan, hamil trisemester pertama dan 6 minggu terakhir. Komposisi: Tiap
tablet
mengandung
Antalgin
500
mg.
Dosis: Oral Dewasa: 500 - 1000 mg 3 - 4 kali sehari (maksimum 3 gram sehari). Anak-anak: 250 - 500 mg 3 - 4 kali sehari (maksimum 1 gram untuk < 6 tahun dan
2
gram
untuk
6
-
12
tahun).
Parental 500 - 1000 mg sekali suntik. Jangan lebih dari 1 gram karena dapat menimbulkan
syok.
Perhatian: Pengobatan harus segera dihentikan bila timbul gejala pertama turunnya jumlah sel darah atau granulositopenia atau sakit tenggorokan atau tanda infeksi Hati-hati
lain. pada
penderita
yang
pernah
memiliki
penyakit
darah.
Jangan digunakan untuk kelainan yang ringan, masih ada obat lain yang lebih aman. Efek Infeksi Retensi
Samping: lambung, cairan
hiperhidrosis. dan
garam.
Reaksi elaergi cukup sering: reaksi kulit dan edema angioneurotik. Efek samping yang berat: agranulositosis, pansitopenia dan nefrosis. Interaksi
Obat:
Bila digunakan bersama dengan klorpromazine, dapat menimbulkan hipotermia
yang
Penggunaan
pada
berat.
ibu
hamil
dan
menyusui:
Jangan diberikan pada wanita hamil karena potensi karsigonik dari metabolit nitrosamin. Penggunaan
pada
anak:
Jangan diberikan pada bayi kurang dari 3 bulan (atau BB < 5 kg).
Vitamin
a)
C
Secara
Alkalimetri
Metode : Alkalimetri, yaitu suatu titrasi terhadap larutan – larutan asam atau larutan – larutan garam yang berasal dari basa lemah dengan larutan standar basa. Prinsip : Sampel dilarutkan dengan aquades dengan penambahan indicator pp, lalu
dititrasi
dengan
b)
larutan
standar
NaOH
Secara
.
Iodimetri
Metode : Iodimetri, yaitu suatu titrasi yang berdasarkan reaksi redoks dengan menggunakan
larutan
standar
yodium
(
I2
).
Prinsip : Sampel dilarutkan dengan aquades bebas CO2, lalu dititrasi dengan I2
menggunakan
indicator
a)
amilum. Asetosal
Secara
Tidak
Langsung
Metode : Asidimetri, yaitu suatu titrasi terhadap larutan – larutan basa atau larutan – larutan garam yang berasal dari asam lemah dengan standar asam. Prinsip :Sampel direaksikan dengan NaOH, kemudian kelebihan NaOH dititrasi dengan larutan standar H2SO4 dan menggunakan indicator pp. b)
Secara
Langsung
Metode : Alkalimetri, yaitu suatu titrasi terhadap larutan – larutan asam atau larutan – larutan garam yang berasal dari basa lemah dengan larutan standar basa. Prinsip : Sampel dilarutkan dengan etanol netral, kemudian dititrasi dengan larutan standar NaOH dan menggunakan indicator pp (phenolphtalein).
Antalgin
a)
Suasana
Netral
Metode : Iodimetri, yaitu suatu titrasi yang berdasarkan reaksi redoks dengan menggunakan
larutan
standar
yodium
(
I2
).
Prinsip : Sampel dilarutkan dengan aquades, kemudian dititrasi dengan larutan standar
I2.
b)
Suasana
Asam
Metode : Iodimetri, yaitu suatu titrasi yang berdasarkan reaksi redoks dengan menggunakan
larutan
standar
yodium
(
I2
).
Prinsip : Sampel dilarutkan dengan aquades kemudian ditambahkan asam dan indicator
amilum,
lalu
dititrasi
dengan
larutan
ALAT
standar
I2. :
1.
Neraca
analitik
2.
Lumpang
3.
Alu
4.
Erlenmeyer
250
mL
5.
Gelas
ukur
100
mL
6.
Gelas
ukur
50
mL
7. 8.
Botol Pipet
semprot
takar
10
9.
Standar
10.
Klem
11.
Buret
12. 13. 14.
mL
50
mL
Pipet Gelas
piala Botol
tetes 250
mL timbang
15.
Penangas
air
16.
Kompor
gas
BAHAN 1.
: Vitamin
C
2.
Asetosal
3.
Antalgin
4.
Aquadest
5.
bebas
CO2
4
N
H2SO4
6.
Indikator
7.
Amilum
Indikator
8.
PP
I2
9.
0,1
Na2S2O3
N
0,1
N
0,1
N
10.
K2Cr2O7
11.
NaOH
0,1
N
12.
NaOH
0,5
N
13.
H2SO4
0,5
N
14.
Etanol
15.
HCl
0,02
A.
Vitamin
C
(
B.
Vitamin
C
(
C.
D.
Asetosal
secara
Asetosal
E.
tidak
secara
1.
Vitamin
O
=
secara langsung
(
dalam
Antalgin
(
C
-------|
iodometri
)
alkalimetri
)
secara
secara
alkalimetri)
alkalimetri
suasana
dalam C
N
secara
langsung
Antalgin
F.
|
netral
netral
suasana
(
secara O
Iodimetri
= |
)
C
asam ) ---------|
HO-C
|
||
O
C +
-
I2
HO-C
I
C
–
|
| I
O
|
|
|
|
H
C-----------
–
|
C--------
HO
–
| C-
HO-C-H
H
|
|
CH2OH
CH2OH 2.
Vitamin
C6H8O6
C
+
(
secara
NaOH
Alkalimetri
C6H7O6Na
+
) H2O
CH2OH
CH2ONa
|
|
H
–
C-OH
|
H
O
O
+
–
C
–
| NaOH
H
OH
O
H
O
/
+
H2O
HO
OH
OH 3.
OH Asetosal
Secara
C
Tidak
Langsung
(
C
OH
|
secara
Asidimetri
= +
)
O
H2O
+
NaOH
ONa O
–
C
=
O
+
|
NaOH
O
–
C
=
|
CH3 2
O CH3
NaOH
(sisa)
+
H2SO4
Na
2SO4
+
2H2O
4.
Asetosal
secara
-
C
=
Langsung O
(
secara
-
Alkalimetri
C
)
=
O
|
|
OH O
ONa –
C
=
O
+ +
NaOH
O
H2O –
C
=
|
|
CH3
5.
O CH3
Antalgin
dalam
suasana
Netral
C6H5 | N NaSO3
2NaSO3 6.
–
+
CH2
I2
Antalgin
2NaI
-
+
N
2SO2
dalam
+
suasana
O2 Asam
C6H5 | N NaSO3
2NaSO3
–
+
CH2
I2
2NaI
–
+
N
2SO2
+
O2
a.
Vitamin
C
(
secara
Vitamin
Iodimetri
C
) kuning
Vitamin C + aquades bebas CO2 Kuning bening + H2SO4 larutan bening + indicator amilum bening I2 0,1 N muncul warna biru ( TAT ). b.
Vitamin
C
(
Vitamin
secara
Alkalimetri
C
) Kuning
Vitamin C + aquades + indicator pp bening NaOH 0,1 N muncul warna pink seulas c.
(
Asetosal
secara
TAT
tidak
langsung
(
).
secara
asidimetri
Asetosal
)
Putih
Asetosal + NaOH putih bening + dipanaskan 10 menit berbuih ( bening kekuningan ) + indicator pp merah H2SO4 0,5 N muncul warna pink seulas ( d.
TAT Asetosal
secara
).
Langsung
(
secara
Alkalimetri
Asetosal
) Putih
Asetosal + etanol netral bening + indicator pp bening NaOH 0,1 N muncul warna e.
pink Antalgin
seulas
(
dalam
TAT suasana
Antalgin
). Netral putih
Antalgin + Aquades putih bening + indicator amilum bening I2 0,1 N muncul warna f. Antalgin
kuning Antalgin
( dalam
TAT suasana
). Asam Putih
Antalgin + aquades putih bening + HCl bening kehijauan + indicator amilum
biru
I2
0,1
N
muncul
warna
ungu
kebiruan
(
TAT
).
a) Kadar vitamin C secara iodometri ( Mr =176,13 g/mol ; RM = C6H8O6 )
1
mL
b)
1
larutan
I2
Kadar
mL
larutan
0,1
N
sama
vitamin
NaOH
C
setara
dengan
dengan
8,806
secara
127,613
vitamin
C
alkalimetri
mg
vitamin
C
c) Asetosal secara langsung ( Mr = 180,16 g/mol ; Mr = C9H8O4 )
1 d)
mL
larutan
NaOH
Asetosal
0,5
N
setara
secara
dengan
45,04
tidak
mg
asetosal langsung
e) Antalgin dalam suasana netral (Mr = 351,37 g/mol ; RM = C13H16N3NaO4S.H2O
;
BE
=
175,685
)
f) Antalgin dalam suasana asam (Mr = 333,37 g/mol ; RM = C13H16N3NaO4S
;
BE
=
166,685
)
1 mL I2 0,1 N setara dengan 17,57 mg antalgin dan 16,67 mg antalgin anhidrat.
Dalam laporan ini kami hanya memfokuskan pada prinsip dan metoda analisis. Karena waktu dan keadaan yang kurang memungkinkan untuk membuat perhitungan analisis. Rumus – rumus pmerupakan rumus penentuan kadar masing
–
masing
obat
dengan
berbagai
cara.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa vitamin C, Asetosal, dan Antalgin tergolong dalam obat – obatan yang sering digunakan jika sakit. Dan untuk analisis, tidak di cantumkan di laporan ini, karena keadaan dan waktu
yang
kurang
memungkinkan.
Baliwati,
Y.F
dan
Ali,
K.,
2002.
Penilaian
Status
Gizi.
Gandjar, I. G. & Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta Http:
//id.wikipedia.org
Http:
//id.wikipedia.org
Http
:
Harper,
// H.A.,
id.
/
wiki
Wikipedia.org
1979.
Biokimia.
M. Lal,
/wiki
/Aspirin
/ /
Vitamin
wiki
Diterjemahkan
/ oleh
EGC, H.
2000.
Publishers
Biochemistry and
Poedjiadi,
A.,
Antalgin Martin Jakarta.
for
Dental
Distributor,
1994.
C
Dasar-dasar
Students. New
Biokimia.
CBS Delhi.
UI-Press,
Jakarta. Prawirokusumo,
S.
1994.
Ilmu
Gizi
Komparatif.
BPFE,
Yogyakarta. Robert,
W.M.,
1977.
Biokimia.
Airlangga
Semarang. Suharjo, 1987. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Kanisius
University
Press,