PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN KONSELING PERAWAT DI KLINIK VCT(VOLUNTERY COUNSELING TESTING) ROSELA RUMAH SAKIT MILITER MALANG
SKRIPSI
Oleh: TITIN INDAH HARTINI NIM : 2015610144
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG 2017
PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN KONSELING PERAWAT DI KLINIK VCT(VOLUNTERY COUNSELING TESTING) ROSELA RUMAH SAKIT MILITER MALANG
SKRIPSI
Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Pada Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi
Oleh: TITIN INDAH HARTINI NIM : 2015610144
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG 2017
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN KONSELING PERAWAT DI KLINIK VCT(VOLUNTERY COUNSELING TESTING) ROSELA RUMAH SAKIT MILITER MALANG
SKRIPSI
Disusun oleh : TITIN INDAH HARTINI NIM: 2015610144
Mengetahui: Universitas Tribhuwana Tunggadewi Fakultas Ilmu Kesehatan Ketua Program Studi,
Menyetujui: Pembimbing 1
Vita Maryah,S.Kep.,NS,M.Kep
TantoHariyanto,S.Kep,Ners,M.Kes,Biomed Pembimbing II
Wahidyanti Rahayu H, S.Kep, Ners
iii
LEMBAR PENGESAHAN PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN KONSELING PERAWAT DI KLINIK VCT( VOLUNTERY COUNSELING TESTING ) ROSELA RUMAH SAKIT MILITER MALANG
Oleh : TITIN INDAH HARTINI NIM: 2015610144 Telah dinyatakan lulus dalam Ujian Skripsi Pada hari / tanggal :
SUSUNAN TIM PENGUJI :
Pembimbing Utama,
Anggota Tim Penguji lainnya,
Tanto Hariyanto, S. Kep, Ners.M.Kes Biomed Tanggal :
Esti Widiani, S.Kep, Ners. M.Kes Tanggal :
Pembimbing Pendamping,
Wahidyanti Rahayu H, S.Kep, Ners Tanggal :
Malang, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Fakultas Ilmu Kesehatan Dekan,
Dr. Totok Sasongko, MM NIP. 195910241984031001
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah SWT atas segala Rahmat, Taufiq dan Hidayah Nya yang telah memberikan kekuatan, kesehatan dan
kesabaran untukku dalam
mengerjakkan skripsi ini. Sholawat serta salam untuk junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa nikmat Islam hingga akhir zaman.
Aku persembahkan cinta dan sayangku kepaa orangtua, suami, putri-putriku tercinta, saudara-saudaraku tersayang, yang telah memberi motivasi dan inspirasi tiada henti serta doanya buat saya.
Terimakasih yang tak terhingga buat dosen-dosen saya, yang tak pernah lelah dan sabar memberikan bimbingan dan arahan kepada saya.
Terimakasih juga untuk teman-teman seangkatan, yang selalu membantu, berbagi keceriaan, melewati masa-masa suka dan duka selama kuliah. Sahabat … Tak lupa… tak ada gading yang tak retak, Bila saya banyak khilaf, sudilah memaafkan saya. Berakit-rakit ke hulu … Berenang-renang ke tepian … Bersakit- sakit dahulu … Bersenang-senang kemudian … Terima kasih untuk semua ….
v
ABSTRAK
Indah, Titin. 2017. Perbedaan Tingkat Kecemasan Pasien HIV/AIDS Sebelum Dan Sesudah Diberikan Konseling Perawat Di Klinik Vct(Voluntery Counseling Testing)Rosela Rumah Sakit Militer Malang. Tugas Akhir, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. Pembimbing (1) Tanto Hariyanto, S. Kep, Ners.M.Kes Biomed, Pembimbing (2) Wahidyanti Rahayu H, S.Kep, Ners. Konseling merupakan suatu rangkaian pertemuan langsung dengan individu yang ditujukan pada pemberian bantuan kepadanya untuk dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif dengan dirinya sendiri dan lingkungannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada ODHA serta membantu mengembangkan dirinya secara positif yaitu melalui pelayanan bimbingan konseling yang diberikan oleh konselor yang profesional. Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS sebelum dan sesudah di berikan konseling perawat di klinik VCT Rosela Rumah Sakit Militer Malang. Penelitian ini menggunakan desain pre eksperimental dengan metode pendekatan one group pre – post test design. Populasinya adalah seluruh pasien HIV/AIDS 20-60th yang berobat di klinik VCT Rosella RS Militer Malang mulai Februari - Maret 2017 berjumlah 54 orang. Besar sampel sebanyak 21 pasien dengan teknik
pengambilan Quota sampling. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur perbedaaan Tingkat Kecemasan, menggunakan tehnik kuisioner skala HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety). Sedangkan alat yang digunakan untuk melakukan konseling atau penyuluhan dengan menggunakan media ceramah dan media visual: leaflet, SAP dan lembar balik tim PKRS (Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit). Analisa data menggunakan uji statistik Paired t-tes dengan derajat kemaknaan 0,05. Berdasarkan hasil penelitian sebelum diberikan konseling HIV/AIDS didapatkan 66,7% responden berkecemasan berat dan sesudah diberikan konseling HIV/AIDS berkecemasan ringan (33,3%). Hasil analisis bivariat menunjukkan Sig. (2-tailed) = 0,000 < α 0,05 yang artinya terdapat perbedaan sebelum dan sesudah diberikan konseling HIV/AIDS. Direkomendasikan bagi Institusi terkait supaya mengatur jadwal konseling pasien HIV/AIDS pada kunjungan yang akan datang, dan menjadwalkan ulang konseling bagi pasien yang tidak bisa bertemu setiap hari.
Kata kunci : Konseling HIV/AIDS, Tingkat Kecemasan ODHA vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat KaruniaNya, sehingga proposal penelitian yang berjudul “Perbedaan
Tingkat
Kecemasan Pasien HIV/AIDS Sebelum Dan Sesudah Diberikan Konseling Perawat Di Klinik Vct(Voluntery Counseling Testing)Rosela Rumah Sakit Militer Malang” dapat terselesaikan. Dalam kesempatan yang berbahagia ini, tak lupa peneliti menyampaikan rasa Terima kasih kepada : 1.
Dr. Totok Sasongko, MM selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribuwana Tunggadewi.
2.
Kolonel CKM dr. Sebastian Agus Budijono selaku KaRumkit Militer Malang.
3.
Ibu Esti Widiani, S.Kep,Ners,M.Kes Selaku Penguji
4.
Bapak Tanto
Hariyanto, S.Kep,Ners,M.Kes Biomed
selaku dosen
Pembimbing I. 5.
Ibu Wahidyanti Rahayu H, S.Kep, Ners selaku dosen Pembimbing II.
6.
Ibu Vita Maryah, S.Kep.,NS,M.Kep selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Tribuwana Tunggadewi.
7.
Mayor Ckm (K) Yunining Setyowati, selaku Kepala Instalasi Pendidikan Rumah Sakit Tk. II Militer Malang.
8.
ASN Abdul Manan, Amd.Kep selaku Ka Klinik VCT Rosela Rumkit Militer Malang.
9.
Suami (Sumarno), anak-anak (Ita D.Aliyah, Jannatun Makwa) dan Ayahanda Djajadi, Ibunda Karsinah dan keluarga saya tercinta yang selalu memberi dukungan, baik materi maupun spririt.
10.
Teman-teman seperjuangan Progsus RKZ Angkatan 2015/2016 yang telah memberikan motivasi kepada penulis.
viii
11.
Semua partisipan yang telah ikhlas mengungkapkan pengalamannya selama ini.
12.
Semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan proposal penelitian ini.
Penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki, sehingga penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis
mengharapkan
adanya
kritik,
saran
dan
masukan,
kesempurnaan dimasa mendatang. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Malang, 13 Februari 2017 Penulis
ix
demi
MOTO
Orang yang hebat … Tidak dihasilkan melalui… Kemudahan, kesenangan dan kenyamanan … Tetapi … Mereka di bentuk melalui… Kesukaran, tantangan dan … Air mata ...
Bukan bahagia … Yang menjadikan kita bersyukur … Tetapi … Dengan bersyukur Akan menjadikan hidup kita Bahagia …
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i COVER DALAM ...........................................................................................................ii LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................................iii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... iv ABSTRAK ..................................................................................................................... vi ABSTRACT ...................................................................................................................vii KATA PENGANTAR .................................................................................................viii MOTO............................................................................................................................. x DAFTAR ISI ................................................................................................................. xi DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xiv DAFTAR DIAGRAM .................................................................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xvi DAFTAR SINGKATAN ..........................................................................................xvii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1Latar Belakang ......................................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................. 4 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 4 1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 4 1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................. 4 1.4. Manfaat Penelitian. ................................................................................................. 5 1.4.1 Secara Praktis bagi Institusi Rumah Sakit.................................................... 5 1.4.2 Institusi Pendidikan...................................................................................... 5 1.4.3. Bagi Keluarga Pasien .................................................................................. 5 1.4.4. Bagi peneliti selanjutnya .............................................................................. 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 6 2.1 Konsep Kecemasan atau Ansietas .......................................................................... 6 2.1.1 Pengertian .................................................................................................... 6 2.1.2 Faktor –faktor yang mempengaruhi kecemasan .......................................... 7 2.1.3 Gangguan cemas ........................................................................................ 10
xi
2.1.4 Gangguan Cemas Manyeluruh................................................................... 11 2.1.5 Gangguan Panik ......................................................................................... 13 2.1.6 Gangguan Phobik ....................................................................................... 14 2.1.7 Gangguan Obsesif-Kompulsif. .................................................................. 14 2.1.8 Cara mengatasi kecemasan adalah :........................................................... 15 2.2 Konsep HIV/ AIDS .............................................................................................. 15 2.2.1 Pengertian HIV/ AIDS ................................................................................ 15 2.2.2 Tipe HIV .................................................................................................... 17 2.2.3 Patofisiologi HIV/AIDS.............................................................................. 18 2.2.4 Pembagian Stadium. .................................................................................. 20 2.2.5 Gejala Klinis Pada Stadium AIDS dibagi antara lain: ............................... 21 2.2.6 Efek HIV Pada Sistem Imun. ..................................................................... 22 2.2.7 Sistem Klasifikasi Dewasa Dan Remaja Dengan Infeksi HIV/ AIDS. ....... 23 2.2.8 Penularan HIV/AIDS .................................................................................. 27 2.2.9 Prinsip Penularan HIV/AIDS. ..................................................................... 30 2.2.10 Pencegahan HIV/AIDS ............................................................................. 30 2.3 Konsep Konseling Perawat ................................................................................. 31 2.3.1 Pengertian Konseling Perawat ................................................................... 31 2.3.2 Tujuan Konseling ....................................................................................... 33 2.3.3 Jenis Konseling HIV/AIDS......................................................................... 33 2.3.4 Konseling Pra Test (Sebelum Deteksi HIV) .............................................. 34 2.3.5 Konsep Konseling Pasca Tes HIV ............................................................. 35 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA .................................................. 40 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................................ 40 3.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 42 BAB 4 METODELOGI PENELITIAN .................................................................... 43 4.1 Desain Penelitian ................................................................................................. 43 4.2 Populasi, Sampel dan Sampling .......................................................................... 44 4.2.1 Populasi ...................................................................................................... 44 4.2.2 Sampel ....................................................................................................... 44 4.2.3 Teknik Sampling ........................................................................................ 46 xii
4.2.4 Variabel Penelitian ..................................................................................... 46 4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................................... 47 4.4 Bahan dan Instrument Penelitian......................................................................... 48 4.5 Uji Normalitas ..................................................................................................... 48 4.6 Definisi Operasional ............................................................................................ 49 4.7 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................................... 50 4.7.1 Pre Analis ................................................................................................... 52 4.8 Analisis .................................................................................................................. 54 4.9Kerangka Kerja ....................................................................................................... 55 4.10 Etika Penelitian ................................................................................................... 56 4.10.2 Anonymity (Tanpa nama) ......................................................................... 56 4.10.3 Confidentiality (kerahasiaan) ................................................................... 56 4.10.4 Beneficience ............................................................................................. 56 4.10.5 Justice ....................................................................................................... 57 4.10.6 Non Malficience ....................................................................................... 57 4.10.7 Filately ..................................................................................................... 57 BAB 5 HASIL PENELITIAN .................................................................................... 58 5.1 Analisa Data ........................................................................................................ 58 5.1.1 Analisa Univariat ....................................................................................... 58 5.1.2 Analisa Bivariat ......................................................................................... 61 BAB 6 PEMBAHASAN .............................................................................................. 63 6.1 Tingkat Kecemasan sebelum diberikan konseling pada pasien HIV/AIDS ......... 63 6.2 Tingkat kecemasan sesudah diberikan konseling pada pasien HIV/AIDS .......... 66 6.3 Perbedaan kesemasan sebelum dan sesudah diberikan konseling perawat ......... 67 6.4 Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 69 BAB 7 PENUTUP ....................................................................................................... 70 7.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 70 7.2 Saran .................................................................................................................... 70 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 72
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Empat tahapan derajat HIV/AIDS .............................................
21
Tabel 2. Sistem klasifikasi kategori klinis dan imunologi HIV ..............
25
Tabel 3. Sistem kategori imunologi pada anak-anak ................................
26
Tabel 4. Sistem Klasifikasi kategori klinis HIV pada anak-anak .............
26
Tabel 5. Alur di berikannya konseling oleh perawat menurut Depkes RI
32
Tabel 6. Kerangka konsep dalam penelitian .............................................
40
Tabel 7. Definisi Operasional ...................................................................
50
Tabel 8. Kerangka penelitian ....................................................................
55
Tabel 9. Karakteristik responden berdasarkan usia ..................................
58
Tabel 10. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan .......................
59
Tabel 11. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan .........................
59
Tabel 12. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ...................
60
Tabel 13. Karakteristik kecemasan prekonseling .......................................
60
Tabel 14. Karakteristik kecemasan postkonseling .....................................
61
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1. Box Pot tingkat kecemasan pre dan post konseling ................
xv
62
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Curiculum Vitae Penulis ........................................................ 73 Lampiran 2 Surat Pernyataan Keaslian Tulisan ........................................ 74 Lampiran 3 Penjelasan Untuk Mengikuti Penelitian ................................. 75 Lampiran 4 Persetujuan Menjadi Responden ............................................ 77 Lampiran 5 Kisi-kisi Kuisioner ................................................................. 78 Lampiran 6 Kuisioner Tingkat Kecemasan Pasien HIV/AIDS .................. 79 Lampiran 7 SOP (Standart Operational Prosedur) Konseling ................ 83 Lampiran 8 Satuan Acara Penyuluhan ...................................................... 84 Lampiran 9 Bagan Layanan HIV-AIDS .................................................... 88 Lampiran 10 Rekapitulasi Pre Konseling ................................................... 89 Lampiran 11 Rekapitulasi Post Konseling .................................................. 90 Lampiran 12 Uji Normalitas Kolmogorov .................................................. 91 Lampiran 13 Uji Paired T-tes ...................................................................... 93 Lampiran 14 Jadwal kegiatan penelitian ..................................................... 94 Lampiran 14 Kartu konsultasi ..................................................................... 95
xvi
DAFTAR SINGKATAN :
1.
AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrom
2.
ASI
Air Susu Ibu
3.
ARV
Anti Retro Viral
4.
BAK
Buang Air Kecil
5.
CDC
Center for Disease Control and prevention
6.
CD4
Cluster of Difference 4
7.
Dirjen P2PM
Direktur Jendral Program Pemberantasan Penyakit Menular
8.
DNA
Deoksiribu Nukleat
9.
ELISA
Enzyme Linked Immuno ab Sorbent Assay
10.
GABA
Gamma Amino Butric Acid
11.
HIV
Human Immunodeficiency Virus
12.
HTL
Human T-cell Lymphotropic
13.
IDU
Injection Drug`s User
14.
IFA
Immuno Flourescence Assay
15.
IO
Infeksi Oportunistik
16.
IQ
Intelegency Quality
17.
HARS-A
Hamilton Scala Rating for Anxiety
18.
Kep.Pang TNI
Keputusan Panglima Tentara Nasional Indonesia
19.
KDRT
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
20.
Napza
Narkotika Psikotropika Zat Adiktif
21.
NR
Non Reaktif / Negatif
xvii
22.
ODHA
Orang Dengan Hiv Aids
23.
PCR
Polimerase Chain Resetion
24.
PDP
Pelayanan Dukungan dan Pengobatan
25.
PHK
Putus Hubungan Kerja
26.
PMO
Pengawas Menelan Obat
27.
PPDGJ-II
Pedoman Penyakit Dengan Gangguan Jiwa II
28.
RNA
Rebonukleat
29.
R
Reaktif / Positif
30.
RS/Rumkit
Rumah Sakit
31
Skep Pang TNI
Surat Keputusan Panglima Tentara Nasional Indonesia
32.
Sprint Ka Rumkit
Surat PerintahKepala Rumah Sakit
33.
SARA
Suku Agama Ras dan Antar golongan
34.
TBC
Tuberculosa
35.
VCT
Voluntery Counseling Testing
36.
UNAIDS
United Nation Joint Program Acquired Immune Deficiency Syndrom
xviii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Menurut Skep Karumkit (2014) masalah HIV/AIDS adalah masalah besar
yang
mengancam
dunia.Demikian
pesatnya
Indonesia penularan
dan dan
banyak
negara
penyebaran
diseluruh HIV/AIDS,
perhitungannya bukan pertahun, perbulan, perminggu atau perjam, melainkan permenit, yaitusetiaplima menit orang terinfeksi HIV/AIDS ̣, dikenal dengan fenomena gunung es. Artinya bila ada satu kasus yang tercatat, maka diasumsikan terdapat 200 kasus yang sama yang tidak tercatat. Dari data The Join
Nations Program on AIDS
(UNAIDS)
menggambarkan perkiraan sebaran orang dewasa dan anak yang terinfeksi oleh HIV/AIDS pada akhir tahun 2008 dengan total global 33,4juta orang. Sedangkan di Indonesia sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1987Desember 2012, HIV/AIDS tersebar di 345(69,4%) dari 497 Kabupaten atau Kota diseluruh Provinsi di Indonesia.Sampai dengan 2015 jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sebanyak 179.775 dan jumlah AIDS yang dilaporkan sebanyak 66.855 orang (Dirjen P2PM, 2015). HIV/AIDS adalah penyakit (medical illness) yang memerlukan pendekatan dari segi bio-psiko-sosio-spiritual dan bukan dari segi klinis semata. Pasien HIV/AIDSakan mengalami krisis afektif pada dirinya,
1
2
keluarganya, orang yang dicintainya dan pada masyarakat.Krisis tersebut adalah dalam bentuk kepanikan, ketakutan, kecemasan, ketidakpastian, dan keputusasaan serta stigma. (Hidayanti,2012). Perlakuan terhadap pasien HIV/AIDS, dimensi psiko-spiritual dalam praktik konseling bagi pasien HIV/AIDS di klinik VCT RS Panti Wiloso Citarum Semarang, bahwa dalam menangani kasus HIV/AIDS ini diperlukan pendekatan bio-psiko-sosio-spiritual. Artinya melihat pasien, tidak sematamata dari segi organo-biologik, psikologik atau kejiwaan, psiko-sosial, tetapi juga aspek spiritual atau kerohanian. (Hidayanti,2012). Pasientidaklah dipandang sebagai individu seorang diri, melainkan seseorang anggota dari sebuah keluarga, masyarakat dan lingkungan sosialnya. Juga sebagai orangyang dalam memerlukan
pemenuhan
kebutuhan
keadaan tidak berdaya yang
spiritual
atau
kerohanian
atau
agama.Respon atau reaksi seseorang terhadap stresor psikososial yang dialami berbeda-beda satu dengan yang lainnya, ada yang menunjukkan gejala- gejala stres, kecemasan atau ansietas dan depresi.Tidak jarang ketiga gejala tersebut juga saling tumpang tindih (overlapping), sebab dalam pengalaman klinis jarang ditemukan ketiga gejala tersebut berdiri sendiri. (Hawari, 2011). Diperkirakan jumlah yang menderita gangguan kecemasan, baik akut maupun kronik mencapai 5% dari jumlah penduduk, dengan perbandingan antara wanita dan pria 2:1. Dan diperkirakan antara 2%-4% diantara
3
penduduk di suatu saat dalam kehidupannya pernah mengalami gangguan cemas. (PPDGJ-II). Konseling merupakan suatu rangkaian pertemuan langsung dengan individu yang ditujukan pada pemberian bantuan kepadanya untuk dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif dengan dirinya sendiri dan lingkungannya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada ODHA serta membantu mengembangkan dirinya secara positif yaitu melalui pelayanan bimbingan konseling yang diberikan oleh konselor yang profesional. (Wahyu,2012). VCT Rosela berdiri diatas lahan Rumah Sakit Militer Malang yang mana Rumah Sakit Militer merupakan RS tertinggi di jajaran Kodam V/Brawijaya. Selain itu RS Militer Malang juga memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum, maupun peserta jaminan kesehatan. Pelayanan tim HIV/AIDS RS.Militer Malang dimulai sejak 2008 sampai dengan akhir tahun 2016, jumlah total HIV positif 135 orang 63 orang tetap berobat di VCT Rosela RS Militer Malang 72 orang minta berobat ke RSSA Malang. Fenomena di lapangan, didapati beberapa ODHA, baik pasien umum, Militer, PNS dan pasangannya telah mendapat perlakuan diskriminasi dan stigmasi, khususnya di tempat kerja dan lingkungannya. Sehingga ODHA tersebut merasa dikucilkan, tidak dihargai atau tidak di orangkan, diberikan citra negatif, sehingga mereka merasa terpukul, putus asa akan penyakit yang sedang dideritanya. Oleh karena itu penangannnya tidak hanya dari segi
4
medis saja, tetapi juga dari psikososial dengan berdasar pada pendekatan kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder dan tertier, salah satunya adalah KTS (Konseling Testing Sukarela). Dari kejadiankejadian atau fenomena yang terjadi di lapangan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS sebelum dan sesudah di berikan konseling oleh perawat. 1.2 Perumusan Masalah Bagaimanakah tingkat kecemasan bagi pasien baru terdeteksi HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan konseling perawat di klinik VCT Rosela Rumah Sakit Militer Malang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS sebelum dan sesudah di berikan konseling perawat di klinik VCT Rosela Rumah Sakit Militer Malang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS sebelum diberikan konseling perawat. 2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS sesudah diberikan konseling perawat. 3. Menganalisis perbedaan tingkat kecemasan HIV/AIDS sebelum dan sesudah di berikan konseling perawat.
5
1.4. Manfaat Penelitian. 1.4.1 Secara Praktis bagi Institusi Rumah Sakit Penelitian ini merupakan salah satu bahan kajian bagi satuan dalam rangka pembinaan jasmani dan rohani, khususnya anggota Militer yang akan mengikuti kegiatan tugas luar, baik tugas luar Jawa ataupun ke luar negeri sebagai satuan petugas pengamanan kenegaraan. 1.4.2 Institusi Pendidikan 1. Sebagai bahan masukan bagi kelanjutan penelitian pada masa yang akan datang dan meningkatkan mutu pendidikan. 2. Menambah informasi dan wawasan tentang perbedaan tingkat kecemasan pasien sebelum dan sesudah diberikan konseling HIV/AIDS oleh perawat. 1.4.3. Bagi Keluarga Pasien 1. Mendidik pasien dan keluarga untuk ikut berpartisipasi data asuhan keperawatan guna mendapatkan informasi dalam mengambil keputusan tentang asuhan keperawatan yang diterimanya. 2. Keluarga sebagai pendamping perawat. 1.4.4. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya tentang kecemasan pasien dengan konseling HIV/AIDS oleh perawat.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kecemasan atau Ansietas 2.1.1 Pengertian Kecemasan atau ansietas atau anxiety adalah gangguan alam perasaan (affectife)yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas(Reality Testing Ability atau RTA)masih baik, kepribadian masih utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian atausplitting of personality), perilaku dapat terganggu, tetapi masih dalam batas normal.(Hawari,2011). Gejala kecemasan, baik yang sifatnya akut maupun kronik(menahun) merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric disorder). Secara klinis, gejala kecemasan dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu gangguan cemas (anxiety disorder), gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder atauGAD), gangguan panic (Panic Disorder) gangguan phobic (phobic disorder) dan gangguan obsesif kompulsif (obsessive-compulsive disorder). (Hawari, 2011). Gangguan ansietas ditandai dengan gejala utama cemas dan perilaku menghindar. (Nursalam, 2009). Kecemasan dapat terjadi apabila otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepine, reseptor tersebut berfungsi membantu regulasi
6
7
kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan aktifitas neurotransmitter gamma aminobutyric acid (GABA), yang mengontrol aktifitas neuron dibagian
otak
yang
bertanggung
jawab
menghasilkan
kecemasan.
(Sulistyawati, et al, 2006). Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor, GABA pada membran post sinaps, akan membuka saluran/pintu reseptor, sehingga terjadi perpindahan ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan memperlambat aktifitas sel. Teori ini menjelaskan bahwa individu yang
sering
mengalami
kecemasan,
mempunyai
masalah
dengan
neurotransmitter ini. Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh toksik, defisiensi nutrisi, menurunkan suplai darah, perubahan hormone dan sebab fisik lainnya. Kelelahan dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas. (Suliswati, 2006). 2.1.2 Faktor –faktor yang mempengaruhi kecemasan Menurut Kaplan dan Sadock (1997) dalam Maliya (2008), faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien terdiri dari faktor intrisik : Usia pasien, pengalaman pasien menjalani pengobatan, konsep diri dan peran. Faktor ekstinsik : Kondisi medis, tingkat pendidikan, akses informasi, proses adaptasi, tingkat sosial ekonomi, jenis tindakan medis dan komunikasi terapeutik. Adapun faktor predisposisi yang mempengaruhi kecemasan antara lain menurut Nursalam (2008):
8
2.1.2.1 Biologis 1) Latar belakang genetik : a) Riwayat ansietas dalam keluarga, ada komponen genetik yang sedang dan dihubungkan dengan phobia sosial dan depresi mayor. b) Sensivitas lactat c) Kembar monozigot d) Syndrom kromosom 13 terkait dengan gangguan panik, sakit kepala, hyperthiroid. 2) Status nutrisi : Berat badan terlalu kurus atau Obesitas (overweight) 3) Kondisi kesehatan secara umum memiliki riwayat penyakit fisik, misalnya: a) Riwayat Carsinoma b) Riwayat gangguan pada paru (oedema paru, asma bronciale, sumbatan jalan nafas dan lain-lain). c) Riwayat gangguan irama jantung (Rheumatik jantung, Hypertensi, kondisi arterio sclerosis, dan lain-lain). d) Riwayat penyakit Endokrin (Hyperthyroid, Hypoglikemi, Hypothiroid, pre menstruasi, syndrom menopause). e) Riwayat penyakit neurologis (Epilepsi, Multiple Sclerosis dan lainlain). f) Riwayat penyakit Gastro Intestinal (Gastritis, Ulcus Peptikum, Chirosis Hepatis dan lain-lain). g) Riwayat penyakit Integumen (Herpes Simplex, Varicela dan lain-lain).
9
h) Riwayat penyakit Musculoskletal (Fraktur, amputasi) i) Riwayat penyakit Reproduksi(Impoten, Frigid, Infertil). j) Riwayat penyakit kelamin (Gonorhoe, Syphilis dan lain-lain). k) Riwayat penyakit imunologi (HIV/AIDS, Syndrom Steven Johnson) 4) Riwayat penggunaan zat (Intoksikasi, obat anti kolinergik, mis : Aspirin, Kafein, Kokain dan lain-lain). 5) Riwayat putus asa, (Misalnya meminum alkohol, narkotika, sedativa dan lain-lain). 6) Sensitifitas biologi : a) Secara anatomi (gangguan pada sistem Limbik, Talamus, Kortex Frontal). b) Sistem Neurokimia (GABA, defisiensi relatif atau ketidak seimbangan GABA, Nore epineprin terlalu kurang atau terlalu aktif di bagian otak yang berkaitan dengan kecemasan, Serotonin kurang atau tidak seimbang. 7) Paparan terhadap racun. 2.1.2.2 Psikologis 1) Intelegensia (Retardasi mental ringan IQ 50-70, Retardasi sedang IQ 3550). 2) Kemampuan verbal (adanya gangguan sensori penglihatan atau buta dan pendengaran atau tuli, adanya kerusakan area motorik bicara: pelo atau gagap).
10
3) Kepribadian
(ambang,
histrionik,
norsisistik,
menghindar,
obsesif
kompulsif atau kepribadian pencemas). 4) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, misalnya : a) Di rumah : KDRT, masa kecil kacau karena berpisah dengan orang tua. b) Di Lingkungan kerja : di PHK, mutasi, turun jabatan. c) Di Sekolah : tinggal kelas, berpindah-pindah sekolah. d) Riwayat pasca trauma, korban perkosaan. 5) Konsep diri 6) Motivasi rendah 7) Pertahanan psikologis : a) Self kontrol (kadang tidak mampu menahan diri terhadap dorongan yang kurang positif). b) Menurut pandangan psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara tiga elemen kepribadian, id, ego dan super ego. 8) Sosial budaya : a) Pekerjaan : tidak tetap. b) Agama : kurang mengamalkan ajaran agamanya. c) Keikutsertaan
dalam
partai
politik,
misalnya
:
kalah
dalam
pencalonananggota Legislatif, Post Power Syndrom. 2.1.3 Gangguan cemas Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain:
11
1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung. 2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut. 3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang. 4) Gangguan pola tidur, mimipi-mimpi yang menegangkan. 5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat. 6) Keluhan-keluhan somatik, misalnya: rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdengung (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain-lain. 2.1.4 Gangguan Cemas Manyeluruh Secara klinis, selain gejala cemas yang biasa disertai dengan kecemasan yang menyeluruh dan menetap (paling sedikit berlangsung selama 1bulan) dengan manifestasi 3 dari 4 kategori gejala berikut : Ketegangan motorik atau alat gerak: 1) Gemetar. 2) Tegang. 3) Nyeri otot. 4) Letih. 5) Tidak dapat santai. 6) Kelopak mata bergetar. 7) Kening berkerut. 8) Muka tegang. 9) Gelisah.
12
10) Tidak dapat diam. 11) Mudah kaget. Hiperaktif saraf autonomy (simpatis atau parasimpatis): 1) Keringat berlebih. 2) Jantung berdebar. 3) Rasa dingin. 4) Telapak tangan atau kaki basah. 5) Mulut kering. 6) Pusing. 7) Kepala terasa ringan. 8) Kesemutan. 9) Rasa mual. 10) Rasa aliran panas atau dingin. 11) Sering BAK (buang air kecil). 12) Diare. 13) Rasa tidak enak di ulu hati. 14) Kerongkongan tersumbat. 15) Muka merah atau pucat. Rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan dating (apprehensive expectation) : a. Cemas, khawatir, takut. b. Berfikir berulang (rumination).
13
c. Membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain. Kewaspadaan berlebih : a. Mengamati lingkungan secara berlebih, sehingga mengakibatkan perhatian mudah teralih. b. Sukar konsentrasi. c. Sukar tidur. d. Merasa nyeri. e. Mudah tersinggung. f. Tidak sadar. 2.1.5 Gangguan Panik Yaitu kecemasan datangnya mendadak disertai oleh perasaan takut mati, disebut juga sabagai serangan panic (panic attack). Secara klinis, gangguan panik ditegakkan oleh paling sedikit 4 dari 12 gejala gejala di bawah ini: 1) Sesak nafas. 2) Jantung berdebar. 3) Nyeri atau rasa tidak enak di dada. 4) Rasa tercekik atau sesak. 5) Pusing, vertigo (penglihatan berputar-putar dan melayang). 6) Perasaan seakan-akan diri atau lingkungan tidak realistik. 7) Kesemutan. 8) Rasa aliran panas atau dingin.
14
9) Berkeringat banyak. 10) Rasa akan pingsan. 11) Menggigil atau gemetar. 12) Merasa takut mati atau menjadi gila saat berlangsungnya serangan panik. 2.1.6 Gangguan Phobik Salah satu bentuk kecemasan yang di dominasi oleh gangguan alam pikir phobia. Phobia adalah ketakutan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu obyek, aktifitas atau situasi tertentu untuk menghindarinya, misalnya: 1) Strophobia yaitu ketakutan terhadap ruang tertutup, misalnya didalam lift. 2) Akrophobia yaitu ketakutan terhadap ketinggian. 3) Phobia hewan yaitu ketakutan terhadap anjing, ulat, serangga, tikus, cicak dan lain-lain. 2.1.7 Gangguan Obsesif-Kompulsif. Pengertian Obsesif adalah suatu bentuk kecemasan yang didominasi oleh pikiran yang terpaku (persistence) dan berulangkali muncul (recurrent) misalnya cuci tangan berulang-ulang, padahal ia tahu kalau tangannya sudah bersih. Pengertian Kompulsif adalah perbuatan yang dilakukan berulang-ulang sebagai konsekuensi dari pikiran yang bercorak obsesif tadi, dalam bahasa awam gangguan ini seringkali disebut sebagai was-was. Misalnya gangguan
15
pola makan (eating disorder) perilaku penyalah gunaan NAPZA, judi, penyimpangan perilaku sexual (sexual devication dan lain-lain). (Hawari, 2011). 2.1.8 Cara mengatasi kecemasan adalah : 1) Mendengarkan aktif dan mengamati 2) Mengajukan pertanyaan dan menghayati 3) Merangkum dan menyimpulkan 4) Membaca dan merefleksikan perasaan 5) Menggali dan memahami masalah, penyebab dan kebutuhan 6) Mengenal alternatif penyelesaian masalah, memberi pertimbangan 7) Penyelesaian masalah, dapat memberikan jalan keluar menguatkan diri 8) Penyelesaian masalah, konsekuensi logis dan mengakhiri. (Pedoman VCT Depkes RI, 2008). 2.2 Konsep HIV/ AIDS 2.2.1
Pengertian HIV/ AIDS HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis sel darah putih (limfosit atau sel T4) yang bertugas menangkal infeksi. HIV tergolong kelompok retrovirus yaitu kelompok yang mempunyai kemampuan mengkopi cetak materi genetik diri, sel-sel yang ditumpanginya dapat mematikan sel T4. (Hidayanti, 2012). Menurut Suzana dalam (Wahyu, Taufik dan Asmidirilyas, 2012), HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
16
melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan segala jenis penyakit yang datang. HIV merupakan suatu fenomena besar yang melanda dunia.Virus HIV tidak pandang bulu dan dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, status, ras, maupun tingkat sosial. HIV adalah virus yang menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang (klinik laten) dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala
AIDS.
HIV
menyebabkan
kerusakan
sistem
imun
dan
menghancurkannya. (Nursalam dan Kurniawati, 2009). AIDS (Acquired Defisiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus HIV, dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sindrom cacat kekebalan tubuh dapatan. (Hidayanti, 2012). AIDS merupakan gejala kumpulan penyakit akibat melemahnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV (Suzana, dkk, 2007) dalam (Wahyu, Taufik, Asmidirilyah, 2014). Menurut Dianawati dalam (Wahyu, Taufik, Asmidirilyas, 2014) AIDS merupakan satu gejala penyakit atau sindroma yang dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh seseorang menjadi lemah, sehingga berbagai jenis penyakit mudah datang menyerang yang disebabkan oleh virus HIV. Kesimpulannya, HIV/Human Immunodeficiency Virus, virus ini menginfeksi manusia menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh, karena penurunan CD4, sehingga tubuh menjadi jauh lebih rentan terhadap infeksi-infeksi yang pada orang normal tidak sampai menimbulkan gejala.
17
Sedangkan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome), merupakan kumpula gejala yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV yang didapat. (Sum 2, 2015). 2.2.2 Tipe HIV Ada 2 tipe HIV yang dapat menyebabkan AIDS,yaitu HIV-1 dan HIV2.HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replika lebih cepat. Berbagai macam sub tipe dari HIV-1 telah ditemukan dalam area geografis yang spesifik dan kelompok spesifik resiko tinggi. Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1 dan distribusi geografis: 1) Sub tipe A: Afrika Tengah. 2) Sub tipe B: Amerika Selatan, Brazil, USA, Thailand. 3) Sub tipe C: Brazil, India, Afika Selatan. 4) Sub tipe D: Afrika Tengah. 5) Sub tipe E : Thailand, Afrika Tengah. 6) Sub Tipe F: Brazil, Rumania, Zaire. 7) Sub tipe G: Zaire, Gabon, Thailand. 8) Sub tipe H: Zaire, Gabon. 9) Sub tipe O: Kamerun, Gabon. Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIV baru diseluruh dunia. (Nursalam dan Kurniawati, 2009).
18
2.2.3
Patofisiologi HIV/AIDS Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS,
sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama immunitas seluler dan menunjukkan
gambaran penyakit yang kronis. Penurunan imunitas
biasanya diikuti adanya peningkatan resiko dan derajat keparahan infeksi oportunistik serta penyakit keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi AIDS pada 3 tahun pertama, 50% menjadi AIDS sesudah 10 tahun dan hampir 100% pasien HIV menunjukkan gejala AIDS setelah 13 tahun. (Sudoyo, 2006). Dalam tubuh ODHA, pertikel virus akan bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga orang yang terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi. Sebagian pasien memperlihatkan gejala tidak khas infeksi seperti demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare atau batuk pada 3-6 minggu setelah infeksi. Kondisi ini dikenal dengan infeksi primer. (Sudoyo, 2006). Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu dimana HIV pertama kali masuk ke dalam tubuh. Pada fase awal proses infeksi (immunocompeten) akan terjadi respon imun berupa peningkatan aktivasi imun, yaitu pada tingkat seluler (HLA-DR; selT; IL-2R), serum atau humoral (beta-2 mikrogobulin, neopterin, CD8, IL-R) dan antibodi upregulation (gp120, anti p24; igA). (Hoffmann, Rockstroh, Kamps, 2006). Induksi sel T-helper dan sel-sel lain diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem imun agar tetap tidak dapat memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem
19
imun. Dengan monosit dan sel B tidak dapat berfungsi secara baik. Infeksi HIV akan menghancurkan sel T, sehingga T-helper tidak dapat memberikan induksi kepada sel sel efektor sistem imun. Dengan tidak adanyaT-Helper, sel-sel efektor sistem imun seperti T8 sititoksik, sel NK, monosit dan sel B tidak dapat berfungsi secara baik. Daya tahan tubuh menurun
sehingga
pasien jatuh kedalam stadium lebih lanjut. (Hoffmann, Rokstroch, Kamps, 2006). Saat ini, darah pasien menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, yang berarti banyak virus lain di dalam darah. Sejumlah virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1juta. Orang dewasa yang baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral acut. Tanda dan gejala dari sindrom retroviral acut ini meliputi: panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat dimalam hari, kehilangan berat badan dan timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononukleusis. (Nursalam, 2009). Setelah infeksi akut, di mulailah infeksi HIV asymptomatic (tanpa gejala), masa tanpa gejala ini bisa berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok orang yang perjalanan penyakitnya sangat cepat, hanya sekitar 2 tahun dan ada pula yang perjalannnya sangat lambat. Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat infeksi oportunistic (penurunan berat badan, demam lama, pembesaran getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur,
20
herpes dan lain-lain. (Sudoyo, 2006). Pada fase ini disebut dengan immunodeficiency, dalam serum pasien yang terinfeksi HIV ditemukan adanya faktor supresif berupa antibodi terhadap proliferasi sel T. Adanya supresif pada proliferasi sel T tersebut dapat menekansintesis dan sekresi limfokin, sehingga sel T tidak mampu memberikan respon terhadapnitrogen, terjadi dysfungsi immun yang di tandai dengan penurunan kadar CD4⁺,sitokin (IFNχ,IL-2,i=IL-6): antibody down regulation (gp120;anti p-24,TNF α; antinef). (Hoffmann, Rockstroh, Kamps, 2006). Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkoba. Lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi oleh kuman lain akan membuat HIV membelah lebih cepat. Selain itu dapat mengakibatkan reaktivasi virus di dalam limfosit T sehingga perjalanan penyakit bisa lebih progresif. (Sudoyo, 2006). 2.2.4
Pembagian Stadium.
1) Stadium pertama: HIV. Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window perod. Lama window period antara 1-3 bulan, bahkan ada yang dapat berlangsung sampai 6 bulan.
21
2) Stadium kedua: Asymptomatic (tanpa gejala). Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV, tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala-gejala. Keadaan ini dapat berlangsung merata selama 5-10 tahun.Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain. 3) Stadium ketiga: Pembesaran Kelenjar Limfe. Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (persistent generalized lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih 1bulan. 4) Stadium keempat: AIDS. Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit syaraf dan penyakit infeksi sekunder. 2.2.5
Gejala Klinis Pada Stadium AIDS dibagi antara lain:
Menurut (Nursalam, 2011) bahwa gejala klinis pada stadium AIDS adalah : 1) Gejala utama atau mayor : a) Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan. b) Diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus. c) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan. d) TBC. 2) Gejala minor : a) Batuk kronis selama lebih dari 1bulan. b) Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albicans.
22
c) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh. d) Munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh. (Nursalam, 2011). Tabel 1Empat Tahapan Derajat Infeksi HIV Fase
Derajat
1
Infeksi HIV primer
2
HIV dengan defisiensi imun dini (CD4⁺˃ 500/µl)
3
Adanya HIV dengan defisiensi imun yang sedang(CD4⁺:200- 500/µl) HIV dengan defisiensi imun yang berat(CD4⁺˃200/µl) disebut dengan
4
AIDS. Sehingga menurut (CDC Amerika,1993) pasien masuk dalam ketegori AIDS bila (CD4⁺˃200/µl)
(Nursalam, 2009). 2.2.6
Efek HIV Pada Sistem Imun. Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu dimana HIV pertama
kali masuk ke dalam tubuh. Pada waktu terjadi infeksi primer darah pasien menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, ini berarti banyak virus lain di dalam darah. Sejumlah virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1juta. Orang dewasa yang baru terinfeksi sering menunjukkan syndrom retroviral acut. Tanda dan gejala dari syndrom retroviral acut ini meliputi: panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare, berkeringat dimalam hari, kehilangan berat badan dan timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya muncul dan terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis.
23
Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4⁺ dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4⁺ yang ada di nodus limfa dan thymus. Keadaan tersebut membuat individu yang terinfeksi HIV rentan terkena infektioportunistic dan membatasi kemampuan thymus untuk memproduksi limfosit T. Tes antibodyHIV dengan menggunakan Enzyme Linked Imunoabsorbent Assay (ELISA) akan menunjukkan hasil positif. 2.2.7 Sistem Klasifikasi Untuk Dewasa Dan Remaja Dengan Infeksi HIV/ AIDS. CDC-Amerika Serikat mengkategorikan dewasa dan remaja dengan infeksi HIV didasarkan pada hitung limfosit CD4⁺dan kondisi klinis. Sistem klasifikasi digunakan untuk memberi petunjuk pada pemberi pelayanan kesehatan profesional dalam menentukan keputusan pengobatan untuk pasien dengan infeksi HIV. Sistem ini didasarkan pada tiga kisaran CD4⁺dan tiga kategori klinis serta yang ditunjukkan oleh matriks. Kategori limfosit CD4⁺ seperti ditunjukkan dibawah ini: 1) Kategori 1: ≥500 sel/µl 2) Kategori 2: 200-499sel/µl 3) Kategori 3: <200 sel/µl Klasifikasi tersebut didasarkan pada jumlah limfosit CD4⁺yang terendah dari pasien. Sekali pasien masuk dalam klasifikasi kategori 2 atau 3, pasien tidak akan bisa kembali pada kategori yang lebih rendah jika terdapat peningkatan CD4⁺: a) Klinik–Laten (Kategori Klinik A)
24
Meskipun pasien baru saja dinyatakan terinfeksi HIV, biasanya selama beberapa tahun pasien menunjukkan periode”klinik laten”antara infeksi HIV, tanda dan gejala klinis AIDS, replika HIV dan sistem imun pejamu merusak sejak awal infeksi. Individu yang terinfeksi HIV tidak akan menunjukkan tanda dan gejala infeksi HIV. Pada orang dewasa yang terinfeksi HIV, fase ini berlangsung selama
8-10
tahun.
HIV-ELISA
dan
western
blot
atau
Immunoflourescence Assay (IFA) menunjukkan hasil positif dengan jumlah limfosit CD4⁺>500 sel/µl. b) Tanda dan Gejala Awal HIV (Kategori Klinis B). Individu yang terinfeksi HIV dapat nampak sehat selama beberapa tahun dan tanda serta gejala minor dari infeksi HIV mulai nampak. Individu mulai menunjukkan candidiasis, limfadenopati, kanker cerviks, herpes zoster dan atau neuropati perifer. Jumlah virus dalam darah akan menunjukkan peningkatan sementara pada saat yang sama, jumlah limfosit CD4⁺menurun hingga mencapai 500sel/µl. Individu dengan kondisi kategori B, akan tetap dalam kategori B, tapi keadaan ini bersifat tidak tetap karena dapat berkembang menjadi kategori C apabila terjadi kondisi semakin parah dan juga tidak dapat kembali lagi ke kategori A bila bersifat asymptomatic. c) Tanda dan Gejala Lanjut HIV (Kategori Klinis C). Individu yang terinfeksi HIV menunjukkan infeksi dan keganasan yang mengancam kehidupan. Perkembangan pneumonia (pneumocytis carnii)
25
toxoplasmosis, cryptosporidiosis dan infeksi oportunistic lainnya yang bisa terjadi. Individu dapat pula mengalami kehilangan atau penurunan berat
badan,
jumlah
virus
terus
meningkat,
jumlah
limfosit
CD4⁺menurun hingga<200sel/µl. Pada keadaan ini individu akan dinyatakan sebagai penderita AIDS. d) Tahap Akhir Penyakit HIV (Kategori Klinis C) Individu yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan infekti oportunistic baru, seperti infeksi Mycobacterium Avium, sitomegalovirus komplex, Meningitis Cryptococcal, Leukoencephalopathy Multifocal yang progresif dan infeksi lain yang biasanya terjadi sekunder terhadap penurunan sistem imun. Jumlah virus sangat meningkat dan jumlah limfosit CD4⁺<50 sel/µl. Kematian bisa dikatakan sudah sangat dekat. Sekali kondisi kategori C ini terjadi, maka individu akan tetap pada ketegori ini walaupun ada kemungkinan kondisi ini dapat berubah. 2.2.7.1 Limfosit CD4⁺ pada anak-anak Anak yang terinfeksi HIV sering menderita penyakit yang parah saat pertama kali dievaluasi atau mungkin telah berkembang menjadi AIDS, seperti yang terjadi pada orang dewasa. Pada infant dan anak-anak normalnya limfosit CD4⁺lebih tinggi daripada orang dewasa. Nilai normalnya bervariasi sesuai usia, namun sama dengan nilai pada orang dewasa saat anak mencapai usia 6 tahun. CDC (The Center For Disease Control And prevention) telah mengembangkan sistem untuk mengklasifikasikan HIV pada anak yang didasarkan pada kategori klinis dan imunologis (tabel 2dan 3). Kategori klinis
26
dan imunologis ini dapat digunakan untuk mengevaluasi status HIV pada anak-anak dan untuk menentukan pengobatan yang tepat. Tabel 2 Sistem Klasifikasi Kategori Klinis dan Imunologi HIV pada Remaja atau Dewasa Kategori umum
Kategori Klinis A
Kategori Klinis B
Kategori Klinis C
1. ≥ 500 sel/µl
A1
B1
C1
2. 200-499 sel/µl
A2
B2
C2
A3
B3
C3
3.<200 sel/µl Sumber: (Nursalam, 2009).
Salah satu kategori klinis yang dikombinasikan dengan kategori imun di klasifikasikan sebagai AIDS dan salah satu kategori imun yang di kombinasikan dengan kategori klinis C diklasifikasikan sebagai AIDS. Sistem klasifikasi berikut untuk anak dengan infeksi HIV dibawah 13 tahun disajikan pada tabel 3. Tabel 3 Sistem kategori Imunologi pada Anak-anak. Kategori imun Kategori nonsuppression Kategori 2: suppression Kategori 3: suppression
<12 bulan 1:
>1500/µl (≥25%)
mild 750-1499/µl(1524%) severe
˂750/µl (˂15%)
Sumber: (Nursalam, 2009).
Anak usia 1-5 tahun
Anak usia 6-12 tahun
>1000/µl (≥25%) ˃500/µl (˃25%) 500-999/µl (1524%)
200-499/µl (1524%)
˂500/µl (˂15%)
˂20/µl (˂15%)
27
Tabel 4 Sistem Klasifikasi Kategori klinis HIV pada anak- anak Kategori Imunologis
N: Tanpa Tanda atau Gejalaᵃ
No N1 imunosupresion Moderate N2 suppression Severe imunoN3 suppression Sumber: (Nursalam,2009).
A: sedikit tanda atau gejalaᵇ
B: tanda atau gejala sedangᶜ
C: Tanda atau gejala sangat jelasᵈ
A1
B1
C1
A2
B2
C2
A3
B3
C3
Keterangan Klasifikasi : ᵃ Tanpa tanda dan gejala atau hanya salah satu dalam kategori A. ᵇ Dua atau lebih dari yang berikut: limfadenopati, hepatomegaly, splenomegali, dermatitis, parotitis, infeksi saluran pernafasan atas atau sinusitis, otitis media. ᶜ Kondisi Simptomatik yang tidak masuk dalam kategori A maupun C. ᵈ AIDS dengan perkecualian dari LIPI yaitu bagi yang masih di kategori B. 2.2.8
Penularan HIV/AIDS
Virus HIV menular melalui 6 cara penularan, yaitu: 1) Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS Hubungan seksual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan, bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina dan darah, dapat mengenai selaput lendir vagina, penis, dubur atau mulut, sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah. Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur dan mulut yang bisa
28
menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual. (Nursalam, 2009). 2) Ibu pada bayinya. Penularan HIV dari ibu, bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20%35%,
sedangkan
kalau
gejala
AIDS
sudah
jelas
pada
ibu,
kemungkinannya mencapai 50%. Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui tranfusi fetomaterna latau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekreti maternal saat melahirkan. (Lily, 2004) dalam (Nursalam, 2009). Semakin lama proses melahirkan, semakin besar resiko penularan. Oleh karena itu, lama persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio caesaria. Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI. Resiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10%. (Lily, 2004) dalam (Nursalam, 2009). a) Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS. Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh. (Nursalam dan Kurniawati, 2009).
29
b) Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum, tenaculum dan alatalat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV. (Nursalam dan Kurniawati, 2009). c) Alat- alat untuk menoreh kulit. Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat tatto, memotong rambut dan sebagainya bisa menularkan HIV, sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu. (Nursalam dan Kurniawati, 2009). d) Menggunakan jarum suntik secara bergantian. Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan oleh para pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV. HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang dipakai secara bersama-sama, berpelukan di pipi, berjabat tangan, hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk dan hubungan sosial yang lain. (Nursalam dan Kurniawati, 2009).
30
2.2.9
Prinsip Penularan HIV/AIDS. Untuk bisa terjadinya penularan HIV/AIDS harus terpenuhi 4 prinsip,
yaitu (ESSE): 1) Exit Exit artinya adanya pintu keluar penularan dari ODHA. 2) Survive Survive artinya virus berkembang biak ditubuh ODHA dalam keadaan sehat. 3) Sufficient Sufficient artinya jumlah virus cukup untuk menginfeksi pada orang lain. 4) Entry Entry artinya adanya pintu masuk ke dalam tubuh orang lain dan langsung masuk kedalam sirkulasi darah. (Skep.Pang TNI, 2012). 2.2.10 Pencegahan HIV/AIDS Pencegahan HIV/AIDS dapat dicegah dengan konsep ABCDE, yaitu: 1. Abstinence Yaitu berpantangan melakukan hubungan sexual (puasa sex), terutama diperuntukkan bagi mereka yang masih bujang atau sedang jauh dari pasangan. 2. Be faithful Yaitu berlaku saling setia dengan satu pasangan saja. 3. Condom Yaitu selalu gunakan kondom saat melakukan hubungan sex beresiko.
31
4. Don’t inject drug Yaitu jangan menyuntik narkoba secara bergantian dengan alat suntik yang sama. Jangan menggunakan alat tusuk dan alat iris secara bergantian, misalnya tatto atau tindik serta pastikan semua peralatan medis yang digunakan untuk melakukan tindakan pada pasien dalam keadaan baru atau telah disterilkan. 5. Education Yaitu pemberian informasi yang benar tentang HIV/AIDS, sehingga terjadi pemahaman yang benar tentang HIV/AIDS dengan pengetahuan yang dimiliki diharapkan dapat bisa dan mau melakukan tindakan pencegahan terhadap penularan HIV. (Skep.Pang TNI, 2012). 2.3 Konsep Konseling Perawat 2.3.1
Pengertian Konseling Perawat Seseorang yang membutuhkan konseling pada dasarnya adalah
individu yang mengalami kekurangan“psychological strength”atau daya psikologis yaitu suatu kekuatan yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan dalam keseluruhan hidupnya, termasuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya. (Nursalam dan Kurniawati, 2009). Konseling merupakan salah satu program pengendalian HIV/AIDS, selain
pengamanan
SARA,
komunikasi-informasi-edukasi,
Pelayanan
Dukungan dan Pengobatan (PDP). Konseling sangat dibutuhkan bagi pasien HIV/AIDS yang sudah terdiagnosa, maupun pada kelompok beresiko tinggi
32
agar mau melakukan tes bersikap terbuka dan bersedia mencari pertolongan dokter. (Nursalam dan Kurniawati, 2009) Table 5 Alur Diberikannnya Konseling Oleh Perawat Menurut Depkes RI,2008 Gejala atau kecemasan yang membawa seseorang memutuskan untuk tes status HIV
Konseling pra tes mencakup penilaian kondisi perilaku beresiko dan kondisi psikososial, dan penyediaan informasi faktual, tertulis ataupun lisan
Beri waktu untuk berfikir
Penundaan pengambilan darah
Pengambilan sampel darah
HIV Negatif Mendorong mengubah perilaku kearah positif, hilangkan yang negatif. Katakan meski situasinya masih beresiko rendah, tetap harus merawat diri untuk hindari infeksi dan kemungkinan penularan.
HIV Positif Sampaikan berita dengan hatihati, menilai kemampuan mengelola berita hasil, sediakan waktu untuk diskusi, bantu agar adaptasi dengan situasi dan buat rencana tepat dan rasional. Berikan konseling berkelanjutan yang melibat sertakan keluarga dan teman: gerakkan dukungan keluarga dan masyarakat; cari dukungan lainnya : tumbuhkan perilaku bertanggung jawab.
Lakukan periksa ulang adalah pajanan selama 12 bulan setelah tes atau pajanan sesudah tes. Sarankan tes ulang dan melakukan tes ulang.
Berikan konseling berkelanjutan, termasuk dorongan untuk mengurangi penularan; motivasi untuk menurunkan resiko penularan; jika dibutuhkan kenali sumber dukungan lain, termasuk layanan medic di RS, perawatan rumah.
Diharapkan cemas menurun ketenangan jiwa meningkat
33
2.3.2
Tujuan Konseling Tujuan konseling HIV adalah: 1) Mencegah penularan HIV dengan cara merubah perilaku, untuk merubah perilaku ODHA tidak hanya membutuhkan informasi belaka, tetapi yang jauh lebih penting adalah pemberian dukungan yang dapat menumbuhkan motivasi mereka, misalnya dalam perilaku sex aman, tidak berganti-ganti jarum suntik. 2) Meningkatkan kualitas ODHA dalam segala aspek medis, psikologis, sosial dan ekonomi. Dalam hal ini konseling bertujuan untuk memberikan dukungan kepada ODHA agar mampu hidup secara positif. Dalam hal ini, konselor juga diharapkan dapat membantu mengatasi rasa putus asa, rasa duka yang berkelanjutan, kemungkinan stigma, diskriminasi, penyampaian status HIV pada pasangan sexual, pemutusan hubungan kerja, dll. (Nursalam dan Kurniawati, 2009).
2.3.3
Jenis Konseling HIV/AIDS 1) Konseling untuk pencegahan terjadinya HIV/AIDS. 2) Konseling pra test. 3) Konseling pasca test. 4) Konseling keluarga. 5) Konseling berkelanjutan. 6) Konseling pada mereka yang menghadapi kematian. (Nursalam dan Kurniawati, 2009).
34
Konseling yang kami lakukan di VCT Rosela RS Militer Malang yaitu konseling untuk pencegahan HIV/AIDS atau pra test, dan konseling pasca test, baik pada pasien yang bersangkutan ataupun pasangannya. 2.3.4
Konseling Pra Test (Sebelum Deteksi HIV)
2.3.4.1 Pengertian Pra konseling juga disebut konseling pencegahan AIDS. Dua hal yang penting dalam konseling ini adalah: 1) Aplikasi perilaku klien yang menyebabkan klien beresiko tinggi terinfeksi HIV. 2) Apakah klien mengetahui tentang HIV/AIDS dengan benar. (Nursalam dan Kurniawati, 2009). 2.3.4.2 Tujuan Konseling pra test HIV/AIDS Tujuan konseling pra tes HIV/ AIDS adalah agar: 1) Klien memahami benar kegunaan tes HIV/AIDS. 2) Klien dapat menilai resiko dan mengerti persoalan dirinya. 3) Klien dapat menurunkan rasa kecemasannya. 4) Klien dapat membuat rencana penyesuaian diri dalam kehidupannya. 5) Klien memilih dan memahami apakah ia akan melakukan tes darah HIV/AIDS atau tidak. (Nursalam dan Kurniawati, 2009). 2.3.4.3 Lima prinsip praktik konseling pra tes HIV: 1) Motif dari klien HIV/AIDS. Klien yang secara sukarela (voluntary) dan secara paksa (Compulsory) mempunyai perasaan yang berbeda dalam menghadapi segala kemungkinan, baik pra tes atau pasca tes.
35
2) Interprestasi hasil pemeriksaan : a) Uji saring atau uji skrining dan tes konfirmasi. b) Asimptomatik atau gejala nyata (Full Blown Symptom). c) Tidak dapat disembuhkan (HIV) tapi masih dapat diobati (infeksi sekunder). 3) Estimasi hasil a) Pengkajian resiko bukan hasil yang diharapkan. b) Periode masa jendela. 4) Rencana ketika hasil diperoleh Apa yang akan dilakukan oleh klien ketika telah mengetahui hasil pemeriksaan, baik positif maupun negatif. 5) Pembuatan keputusan. Pasien dapat memutuskan untuk mau dan tidak mau di ambil darahnya guna dilakukan pemeriksaan HIV. (Nursalam dan Kurniawati, 2009). 2.3.5
Konsep Konseling Pasca Tes HIV
2.3.5.1 Pengertian Konseling Pasca Tes HIV Pasca konseling merupakan kegiatan konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif maupun negatif. Konseling pasca tes sangat penting untuk membantu mereka yang hasilnya positif, agar dapat mengetahui cara menghindarkan penularan HIV kepada orang lain dan cara untuk bisa mengatasinya serta menjalani hidup secara positif. Bagi mereka yang hasil tes HIV nya negative, maka konseling pasca tes
36
bermanfaat guna membantu tentang berbagai cara mencegah infeksi HIV dimasa mendatang. (Nursalam dan Kurniawati, 2009). 2.3.5.2 Tujuan Konseling Pasca Test. 1) Bila hasil negatif : a) Klien dapat memahami arti periode jendela. b) Klien dapat membuat keputusan akan tes ulang atau tidak, kapan waktu tepat untuk mengulang. c) Klien dapat mengembangkan pedoman praktis bagi dirinya untuk mengurangi resiko melalui perilakunya. 2) Bila Hasil Positif : a) Klien dapat memahami dan menerima hasil tes secara tepat. b) Klien dapat menurunkan masalah psikologis dan emosi karena hasil tes. c) Klien dapat menyesuaikan kondisi dirinya dengan infeksi dan menyususn pemecahan masalah serta dapat menikmati hidupnya. d) Klien dapat mengembangkan pedoman praktis bagi dirinya untuk mengurangi resiko melalui perilakunya. (Nursalam dan Kurniawati, 2009). 2.3.5.3 Jenis Tes Untuk Mendeteksi HIV Jenis tes yang biasa digunakan utuk mendeteksi seseorang terinfeksi HIV/ AIDS adalah menggunakan tes Enzyme Linked Immunosorbed Assay (ELISA) Latex Aglutination dan Western Blot. Apabila tes ELISA menunjukkan klien terinfeksi HIV, maka perlu di konfirmasi lagi dengan tes
37
western blot sebelum klien benar-benar dipastikan positif terinfeksi HIV. Tes juga dapat dilaksanakan untuk menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24 atau PCR(Polimerase Chain Reaction). PCR ini hanya dipakai untuk penelitian pada kasus-kasus yang sulit dideteksi dengan tes antibody, misalnya untuk tes pada bayi yang lahir dan ibu yang positif terinfeksi HIV dan pada kasus-kasus yang diperlukan masih berada dalam periode jendela. Periode jendela adalah tenggang waktu antara masuknya HIV ke dalam tubuh seseorang dan munculnya antibodi terhadap HIV, waktunya biasanya 1-6 bulan. Selama periode tersebut seseorang yang sudah terinfeksi HIV masih menunjukkan hasil tes yang negatif. (Nursalam dan Kurniawati, 2009). 2.3.5.4 Pengaruh Konseling terhadap Kecemasan. Sampai dengan detik ini HIV/AIDS masih menjadi pusat keprihatinan masyarakat dunia, terkait dengan: 1) Belum ditemukannya vaksin HIV sampai saat ini. 2) Obat yang saat ini ada harganya mahal dan pengobatannya berlangsung seumur hidup. 3) Terapi ARV (Anti Retro Viral), banyak menimbulkan dampak medis (Nursalam, 2009), dilaporkan 6.987 pasien AIDS, sebanyak 1.651 orang atau 23,63% meninggal dunia. 4) Dari hasil penelitian, menunjukkan ODHA yang mempunyai gambaran diri negative mengalami kecemasan 25-40%.
38
Gangguan kecemasan mencakup gangguan penyesuaian yang ringan, panik, fobia, obsesif-kompulsif, stress dan trauma, serta kegelisahan yang menyeluruh. Pasien yang mengalami depresi 60%. Mempengaruhi syaraf simpati. (David dan Brian, 2007). Sampai dengan awal tahun 2008, jumlah pasien HIV yang dirawat dibeberapa rumah sakit dan Puskesmas di Propinsi-propinsi besar Indonesia mengalami peningkatan. Selain itu penelitian sampai dengan tahun 2012 belum ada yang menyebutkan prevalensi ODHA yang mengalami gangguan kejiwaan, akan tetapi sebagian besar pasien telah melakukan kunjungan ke klinik VCT atau Klinik Testing dan Konseling Sukarela bagi pengidap HIV/AIDS. Terkait dengan kesiapan mental dan kejiwaan mereka untuk menekan cemas. (Suharmansyah, 2008). Reaksi kecemasan pada ODHA seringkali mencakup rasa khawatir yang mendalam, ketakutan-ketakutan dan prihatin terhadap kesehatan, kondisi tubuh, ketidakpastian mengenai penyakitnya, sulit tidur, sulit konsentrasi dan kematian. Perwujudan penyakit kecemasan lebih sering terjadi pada saat diagnosis dan selama pengobatan baru atau penyakit akut. (Kirunda, 2007). Sepengetahuan penulis, belum ada penelitian tentang tingkat kecemasan pasien beresiko HIV/AIDS di klinik VCT Rosela RS Militer Malang, namun penelitian tentang pengaruh VCT terhadap tingkat kecemasan ODHA terhadap kematian di klinik VCT Kantor Kesehatan Pelabuhan Belawan, Kota Medan oleh Dhaniada. Jenis penelitan ini menggunakan quasi experiment
39
dengan rancangan pretest dan post testwith control design. Pemilihan sampel penelitian menggunakan purposive sampling. Analisis untuk menguji kecemasan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan menggunakan paired t-test dan independent t-test. Dari hasil perhitungan statistik didapatkan hasil yang signifikan dengan P< 0,5 (P=0,0004), menunjukkan ada pengaruh yang signifikan konseling VCT terhadap tingkat kecemasan ODHA terhadap kematian. (Darsana, 2012). Di banding dengan psikoterapy, konseling lebih berurusan dengan pasien yang mengalami masalah yang tidak terlalu berat, sebagaimana halnya yang mengalami psikopatologi, skizofrenia maupun kelainan kepribadian. Umumnya konseling berasal dari pendekatan humanistic dan client centered. Konselor
berhubungan
dengan
permasalahan
sosial
budaya
dan
perkembangan selain permasalahan yang berkaitan dengan fisik, emosi dan kelainan mental serta tidak mempunyai kelainan secara patologis. Konseling merupakan pertemuan antara konselor dengan klien yang memungkinkan terjadinya dialog, bukan pemberian terapi, serta mendorong terjadinya penyelesaian masalah oleh diri klien sendiri. (Leserman, et al, 2009). Keberadaan konselor sangat diperlukan pada kondisi kecemasan ODHA, untuk memberi dukungan emosional dan membangkitkan semangat hidup ODHA. (Leserman, et al, 2009).
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realitas, agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara variabel, baik variabel yang diteliti maupun variabel yang tidak diteliti. (Nursalam, 2008). INPUT
PROSES
OUTPUT
Gangguan cemas menyeluruh: 1. 2.
Ketegangan motorik/ alat gerak. Hiperaktif saraf autonomy(simpatis/ parasimpatis). Rasa khawatir yang berlebihan. Kewaspadaan yang berlebihan.
3. 4. HIV/ AIDS atau ODHA
Kecemasan/ anxiety Faktor- faktor mempengaruhi kecemasan: 1. 2. 3.
yg
Konseling perawat Jenis- jenis konseling: 1.Konseling Hiv
Negatif/ non reactif
2. konseling pre test.
Intrisik. Ekstrinsik Predisposisi
Control periode jendela: 3, 6, 12 bulan
3. konseling post test. 4. Konseling Keluarga.
Keterangan :
5.Konseling Berkelanjutan.
: diteliti : tidak diteliti
6.Konseling Menghadapi
Kematian.
Tabel 6 Kerangka Konsep dalam penelitian
40
Positif/ reactif
Lanjutka terapi AR cotrimox
41
Keterangan: Pasien yang berobat dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagian mengalami gangguan kecemasan, mulai ringan sampai dengan berat, misalnya: gemetar, gelisah, muka tegang, mudah kaget, keringat berlebih, mual, menangis, susah tidur, shock dan lain-lain, hingga berfikir akan kematian yang selalu menghantuinya.
Awal
datang,
ODHA
menunjukkan
perilaku
pengingkaran/denial, marah/ anger, setelah fase marah berlalu, pasien berfikir bahwa protesnya tidak berarti (bergaining/tawar-menawar), depresi dan pada akhirnya menerima dan partisipasi dengan penyakit yang dideritanya. Setelah mendapatkan konseling dari konselor,pasien merasa dirinya lebih berharga, bermanfaat dan jiwanya lebih tenang, serta semangat hidupnya bangkit kembali. Bagi ODHA yang hasil laboratnya negatif atau non reaktif, disarankan untuk berobat/kontrol ulang 3-6 bulan berikutnya (periode jendela). Selanjutnya jika 12 bulan hasil laborat HIV menunjukkan tetap negatif, maka berarti pasien tersebut negatif, konseling yang diberikan yaitu live style/gaya hidup harus sehat, olah raga teratur, hindarkan faktor stres, memperbanyak beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pasien dengan hasil laboratorium HIV positif/reaktif, disarankan cek CD4, bila hasil CD4≤350 terapi ARV dan Kotrimoxasol diberikan, bila CD4≥350 tanpa terapi ARV dan Kotrimoxasol. Konseling yang diberikan sama perlakuan nya dengan pasien yang negatif.
42
3.2 Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu asumsi pernyataan tentang konseling antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian. Setiap hipotesis terdiri dari suatu unit atau bagian dari permasalahan. (Nursalam, 2009). Terdapat perbedaan tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan konseling perawat diklinik VCT Rosela RS Militer Malang.
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Desain penelitian merupakan penggambaran mengenai seluruh aktifitas peneliti, selama kerja penelitian, mulai dari persiapan sampai dengan pelaksanaan penelitian. (Nursalam, 2011). Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pre eksperimental dengan pendekatan one group pre – post test design. (Setiadi, 2007). Dimana peneliti melakukan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Menurut Setiadi (2007) dalam pendekatan one group pre test-post test tidak ada kelompok pembanding (control), tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (Pre test) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan yang terjadi setelah adanya eksperiment. Bentuk desain penelitian ini adalah sebagai berikut : Pre test T1
Perlakuan X
Post test T2
Keterangan : T1 : Tes awal (Pre test) dilakukan sebelum diberikan perlakuan X
: Perlakuan (Treatment) diberikan kepada pasien HIV/AIDS dengan menggunakan lembar balik sebagai media / sumber pengetahuan
43
44
T2 : Tes akhir (Post test) dilakukan setelah perlakuan 4.2 Populasi, Sampel dan Sampling 4.2.1
Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti.
Populasi dapat berupa orang, benda, gejala atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti. (Setiadi, 2011). Populasi merupakan seluruh subyek (manusia, binatang percobaan data laboratorium dan lain-lain) yang akan diteliti dan memenuhi karakteristik yang ditentukan. (Riyanto, 2013). Dalam penelitian ini, yang dijadikan sebagai populasi adalah pasien yang berobat di Klinik Rosela RS Militer Malang dalam kurun waktu bulan Februari – Maret 2017. 4.2.2
Sampel Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi. Dengan kata lain, sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih berdasakan kemampuan mewakilinya. (Setiadi, 2011). Sampel merupakan sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (Setiawan, 2015). Adapun rumus untuk menentukan besar jumlah sampel adalah sebagai berikut: n=
𝑁 1 + 𝑁 (𝑑 2 )
Keterangan : N : Besar populasi n : Besar sampel d : Tingkat kepercayaan yang di inginkan
45
n=
n=
63 1 + 63 (0,052 )
63 1 + 63 (0,0025)
n=
63 1 + 0,1575
n₂ =
63 1,1575
n = 54,4
n = 54 (Setiadi, 2007) Berdasarkan hasil hitungan, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini seharusnya adalah 54 sampel. Namun, besar sampel yang di teliti oleh peneliti sebanyak 21 ODHA, yang cara pengambilan sampelnya di lakukan sesuai dengan kriteria insklusi dan ekslusi. 4.2.2.1 Kriteria Insklusi (Kriteria yang layak diteliti). Kriteria insklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti. (Nursalam dan Pariani, 2011). Kriteria Inklusi pada penelitian ini yaitu:
46
a) Klien HIV/AIDS yang melaksanakan pemeriksaan di klinik VCT Rosela RS Militer Malang. b) Klien yang berusia 20-60 tahun. c) Klien yang bersedia menjadi responden. d) Klien yang kooperatif. 4.2.2.2 Kriteria Eksklusi (Kriteria yang tidak layak diteliti) Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai sebab. (Nursalam, 2011). Kriteria Eksklusi pada penelitian ini yaitu: a) Klien yang hasil tes HIVnya NR (Non Reactive atau Negatif). b) Klien yang hasil tes HIVnya R (Reactive atau positif), tetapi tidak mendapat terapi ARV (Anti RetroViral). c) Klien yang menolak berapartisipasi. Besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus kecukupan sampel menurut Setiadi (2007). 4.2.3
Teknik Sampling Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi
untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling adalah teknik yang dipergunakan untuk mengambil sampel dari populasi. (Nursalam, 2011). Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Quota Sampling. 4.2.4
Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai
variasi nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat
47
diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatannya. (Setiadi, 2007). Variabel penelitian merupakan nilai dari obyek yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. (Setiawan, 2015). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini, dibagi menjadi dua kelompok: 4.2.4.1 Variabel dependent Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau sering disebut sebagai variabel akibat. Variabel tergantung adalah variabel respon atau output, sebagai variabel respon, berarti variabel ini akan muncul sebagai akibat dari manipulasi suatu variabel independent. (Setiadi, 2011). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Tingkat Kecemasan Pada Pasien HIV/AIDS. 4.2.4.2 Variabel Independent Variabel bebas adalah variabel yang dimanipulasi oleh peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada variabel dependent. Variabel ini biasanya diamati, diukur untuk diketahui hubungannya dengan variabel lain. (Setiadi, 2007). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Konseling Perawat. 4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 1) Lokasi Lokasi penelitian dilakukan di klinik VCT Rosela RS Militer Malang. 2) Waktu Penelitian Waktu penelitian yaitu bulan Februari - Maret 2017.
48
4.4 Bahan dan Instrument Penelitian Instrumen merupakan alat ukur yang digunakan dalam penelitian. Instrument yang digunakan untuk mengukur perbedaaan Tingkat Kecemasan, menggunakan tehnik kuisioner skala HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety). Sedangkan alat yang digunakan untuk melakukan konseling atau penyuluhan dengan menggunakan media ceramah dan media visual: leaflet, SAP dan lembar balik tim PKRS (Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit). SAP di susun sebagai parameter penyuluhan. Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala, yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejalagejala yang lebih spesifik. Masing - masing kelompok gejala diberi penilaian angka skor 0-4. Menurut Hawari (2011) masing-masing nilai angka atau skor dari ke 14 kelompok gejala tersebut, di jumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut, dapat diketahui derajat kecemasan seseorang tersebut, yaitu: 1) < 14 : tidak ada kecemasan 2) 14-20 : kecemasan ringan 3) 21-27 : kecemasan sedang 4) 28-41 : kecemasan berat 5) 42-56 : kecemasan berat sekali 4.5 Uji Normalitas Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas Kolmogorov Smirnov. Dari hasil uji normalitas didapatkan nilai Sig. (2-tailed) 0,763 dimana > 0,05 yang artinya hasil uji normalitas
49
dinyatakan Normal. Hasil tersebut telah memenuhi syarat untuk dilakukan uji paired t-tes. 4.6 Definisi Operasional Definisi operasional adalah unsur untuk penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu penelitian lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Setiadi, 2007).
50
Tabel 7 Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Variabel dependent:tingk at kecemasan Pada Pasien HIV/AIDS.
Segala gejala kecemasan, baik akut maupun kronik(menahun)merupakan komponen utama hampir semua gangguan kejiwaan, dibagi dalam: - Gangguan cemas - Gangguan cemas menyeluruh - Ganguan panik - Gangguan phobic - Gangguan obsesifkompulsif
Variabel independent:ko nseling perawat pada pasien HIV/AIDS.
Seseorangyang membutuhkan konseling pada dasarnya adalah individu yang mengalami kekurangan psikologicalstrength/ daya psikologis/ kekuatan yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan dalam kseluruhan hidupnya, termasuk menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya
Indikator/ parameter Pasien dapat mengikuti konseling yang diberikan peneliti
Alat ukur
Skala
Skor
Skala HARS-A (Hawari,2 011)
Interval
< 14 : tidak ada kecemasan 14-20 : kecemasan ringan 21-27 : kecemasan sedang 28-41 : kecemasan berat 42-56 : kecemasan berat sekali
Tingkat keberhasilan perawat dalam memberikan konseling, sehingga kecemasan ODHA berkurang.
Lembar balik atau leaflet, SAP
4.7 Prosedur Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan mulai ODHA datang di VCT dengan memberikan pretest kemudian ODHA diberikan konseling minimal 2 kali dan maksimal 4 kali dan selanjutnya post test, dengan langkah- langkah sebagai berikut : 1) Sebelum
melakukan
pengumpulan
data,
peneliti
permohonan ijin kepada kepala klinik tempat penelitian.
mengajukan
51
2) Peneliti mengambil data ODHA di klinik VCT Rosela RS Militer Malang. 3) Mendatangi calon responden dan menerangkan maksud dan tujuan penelitian, kemudian memberikan informed consent apabila bersedia. 4) Kepada responden, peneliti menyerahkan kuisioner Tingkat Kecemasan Sebelum dan Sesudah diberikan Konseling Perawat. 5) Mempersilahkan responden untuk mengisi kuisioner, apabila responden kesulitan dalam mengisi, maka peneliti membantu mengisi kuisioner dengan melakukan wawancara, kemudian peneliti menuliskan jawaban responden pada lembar kuisioner. Pengumpulan data didapatkan dari lembar kuisioner kecemasan skala HARS-A. 6) Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuisioner perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan konseling, melalui metode ceramah dan media visual yang terlampir dalam leaflet, lembar balik dan SAP. Kuisioner dibuat dan disusun berdasarkan indikator pada definisi operasional. Setelah responden menandatangani
surat
persetujuan
menjadi
responden,
peneliti
mengumpulkan data dengan lembar kuisioner data umum, melakukan pre test tentang : perasaan cemas (ansietas), ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi (murung), gejala fisik (otot), gejala sensorik, gejala jantung dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, perkemihan dan gejala autonom serta mengobservasi tingkah laku saat wawancara. Setelah itu melakukan penilaian (post test) tentang
52
konseling pada pertemuan atau saat kontrol 1 atau 2 minggu atau bulan berikutnya. Pengumpulan data ini dilakukan secara bertahap pada masing-masing responden. Setiap responden diamati kecemasannya saat pre test hari pertama dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian konseling (informasi, edukasi kesehatan/pendidikan kesehatan, komunikasi) serta PDP ( Pelayanan Dukungan dan Pengobatan) dengan metode ceramah, lembar balik dan SAP. Selanjutnya hasil kuisioner dikumpulkan untuk dianalisis perbedaannya sebelum dan sesudah pemberian konseling dan pendidikan kesehatan. 4.7.1 Pre Analis Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data melalui tahapan berikut: 4.7.1.1 Editing Editing adalah mengkaji dan meneliti kembali data yang akan dipakai, apakah sudah baik dan sudah dipersiapkan untuk proses berikutnya. Kegiatan dalam langkah ini antara lain: a. Mengecek nama dan kelengkapan identitas respondennya, anoname, diperlukan pengecekan sejauh mana atau identitas apa saja yang sangat diperlukan bagi pengolahan data lebih lanjut. b.Mengecek kelengkapan isi instrument pengumpulan data (termasuk kelengkapan lembar instrument terhadap kemungkinan lepas atau sobek).
53
c. Mengecek masalah isian data. 4.7.1.2 Coding Coding (pengkodean) adalah pemberian kode-kode tertentu pada tiap-tiap data termasuk memberikan kategori untuk jenis data yang sama. Kegiatan dalam coding ini adalah memberikan skor terhadai item-item yang perlu diberikan skor, yaitu menilai kuisioner Tingkat Kecemasan Pasien HIV/AIDS Sebelum dan Sesudah Diberikan Konseling Perawat. Kemudian tingkat kecemasan responden dikategorikan kedalam lima kriteria skala Hars-a (Hawari, 2011): 1. <14
: Tidak ada kecemasan
2. 14-20
: Kecemasan ringan
3. 21-27
: Kecemasan sedang
4. 28-41
: Kecemasan berat
5. 42-56
: Kecemasan berat sekali
4.7.1.3 Sorting Sorting merupakan kegiatan mensortir dengan cara memilih atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi data) misalnya menurut : tanggal dan sebagainya. 4.7.1.4 Processing Prosessing data adalah kegiatan memasukkan data yang telah di kumpulkan kedalam master table atau database computer. Pada tahap ini, peneliti akan memasukkan data Tingkat Kecemasan Pasien HIV/AIDS
54
Sebelum dan Sesudah Diberikan Konseling Perawat yang dikumpulkan kedalam komputer. 4.7.1.5 Cleaning Cleaning data merupakan kegiatan untuk memeriksa kebenaran data. Kegiatan ini dapat berupa pengecekan data,mengecek konsistensi atau mengecek table silang. Pada tahap ini, peneliti akan memeriksa kembali, apakah data yang sudah dimasukkan kedalam komputer sudah sesuai. Apakah kode-kode yang dimasukkan sudah selesai dengan kategori yang diinginkan peneliti, mengenai Perbedaan Tingkat Kecemasan Pasien HIV/AIDS Sebelum dan Sesudah Diberikan Konseling Perawat ataukah belum. 4.7.1.6 Mengeluarkan Informasi Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan. 4.8 Analisis Analisa data merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari mengelompokkan hingga melakukan perhitungan data dari seluruh responden atau sumber lainnya yang terkumpul (Sugiyono, 2012). Rencana analisa data menggunakan uji paired t test dengan tingkat kepercayaan 0,05. Apabila hasil nilai hitung p value < 0,05 maka kesimpulannya H1 di terima, yang artinya variabel
bebas
berpengaruh
terhadap
variabel
terikat.
Keseluruhan
penghitungan statistik dalam penelitian ini di bantu dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution seri 16). Setelah pengumpulan data selesai, kemudian dilakukan analisis data, pengolahan data, tahap penyelesain atau pembahasan dari hasil penelitian.
55
4.9Kerangka Kerja
Populasi :seluruh pasien HIV/AIDS 20-60th yang berobat di klinik VCT Rosella RS Militer Malang mulai Februari - Maret 2017 berjumlah 54 orang Sample Quota sampling: Sebagian pasien HIV/AIDS 20-60 th yang berobat di VCT Rosella RS Militer Malang berjumlah 21 orang
Informed concent
Pre test Pengumpulan
Variabel dependent / tergantung / terikat : Tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS
Variabel Independent / bebas : Konseling perawat pada pasien HIV/AIDS
Treatment : pemberian penyuluhan / pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan lembar balik serta SAP Metode quasy eksperimen (semu) one group pre / post test desain Post test Pengolahan data : editing, coding, sorting, procesing, cleaning, mengeluarkan data Menganalisa data dengan uji paired t-tes Menarik kesimpulan / hasil Tabel 8 Kerangka Kerja : gambar kerangka penelitian “ Perbedaan Tingkat Kecemasan Pasien HIV/AIDS Sebelum dan 4.9 Keterangan Etika Penelitian Sesudah Diberikan Konseling Perawat”.
4.9.1
Informed Consent (pernyataan persetujuan)
56
4.10Etika Penelitian 4.10.1 Informed Consent (pernyataan persetujuan) Lembar persetujuan ini diberikan kepada subjek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan yang akan dilakukan, serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika calon responden bersedia untuk diteliti,maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap menghormati hak-haknya. (Arikunto, 2008). 4.10.2 Anonymity (Tanpa nama) Untuk menjaga kerahasiaan responden, maka peneliti tidak akan menentukan nama responden pada lembar pengumpulan data. Cukup dengan memberi nomer kode pada masing-masing lember tersebut. (Arikunto, 2008). 4.10.3 Confidentiality (kerahasiaan) Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti, karena hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset (Arikunto, 2008). 4.10.4 Beneficience Responden yang mengikuti penelitian ini, mendapatkan tambahan informasi tentang pengertian,manfaat dan faktor-faktor yang mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pasien HIV/AIDS Sebelum dan Sesudah diberikan Konseling Perawat.
57
4.10.5 Justice Dalam pelaksanaan penelitian ini,responden diperlakukan secara adil, baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaan dalam penelitian, tanpa diskriminasi. 4.10.6 Non Malficience Penelitian dilakukan tanpa menyakiti atau melukai perasaan responden. Responden dalam menjawab pertanyaan kuisioner disesuaikan dengan kemampuan. Meyakinkan responden bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang diberikan, tidak dipergunakan dalanm hal- hal yang merugikan responden, dengan cara memberikan pemahaman tentang maksud dan tujuan penelitian. 4.10.7 Filately Peneliti tetap menjaga kesetiaan untuk tetap berkomitmen dan menepati janji yang telah disepakati dalam pelaksanaan penelitian, serta tetap akan menjaga kerahasiaan tentang identitas dan informasi yang didapat dari responden.
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA
Pada bab ini, akan diuraikan hasil penelitian yang dilaksanakan pada ODHA di Klinik VCT Rosela RS. Militer Malang sebanyak 21 orang, yang disesuaikan dengan kriteria insklusi dan eksklusi. Hasil penelitian ini, disajikan dalam dua bagian, yaitu data umum dan data khusus. Data umum membahas tentang karateristik responden, yang terdiri dari : usia, pendidikan, pekerjaan dan jenis kelamin. Sedangkan data khusus akan membahas tentang gejala kecemasan. Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. 5.1 Analisa Data 5.1.1
Analisa Univariat
5.1.1.1 Data Umum 1. Distribusi Responden berdasarkan Usia Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia ODHA di Klinik VCT Rosela RS. Militer Malang adalah sebagai berikut : Tabel 9. Karateristik Responden berdasarkan usia, Bulan Februari Maret 2017 No Usia Frekuensi ( F ) Prosentase (%) 1 20 - 40 tahun 11 52,4 2 41 - 65 tahun 10 47,6 21 100 Jumlah Sumber : Data Primer, 2017
58
59
Berdasarkan tabel 9 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki usia dewasa muda 20 – 40 tahun, yaitu 11 responden (52,4%). 2. Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan pada ODHA di Klinik VCT Rosela RS. Militer Malang adalah sebagai berikut: Tabel 10. Karateristik Responden Berdasarkan Pendidikan pada ODHA di Klinik VCT Rosela RS. Militer Malang, pada bulan Februari – Maret 2017 No Usia Frekuensi ( F ) Prosentase (%) 1 Perguruan Tinggi 1 4,7 2 SMA 17 81,0 3 SMP 1 4,7 4 SD 2 9,6 21 100 Jumlah Sumber : Data Primer, 2017 Berdasarkan tabel 10 diketahui bahwa hampir seluruh responden memiliki pendidikan SMA, yaitu 17 orang (81% ) 3. Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan pada ODHA di Klinik VCT Rosela RS. Militer Malang adalah sebagai berikut : Tabel 11. Karateristik Responden Berdasarkan Pekerjaan pada ODHA di Klinik VCT Rosela RS. Militer Malang, pada Bulan Februari – Maret 2017 No Pekerjaan Frekuensi ( F ) Prosentase (%) 1 PNS / Polri / TNI 3 14,3 2 Wiraswasta 11 52,4 3 Guru 1 4,8 4 Lainnya / TB (Tidak Bekerja) 6 28,5 21 100 Jumlah Sumber : Data Primer, 2017 Berdasarkan tabel 11, diketahui bahwa sebagian besar responden adalah wiraswasta 11 orang (52,4%).
60
4. Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin pada ODHA di Klinik VCT Rosela RS. Militer Malang adalah sebagai berikut: Tabel 12. Karateristik responden berdasarkan jenis kelamin pada ODHA di Klinik VCT Rosela RS.Militer Malang pada Bulan Februari – Maret 2017. No Pekerjaan 1 Laki – laki 2 Wanita Jumlah Sumber : Data Primer, 2017
Frekuensi ( F ) 13 8 21
Prosentase (%) 62 38 100
Berdasarkan tabel 12, diketahui bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki 13 orang (62 %) 5.1.1.2 Data Khusus Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai data khusus penelitian yaitu tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan konseling. Tabel 13. Karateristik Tingkat Kecemasan Pre Konseling Karakteristik Tingkat Kecemasan Pre Konseling ODHA Tidak ada kecemasan Ringan Sedang Berat Berat Sekali Total Sumber : Data Diolah (2017)
Jumlah (N) 0 2 2 14 3 21
Prosentase (%) 0 9,5 9,5 66,7 14,3 100
Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa sebelum diberikan konseling, sebagian besar responden memiliki tingkat kecemasan berat 14 orang (66,7%).
61
Tabel 14. Karateristik Tingkat Kecemasan Post Konseling Karakteristik Konseling
Tingkat
Kecemasan
ODHA Tidak ada kecemasan Ringan Sedang Berat Berat Sekali Total
Post
Jumlah (N)
Prosentase (%)
6 7 7 1 0 21
28,6 33,3 33,3 4,8 0 100
Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa setelah diberikan konseling, hampir setengah responden memiliki tingkat kecemasan ringan 7 orang (33,3%) dan kecemasan sedang sebanyak 7 orang (33,3%). 5.1.2 Analisa Bivariat Analisa data yang dilakukan ini adalah menggunakan uji paired ttesuntuk menguji ada perbedaan hasil antara sebelum perlakuan (pre test) dengan sesudah perlakuan (post test) terhadap tingkat kecemasan ODHA. Metode pengujian paired t-tes yang gunakan adalah skala data interval, yaitu hasil sebelum dan sesudah perlakuan dengan kategori : <14 Tidak ada kecemasan,1420 Gejala Ringan, 21-27 Gejala Sedang, 28-41 Gejala Berat, 42-56 Gejala Berat Sekali. Dari hasil uji paired t-tes di dapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang hasilnya lebih kecil dari alpha 5% (0,05) hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan konseling perawat di klinik VCT Rosela RS Militer Malang. Hal ini dibuktikan oleh diagram box pot sebagai berikut :
62
Histogram
Histogram
6
5
Frequency
4
3
2
Mean =32.86 Std. Dev. =8.187 N =21
1 30
40
PreKonseling 0
0
Mean =16.9 Std. Dev. =7.077 N =21
50
5
10
15
Uji Paired T-tes Sig. (2-tailed) = 0,000 20
25
30
PostKonseling
Diagram 1. Box Plot Perbedaan Tingkat Kecemasan Pre konseling dan Post Konseling Berdasakan Diagram 1. Box Plot didapatkan perbedaan nilai mean pada tingkat kecemasan pre konseling 32,86 dan pada tingkat kecemasan post konseling nilai mean 16,9. Dan pada uji Paired T-test didapatkan nilai Sig. (2tailed) = 0,000 < 0,05 hal ini menunjukkan bahwa Hipotesis di terima, yaitu terdapat perbedaan tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan konseling perawat di klinik VCT Rosela RS Militer Malang.
BAB 6 PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas mengenai hasil penelitian yang telah dilaksanakan yaitu perbedaan tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS sebelum dan sesudah di berikan konseling perawat dengan media visual (leaflet, SAP dan Lembar balik), implikasi penelitian dalam profesi keperawatan dan keterbatasan dalam melaksanakan penelitian. 6.1 Tingkat Kecemasan sebelum diberikan konseling pada pasien HIV/AIDS Tingkat
kecemasan
responden
sebelum
pemberian
konseling
(pendidikan kesehatan) tergolong tinggi. Berdasarkan tabel 13. didapatkan hasil 14 responden (66,7%) dalam kategori tingkat kecemasan berat dan tingkat kecemasan berat sekali 3 responden (14,3%). Kondisi ini didukung dengan hasil wawancara 21 responden seluruhnya pasien baru HIV yang sebagian besar responden 13 orang (62%) berjenis kelamin laki-laki serta belum pernah mendapatkan konseling dan belum paham dalam PDP (Pelayanan, Dukungan dan Pengobatan) terapi ARV. Menurut Kaplan dan Sadock (1997) dalam Maliya (2008) faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien terdiri dari faktor instrisik yang meliputi: pertama usia dimana kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa, sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun. Kedua pengalaman pasien menjalani pengobatan yaitu pengalaman –
63
64
pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada individu terutama untuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu dikemudian hari. Ketiga konsep diri dan peran dimana setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisinya pada setiap waktu. Pasien yang mempunyai peran ganda baik didalam keluarga ataupun didalam masyarakat ada kecenderungan mengalami kecemasan yang berlebih disebabkan konsentrasi terganggu. Sedangkan faktor ekstinsik meliputi: pertama kondisi medis (diagnosis penyakit) terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi unuk masing-masing kondisi medis, pada pasien yang dengan diagnosis baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan. Kedua tingkat pendidikan, pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Ketiga akses informasi adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang membentuk pendapatnya berdasarkan sesuatu yang diketahuinya. Keempat proses adaptasi yaitu tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal dan eksternal yang dihadapi individu dan membutuhkan respon perilaku yang terus menerus. Kelima tingkat sosial ekonomi dimana masyarakat kelas sosial ekonomi rendah prevalensi psikistiknya lebih banyak. Jadi keadaan ekonomi yang rendah atau tidak memadai dapat mempengaruhi peningkatan kecemasan. Keenam jenis tindakan medis yang dapat mendatangkan
65
kecemasan karena terdapat ancaman pada integritas tubuh dan jiwa seseorang. semakin mengetahui tindakan medis akan mempengaruhi tingkat kecemasan pasien. Ketujuh komunikasi terapeutik sangat dibutuhkan oleh pasien. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Sunaryo (2004) yang menyebutkan bahwa pada umumnya seorang laki-laki dewasa mempunyai mental yang kuat terhadap sesuatu hal yang dianggap mengancam bagi dirinya dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki lebih mempunyai tingkat pengetahuan dan wawasan lebih luas dibanding perempuan, karena laki-laki lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan luar sedangkan sebagian besar perempuan hanya tinggal dirumah dan menjalani aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga, sehingga tingkat pengetahuan atau transfer informasi yang didapatkan terbatas tentang pencegahan penyakit dan Myers (1983) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidak mampuannya dibanding laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif sedangkan perempuan lebih sensitif. Penelitian lain menunjukkan bahwa laki-laki lebih rileks dibanding perempuan. (Kuraesin, 2009). Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kecemasan dengan kategori berat diantaranya 13 responden (62%) berjenis kelamin laki-laki yang umumnya adalah kepala keluarga, dan mereka berpendapat bahwa penyakit HIV tidak bisa disembuhkan sehingga mereka merasa cemas tidak bisa menjalankan fungsi sebagai pencari nafkah (tidak produktif bekerja lagi) untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
66
Diharapkan setiap ODHA yang berobat di klinik VCT Rosela RS. Militer Malang adherence (patuh berobat). 6.2 Tingkat kecemasan sesudah diberikan konseling pada pasien HIV/AIDS Tingkat
kecemasan
responden
sesudah
pemberian
konseling
(pendidikan kesehatan) tergolong lebih baik jika dibandingkan dengan responden sebelum mendapatkan konseling (pendidikan kesehatan). Telah disebutkan dalam hasil penelitian, kecemasan responden saat dilakukan pretest adalah tinggi, sedangkan kecemasan responden setelah dilakukan post test dari 21 responden didapatkan masing-masing 7 responden (33,33%) memiliki tingkat kecemasan ringan dan sedang. Penurunan tersebut dapat dipengaruhi pengalaman, tingkat pendidikan dan sarana (Notoatmojo, 2007). Pendidikan seseorang berperan dalam membentuk sikap dan perilaku sesorang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Karena hasil pendidikan ikut membentuk pola berpikir, pola persepsi dan sikap pengambilan keputusan sesorang. Pendidikan seseorang yang meningkat mengajarkan individu mengambil sikap keputusan yang terbaik untuk dirinya. Hal ini didukung oleh Maliya (2008) yang menyatakan bahwa orang yang berpendidikan, mampu memahami arti hidup dan mampu menjalani hidup dengan terarah. Masalah yang muncul dalam dirinya mampu dikelola dengan pemikiran yang lebih rasional. Dari hal ini dapat diketahui bahwa pasien yang pendidikan lebih tinggi, tingkat kecemasannya relatif lebih rendah. Selain faktor pendidikan, sarana atau fasilitas sebagai sumber informasi dapat mempengaruhi kecemasan seseorang. Setelah ODHA diberi konseling
67
pengetahuan ODHA tentang HIV/AIDS menjadi bertambah sehingga kecemasannya menurun. Salah satu sarana yang digunakan adalah memberikan konseling atau pendidikan kesehatan dengan media visual leaflet, SAP dan lembar balik sehingga dapat merubah atau menghilangkan perilaku yang negatif ke arah perilaku yang positif agar terhindar munculnya infeksi oportunistic dan tidak jatuh dalam kondisi panik. 6.3 Perbedaan Konseling sebelum dan sesudah diberikan perawat, terhadap tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS Hasil uji paired t-tesdidapatkan nilai mean pada tingkat kecemasan pre konseling 32,86 dan pada tingkat kecemasan post konseling nilai mean 16,9 hal ini dapat disimpulkan bahwa H1 diterima, yaitu terdapat perbedaan tingkat kecemasan pada saat sebelum perlakuan (pre test) dan pada saat sesudah perlakuan (post test). Adanya perbedaan yang signifikan ditunjang dengan menurunnya tingkat kecemasan, yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap konseling yang diberikan perawat dengan media visual (leaflet, SAP dan lembar balik) terhadap tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS. Hal ini diperkuat oleh penelitian Adriana (2014) yang didapatkan bahwa adanya pengaruh konseling terhadap penurunan kecemasan pada pasien terapi rumatan metadon di Puskesmas Manahan Surakarta. Pendidikan kesehatan adalah suatu rancangan proses yang ditunjukkan bagi individu untuk selalu belajar memperbaiki kesadaran dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan demi kesehatannya. (Nursalam, 2009). Hal ini didukung oleh penelitian Jambak dan Febrina (2016) yang menyatakan
68
bahwa perubahan perilaku sosial dan kesehatan, terjadi karena mendapatkan pendidikan kesehatan, konseling dan arahan dari petugas kesehatan. Perubahan perilaku yang dijalani pasien HIV/AIDS antara lain lebih rajin olahraga, lebih memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi, melakukan kegiatan seperti akupunktur, mendengar ceramah agama dan tidak bergantigati pasangan sex. Dan pada saat penelitian di VCT Rosela RS Militer Malang
didapatkan
responden
sebelum
dilakukan
konseling
malas
berolahraga dan tidak memperhatikan makanan yang dikonsumsi. Setelah diberikan konseling, responden rajin berolahraga dan memperhatikan asupan makananya. ODHA sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, tidak hanya dari keluarga namun juga dari kontribusi pemerintah yakni melalui konseling dalam memberikan pemberdayaan ketrampilan, sehingga rasa putus asa dan kecemasan pasien dapat menurun. Pentingnya konseling akan mendorong ODHA untuk melakukan tindakan preventif atau promotif dalam kesehatan reproduksi. Hasil penelitian ini juga memberikan gambaran bahwa setelah dilakakukan konseling, masih ada ODHA yang memiliki tingat kecemasan sedang 7 responden (33,3%), hal ini disebabkan ada beberapa responden tidak bisa bertemu setiap hari karena mereka lebih memilih untuk bekerja. Oleh karena itu pemberian konseling harus diberikan pada saat pertemuan berikutnya (kontrol minggu depannya atau bulan berikutnya).
69
6.4 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini, kelemahan atau keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti adalah : 1. Pasien rawat jalan di Klinik VCT Rosela didapatkan sebagian tidak kontrol untuk tiap bulan (tidak patuh) karena menganggap dirinya saat ini baikbaik saja atau tidak ada keluhan, namun datang beberapa bulan berikutnya dengan berbagai infekti oportunistic (komplikasi) yang muncul, sehingga memerlukan perawatan rawat inap. Sedangkan peneliti berdinas di Poli dan tidak bisa mengontrol perawatan di ruang perawatan (Ruang Isolasi/Ruang Cempaka) 2. Pengantar atau keluarga, PMO yang datang ke poli berganti-ganti orang, sehingga konseling, pendidikan kesehatan yang diberikan kurang efektif oleh karena harus terus diulang-ulang.
BAB 7 PENUTUP
7.1 Kesimpulan 1. Tingkat kecemasan responden sebelum diberikan konseling HIV/AIDS adalah responden berkecemasan berat sebanyak 14 responden (66,7 %) 2. Tingkat kecemasan responden sesudah diberikan konseling HIV/AIDS adalah berkecemasan ringan dan sedang masing-masing sebanyak 7 orang (33,3 %) 3. Terdapat perbedaan sebelum dan sesudah diberikan konseling HIV/AIDS. Dengan hasil mean pre konseling 32,86 dan post konseling 18,9 dan pada uji Paired T-tes nilai Sig.(2-tailed) 0,000. 7.2 Saran 1. Penelitian selanjutnya Sebagai bahan referensi peneliti selanjutnya, tentang kecemasan pasien dengan konseling HIV/AIDS oleh perawat dan diharapkan mendapatkan hasil yang maksimal. 2. Institusi terkait a. Dapat mengembangkan pelayanan yang terbaik pada masyarakat RS, yang didalamnya adalah pasien dan keluarganya dengan memberikan konseling, pendidikan kesehatan dengan media visual.
70
71
b. Mengatur jadwal konseling pasien HIV/AIDS pada kunjungan yang akan datang, dan menjadwalkan ulang konseling bagi pasien yang tidak bisa bertemu setiap hari. 3. Pasien HIV/AIDS atau ODHA a. ODHA dan keluarga, aktif dalam mengikuti konseling, pendidikan kesehatan karena dapat menambah wawasan dan keluarga untuk mendapatkan informasi tentang penyakit HIV/AIDS b. Memberikan Konseling kepada masing-masing anggota Batalyon, yang akan melaksanakan tugas satuan operasional, baik tugas keluar Jawa atau Luar Negeri bersama Sikesprev (Seksi Kesehatan Preventif) Kesdam V/Brawijaya. c. Konselor harus menginformasikan tentang pentingnya keefektifan konseling antara pasien dan petugas kesehatan dalam menghadapi perubahan perilaku kesehatan. d. ODHA berpartisipasi dalam Kelompok Dukungan Sebaya (KDS).
72
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, 2014. Pengaruh konseling terhadap penurunan kecemasan pada pasien program terapi rumatan metadon di Puskesmas Manahan Solo. Arikunto, 2008. Metode Penelitian, Wisudharta. weebly. com Copel, Linda, 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Pedoman Klinis Perawat, Edisi2. Jakarta: EGC. Dilley,et al, 2007 dalam Akbar, (www. Medical HIV/AIDS Muhammad Akbar) di akses Sabtu 27-12-2008 pukul 10.00 Depkes RI, (2008). Modul Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HIV (Voluntery Counseling and Testing), Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medis. ___________,2008. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Menular Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS secara Sukarela (VCT). Jakarta. David dan Brian, 2007 (https://www.Bcm.edu>people>view>d Internasional Neuropsychiatric association: 0/2007-present.) Haroen, Juniarti, Windani, 2012. Kualitas hidup wanita penderita AIDS dan wanita pasangan penderita AIDS di Kabupaten Bandung Jabar. Jurnal kualitatif artikel, N(I). Abstrak diperoleh dari jurnal artikel kesehatan dalam HIV?AIDS (Http://www. Research gate. Net>link), diakses 21 Oktober 2016.pukul 20.00 Penderita HIV/AIDS Di Klinik Voluntery Conseling Test( VCT) Rumah Sakit Panti Wiloso Citarum Semarang. Jurnal analys, N(I). Abstrak diperoleh dari jurnal analys dalam kesehatan dalam HIV/AIDS(http://eprints,walisongo,ac,id>Ema_Hidayanti),di akses 22 November 2016. Pukul 11.00. Hawari, 2011. Managemen Stress Cemas dan Depresi, FKUI, Jakarta. http://darsananursejiwa. Blog spot, 2012 “Efektifitas VCT terhadap kecemasan pasien beresiko tinggi terinfeksi HIV, Darsana, no 085237055008, Di akses 24 Desember 2016, pukul 21.00. Ibrahim, 2006 (https://books.Google.com)book. Longitudinal data.
73
Jambak dan Febrina. 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku pasien HIV/AIDS. Kuraesin, Dewi, 2009. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien yang akan menghadapi operasidi RSUP Fatmawati Jakarta. Kurniawati, 2007 (www. Digilib.Unimus.ac.id>, Askep Pasien Terinfeksi HIV. Kirunda, 2007 (https://books.Google.com>books.com> (Global Institutions and the HIV/AIDS Epidemic: Responding to on). Lesserman, 2009 (htpps://books.Google.Com>books.“ you’re the first one i’ve told: the faces of HIV in deep south.) Lily, 2004 (Repository, usu.ac.id)” Transmisi HIV dari ibu ke anak”. Maliya, 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien dalam tindakan kemoterapi di RS DR. Moewardi Surakarta. Maulana, 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC. Notoadmodjo,2010. Promosi Kesehatan, Teori dan Aplikasinya.Edisi Revisi.Jakarta, Teori dan Aplikasinya.Edisi Revisi. Jakarta: EGC. Nursalam, Kurniawati, Ninuk, 2009. Asuhan Keperawatan pada pasien terinfeksi HIV/AIDS, Jakarta: Salemba Medika. Nursalam dan Pariani, 2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta, CV. ________, 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Insrumen Penelitian Keperawatan ed. 2, Jakarta, Salemba Medika. ________, 2011. Manajemen Keperawatan Edisi 3, Jakarta, Salemba. Nurarif dan Kusuma, 2015. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC jilid 1, Jogjakarta, Mediaction. Riyanto, 20013 (http://digilib.Esaunggul.ac.id> Nasional, Modul Pencegahan.
public.
Badan
Narkotika
SKep Karumkit, 2014. Pedoman Pelayanan HIV/Aids RS.Dr.Soepraoen. Jakarta, TNI Mabes.
74
SKep. Pang TNI, 2012. Juknis Penatalaksanaan Kasus HIV/AIDS di lingkungan TNI, Tanggal 13 Agustus 2012. Sujianto dan Fahrudin, 2008. Respon Perawat Dalam Melaksanakan Askep Pada Pasien terinfeksi HIV/AIDS di RS Panti Wiloso Citarum. Semarang (eprints.Undip.ac.id>) di akses 9 September 2014 pukul 20.00. Sum 2, 2015. Organizational Performance Circle, Cooperative for Civil Society Recoursess development. Makalah di sajikan dalam lokakarya Pelatihan Manajemen Kasus Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Bagi Petugas Kesehatan dan LSM, Malang 3-7 Februari 2015. Surya,2013. Psikologi Konseling. Bandung, Pustaka Bani Quraisy hal:41. Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 1,Yogyakarta, Graha Ilmu. Setiawan, 2015(www.academia.Edu>Standar Mutu Pelayanan Keperawatan). Sulistyawati, et al, 2006. Konsep dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta, EGC. Suharmansyah, 2008 (ababar.Blogspot.com>2008/12>aids-hiv.Medical: aids HIV, di unduh Rabu 10-12-2008. Sudoyo, 2006 (digilib unimus.ac.id) download Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: FKUI. Syaiful, 2008 (repository, usu, ac.id). Reference pers meliputiAIDS.Jakarta Pustaka Sinar Harapan UNAIDS. Tyastuty, dkk, 2008 Komunikasi dan Konseling. Yogyakarta, Graha Ilmu Wahyu, dkk, 2012. Jurnal Ilmiah Konseling, Konsep diri dan Masalah Yang dialami Orang Terinfeksi HIV/AIDS. (http://ejurnal.unp.ac.id/ index.php/ konselor) Di akses 1 Januari 2012, pukul 10.00. www. Medical: AIDS/HIV, Akbar, di unduh 27-12-2008 pukul 10.00 www-dr.Medical.Blogspot.Com>2008.Aids.
75
Lampiran 1
BIODATA PENULIS
DATA PRIBADI Nama lengkap
: Titin Indah Hartini
Tempat Tanggal Lahir
: Malang, 06 Juli 1975
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Anak ke
: 5 dari 5 bersaudara
Alamat
: JL. Ngaglik II c / 509 RT: 12, RW : 01 Sukun – Malang
Kode pos :65147
No. Hp
: 081233388408
Email
:
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN Pendidikan
Jurusan
Tahun Lulus
SDK YBPK Ngaglik II
-
1988
SMPN 9 Malang
-
1991
SPK dr.Soepraoen Malang
-
1994
Akademi Keperawatan
2007
Akper dr.Soepraoen Malang
76
Lampiran 2
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Titin Indah Hartini
NIM
: 2015610144
Jurusan
: Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini, benarbenar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian hari dapat di buktikan bahwa tugas akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang, Maret 2017 Yang membuat pernyataan,
TITIN INDAH HARTINI
77
NIM : 2015610144
78
Lampiran 3
PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN 1.
Saya adalah Titin Indah Hartini, mahasiswa jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang, dengan ini meminta anda untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian saya yang berjudul “Perbedaan Tingkat Kecemasan Pasien HIV / AIDS sebelum dan sesudah diberikan konseling Perawat di Klinik VCT Rosela Rumah Sakit Militer Malang”.
2.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan konseling perawat, dengan media lembar balik, leaflet dan SAP, di Klinik VCT Rosela Rumah Sakit Militer Malang, dapat memberikan manfaat yang akan anda dapatkan jika berpartisipasi dalam penelitian ini adalah mendapatkan informasi terkait tentang tingkat kecemasan dan konseling perawat, langkah-langkah apa saja tentang PDP (Pelayanan Dukungan dan Pengobatan). Penelitian ini akan berlangsung ± 15-30 menit untuk menyampaikan pendidikan kesehatan, dengan evaluasi tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS dengan menggunakan kuisioner.
3.
Prosedur pengambilan sampel adalah menentukan sampel berdasarkan data rekam medik pasien HIV/AIDS, anda kemudian diminta mengisi kuisioner sebagai pre test, dilanjutkan dengan pemberian konseling (penyuluhan, pendidikan kesehatan) tentang tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS, dan anda akan kembali mengisi kuisioner untuk penilaian pasca test (post test). Cara ini mungkin menyebabkan waktu anda terganggu, tetapi anda tidak perlu khawatir karena peneliti melakukan penelitian sesuai kontrak pada waktu yang telah disepakati bersama.
4.
Keuntungan yang anda peroleh dengan keikutsertaan anda adalah mengetahui tentang : pengertian dan faktor-faktor kecemasan, konseling dan pengertian HIV/AIDS, serta PDP (Pelayanan Dukungan dan Pengobatan). Penelitian ini tidak memiliki efek samping dan tidak membahayakan bagi keselamatan dan kesehatan anda. Namun, peneliti hanya akan memulai penelitian pada responden yang merasa tidak keberatan dan tidak merasa terganggu selama berpartisipasi dalam penelitian ini.
79
5.
Jika muncul ketidak nyamanan / kerugian yang anda rasakan, maka anda dapat menguhubungi peneliti / contact person sebagai berikut : Titin Indah Hartini, 081233388408.
6.
Seandainya anda tidak menyetujui cara ini, maka anda dapat memilih cara lain atau anda boleh tidak mengikuti penelitian ini sama sekali. Untuk itu anda tidak akan dikenai sanksi apapun.
7.
Nama dan jati diri anda akan tetap dirahasiakan.
Peneliti,
Titin Indah Hartini NIM : 2015610144
80
Lampiran 4
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Berdasarkan permintaan serta penjelasan dari peneliti tentang maksud, tujuan, serta manfaat yang telah disampaikan kepada saya bahwa akan dilakukan penelitian dengan judul: “PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN KONSELING PERAWAT DI KLINIK VCT ( VOLUNTERY COUNSELING TESTING ) ROSELA RUMAH SAKIT MILITER MALANG”
Yang akan dilakukan oleh Mahasiswa Program S1 Keperawatan Universitas Tribuwana Tunggadewi Malang: Nama
: Titin Indah Hartini
NIM
: 2015610144
Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan kesadaran pribadi tanpa paksaan bersedia berperan sebagai responden penelitian ini demi membantu dan berpartisipasi dalam kelancaran penelitian yang akan dilakukan tersebut.
Malang,
2017
Responden
(
)
78
Lampiran 5
KISI – KISI KUISIONER Tingkat kecemasan pasien HIV/AIDS sebelum dan sesudah diberikan konseling perawat di Klinik VCT Rosela Rumah Sakit Militer Malang.
NO
Nilai angka
No.
Jumlah
kecemasan
Soal
Soal
GEJALA KECEMASAN
1
Perasaan cemas / ansietas
0–4
1
1
2
Ketegangan
0–4
2
1
3
Ketakutan
0–4
3
1
4
Gangguan tidur
0–4
4
1
5
Gangguan kecerdasan
0–4
5
1
6
Perasaan depresi / murung
0–4
6
1
7
Gejala somatik / fisik (otot)
0–4
7
1
8
Gejala somatik / fisik (sensorik)
0–4
8
1
9
Gejala jantung dan pembuluh darah
0–4
9
1
10
Gejala pernafasan
0–4
10
1
11
Gejala pencernaan
0–4
11
1
12
Gejala perkemihan dan alat kelamin
0–4
12
1
13
Gejala autonom
0–4
13
1
14
Tingkah laku (sikap) pada saat wawancara
0–4
79
Lampiran 6
KUISIONER TINGKAT KECEMASAN PASIEN HIV/AIDS
Petunjuk pengisian. 1. Isi kolom yang ada sesuai dengan keadaan diri anda yang sebenarnya. Berilah tanda (√ ) pada kolom yang anda pilih. Kami sangat menghargai kejujuran dan keterbukaan anda.Mohon dengan hormat bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjawab seluruh pertanyaan yang ada.
2. Isi data demografi sesuai dengan kenyataan yang ada. a.
Data demografi :
No responden : (diisi oleh peneliti) Usia
:
Jenis kelamin : Pendidikan
: SD
SMP
SMAAKADEMI/PT
Pekerjaan
: Tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga PeTani Wiraswasta
TNI/ Polri/ PNS
Pelajar/ Mahasiswa
Lainnya
Keterangan jawaban: Nilai 0
: tidak ada gejala/keluhan
Nilai 1
: gejala ringan
Nilai 2
: gejala sedang
Nilai 3
: gejala berat
Nilai 4
: gejala berat sekali
80
b. No
1
2
3
4
5
6
7
Data Khusus Gejala kecemasan
Perasaan cemas (Ansietas) - Cemas - Firasat buruk - Takut akan pikiran sendiri - Mudah tersinggung Ketegangan: - Merasa tegang - Lesu - Tidak bisa istirahat dengan tenang - Mudah terkejut - Mudah menangis - Gemetar - Gelisah Ketakutan: - pada gelap - pada orang asing - ditinggal sendiri - pada binatang besar - pada keramaian lalu-lintas - pada kerumunan orang banyak Gangguan tidur: - sukar masuk tidur - terbangun malam hari - tidur tidak nyenyak - bangun dengan lesu - banyak mimpi-mimpi - mimpi buruk - mimpi menakutkan Gangguan kecerdasan: - sukar konsentrasi - daya ingat menurun - daya ingat buruk Perasaan depresi (murung) - hilangnya minat - berkurangnya kesenangan pada hobi - sedih - bangun dini hari - perasaan berubah-ubah sepanjang hari Gejala somatic/ fisik(otot) - sakit dan nyeri di otot- otot - kaku
Nilai angka kecemasan 0 1 2 3
4
81
8
9
10
11
12
- kedutan otot - gigi gemerutuk - suara tidak stabil Gejala somatic /fisik(sensorik) - tinitus( telinga berdengung) - penglihatan kabur - muka merah/ pucat - meras lemas - perasaan ditusuk- tusuk Gejala Cardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) - tachikardi (denyut jantung cepat) - berdebar- debar - nyeri di dada - denyut nadi mengeras - rasa lesu/ lemas seperti mau pingsan - detak jantung menghilang (berhenti sekejap) Gejala respiratory (pernafasan) - rasa tertekan/ sempit didada - rasa tercekik - sering menarik nafas - nafas pendek/ sesak Gejala gastrointestinal (pencernaan) - sulit menelan - perut melilit - gangguan pencernaan - nyeri sebelum dan sesudah makan - perasaan terbakar diperut - rasa penuh atau kembung - mual - muntah - buang air besar lembek - buang air besar sukar (constipasi)kehilangan berat badan Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) - sering BAK (buang air kecil) - tidak dapat menahan air seni - tidak datang haid (menstruasi) - darah haid berlebihan - darah haid sangat sedikit - masa haid berkepanjangan - masa haid amat pendek - haid beberapa hari sebulan - menjadi dingin (frigid) - ejakulasi dini - ereksi melemah
82
13
14
- ereksi hilang - impotensi Gejala autonom - mulut kering - muka merah - mudah berkeringat - kepala pusing - kepala terasa berat - bulu- bulu berdiri Tingkah laku (sikap) pada saat wawancara - gelisah - tidak tenang - jari gemetar - kerut kening/ dahi - muka tegang - otot tegang/ mengeras - nafas pendek dan cepat - muka merah Jumlah nilai angka total skor
83
Lampiran 7
SOP (Standart Operational Prosedur) Konseling 1)
Memberikan salam
2)
Memperkenalkan diri
3)
Topik pembicaraan yang sesuai
4)
Menciptakan suasana yang aman dan nyaman, sikap hangat, realisasi tujuan bersama, menjamin kerahasiaan, kesadaran terhadap hakekat pasien
5)
Pengumpulan dan pemberian informasi : a)
Mendengarkan apa keluh kesah pasien
b)
Mengamati komunikasi non verbal pasien
c)
Bertanya riwayat kesehatan, latar belakang keluarga
d)
Memilih alternatif terbaik, menerapkan dan menindak lanjuti pertemuan berikutnya. (Tyastuti, dkk, 2008).
84
Lampiran 8
SATUAN ACARA PENYULUHAN
1.
POKOK BAHASAN : Kecemasan, HIV/AIDS dan Konseling Perawat
2.
KOMPETENSI DASAR Pasien mampu :
3.
4.
5.
a.
Mengetahui pengertian tentang kecemasan
b.
Mengetahui pengertian tentang HIV/AIDS
c.
Mengetahui pengertian tentang konseling perawat
d.
Mengetahui tentang alurlayanan HIV/AIDS
SASARAN -
Pasien HIV/AIDS atau pasangannya (suami/istri)
-
Keluarga atau PMO (Pengawas Menelan Obat)
-
Petugas kesehatan di Batalyon / Kesatuan setempat
Tanggal / Waktu
: …….
Hari / Tanggal
: ……. / …….
Jam
: ….….WIB
Tempat ……..
6.
METODE Ceramah dengan lembar balik / leaflet / SAP
7.
MATERI a. Pengertian tentang kecemasan b. Pengertian tentang HIV/AIDS c. Pengertian tentang Konseling Perawat d. Pengertian tentang Alur layanan HIV/AIDS
85
e. SKENARIO PEMBELAJARAN No
TAHAP
1
Pendahuluan 5 menit
1) 2) 3) 4) 5)
2
Penyajian 10-20 menit
1)
2)
3
Penutup 5 Menit
1) 2)
3) 4) 5) f.
KEGIATAN PENDIDIK Mengucap salam Berdoa Perkenalan Kontrak Belajar Menyampaikan Tujuan Menyampaikan materi, pengertian kecemasan, HIV/AIDS, konseling perawat dan alur layanan HIV/AIDS. Menyampaikan / memaparkan tentang lembar balik / leaflet Evaluasi Meminta pasien menjawab pertanyaan tentang kecemasan, HIV/AIDS, konseling, Alur layanan HIV/AIDS Ucapan terimakasih Berdo’a Ucapan salam
MEDIA Leaflet, pamflet dan lembar balik.
g. DENAH Keterangan : : Pendidik : Pasien
1) 2) 3) 4)
KEGIATAN PASIEN Menjawab salam Berdoa Mendengarkan Bertanya
Melihat, mendengarkan, memperlihatkan dan menanyakan hal-hal yang belum jelas.
1) Menjawab pertanyaan pendidik.
2) Berdo’a 3) Menjawab salam
86
h. EVALUASI Memberikan pertanyan secara langsung pada pasien
i. JOB DIS Pendidik : -
Pendidik memperkenalkan diri pada pasien
-
Pendidik menyampaikan materi pada pasien
-
Pasien memperharikan penjelasan pendidik
-
Setelah penyampaian materi selesai, pendidik memperlihatkan leaflet / Pamflet / lembar balik tentang HIV/AIDS
-
Diakhir penyuluhan, pendidik mengucapkan terimakasih kepada pasien atas waktu yang disediakan untuk mengikuti penyuluhan.
87
MATERI SAP 1.
Konsep Kecemasan / Ansietas
Kecemasan atau ansietas atau anxiety adalah gangguan alam perasaan (affectife) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability atau RTA) masih baik, kepribadian masih utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian atau splitting of personality), perilaku dapat terganggu, tetapi masih dalam batas normal. (Hawari, 2011).
2.
Konsep HIV / AIDS
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis sel darah putih (limfosit atau sel T4) yang bertugas menangkal infeksi. HIV tergolong kelompok retrovirus yaitu kelompok yang mempunyai kemampuan mengkopi cetak materi genetik diri, sel-sel yang ditumpanginya dapat mematikan sel T4. (Hidayanti, 2012).
3.
Konsep Konseling Perawat
Seseorang yang membutuhkan konseling pada dasarnya adalah individu yang mengalami kekurangan“psychological strength”atau daya psikologis yaitu suatu kekuatan yang diperlukan untuk menghadapi berbagai tantangan dalam keseluruhan hidupnya,
termasuk menyelesaikan berbagai
dihadapinya. (Nursalam dan Kurniawati, 2009).
masalah
yang
88
Lampiran 9 BAGAN LAYANAN HIV-AIDS
ODHA Langkah tata laksana terdiri dari : - Pemeriksaan fisik lengkap dan lab untuk mengidentifikasi IO - Penentuan stadium klinis - Skrining TB (dengan format skrining TB) - Skrining IMS, sifilis, dan malaria untuk BUMIL - Pemeriksaan CD 4 (bila tersedia) untuk menentukan PPK dan ART - Pemberian PPK bila tidak tersedia tes CD 4. - Identifikasi solusi terkait adherence - Konseling positive prevention - Konseling KB (jika rencana punya anak)
MEMENUHI SYARAT
TIDAK ADA IO
MULAI TERAPI ARV
BELUM MEMENUHI SYARAT
ODHA ADA KENDALA KEPATUHAN (ADHERENCE)
ADA IO
OBAT IO 2 MINGGU SELANJUTNYA MULAI ARV
CARI SOLUSI TERKAIT KEPATUHAN SECARA TIM HINGGA ODHA DAPAT PATUH DAN MENDAPAT AKSES TERAPI ARV
1. BERIKAN RENCANA PENGOBATAN DAN PEMBERIAN TERAPI ARV 2. VAKSINASI BILA PASIEN MAMPU 3. MULAI ARV JIKA ODHA SUDAH MEMENUHI SYARAT TERAPI ARV
Lampiran 10
Ketegangan
Ketakutan
Ggn Tidur
Ggn kecerdasan
Perasaan Depresi / Murung
Gx Fisik (Otot)
Gx Fisik (Sensorik)
Gx Cardio (Vaskula)
Gx Respiratory
GIT
Gx Urogerital
Gx Autonom
Sikap Saat Wawancara
Hasil Rekapitulasi Pre Konseling
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1
Pasien Pertanyaan Pre 1 Konseling Ny.R 4
4
3
4
2
4
3
4
4
3
3
2
4
4
48
85.7
2
Tn. P
2
4
1
2
0
2
1
2
1
2
2
0
1
2
20
35.7
ringan
3
Ny. R
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
2
2
4
47
83.9
Berat sekali
4
Tn. S
4
4
3
3
3
4
3
3
2
2
2
3
3
4
41
73.2
Berat
5
Tn. H
3
2
2
3
3
3
3
2
2
2
2
3
3
4
37
66.1
Berat
6
Ny. T
4
3
2
4
2
2
3
4
4
2
2
2
2
4
31
55.4
Berat
7
Tn. P
4
4
1
4
1
4
4
4
4
4
2
1
1
4
42
75.0
Berat sekali
8
Ny. S
2
2
2
4
4
4
2
2
2
1
2
2
2
2
33
58.9
Berat
9
Ny. S
4
3
1
3
1
2
2
1
2
2
2
2
2
2
29
51.8
Berat
10
Tn. S
4
3
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
36
64.3
Berat
11
Tn. D
4
4
3
2
2
2
2
2
3
3
3
3
2
4
39
69.6
Berat
12
Tn. W
3
3
1
3
3
3
2
2
1
1
1
2
2
2
29
51.8
Berat
13
Tn. S
4
4
3
3
3
4
4
2
2
2
2
2
3
3
41
73.2
Berat
14
Tn. R
4
2
2
2
2
3
2
2
3
2
1
1
1
2
29
51.8
Berat
15
Ny. H
3
1
1
3
2
4
2
2
2
1
1
3
4
2
31
55.4
Berat
16
Tn. S
2
1
1
1
2
1
1
2
2
1
3
3
1
2
23
41.1
Sedang
17
Tn. T
3
1
1
1
2
2
1
0
1
1
1
2
2
1
19
33.9
Ringan
18
Tn. W
4
2
4
1
1
2
4
2
1
1
1
2
2
4
31
55.4
Berat
19
Tn. A
2
2
1
2
2
2
3
2
1
1
1
1
1
2
23
41.1
Sedang
20
Ny. R
4
3
3
3
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
33
58.9
Berat
21
Ny. M
3
2
1
2
1
3
1
1
1
1
1
1
1
2
28
50.0
Berat
0 : Tidak ada gx 1 : gx ringan
Perasaan Cemas (Ansietas)
2 : gx sedang 3 : gx berat 4 : gx berat sekali No
Jml
persentase
Kategori
Berat sekali
89
90
Lampiran 11
GIT
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Sikap Saat Wawancara
Gx Respiratory
No
Px Post Konseling
Gx Autonom
Gx Cardio (C.V)
3
4 : gx Berat sekali
Gx Urogerital
Gx Fisik (Sensorik)
2
Kec erda Ggn san
Gx Fisik (Otot)
3 : gx Berat
Ggn Tidur
(Ansietas)
2 : gx sedang
Ketakutan
1 : gx ringan
Ketegangan
Perasaan Cemas
0 : Tidak ada keluhan / gx
Perasaan Depresi / Murung
Hasil Rekapitulasi Post Konseling
Jml
persentase
Kategori
46.43 19.64 46.43 41.07 37.50 41.07
Sedang Tidak ada gx Sedang Sedang Sedang Sedang
53.57 30.36 25.00 39.29 35.71 26.79 37.50 23.21 26.79 12.50 10.71 25.00 16.07 32.14 7.14
Berat Ringan Ringan Sedang Ringan Ringan Sedang Tidak ada gx Ringan Tidak ada gx Tidak ada gx Ringan Tidak ada gx Ringan Tidak ada gx
Perta Umur
Pendidikan Pekerjaan
nyaan 1
1
Ny.R
30
SMP
TB
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
2
26
2
Tn. P
32
D3
PLB
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
2
0
0
0
11
3
Ny. R
32
SMA
TB
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
2
26
4
Tn. S
41
SMA
Proyek
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
2
1
23
5
Tn. H
29
SMA
T ambang
2
1
1
2
2
2
1
1
1
1
2
2
2
1
21
6
Ny. T
51
SMA
Pijat
2
2
1
3
1
1
1
3
3
1
1
1
1
2
23
3
3
1
3
1
3
3
3
3
3
1
1
1
1
30
7
Tn. P
46
SMA
PNS Brimob
8
Ny. S
43
SMA
TB
1
1
1
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
17
9
Ny. S
35
SMA
TB
1
2
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
14
10
Tn. S
44
SMA
Salon
3
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3
3
2
22
11
Tn. D
47
SD
PLB
3
3
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
20
12
Tn. W
40
SD
Kuli
2
2
0
2
2
2
1
1
0
0
0
1
1
1
15
13
Tn. S
56
SMA
PLB
2
2
2
1
1
2
2
1
1
1
1
1
2
2
21
14
Tn. R
48
SMA
TNI
2
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
13
15
Ny. H
41
SMA
TB
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
15
16
Tn. S
44
SMA
PLB
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
0
1
1
1
7
17
Tn. T
33
SMA
TNI
1
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
1
1
1
6
18
Tn. W
33
SMA
PLB
2
1
1
1
1
1
3
2
0
0
0
0
1
1
14
19
Tn. A
29
SMA
PLB
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
9
20
Ny. R
32
SMA
TB
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
18
21
Ny. M
33
SMA
Guru
1
1
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
4
91
Lampiran 12 Uji normalitas dengan Kolmogorov Smirnov
Regression Variables Entered/Removed(b)
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
PostKonseli ng(a)
Method .
Enter
a All requested variables entered. b Dependent Variable: PreKonseling Model Summary(b)
Model 1
R .878(a)
Adjusted R Square .759
R Square .771
Std. Error of the Estimate 4.018
a Predictors: (Constant), PostKonseling b Dependent Variable: PreKonseling ANOVA(b)
Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
1033.872
1
1033.872
306.700
19
16.142
1340.571
20
F
Sig.
64.048
.000(a)
a Predictors: (Constant), PostKonseling b Dependent Variable: PreKonseling
Coefficients(a) Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) PostKonseling
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta
B
Std. Error
Std. Error
15.684
2.318
1.016
.127
.878
6.766
.000
8.003
.000
a Dependent Variable: PreKonseling Residuals Statistics(a) Minimum 19.75
Maximum 46.16
Mean 32.86
Std. Deviation 7.190
Residual
-8.049
8.252
.000
3.916
21
Std. Predicted Value
-1.823
1.850
.000
1.000
21
-2.003 a Dependent Variable: PreKonseling
2.054
.000
.975
21
Predicted Value
Std. Residual
N 21
92
NPAR TESTS /K-S(NORMAL)= RES_1 /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz ed Res idual 21 .0000000 3.91599206 .146 .146 -.111 .668 .763
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sig. (2-tailed) 0,763 > 0,05 → Berdistribusi Normal
Lampiran 13
93
UJI PAIRED SAMPLE T-TEST
T-Test
Paired Samples Statistics
Pair 1
PreKonseling PostKonseling
Mean 32.86 16.90
N 21 21
Std. Deviation 8.187 7.077
Std. Error Mean 1.787 1.544
Paired Samples Correlations N Pair 1
PreKonseling & PostKonseling
Correlation 21
.878
Sig. .000
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1
PreKonseling PostKonseling
15.952
Std. Deviation
Std. Error Mean
3.918
.855
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 14.169
17.736
t 18.660
df
Sig. (2-tailed) 20
.000
94
Lampiran 14 Jadwal Kegiatan Penelitian Internal
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Kegiatan Pengumpulan draft judul (proposal) Masa Advice (nasehat) proposal Seminar Proposal (sempro) Revisi dan pengumpulan hasil-hasil revisi proposal Masa review (ulasan) proposal Monitoring laporan kemauan penelitian Penyerahan draft laporan penelitian dan publikasi seminar hasil (semhas) penelitian Revisi naskah laporan penelitian dan publikasi pengumpulan laporan skripsi
Tahun 2016 / 2017 Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
95
Lampiran 15
96
97