Tipus Steroiid.docx

  • Uploaded by: mutia as
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tipus Steroiid.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,141
  • Pages: 21
Glaukoma yang diinduksi steroid adalah glaukoma sudut terbuka sekunder iatrogenik yang terjadi pada individu yang rutin mengaplikasikan kortikosteroid lokal atau sistemik (Sihota, et al., 2008). Kortikosteroid mempengarufi pengaturan jalur keluar aqueous humor sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokular (TIO). Hipertensi okuler yang disebabkan oleh steroid pertama kali dijelaskan pada tahun 1950 oleh McLean pada pemberian sistemik hormon adrenokortikotropik (ACTH), dan empat tahun kemudian oleh Francois pada aplikasi lokal kortison. Laporan pertama tentang pengaruh steroid pada nilai TIO menyebabkan studi intensif lebih lanjut terhadap glaukoma yang diinduksi steroid (Jones dan Rhee, 2006). Kortikosteroid memainkan peran penting dalam terapi anti inflamasi atau penyakit imunitas kronik terutama pada penyakit kulit seperti dermatitis atopik, dermatitis kontak, rosacea, dan dermatitis perioral (Řeháková, et al., 2017). Terlepas dari kenyataan itu terapi ini sangat efektif dan sebagian besar ditoleransi dengan baik pada fase akut penyakit kulit. Aplikasi jangka panjang yang tidak terkontrol, terutama di wilayah periokular, tidak hanya menyebabkan peningkatan TIO yang tidak dapat dibalikkan, tetapi juga menyebabkan katarak subkapsular dan glaukoma yang diinduksi steroid dengan kerusakan permanen pada fungsi visual dan bahkan kehilangan penglihatan (Chen, 2013; Greenwood dan Grigorian, 2014). Penyakit ini lazim di negara-negara di mana penggunaan steroid merajalela dalam kasus mata gatal, vernal, keratoconjunctivitis atopik dengan praktisi pengobatan dan medis yang sembarangan memberikan obat ataupun penggunaan obat tanpa instruksi dokter. Karena mata merah dan gatal yang cepat terobati, obat-obatan ini bisa berbahaya karena mengarah kepada perawatan tanpa pengawasan. Etiopatogenesis yang tepat belum sepenuhnya diklarifikasi. Dicurigai bahwa hal ini bersifat multifaktorial, kombinasi sensitivitas individu secara genetik terhadap steroid dan banyak faktor eksternal yang saling independen. Probabilitas pengembangan peningkatan TIO yang diinduksi steroid dan kecepatan onsetnya terutama tergantung pada jenis atau efektivitas steroid, metode pemberian, tempat aplikasi, lama paparan, juga pada riwayat keluarga positif hipertensi intraokular atau glaukoma, dan adanya patologi mata atau sistemik lainnya (Cohen, 2011).

Peningkatan TIO umumnya terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah dimulainya terapi steroid, tetapi mungkin terjadi bahkan pada interval beberapa bulan atau tahun. Keluhan mata biasanya berkembang secara bertahap, perlahan dan sangat tidak mencolok. Kasus ini mirip dengan gejala dalam kasus glaukoma sudut terbuka kronis primer, yaitu berkabut, penglihatan kabur, perasaan tekanan di mata, sakit kepala. Seringkali pasien pertama kali mengunjungi dokter spesialis mata dengan temuan perubahan fundus okular yang sudah lanjut dan penurunan lapang pandang yang tegas dan irreversibel (Řeháková, et al., 2017). Sebagian besar pasien, TIO normal secara spontan dalam beberapa hari sampai beberapa minggu setelah penghentian terapi steroid. Dalam kasus yang jarang terjadi, tetap ada meskipun telah penghentian penggunaan steroid, selain itu juga ada yang tahan terhadap farmakoterapi anti-glaukoma (Řeháková, et al., 2017). 1. Definisi Glaukoma adalah kelompok penyakit saraf optik yang ditandai dengan hilangnya sel ganglion retina secara selektif dan progresif yang secara klinis ditandai dengan penipisan dan hilangnya tepi neuroretinal dan lapisan saraf retina berupa hilangnya lapang pandang. Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan irreversibel di seluruh dunia (Asian Pacific Glaucoma Society, 2016). Glaukoma yang diinduksi steroid adalah bentuk glaukoma sudut terbuka yang terjadi sebagai efek samping terapi kortikosteroid yang biasanya dikaitkan dengan penggunaan steroid topikal, meskipun pemberian steroid oral, intravena, inhalasi, atau periokular juga berpengaruh dalam menyebabkan penurunan aktivitas pengeluaran aliran keluar air. (Dada et al., 2009). Glaukoma sudut terbuka adalah neuropati optik multifaktorial, kronis, progresif, dan ireversibel yang ditandai dengan sudut terbuka pada camera oculi anterior (COA), perubahan saraf optik, hilangnya penglihatan tepi secara progresif diikuti oleh hilangnya lapang pandang (kebutaan) di mana tekanan intraokular (IOP) merupakan faktor risiko penting (Foris dan Tripathy, 2018). 2. Anatomi

Camera oculi anterior (COA) dan korpus siliaris merupakan struktur penting dalam hubungannya dengan pengaturan tekanan intraokuler. Korpus siliaris atau badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (aqueous humour), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera (Ilyas, 2010). Korpus siliaris memiliki panjang 6 mm, berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (Lubis, 2009). Aqueous humor harus mengalir melalui COA terlebih dahulu sebelum dikeluarkan dari mata.

Anatomi mata (Weinrebet al., 2014) COA berbatasan dengan jaringan kornea-sklera ditutupi pangkal iris. Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran aqueous humour akan terjadi penimbunan cairan pada kamera okuli di dalam bola mata, sehingga TIO meninggi atau glaukoma. COA ini berdekatan dengan garis schwalbe, kanal schlemm, trabecular meshwork, dan iris (Ilyas, 2010). Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Sklera spur merupakan penonjolan sklera ke arah dalam diantara corpus siliare dan kanal schlemm, tempat iris dan korpus siliaris menempel. Saluransaluran eferen dari kanal schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera.

Anatomi COA dan COP (Skalicky, 2018). Sistem aliran aqueous humour melibatkan jalinan trabekulum, kanalis schlemm, saluran kolektor (Lubis, 2009): Trabecular meshwork berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke corpus siliaris. Anyaman ini tersusun atas lembarlembar berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal schlemm. Jalinan yang menyerupai saringan ini ada di sudut COA, dilewati 75% aqueous humour saat keluar dari mata. Jalinan trabekulum ini terdiri dari 3 bagian. Ketiga bagian ini terlibat dalam proses pengaliran aqueous humour, yaitu: a.

Jalinan uveal (uveal meshwork)

Jalinan uveal merupakan bagian terdalam dengan struktur menyerupai kawat jala yang melintang dari akar iris sampai ke garis schwalbe. Ruangan intertrabekular relatif luas dan memberikan tahanan untuk aliran aqueous. b. Jalinan korneosklera (corneoscleral meshwork) Membentuk bagian tengah terbesar dari trabecular meshwork, berasal dari ujung sklera sampai garis schwalbe. Terdiri dari kepingan trabekula yang berlubang elips yang lebih kecil dari uveal meshwork (5μ - 50μ). c.

Jalinan endotelial (juxtacanalicular meshwork) Bagian terluar dari trabekulum yang mana menghubungkan jalinan korneosklera dengan bagian terdalam endotel kanal Schlemm. Jalinan endotelial ini memberikan tahanan yang besar untuk aliran aqueous.

Anatomi trabecular meshwork (Barton dan Hitching, 2013). Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang – lubang, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20 – 30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episkelera dan vena siliaris anterior di corpus siliaris. Saluran kolektor disebut juga pembuluh aquos intrasklera. Pembuluh ini dibagi menjadi dua sistem. Pembuluh besar berjalan sepanjang intrasklera dan berakhir langsung ke dalam vena episklera (sistem direk) dan beberapa saluran

kolektor membentuk pleksus intrasklera sebelum memasuki vena episklera (sistem indirek) (Lubis, 2009). 3. Fisiologi Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi ruang camera oculi anterior (COA) dan posterior (COP). Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari plasma. Komposisi akuos humor sama dengan plasma, tetapi cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi, dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah. Komposisi dari aqueous humour antara lain protein (0,04%) dan yang lainnya yaitu Na (144 mm/kg), K (4,5 mm/kg), Cl (110 mm/kg), glukosa (6,0 mm/kg), asam laktat (7,4 mm/kg), asam amino (0,5 mm/kg), inositol (0,1 mm/kg) (Tanihara, 2013). Aqueous humour berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino) kepada jaringan-jaringan mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan TM. Selain itu zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat dan asam laktat) juga dibuang dari jaringan-jaringan tersebut. Fungsi yang tidak kalah penting adalah menjaga kestabilan intraokuli, yang penting untuk menjaga integritas struktur mata. Dalam kondisi yang berbeda seperti saat inflamasi dan infeksi aqueous humour juga berperan memberikan respon imun secara humoural dan seluler dan aqueous humour juga menjadi media transmisi cahaya ke jaras penglihatan (Lubis, 2009). Aktivitas dan distribusi selular aqueous humour di sepanjang membran sel pigmented ciliary epithelium (PE) dan sel non pigmented ciliary epithelium (NPE) menentukan pengaturan sekresi di stroma ke COP yang memiliki 3 langkah: a. Mengambil larutan air dari permukaan stroma oleh PE. b. Pemindahan dari sel PE ke sel NPE melalui gap junction. c. Pemindahan larutan dan air sel NPE ke COP (Lubis, 2009). Dengan cara yang sama mekanisme transport larutan dan air dari COP kembali ke stroma. Dalam absorbsi ini, transport lain mungkin juga terlihat dalam pengeluaran Na+, K+ dan Cl- kembali ke stroma. Komposisi aqueous

humour merupakan keseimbangan yang dinamis yang ditentukan oleh produksi, aliran dan pertukaran dalam jaringan pada COA (Lubis, 2009). d. Pemindahan larutan dan air sel NPE ke COP (Lubis, 2009). Dengan cara yang sama mekanisme transport larutan dan air dari COP kembali ke stroma. Dalam absorbsi ini, transport lain mungkin juga terlihat dalam pengeluaran Na+, K+ dan Cl- kembali ke stroma. Komposisi aqueous humour merupakan keseimbangan yang dinamis yang ditentukan oleh produksi, aliran dan pertukaran dalam jaringan pada COA (Lubis, 2009). Aqueous humour hampir seluruhnya terbentuk sebagai sekresi aktif dari lapisan epitel prosesus siliaris. Sekresi dimulai dengan transport aktif ion Na+ ke dalam ruangan di antara sel-sel epitel. Ion Na+ kemudian menarik ion Cl dan bikarbonat, dan bersama-sama mempertahankan sifat netralitas listrik. Kemudian semua ion ini bersama-sama menyebabkan osmosis air dari kapiler darah yang terletak di bawahnya ke dalam ruang interselular epitel yang sama, dan larutan yang dihasilkan membersihkan ruangan prosesus siliaris sampai ke kamera okuli anterior mata (Guyton dan Hall, 2012). Aqueous humour diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi COA sebanyak 250 μL dan COP sebanyak 60 μL (Lubis, 2009).

Fisiologi aqueous humor (Crawley, 2014) Pembentukan aqueous humour adalah suatu proses biologis yang mengikuti siklus sikardian. Aqueous humour diproduksi melalui tiga mekanisme yaitu difusi, ultrafiltrasi, dan transport aktif. a. Difusi adalah pergerakan pasif dari ion-ion yang larut dalam lemak melalui membran sel karena adanya perbedaan konsentrasi. Sewaktu aqueous humour melewati dari COP sampai kanalisis schlemm, mengalami kontak korpus siliaris, iris, lensa, vitreus, kornea dan TM, terjadi pertukaran secara difusi dengan jaringan sekitar, sehingga aqueous humour pada COA lebih menyerupai plasma di dinding plasma dibandingkan dengan aqueous humour pada COP. b. Ultrafiltrasi adalah pergerakan air dan substansi yang larut dalam air melalui pori-pori mikro pada membran sel karena adanya perbedaan osmotik atau perbedaan tekanan hidrostatik. Difusi dan ultrafiltrasi merupakan mekanisme transport ion yang bersifat pasif. c. Transport aktif merupakan pergerakan dari substansi yang larut air tapi memiliki ukuran yang lebih besar dan perpindahannya tidak tergantung pada

adanya

perbedaan

tekanan

osmotik

maupun

tekanan

hidrostastik.

Pembentukan aqueous humour kebanyakan merupakan hasil dari transport aktif dari epitel tidak berpigmen korpus siliaris yang melibatkan Na+, K+ , ATPase pada membrane sel. (Lubis, 2009;; Stamper et al, 2009). Aqueous humour mempunyai kapasitas isi tertentu untuk mempertahankan bola mata agar menjadi bulat. Aqueous humour mengalir dari Camera Oculi Posterior (COP) melalui pupil ke COA, keluar ke aliran sistemik melalui 2 rute berbeda, yaitu (Lubis, 2009):

Pengeluaran aqueous humor (Waly, et al., 2011) 1. Trabecular outflow (pressure dependent outflow) Merupakan aliran utama aqueous humour dari sudut COA. Sekitar 75% aqueous humour total dialirkan melalui jalur ini. Trabecular meshwork terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastis yang dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase humor akuos juga meningkat. Aliran aqueous humour yang melewati jaringan trabekular merupakan tempat aliran yang bergantung pada tekanan. Jaringan trabekular berfungsi sebagai katup

satu arah yang melewatkan aqueous humour meninggalkan mata tetapi membatasi aliran dari arah lain tanpa menggunakan energi. Selanjutnya, ruangan intertrabekular berhubungan secara langsung dengan kanal schlemm, yang mengalirkan aqueous humour ke bagian tersebut. Suatu sistem yang kompleks menghubungkan kanal schlemm dengan vena episklera, yang kemudian dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena ophtalmica superior, yang selanjutnya diteruskan ke sinus kavernosus (Lubis, 2009; Barton, 2013) 2. Uveoscleral outflow (pressure independent outflow) Sekitar 5-25% aliran aqueous humour keluar melalui jalur ini. Pada mata normal, setiap aliran non-trabekular disebut dengan aliran uveoskleral. Pada mekanisme aliran ini, aqueous humour mengalir dari sudut COA menuju ke otot siliar, kemudian ke rongga suprasiliar dan suprakhoroidal. Cairan ini kemudian meninggalkan mata melalui sklera atau mengikuti saraf dan pembuluh darah yang ada. Aliran uveoskleral tidak bergantung pada tekanan. Aliran uveoskleral ditingkatkan oleh agen sikloplegik, adrenergik, dan prostaglandin dan beberapa bentuk pembedahan (misal siklodialisis) dan diturunkan oleh miotikum (Lubis, 2009). Normalnya antara produksi aqueous humour dan absorbsinya adalah seimbang. Jika aliran keluarnya terhambat atau produksinya berlebihan, maka TIO akan meninggi (Ilyas, 2010).

4. Tatalaksana Pengobatan yang paling efektif untuk glaukoma yang diinduksi kortikosteroid adalah mencegahnya melalui penggunaan steroid secara bijaksana. Dalam hal ini, edukasi pasien dan dokter tentang potensi komplikasi okular steroid diperlukan. Kegagalan peningkatan TIO setelah 6 minggu terapi tidak ada jaminan bahwa seseorang tidak akan mengalami peningkatan TIO jika pemberian steroid dilanjutkan. Untuk alasan ini, pasien yang menggunakan steroid, khususnya bentuk topikal, harus melakukan pemeriksaan secara teratur untuk mencegah kerusakan optic nerve glaukomatous iatrogenik (Razeghinejad dan Katz, 2012). a. Monitoring TIO

Identifikasi

kondisi

adalah

langkah

paling

penting

dalam

manajemennya. Ketika pasien diberikan steroid, terutama dengan steroid topikal yang kuat dan injeksi periokular, dokter harus memantau mereka secara menyeluruh. Hal ini termasuk pengukuran TIO awal, sebagian besar untuk menyingkirkan glaukoma yang sudah ada sebelumnya. Pemantauan TIO awalnya harus dilakukan pada 2 minggu dan kemudian setiap 4-6 minggu selama 2-3 bulan, dan kemudian setiap 6 bulan. Dalam kasus injeksi intravitreal triamcinolone acetonide (IVTA), selain pengukuran yang disebutkan di atas, TIO harus diperiksa pada hari injeksi dan minggu pertama (Kersey dan Broadway, 2006). b. Penghentian Steroid Peningkatan TIO yang diinduksi steroid biasanya tidak lama dan reversibel dengan penghentian terapi jika obat belum digunakan selama lebih dari satu tahun. Kemungkinan akan mengakibatkan peningkatan TIO permanen jika terapi steroid telah dilanjutkan selama 18 bulan atau lebih (American Academy of Ophthalmology, 2008). TIO biasanya kembali normal dalam 2-4 minggu setelah penghentian steroid. Dalam dua kasus dengan IOP yang sangat tinggi dijelaskan oleh Agrawal et al. (2004), pengangkatan kortikosteroid intravitreal dengan vitrektomi membalikkan peningkatan TIO. Namun, potensi komplikasi bedah vitrektomi, termasuk ablasi retina rhegmatogenous, vitreoretinopati proliferatif, dan induksi katarak, harus dipertimbangkan terhadap profil risiko-manfaat dari modalitas pengobatan lain, seperti laser trabekuloplasti dan trabekulektomi atau operasi shunt. Jika obat harus dilanjutkan, maka harus digunakan dalam konsentrasi yang lebih rendah atau diganti dengan kortikosteroid yang lebih lemah, atau agen antiglaukoma harus dimulai untuk mengendalikan IOP yang tinggi. Dalam kasus steroid topikal, loteprednol dapat menjadi alternatif yang cocok karena mengalami hidrolisis di kornea dan aqueous humor untuk menjadi turunan tidak aktif sehingga tidak memiliki efek pada peningkatan TIO.

Rimexolone 1% adalah steroid topikal yang dirancang agar tidak meningkatkan TIO, tetapi peningkatan TIO telah dilaporkan, meskipun jarang. Steroid sistemik dapat digantikan oleh agen antiinflamasi nonsteroid sistemik (Razeghinejad dan Katz, 2012). c. Manajemen medis Jika tidak mungkin menghentikan steroid, maka peningkatan TIO harus dikelola secara medis atau bedah. Manajemen medis dari kasus-kasus ini pada dasarnya sama dengan primary open angled glaukoma (POAG). Hampir semua pasien yang mengembangkan glaukoma iatrogenik yang diinduksi steroid dapat dikontrol dengan terapi antiglaukoma topikal (Kramar et al., 2007). Sihota et al. (2008) melaporkan bahwa pada 25 dari 34 pasien (73,5%), TIO dapat dikontrol dengan obat topikal saja.

Algoritma manajemen glaukoma (Asian Pacific Glaucoma Society, 2016)

1) Obat Antiglaukoma Semua obat antiglaukoma yang tersedia dapat digunakan pada pasien glaukoma yang diinduki steroid, dimulai dengan penekan humor aqueous. Obat yang dapat digunakan termasuk beta bloker, alpha2 agonis, ataupun inhibitor karbonat anhidrase topikal. Beta bloker topikal adalah agen lini pertama yang populer untuk mengobati jenis glaukoma ini dan dikategorikan sebagai obat yang ditoleransi dengan baik pada pasien dengan uveitis. Brimobidine 2 agonis adalah obat yang sering efektif untuk mengobati glaukoma iatrogenik yang diinduksi steroid dan dapat digunakan pada pasien dengan peradangan intraokular. Inhibitor karbonat anhidrase juga dianggap sebagai agen yang efektif dalam kondisi ini. Acetazolamide sering digunakan untuk kontrol jangka pendek TIO tinggi, dan bentuk topikal dapat digunakan untuk periode yang lebih lama. Acetazolamide juga dianggap sebagai agen yang kuat dan efektif dalam mengendalikan TIO pada pasien dengan uveitis. Analog prostaglandin telah dilaporkan menginduksi uveitis dan relatif kontraindikasi pada pasien yang mengalami TIO tinggi setelah menggunakan steroid untuk mengendalikan peradangan mata. Namun, agen ini, serta miotik, mungkin efektif, terutama sebagai agen aditif. Meskipun analog prostaglandin mungkin bukan pilihan pertama, mereka dapat membantu dalam beberapa situasi di mana penurunan TIO lebih lanjut dibutuhkan (Razeghinejad dan Katz, 2012).

Mekanisme aksi berbagai jenis obat anti glaukoma (Asian Pacific Glaucoma Society, 2016) 2) Laser Trabekuloplasti Keuntungan dari laser trabekuloplasti sangat banyak meskipun perlu dipertimbangkan kemungkinan bahaya dari trabekulektomi, termasuk anestesi, hipotonik, katarak, dan endophthalmitis. Prosedur ini merupakan prosedur yang hemat waktu dan hemat biaya bila dibandingkan dengan filtering surgery. Meskipun penurunan TIO setelah laser trabekuloplasti pada pasien yang memiliki steroid intraokular juga bisa disebabkan oleh berkurangnya efek steroid, prosedur ini dapat mengurangi TIO sampai efek hipertensi yang diinduksi steroid menghilang. Laser trabekuloplasti

dapat dianggap sebagai pilihan utama untuk hipertensi okular yang diinduksi steroid ketika mempertimbangkan efek samping okular dan sistemik dari agen antiglaukoma (Chen, et al., 2009). 3) Manajemen Bedah Jika TIO pasien sangat tinggi atau tetap tinggi untuk periode waktu yang signifikan, intervensi bedah harus dipertimbangkan. Meskipun sebagian besar pasien dengan peningkatan TIO yang diinduksi steroid dapat diobati secara sistemik atau topikal, sekitar 1–5% dengan glaukoma yang tidak terobati masih harus menjalani operasi untuk menormalkan TIO mereka (Im, et al., 2008; Inatani, et al., 2008). Juga, jika pasien diharapkan memiliki paparan steroid berulang kali, pembedahan mungkin merupakan solusi terbaik sehingga steroid kemudian dapat digunakan lebih bebas. Operasi yang paling umum digunakan pada pasien dengan konjungtiva yang masih baik adalah trabekulectomi. Jika tidak, implantasi shunt atau prosedur siklodestruktif mungkin lebih disarankan (Razeghinejad dan Katz, 2012). a) Vitrektomi Agrawal et al. (2004) melaporkan hasil sukses vitrektomi pada 2 pasien yang memiliki TIO 70 setelah IVTA. TIO kembali menjadi kurang dari 21 dalam minggu pertama pasca operasi pertama tanpa obat antiglaukoma. Namun, pars plana vitrektomi adalah intervensi yang lebih invasif daripada trabekulectomi atau operasi shunt, dan efek terapeutik steroid berhenti. Selain itu, hingga 3% dari responden steroid mungkin memiliki peningkatan TIO yang tidak dapat dibalikkan. b) Filtering Surgery Dalam serangkaian kasus 3 mata dari 3 pasien dengan peningkatan TIO setelah IVTA, trabekulektomi ditambah dengan 5fluourasil mengendalikan TIO hingga kurang dari 18 mm Hg tanpa obat antiglaukoma yang telah difollow up 9,5 bulan (Jonas, et al.,

2007). Krishnan et al. (2007) melaporkan serangkaian 3 pasien yang mengembangkan glaukoma refrakter sekunder akibat IVTA dan berhasil diobati dengan viskokanalostomi. c) Trabekulotomi Berlawanan

dengan

jenis

glaukoma

dewasa

lainnya,

trabekulotomi telah dilaporkan efektif pada pasien dewasa dengan glaukoma iatrogenik yang diinduksi steroid (Yuki, 2010). Honjo et al. (2010) mempelajari 14 mata pada 7 pasien dengan riwayat pengobatan kortikosteroid topikal atau sistemik sebelum peningkatan TIO dan menjalani trabekulotomi sebagai prosedur bedah pertama. Setelah tindak lanjut rata-rata 60,6 ± 33,5 bulan, TIO di semua 14 mata dikendalikan dengan baik di bawah atau sama dengan 21 mm Hg. d) Implantasi Shunt Mata dengan peradangan aktif atau jaringan parut konjungtiva dari operasi sebelumnya akan mendapat manfaat terutama dari penggunaan implantasi shunt. Pertimbangan lain untuk pemilihan implan adalah ukuran pelat. Pada mata dengan implan fluocinolone acetonide, ukuran plat yang lebih besar dapat menyebabkan risiko hipotonik yang lebih tinggi (Razeghinejad dan Katz, 2012). 5. Komplikasi Berikut beberapa terapi steroid yang dapat menyebabkan glaucoma: a. Salep mata atau tetes mata steroid seperti deksametason dan prednisolon lebih sering menyebabkan glaukoma (Kersey dan Broadway, 2006) dibandingkan fluorometolon, hidrokotison, dan rimeksolon (Chen, 2013). Fluorometolon memiliki penetrasi yang lebih lemah sehingga kemampuan menigkatkan TIO pun lebih lemah. Kortikosteroid topikal dapat terdeteksi pada humour aqueus dalam 5-30 menit setelah aplikasi. Penetrasi melalui kornea dengan melewati barier epitel kaya lipid. Oleh karena itu, pada pasien

dengan trauma atau adanya inflamasi penetrasi steroid topikal akan lebih tinggi. Tetes mata diabsorpsi lebih tinggi dari salep mata (Lai et al, 2015). b. Injeksi steroid periokular (subkonjungtival, subtenon, atau retrobulbar) belum diketahui pasti seberapa kuat meningkatkan TIO. c. Steroid intravitreal terutama triamnikolon meningkatkan TIO pada setengah dari total pasien yang mendapat terapi tersebut. Peningkatan TIO terjadi dalam dua hingga empat minggu setelah injeksi. Peningkatan dapat lebih cepat terjadi pada pseudofakia atau pasien dengan vitrektomi. Implan steroid (fluosinolon) pada vitreus meningkatkan TIO pada 75% dari total pasien yang mendapat terapi tersebut (Deepa et al, 2015). d. Steroid topikal pada terapi dermatologi jangka panjang terutama dermatitis atopi, psoriasis, dan blefaritis yang diberikan pada kulit kelopak mata juga diketahui meningkatkan TIO (Lai et al, 2015). e. Steroid sistemik melalui oral, inhalasi, nasal, maupun injeksi intraartikular juga diketahui meningkatkan TIO meskipun tidak sekuat pemberian topikal (Deepa et al, 2015).

Sediaan steroid dan kenaikan TIO (Lai et al, 2015) Penggunaan glukokortikoid topikal tersering di Amerika Serikat adalah prednisolon asetat 1% yang digunakan untuk terapi konjungtivitis atau sesuai indikasi lainnya. Loteprednol etabonat 0.5% dan difluprenat 0.05% biasa diberikan sebagai terapi inflamasi post operasi (Fini et al, 2016). Sebanyak 5% dari populasi umum mengalami peningkatan TIO setelah penggunaan steroid topikal, sebanyak 20-65% setelah penggunaan steroid intravitreal, dan sebanyak 75% setelah penggunaan steroid implan (Dang et al, 2016).

Agrawal S, Agrawal J, Agrawal TP. 2004. Vitrectomy as a treatment for elevated intraocular pressure following intravitreal injection of triamcinolone acetonide. Am J Ophthalmol, 138: 679–680. American Academy of Ophthalmology. 2008. Basic and Clinical Science Course, Section 2: Fundamentals and Principles of Ophthalmology. San Francisco, American Academy of Ophthalmology, 419. Asian Pacific Glaucoma Society. 2016. Glaucoma Guidelines. Third Edition. Amsterdam, The Netherlands : Kugler Publications. Barton K, Hitchings R.A. 2013. Medical Management of Glaucoma. Switzerland: Springer Healthcare, 71-100. Chen Simon. Monitoring and management of steroid-induced glaucoma. Optometry Pharma. 2013. http://www.visioneyeinstitute.com.au/wpcontent/uploads/2013/04/Steroids_and_glaucoma_Dr_Chen.pdf (diakses 3 Maret 2019) Chen WL, Tsai YY, Chiang CC, Lin JM. 2009. Argon laser trabeculoplasty for late glaucoma after intravitreal triamcinolone. Acta Ophthalmol, 87: 238–239. Chen, S. 2013. Monitoring and management of steroid-induced glaucoma. Optometry Pharma. : 6–7. Cohen, A. 2011. Steroid Induced Glaucoma. In: RUMELT, Shimon (Ed.). Glaucoma – Basic and Clinical Concepts. InTech, 559–568 Crawley L et al. 2012. Clinical options for the reduction of elevated intraocular. Pressure Ophthalmology and Eye Diseases, 4: 43–64. Dang Yalong et al. Steroid-induced glaucoma treated with trabecular ablation in a matched comparison with primary open-angle glaucoma. Clinical and Experimental Ophthalmology 2016; 44: 783–788. Deepa A et al. Steroid induced Glaucoma. American Academy of Ophtalmology. 2015. (diakses 1 Maret 2019) Fini, M.E., et al. Steroid-induced ocular hypertension/glaucoma: Focus on pharmacogenomics and implications for precision medicine, Progress in Retinal and Eye Research. Elsevier. 2016; 1–26.

Foris LA dan Tripathy K. 2018. Open angle glaucoma. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. Greenwood, M., Grigorian, F. 2014. Glaucomatous Damage Secondary to Long Term Topical Corticosteroid Use in a 7-Year-Old Female. Open J Pediat: 62–66. Guyton, A. C. dan Hall, J. E., 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta : ECG. Honjo M, Tanihara H, Inatani M, Honda Y. 2010. External trabeculotomy for the treatment of steroid-induced glaucoma. J Glaucoma, 9: 483–485. Ilyas, S., 2010. Ilmu penyakit mata FK UI. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Im L, Allingham RR, Singh I, Stinnett S, Fekrat S. 2008. A prospective study of early intraocular pressure changes after a single intravitreal triamcinolone injection. J Glaucoma, 17: 128–132. Inatani M, Iwao K, Kawaji T, Hirano Y, Ogura Y, Hirooka K, Shiraga F, Nakanishi Y, Yamamoto H, Negi A, Shimonagano Y, Sakamoto T, Shima C, Matsumura M, Tanihara H. 2008. Intraocular pressure elevation after injection of triamcinolone acetonide: a multicenter retrospective case-control study. Am J Ophthalmol, 145: 676–681. Jonas JB, Degenring RF, Kamppeter BA. 2007. Outcome of eyes undergoing trabeculectomy after intravitreal injections of triamcinolone acetonide. J Glaucoma, 2004; 13: 261. Jones, R., Rhee, D. 2006. Corticosteroid-induced intraocular hypertension and glaucoma: A brief review and update of the literature. Curr Opin Ophthalmol : 163–167. Kersey JP dan DC Broadway. Corticosteroidinduced glaucoma: a review of the literature. Nature Eye (2006) 20, 407–416. Kersey JP, Broadway DC. 2006. Corticosteroidinduced glaucoma: a review of the literature. Eye (Lond), 20: 407–416. Kramar M, Vu L, Whitson JT, He YG. 2007. The effect of intravitreal triamcinolone on intraocular pressure. Curr Med Res Opin, 23: 1253–1258. Krishnan R, Kumar N, Wishart PK. 2007. Viscocanalostomy for refractory glaucoma secondary to intravitreal triamcinolone acetonide injection. Arch Ophthalmol, 125: 1284–1286.

Lai Connie HY et al. Corticosteroid-induced glaucoma in children. HKJ Ophthalmol 2015; 18 (1): 14 – 19 Lubis, RR, 2009. Aqueous Humor. Departement Ilmu Kesehatan Mata FK USU. Razeghinejad MR dan Katz LJ. 2012. Steroid-induced iatrogenic glaucoma. Ophthalmic Res, 47:66–80. Řeháková T, Jiraskova N, dan Stepanov A. 2017. Steroid-induced glaucoma as a complication of atopic eczema local treatment. Čes. a slov. Oftal., 73 (2): 64–68. Sihota, R., Konkal, V., Dada, T. et al. 2008. Prospective, long-term evaluation of steroid-induced glaucoma. Nature Publishing Group : 25–30. Skalicky SE. 2018. The Ciliary Body and Aqueous Fluid Formation and Drainage. Singapore : Springer. Stamper, I. S., Lieberman, M. dan Drake, M., 2009. Becker-Shaffer's Diagnosis and Therapy of the Glaucoma 8th Edition. UK: Mosby Elsevier. Tanihara H, Inoue T, Yamamoto T, Kuwayama Y, Abe H, Araie M. 2013. Phase 2 Randomized Clinical Study of a Rho Kinase Inhibitor, K-115, in Primary OpenAngle Glaucoma and Ocular Hypertension. American Journal of Ophthalmology,156(4): 731-736.e2. Waly MI, Sharawy A, Wahba K. 2011. System dynamic model for normal intraocular pressure. GJAT, 1 (4): 502-511. Weinreb RN, Aung T, Medeiros FA. 2014. The Pathophysiology and Treatment of Glaucoma. JAMA, 311 (18): 1901-1911. Yuki K, Inoue M, Shiba D, Kawamura R, Ishida S, Ohtake Y. 2010. Selective laser trabeculoplasty for elevated intraocular pressure following subtenon injection of triamcinolone acetonide. Clin Ophthalmol, 4: 247–249.

Related Documents

Tipus
October 2019 28
Tipus Metklim.docx
December 2019 33
Tipus D'oracions
December 2019 27
Tipus Snnt.docx
May 2020 12
Tipus Mundi
June 2020 8

More Documents from "Belhamissi"