Tipus Miom Referat Gabel.docx

  • Uploaded by: rizka
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tipus Miom Referat Gabel.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,146
  • Pages: 28
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Tumor adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh akibat pengaruh berbagai faktor penyebab dan menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Istilah neoplasma pada dasarnya memiliki makna sama dengan tumor. Tumor dapat diklasifikan menjadi tumor jinak dan ganas. Tumor jinak adalah tumor yang tidak memiliki kemampuan menyerang jaringan sekitarnya dan mengadakan metastasis tetapi memiliki kemampuan tumbuh secara lokal menjadi lebih besar. Keganasan merujuk kepada segala penyakit yang ditandai hiperplasia sel ganas, memiliki potensi untuk menyerang dan merusak jaringan yang berdekatan serta mengadakan metastasis.1,2 Mioma uteri merupakan kelainan tumor jinak ginekologis yang paling sering dijumpai dan merupakan tumor pelvis terbanyak pada organ reproduksi wanita. Mioma uteri mempunyai hubungan penting dengan keberlangsungan proses reproduksi pada wanita. Sebagai tumor jinak, mioma uteri tidak menyerang jaringan yang berdekatan dan tidak menyebarkan benih sel kanker ke tempat yang jauh (metastasis), tetapi dapat tumbuh secara lokal menjadi besar. Mioma uteri merupakan tumor jinak yang tumbuh dalam otot uterus dan jaringan ikat sekitarnya yang berasal dari sel otot polos imatur. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteri atau uterine fibroid. Pertumbuhan sel pada mioma uteri membutuhkan waktu yang lama tetapi progresif. Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologi, hal ini menunjukkan banyak wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik, hanya sekitar 25-50% dari penderita mioma uteri yang menunjukkan gejala klinis terutama perdarahan menstruasi yang berlebihan, infertilitas, abortus berulang, dan nyeri akibat penekanan massa tumor.1 Mioma uteri paling banyak ditemukan pada wanita berusia 35-45 tahun, Jarang sekali ditemukan pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan pada wanita yang telah menopause hanya kira-kira 10% mioma uteri masih tumbuh. Insidensi mioma uteri lebih tinggi pada wanita kulit hitam jika dibandingkan dengan wanita kulit

1

putih, dari seluruh wanita yang menderita mioma uteri, 50% adalah kulit hitam dan 25% adalah kulit putih.1,2,3 Mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% dari semua penderita ginekologi yang dirawat di Indonesia.4 Penelitian Arifudin di Makassar tahun 1996-2005 ditemukan 114 kasus mioma uteri pada pasien dengan operasi section cesarea dan 81% diantaranya menderita mioma uteri asimptomatik dengan proporsi 71,05%.5 Berdasarkan data rekam medis pada tahun 2004 dan 2005 penyakit mioma uteri menempati urutan ke lima dari sepuluh penyakit ginekologi terbanyak yang diderita perempuan Indonesia. Pada tahun 2004 proporsi mioma uteri 7,04% dan pada tahun 2005 proporsi mioma uteri 8,03%.6

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Mioma uteri adalah suatu tumor jinak pada rahim yang berasal dari otot

rahim dengan konsistensi padat kenyal, batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel, berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang dominan. Tumor ini juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan.1,2

2.2

Epidemiologi Mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang

dirawat di Indonesia. Usia termuda yang pernah dijumpai adalah 13 tahun dan tumor jinak ini mempunyai kecenderungan untuk regresi pada masa post menopause, hanya 10% saja yang masih dapat tumbuh lebih lanjut. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras, kegemukan dan nullipara. Berdasarkan otopsi, novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma, dengan lebih banyak ditemukan pada wanita berkulit hitam.1,2

2.3.

Etiologi Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga

merupakan

penyakit

multifaktorial.

Karena belum pernah terjadi sebelum

menarke dan angka kejadian rendah setelah menopause, maka diduga penyebab timbulnya mioma disebabkan oleh stimulasi hormon estrogen. Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri atau memakai mediator masih

3

menimbulkan silang pendapat. Dimana telah banyak ditemukan banyak sekali mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor-1, connexin-43. Dipercaya bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom lengan 12q13-15.1,2 Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan kromosom baik secara parsial maupun keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% penderita mioma uteri.4 Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :2,4 1. Umur Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun. Hasil temuan ini sesuai dengan penelitian yang pernah dijalankan di India (Departement of Obstetric and Gynecology, Kasturba Medical College and Hospital) bahwa kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada kelompok umur 40-49 tahun dengan usia rata-rata 42,97 tahun sebanyak 51%10. Hal ini disebabkan karena telah terjadi perubahan perubahan hormonal pada usia tersebut. Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita di bawah umur 20 tahun dan belum pernah dilaporkan terjadi kasus sebelum menarche, dan setelah menopause hanya 10% kejadian mioma uteri yang masih dapat bertumbuh lebih lanjut. Mioma uteri biasanya akan menunjukkan gejala klinis pada umur 40 tahun keatas. Hal ini berkaitan dengan keadaan hormonal. Pada mioma uteri terdapat reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon estrogen pada mioma uteri lebih banyak daripada pada miometrium normal. Pada usia sebelum menarke, belum ada ekspresi reseptor estrogen. Pada saat menstruasi, ekspresi reseptor tersebut optimal, pada setelah menopause, ekspresi reseptor tersebut berkurang, 2. Paritas

4

Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi. Pada wanita nullipara, kejadian mioma uteri lebih sering ditemui salah satunya diduga karena sekresi estrogen wanita hamil sifatnya sangat berbeda dari sekresi oleh ovarium pada wanita yang tidak hamil yaitu hampir seluruhnya estriol, suetu estrogen yang relatif lemah daripada estradiol yang disekresikan ovarium. Hal ini berbeda dengan wanita yang tidak pernah hamil atau melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya adalah murni estrogen yang dihasilkan oleh ovarium semuanya digunakan untuk proliferasi jaringan uterus. 3. Faktor genetik Kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma. Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007). 4. Indeks massa tubuh (IMT) Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh enzim aromatease di jaringan lemak (Djuwantono, 2004). Hasilnya terjadi peningkatan jumlah esterogen tubuh yang mampu meningkatkan prevalensi mioma uteri (Parker, 2007).

5

5. Kehamilan Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007). 6. Merokok Merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).

2.4. Histologi uterus Sebagian besar dinding uterus terdiri dari otot polos yang dinamakan miometrium. Uterus harus mampu untuk membesar selama kehamilan. Pembesaran uterus terjadi akibat hipertrofi sel otot polos miometrium (miosit) dan penambahan miosit baru dari stem sel yang terdapat dalam jaringan ikat miometrium. Rongga uterus dilapisi oleh endometrium. Endometrium merupakan organ target dan kelenjar endokrin. Dibawah pengaruh produksi siklis hormon ovarium endometrium mengalami perubahan mikroskopik pada struktur dan fungsi kelenjar.2

Gambar 2.1. Histologi uterus potongan melintang

6

Gambar 2.2. Histologi lapisan uterus

Selama fase pra-ovulasi siklus menstruasi, sel epitel permukaan endometrium mengadakan proliferasi di bawah pengaruh estrogen. Kelenjar endometrium mengalami proliferasi dan masuk kedalam lapisan subepitelial atau stroma. Arteri muskular kecil (arteria spiralis ) tumbuh kedlam lapisan basal endometrium.2 Setelah ovulasi, suasana hormonal uterus berubah dari dominan estrogen menjadi dominan progesteron sehingga mitosis epitel kelenjar berhenti. Endometrium pasca ovulasi disebut endometrium sekretorik. Pasca ovulasi, sel stroma endometrium membesar dan tampak berbuih yang menadakan adanya peningkatan metabolisme. Sel-sel tersebut menjadi eosinofilik dan disebut sebagai sel desidua. Desidualisasi endometrium diawali sekitar arteri spiralis yang kemudian menyebar dibawah epitel permukaan dan kelenjar saat 10 hari pasca ovulasi. Jika tidak terjadi kehamilan, produksi progesteron corpus luteum berhenti pada hari ke 13 – 14 pasca ovulasi. Endometrium mengalami nekrosis iskemik dan meluruh sebagai debris menstruasi.2 Bila terjadi kehamilan, masa hidup corpus luteum memanjang dan memperpanjang produksi progesteron dan desidualisasi stroma berlanjut. Stroma endometrium merupakan sumber penting sejumlah peptida kehamilan antara lain :

7

a. Prolaktin. b. Faktor pertumbuhan yang mirip insulin (insulin – like growth factor binding protein - IGFBP-1) c. Peptida yang terkait dengan hormon paratiroid ( parathyroid hormonerelated peptide –PTHrP)

2.5. Patologi Penampakan dari mioma uteri secara makroskopis adalah single atau multipel, dengan batas tegas, tidak berkapsul atau pun terkadang terdapat pseudokapsul, konsistensi bisa lunak maupun keras, warna biasanya abu-abu terang, atau putih merah muda. Mioma uteri umumnya bersifat multipel, berlobus yang tidak teratur maupun berbentuk sferis. Mioma uteri biasanya berbatas jelas dengan miometrium sekitarnya, sehingga pada tindakan enukleasi mioma dapat dilepaskan dengan mudah dari jaringan miometrium di sekitarnya. Pada pemeriksaan makroskopis dari potongan transfersal berwarna lebih pucat dibanding miometrium di sekelilingnya, halus, berbentuk lingkaran dan biasanya lebih keras dibanding jaringan sekitar, dan terdapat pseudocapsule.8,9

8

Gambar 2.3. Penampakan nodul mioma uteri secara makroskopik8,9

Pada pemeriksaan mioma uteri dibawah mikroskop, tampak gambaran seperti dibawah ini.

(A)

9

(B) Gambar 2.4.Gambar (A) dan (B) menunjukkan Histologi sel otot polos pada mioma uteri

Pada pemeriksaan mikroskopik, tampak gambaran sel tumor menyerupai sel normal (seukuran, memanjang, berbentuk gelendong, dengan inti berbentuk cerutu, dan bentuk bundel dengan arah yang berbeda. Penampakan sel tumor bisa seperti fibrosis, kalsifikasi, dan atau perdarahan. 2

10

Pada mioma uteri, dapat terjadi perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder tersebut antara lain:2,3,4,5 1. Atrofi Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi

kecil.

2. Degenerasi hialin Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya. 3. Degenerasi kistik Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan

limfe

sehingga

menyerupai

limfangioma.

Dengan

konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan. 4. Degenerasi membatu (calcereus degeneration) Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen. 5.

Degenerasi merah (carneus degeneration) Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena vaskularisasi.

suatu

nekrosis

subakut

sebagai

gangguan

Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti

daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan hemofusin.

Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada

kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor

11

pada uterus membesar dan nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.

6.

Degenerasi lemak Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

Degeneration

← Red degeneration

← Hyaline degeneration

Gambar 2.5. Degenerasi merah dan hialin 2.6. Patofisiologi Meyer

dan

De

Snoo

mengajukan

teori

Cell

Nest

atau

teori

genioblast. Mioma merupakan monoklonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian menunjukkan bahwa pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu t(12;14)(q15;q24). Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri atau memakai mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan banyak sekali mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin growth factor-l,(IGF-l), connexsin-43-Gap function protein dan marker proliferasi. Awal mulanya pembentukan tumor adalah terjadinya mutasi somatik dari sel-sel miometrium. Mutasi ini mencakup rentetan perubahan

12

kromosom baik secara parsial maupun secara keseluruhan. Aberasi kromosom ditemukan pada 23-50% dari mioma uteri yang diperiksa dan yang terbanyak (36,6%) ditemukan pada kromosom 7(del(7)(q 21)/q 21 q 32). Keberhasilan pengobatan medikamentosa mioma uteri sangat tergantung apakah telah terjadi perubahan pada kromosom atau tidak. Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi

hipoestrogenik

dapat

mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin like growth faktor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadangkadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.1,2,3

2.7. Klasifikasi Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena, sebagai berikut:1,2 1. Berdasarkan lokasi 1. Servikal (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. 2. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. 3. Korporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.

13

Gambar 2.6. Nodul mioma uteri pada berbagai lokasi

2. Lapisan Uterus Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 4 jenis, yaitu :3 a) Mioma Uteri Submukosa Kejadian berkisar 6,1 % dari seluruh mioma uteri. Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks disebut mioma geburt. Hal

ini

dapat menyebabkan dismenore, namun ketika telah

dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan darah yang tidak regular dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks. Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi seringkali

memberikan

keluhan

yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina.

14

Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dapat dilakukan histerektomi.

b) Mioma Uteri Subserosa Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter.

Mioma

yang

cukup

besar

akan

mengisi

ronggaperitoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus,

omentum

atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan

sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik. c) Mioma Uteri Intramural Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan),

lunak

(jaringan

otot rahim dominan). Secara

makroskopis terlihat uterus berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak. Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi

15

menjadi keras. Secara histologik tumor ditandai oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru gambaran kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi postmenopausal,

secara

infeksi,

sekunder

perubahan

dari

atropi

dalam sirkulasi atau

transformasi maligna.

16

Gambar 2.7. Jenis-jenis mioma uterus berdasarkan lapisan dinding uterus 2.8. Gejala Klinis Hampir kebetulan

separuh

kasus

pada pemeriksaan

mioma

uteri

ditemukan

secara

ginekologik karena tumor ini tidak

mengganggu. Gejala yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:2,4,5 1) Perdarahan abnormal Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah : 1. Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium. 2. Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa. 3. Atrofi endometrium di atas mioma submukosum. 4. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik. 2) Rasa nyeri Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore. 3) Gejala dan tanda penekanan Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan frekuensi, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi

17

dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul. 4) Infertilitas dan abortus Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin, menyatakan bahwa apabila penyebab

lain

disingkirkan,

penyebab infertilitas tersebut,

dan

mioma

merupakan

infertilitas

sudah

maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.

2.9. Diagnosis a. Anamnesa Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50% saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari mioma uteri. sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter dan usus dapat terganggu, dimana peneliti menemukan keluhan disuri (14%) dan keluhan obstipasi (13%). dapat ditemukan penderita seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah.2,4,5 b. Pemeriksaan fisik Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih massa yang lebih licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus.2,4,5

18

c.

Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium4,5 Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoeitin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal. 2. Pemeriksaan imaging4,5 1. Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam

menetapkan

adanya

mioma

uteri.

Ultrasonografi

transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang hipoekoik. 2. Histerosalfingografi. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat. 3. MRI (Magnetic Resonance Imaging). Sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi

19

alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.

2.10. Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri adalah sebagai berikut 6,7: 1. Degenerasi ganas Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,320,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. 2. Torsi (putaran tangkai) Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. 3. Nekrosis dan infeksi Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan

karena gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi

pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metrorrhagia atau menorrhagia disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri. 4. Infertilitas Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma uteri submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. 5. Anemia Anemia timbul karena seringkali penderita mioma uteri mengalami perdarahan pervaginam yang abnormal. Perdarahan abnormal pada kasus mioma uteri akan mengakibatkan anemia defisiensi besi.

20

2.11. Penatalaksanaan Tidak semua mioma uteri memerlukan terapi pembedahan. Kurang lebih 55% dari semua kasus mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan apapun, apalagi jika ukuran mioma uteri masih kecil dan tidak menimbulkan keluhan.

Gambar 2.8. Tatalaksana mioma uteri Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan terbagi atas : a. Penanganan konservatif Cara penanganan konservatif dapat dilakukan sebagai berikut : -

Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.

-

Monitor keadaan Hb

21

-

Pemberian zat besi

b. Terapi medikamentosa Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif. Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analg GnRH, progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain (gossipol,amantadine).9

a. GnRH analog Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita dengan mioma uteri yang diberikan GnRHa leuprorelin asetat selam 6 bulan, ditemukan pengurangan volume uterus rata-rata 67% pada 90 wanita didapatkan pengecilan volume uterus sebesar 20% dan pada 35 wanita ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80%.

10,11

Efek maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara kerjanya menekan produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause. Setiap mioama uteri memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian GnRHa. Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling rensponsif terhadap pemberian GnRH ini. Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa dengan GnRHa adalah: 

Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri.



Mengurangi anemia akibat perdarahan.



Mengurangi perdarahan pada saat operasi.



Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma.



Mempermudah tindakan histerektomi vaginal.

22



Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi.

a. Progesteron Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada pemberian progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg perhari selama 21 hari. b. Danazol Merupakan progesteron sintetik yang berasal dari testosteron. Dosis substansial didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus sebesar 20-25% dimana diperoleh fakta bahwa danazol memiliki substansi androgenik. Tamaya, dkk melaporkan reseptor androgen pada mioma terjadi peningkatan aktifitas 5-reduktase pada miometrium dibandingkan endometrium normal. Mioma uteri memiliki aktifitas aromatase yang tinggi dapat membentuk estrogen dari androgen. c. Gestrinon Merupakan suatu trienik 19-nonsteroid sintetik, juga dikenal dengan R 2323 yang terbukti efektif dalam mengobati endometriosis. Menurut Coutinho(1986), melaporkan 97 wanita, A(n=34) menerima 5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, kelompok B(n=36) menerima 2,5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, dan kelompok C(n=27) menerima 2,5 mg gestrinon pervaginam 3x seminggu. Data masingmasing dievaluasi setelah 4 bulan didapatkan volume uterus berkurang 18% pada kelompok A, 27% pada kelompok B, tetapi pada kelompok C meningkat 5%. Setelah masa pengobatan selama 4 bulan berakhir, 95% pasien amenore, Coutinho menyarankan penggunaan gestrinon sebagai terapi preoperatif untuk mengontrol perdarahan menstruasi yang banyak berhubungan dengan mioma uteri. d. Tamoksifen Merupakan turunan trifeniletilen yang mempunyai khasiat estrgenik maupun antiestrogenik, dan dikenal sebagai “selective estrogen

23

receptor modulator” (SERM). Beberapa peneliti melaporkan pada pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6 wanita premenopause dengan mioma uteri selama 3 bulan dimana volume mioma tidak berubah, dimana kerjanya konsentrasi reseptor estradiol total secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena peningkatan kadar progesteron bila diberikan berkelanjutan. e. Goserelin Merupakan suatu GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Pada pemberian goserelin dapat mengurangi setengah ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan gejala menoragia dan nyeri pelvis. Pada wanita premenopause dengan mioma uteri, pengobatan jangka panjang dapat menjadi alternatif tindakan histerektomi terutama menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 mikrogram 3 kali sehari semprot hidung sama efektifnya dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali dengan cara pemberian injeksi subkutan. Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan disupresi selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping berupa keringat dingin. Pemberian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen tanpa tumbuh mioma kembali atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima. Peneliti mengevaluasi efek pengobatan dengan formulasi depot bulanan goserelin dikombinasi dengan HRT (estrogen konjugasi 0,3 mg) dan medroksiprogesteron asetat 5 mg pada pasien mioma uteri, parameter yang diteliti adalah volume mioma uteri, keluhan pasien, corak perdarahan kandungan mineral, dan fraksi kolesterol. Kadar HDL kolesterol meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma trigliserid meningkat selama pemberian terapi. f. Antiprostaglandin

24

Dapat mengurangi perdarahan yang berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal ini beralasan untuk diterima atau mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma uteri. . c. Penanganan operatif Indikasi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah: - Perdarahan pervaginam abnormal yang memberat - Ukuran tumor yang besar - Ada kecurigaan perubahan ke arah keganasan terutama jika pertambahan ukuran tumor setelah menopause - Retensio urin - Tumor yang menghalangi proses persalinan - Adanya torsi Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa : -

Miomektomi Miomektomi

adalah

pengambilan

sarang

mioma

tanpa

pengangkatan rahim/uterus. Miomektomi lebih sering di lakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Dewasa ini ada beberapa pilihan tindakan untuk melakukan miomektomi berdasarkan ukuran dan lokasi dari mioma. Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histereskpi maupun laparoskopi.7 Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapang pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi, resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien. Disamping itu, masa penyembuhan paska operasi juga lebih lama, sekitar 4-6 minggu.12,13

25

Pada miomektomi secara histereskopi dilakukan terhadap mioma submukosa yang terletak pada kavum uteri. Pada prosedur pembedahan ini, ahli bedah memasukkan alat histeroskop melalui serviks dan mengisi kavum uteri dengan cairan untuk memperluas dinding uterus. Keunggulan teknik ini adalah masa penyembuhan paska operasi 2 hari. Komplikasi operasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.15

-

Histerektomi Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik sebahagian (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri.7 Histerektomi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pendekatan perabdominal (laparotomi), pervaginam, dan pada beberapa kasus secara laparoskopi. Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi pada pasien dengan mioma uteri merupakan indikasi bila didapatkan keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius, dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu.14 Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal histerektomi (STAH). Masing-masing prosedur histerektomi ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari risiko operasi yang lebih besar, seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH akan menyisakan serviks, dimana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Dengan menyisakan serviks, menurut penelitian didapatkan data bahwa terjadinya dyspareunia akan lebih rendah dibandingkan dengan yang menjalani TAH sehingga akan tetap mempertahankan fungsi seksual. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada vagina dapat

26

menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdarahan pasca operasi dimana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH.14 Tindakan histerektomi juga dapat dilakukan melalui pendekatan vagina, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Histerektomi pervaginam jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Secara umum, histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Selain itu, kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi juga lebih minimal. Masa penyembuhan pada pasien yang menjalani histerektomi vaginal lebih cepat dibandingkan dengan yang menjalani histerektomi abdominal.14 Kriteria menurut American College of Obstetricians Gynecologists (ACOG) untuk histerektomi adalah sebagai berikut : -

Terdapatnya 1 sampai 3 mioma asimptomatik atau yang dapat teraba dari luar dan dikeluhkan oleh pasien.

-

Perdarahan uterus berlebihan, meliputi perdarahan yang banyak dan bergumpal-gumpal atau berulang-ulang selama lebih dari 8 hari dan anemia akibat kehilangan darah akut atau kronis.

-

Rasa tidak nyaman di pelvis akibat mioma uteri meliputi nyeri hebat dan akut, rasa tertekan punggung bawah atau perut bagian bawah yang kronis dan penekanan pada vesika urinaria mengakibatkan frekuensi miksi yang sering.14

2.12. Prognosis Rekurensi setelah miomektomi terdapat pada 15-40% penderita dan 2/3-nya memerlukan pembedahan lagi.8

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Beckman CRB, Ling FW, Barzansky BM, et al., eds. Obstetric and gynecology. ED. Ke-6. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins, 2010; Chapter 44:389-92 2. Moeloek FS, Nuranna L, Wibowo N, eds. Standar pelayanan medik obstetrik dan ginekologi. Jakarta: POGI,2006:129 3. Hart, D.M., Norman, J., 2000, Gynecology Illustrated, 5th edition, Edinburgh: Churchill Livingstone. 4. Schorge, Schaffer, Halvorson, et all, 2008, William Gynecology, Texas: mcGraw-Hill Companies inc. 5. Arifuddin, D et.al. Pengaruh teknik: “double circle stitching” atau pemasangan teknik tourniquet terhadap jumlah perdarahan uterus pada tindakan miomektomi saat seksio sesar. Jurnal Medika Nusantara, 2005;24. 6. Muzakir. Profil penderita mioma uteri di RSUD Achmad provinsi Riau periode 1 Januari-31 Desember 2006. 2008. Laporan Penelitian. 7. Hadibroto, Budi R., Mioma Uteri. Dalam: Majalah Kedokteran Indonesia, 2004, 38:3. 8. Manuaba. Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2007. Hal 12 9. Cunningham, Gary, et al., Obstetri Williams, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009. Hal 214 10. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda, dalam: Prawiroharjo, S., Ilmu Kebidanan, Edisi keempat, Jakarta, Bina Pustaka. 2010 11. Parker WH.Etiology, Symptomatology and Diagnosis of Uterine Myomas. Volume 87. Department of Obstetrics and Gynecology UCLA School of Medicine. California: American Society for Reproductive Medicine, 2007. 725-733. 12. Guarracia MM, Rein MS. Traditional surgical approaches to uterine fibroids: abdominal myomectomy and hysterectomy. Clin obstet and gynecol. 2001;44:364-71 13. Wallach and Vlahos, Uterine Myomas: An Overview of Development, Clinical Features, and Management, in: American College of Obstetricians and Gynecologyst, 2004, 204:10 14. Thompson JD, Warshaw J. Hysterectomy. Dalam: Rock JA, Thompson JD, eds. Te Linde’s operative gynecology. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers, 2007:771-854 15. Hurst BS, Matthews ML, Marshburn PB. Laparoscopic myomectomy for symptomatic uterine myomas. Fertil Steril, 2005;83(1): 1-22.

28

Related Documents

Tipus
October 2019 28
Tipus Metklim.docx
December 2019 33
Tipus D'oracions
December 2019 27
Tipus Snnt.docx
May 2020 12

More Documents from ""