ASUHAN KEPERAWATAN GADAR PADA COPD
1.
Konsep Dasar Teori A. Definisi 1. COPD adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial,
serta
adanya
respons
inflamasi
paru
terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). 2. PPOK/COPD
(CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE)
merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005) 3. PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD
adalah
: Bronchitis kronis,
emfisema
paru-paru
dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001) 4. PPOK adalah merupakan
kondisi
ireversibel
yang
berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002).
1
5. PPOK
merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan
ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau keduaduanya (Snider, 2003).
B. Etiologi Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2000) adalah : 1.
Kebiasaan merokok.
2.
Polusi udara.
3.
Paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
4.
Riwayat infeksi saluran nafas.
5.
Bersifat genetik yaitu defisiensi alfa satu antitripsin.
Brashers (2007) menambahkan faktor-faktor yang menyebabkan penyakit paru obstruksi kronis adalah : 1.
Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15%
perokok menderita PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak. 2.
Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama
perokok. Pada kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisema.
2
3.
Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan
dengan rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia mungkin berperan dalam terjadinya PPOK. 4.
Polusi
udara
dan
kehidupan
perkotaan
berhubungan
dengan
peningkatan resiko morbiditas PPOK.
C. Patosifiologi Patofisiologi menurut Brashers (2007), Mansjoer (2000) dan Reeves (2001) adalah : Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjarkelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan serta terjadi batuk, batuk dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan berturut-turut. Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit, berkelok-kelok dan berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel goblet dan berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang berdekatan dengan bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis mengakibatkan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena infeksi. Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat
3
menyumbat bronki. Dinding bronkhial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi tersebut menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus kental atau bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi akan tetap sama atau berkurang sedikit. Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan nafas yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis yang meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-paru untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida. Akibatnya kadar oksigen menurun dan kadar karbondioksida meningkat. Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang mengakibatkan produksi ATP menurun dan
4
menyebabkan defisit energi. Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan anoreksia. Selain itu, jalan nafas yang terhambat dapat mengurangi daerah permukaan yang tersedia untuk pernafasan, akibat dari perubahan patologis ini adalah hiperkapnia, hipoksemia dan asidosis respiratori. Hiperkapnia dan hipoksemia menyebabkan vasokontriksi vaskular pulmonari, peningkatan resistensi
vaskular
pulmonary
mengakibatkan
hipertensi
pembuluh
pulmonary yang meningkatkan tekanan vascular ventrikel kanan atau dekompensasi ventrikel kanan.
5
D. Woc COPD
6
E. Klasifikasi Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease
(GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut : 1.
Derajat 0 (berisiko) Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri : Normal
2.
Derajat I (PPOK ringan) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1 Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%
3.
Derajat II (PPOK sedang) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%
4.
Derajat III (PPOK berat) Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4.Eksaserbasi lebih sering terjadi Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%
5.
Derajat IV (PPOK sangat berat) klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.
7
F. Manifestasi Klinis Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita. Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali,
hal
ini
menunjukkan
adanya
obstruksi
jalan
nafas
yang
menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut. Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi: 1)
Batuk bertambah berat
2)
Produksi sputum bertambah
3)
Sputum berubah warna
4)
Sesak nafas bertambah berat
5)
Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6)
Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7)
Penurunan kesadaran
8
G. Pemeriksaan Diagnostik a. Chest X-Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda
vaskular/bulla
(emfisema),
peningkatan
bentuk
bronchovaskular
(bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma) b. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator. c. TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema. d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema e. FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma. f. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma). g. Bronchogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis) h. Darah
Komplit
:
peningkatan
9
hemoglobin
(emfisema
berat),
peningkatan eosinofil (asthma). i. Kimia Darah : alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer. j. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi. k. ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema) l. Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,
mengevaluasi
keefektifan
obat
bronchodilator,
merencanakan/evaluasi program.
H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada PPOK dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. Tujuan terapi tersebut adalah mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit, mencegah dan mengatasi ekserbasasi dan komplikasi, menaikkan keadaan fisik dan psikologis pasien,
meningkatkan kualitas
hidup
dan
mengurangi
angka kematian. Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan cara menghentikan kebiasaan merokok, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan pernapasan serta memperbaiki nutrisi. Edukasi merupakan hal
10
penting dalam pengelolaan jangkan panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan
perburukan penyakit. Pada terapi farmakologis, obat-obatan yang paling sering digunakan dan merupakan pilihan utama adalah bronchodilator. Penggunaan obat lain seperti kortikoteroid, antibiotic dan antiinflamasi diberikan pada beberapa kondisi tertentu. Bronkodilator diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan denganklasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,nebuliser tidak dianjurkan
pada
penggunaan
jangka
panjang.
Pada
derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting). Macam-macam bronkodilator : a.
Golongan antikolinergik. Digunakan
pada
derajat
ringan
sampai
berat,
disamping
sebagaibronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4 kaliperhari). b.
Golonganβ– 2 agonis. Bentuk inhaler digunakan
untuk
mengatasi
sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnyaeksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakanbentuk tablet yang
11
berefek panjang. Bentuk nebuliser dapatdigunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkanuntuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutanatau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat. c.
Kombinasi antikolinergik dan β– 2 agonis. Kombinasi kedua golongan obat ini akan bronkodilatasi,
karena
yang
Disamping
berbeda.
keduanya itu
memperkuat efek
mempunyai
penggunaan
obat
tempat kerja kombinasi
lebihsederhana dan mempermudah penderita. d.
Golongan xantin. Dalam bentuk
lepas
lambat
sebagai
pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas),bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah. Penanganan di gawat darurat 1. Tentukan masalah yang menonjol, misalnya a. Infeksi saluran napas b. Gangguan keseimbangan asam basa c. Gawat napas 2. Triase untuk ke ruang rawat atau ICU
12
I. Komplikasi 1. Hipoxemia Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis. 2. Asidosis Respiratory Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea. 3. Infeksi Respiratory Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea. 4. Gagal jantung Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini. 5. Cardiac Disritmia Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory. 6. Status Asmatikus
13
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
14
2.
ASUHAN KEPERAWATAN GADAR PADA COPD A. Pengkajian 1. Airway a. Kaji dan pertahankan jalan napas b. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu c. Gunakan bantuan jalan napas jika perlu d. Pertimbangkan untuk segera merujuk ke ahli anastesi 2. Breathing a. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter b. Lakukan pemeriksaan arterial gas darah untuk mengkaji ph, paco2 and pao2 c. Jika ph arteri <7.2, pasien lebih menguntungkan menggunakan noninvasive ventilation (niv) dan rujukan harus dibuat sesuai dengan kebijakan setempat d. Kontrol terapi oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >92% e. Monitoring secara ketat paco2 f. Berikan nebuliser salbutamol 5 mg dan ipratropium 500 mcg melalui oksigen g. Berikan prednisolone 30 mg per oral atau hydrocortisone 100 mg iv setiap 6 jam. h. Catat temperature i. Lakukan pemeriksaan untuk mencari tanda:
15
a) Sianosis b) Clubbing c) Pursed lip breathing d) Kesimetrisan pergerakan e) Retraksi interkosta f) Deviasi trachea j. Dengarkan adanya: a) Wheezing b) Crackles c) Penurunan aliran udara d) Silent chest k. Lakukan pemeriksaan torak untuk melihat a) Pneumothorak b) Konsolidasi c) Tanda gagal jantung l. Jika ada bukti infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri pathogen diantaranya: a) Streptococcus pneumonia b) Haemophilus influenza c) Moraxella catarrhalis 3. Circulation a. Kaji heart rate dan ritme b. Catat tekanan darah
16
c. Periksa EKG d. Lakukan intake output, dan pemeriksaan darah lengkap e. Lakukan pemasangan iv akses f. Jika potassium rendah maka berika cairan potassium g. Lakukan pembatasan cairan h. Pertimbangkan pemberian heparin subkutan 4. Disability a. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan avpu b. Penurunan
kesadaran
menunjukan
pasien
membutuhkan
pertolongan medis dengan segera dan dikirim ke icu 5. Exposure a. Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya
B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas 2. Ketidakefektifan
bersihan
jalan
nafas
berhubungan
dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal. 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
17
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan oksigen ke sel dan jaringan 5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen 6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi
ventilasi
dan
oksigenasi
C. Rencana Keperawatan NO DIAGNOSA
NOC
NIC
KEPERAWATAN 1.
Ketidakefektifan nafas
pola NOC :
1. Ajarkan
berhubungan Respiratory status : Ventilation
dengan napas pendek, NOC
klien
latihan
bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
mukus, bronkokontriksi Respiratory status : Airway 2. Berikan dorongan untuk dan iritan jalan napas
patency
menyelingi aktivitas dengan
Vital sign Status
periode istirahat.
Kriteria Hasil :
3. Biarkan pasien membuat
Mendemonstrasikan
batuk keputusan
efektif dan suara nafas yang perawatannya
tentang berdasarkan
bersih, tidak ada sianosis dan tingkat toleransi pasien. dyspneu (mampu mengeluarkan 4. Berikan sputum,
mampu
18
dorongan
bernafas penggunaan latihan otot-otot
dengan
mudah,
tidak
ada pernapasan jika diharuskan.
pursed lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten
(klien
tidak
merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam
rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal) Tanda
Tanda
vital
dalam
rentang normal (tekanan darah (sistole
110-130mmHg
dan
diastole 70-90mmHg), nad (60100x/menit)i, pernafasan (1824x/menit)) 2.
Bersihan jalan napas NOC :
1. Beri pasien 6 sampai 8
tidak
gelas
efektif b.d Respiratory status : Ventilation
bronkokontriksi, peningkatan sputum,
2. Ajarkan
tidak Aspiration Control
efektif,
Kriteria Hasil :
kelelahan/berkurangnya
Mendemonstrasikan
tenaga
dan
bronkopulmonal.
kecuali
Respiratory status : Airway terdapat kor pulmonal.
produksi patency
batuk
cairan/hari
dan
berikan
dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk batuk.
infeksi efektif dan suara nafas yang 3. Bantu
dalam pemberian
bersih, tidak ada sianosis dan tindakan nebuliser, inhaler
19
dyspneu (mampu mengeluarkan dosis terukur sputum, dengan
mampu mudah,
bernafas 4. Lakukan drainage postural tidak
ada dengan perkusi dan vibrasi
pursed lips)
pada pagi hari dan malam
Menunjukkan jalan nafas yang hari sesuai yang diharuskan. paten
(klien
tidak
merasa 5. Instruksikan pasien untuk
tercekik, irama nafas, frekuensi menghindari pernafasan
dalam
iritan
seperti
rentang asap rokok, aerosol, suhu
normal, tidak ada suara nafas yang ekstrim, dan asap. abnormal) Mampu dan
6. Ajarkan tentang tandamengidentifikasikan tanda dini infeksi yang harus
mencegah
factor
yang dilaporkan
dapat menghambat jalan nafas
pada
dokter
dengan segera: peningkatan sputum,
perubahan
warna
sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan. 7. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan. 8. Berikan dorongan pada pasien
untuk
melakukan
imunisasi terhadap influenzae dan
20
streptococcus
pneumoniae. 3.
Gangguan gas
pertukaran Respiratory status : Ventilation berhubungan Kriteria Hasil :
1. Deteksi
saat auskultasi .
dengan ketidaksamaan Frekuensi nafas normal (16- 2. Pantau ventilasi perfusi
bronkospasme
klien
terhadap
24x/menit)
dispnea dan hipoksia.
Itmia
3. Berikan
Tidak terdapat disritmia
bronkodialtor
Melaporkan penurunan dispnea
kortikosteroid dengan tepat
obat-obatan dan
Menunjukkan perbaikan dalam dan waspada kemungkinan laju aliran ekspirasi
efek sampingnya. 4. Berikan
terapi
aerosol
sebelum waktu makan, untuk membantu sekresi
mengencerkan
sehingga
ventilasi
paru mengalami perbaikan. 5. Pantau
pemberian
oksigen 4.
Perubahan jaringan
perfusi NOC
1. Monitor
berhubungan Perfusi Jaringan : Perifer
dengan
darah , nadi, suhu dan
penurunan Status sirkulasi
RR tiap 6 jam atau
suplai oksigen ke sel Kriteria Hasil: dan jaringan.
Klien
menunjukkan
sesuai indikasi perfusi
jaringan yang adekuat yang
21
tekanan
2. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
ditunjukkan dengan terabanya nadi perifer, kulit kering dan hangat, keluaran urin adekuat, dan
tidak
ada
distres
pernafasan.
3. Monitor
pola
pernapasan abnormal 4. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit 5. Monitor
sianosis
perifer 6. Awasi
upaya
pernafasan, auskultasi bunyi nafas 7. Berikan
oksigen
sesuai indikasi. 2 5.
Intoleransi aktivitasberhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen
NOC : Energy conservation
1. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan
Self Care : ADLs
2. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, Kriteria Hasil : istirahatkan klien selama 3 Berpartisipasi dalam aktivitas menit kemudian ukur lagi fisik tanpa disertai peningkatan tanda-tanda vital. tekanan darah, nadi dan RR 3. Dukung pasien dalam Mampu melakukan aktivitas menegakkan latihan teratur sehari hari (ADLs) secara dengan menggunakan mandiri treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan. 4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan
22
kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar. 5. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien. 6. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga. 7. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari. 8. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan. 9. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
23
6.
Defisit Perawatan Diri NOC : berhubungan keletihan akibat
1. Ajarkan
dengan Self care : Activity of Daily mengkoordinasikan sekunder Living (ADLs)
pernapasan
peningkatan Kriteria Hasil :
dengan
upaya pernapasan dan Klien terbebas dari bau badan insufisiensi dan oksigenasi
ventilasi Menyatakan terhadap
kemampuan
melakukan
dengan bantuan
aktivitas
seperti
berjalan,
mandi,
kenyamanan membungkuk, atau menaiki
melakukan ADLs Dapat
diafragmatik
untuk tangga 2. Dorong ADLS mandi,
klien berpakaian,
untuk dan
berjalan dalam jarak dekat, istirahat
sesuai
kebutuhan
untuk menghindari keletihan dan
dispnea
berlebihan.
Bahas tindakan penghematan energi. 3. Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.
24