BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman Tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes RI, 2008:5). Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta penderita Tuberkulosis Paru baru dan 3 juta kematian akibat Tuberkulosis Paru diseluruh dunia. Diperkirakan 95 % kasus Tuberkulosis Paru dan 98 % kematian akibat Tuberkulosis Paru didunia, terjadi pada Negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat Tuberkulosis Paru lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas (Depkes RI, 2008). Sekitar 75 % pasien Tuberkulosis Paru adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15 – 50 tahun). Diperkirakan seorang penderita Tuberkulosis Paru dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 - 30 %. Jika ia meninggal akibat Tuberkulosis Paru, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun (Depkes RI, 2008). Selain merugikan secara ekonomis, Tuberkulosis Paru juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan masyarakat (Notoatmojo, 2007). Di Indonesia Tuberkulosis Paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah penderita Tuberkulosis Paru di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah penderita sekitar 10 % dari total jumlah penderita Tuberkulosis Paru di Dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus Tuberkulosis Paru BTA positif sekitar 110 per 100.0000 penduduk (Depkes RI, 2008).
Saat ini secara epidemilogi menurut WHO terdapat 10 – 12 juta penderita TB Paru dan mempunyai kemampuan untuk menular, dengan angka kematian 3 juta penderita tiap tahun, dan keadaan tersesebut 75 % terdapat di Negara yang sedang berkembang dengan sosial ekonomi rendah seperti Indonesia. Di Indonesia penyakit TB Paru merupakan penyakit rakyat nomor satu dan penyebab kematian nomor tiga.Prevalensi BTA positif adalah 0,3 % (1982).Prevalensi pasien di dunia saat ini adalah sekitar 20 juta orang dan terdapat 3 juta pasien yang meninggal setiap tahunnya karena TB Paru, dan pada survey kesehatan rumah tangga (SKRT) Depkes RI 1986TB Paru menduduki urutan 10 morbiditas dan urutan ke-4 mortalitas. Pada SKRT tahun 1992 mortalitas ini meningkat ke urutan ke-2. Berdasarkan informasi dari WHO tahun 1998, program TB Paru di Indonesia masih menempati rangking ke-3 di dunia setelah India dan RRC. Hal ini bisa dilihat dari angka kematian yang masih cukup tinggi yaitu sekitar 2,2 per-1000 penduduk. Dari angka tersebut setiap tahun di Indonesia muncul sejumlah kasus baru sekitar 436.000 kasus. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan dengan mengobati penderita Tuberkulosis Paru secara rutin sesuai jadwal pengobatan, bila dirawat di rumah penderita harus ditempatkan pada ruangan dengan segala peralatan tersendiri dan lantai dibersihkan dengan desinfektan yang cukup kuat. Selain itu diperlukan upaya untuk perbaikan status gizi pada penderita dan waktu istirahat yang cukup. Peningkatan daya tahan tubuh penderita harus dijaga karena mereka rentan terhadap penyakit. Sulitnya pemberantasan penyakit ini karena dalam pemberantasannya bukan hanya masalah bakteri atau obat-obatan saja, melainkan melengkapi aspek sosial, budaya, ekonomi, tingkat pendidikan, pengetahuan penderita dan keluarga, serta lingkungan masyarakat sekitar (Eka Wahyudi, 2006). Untuk mengatasi masalah tersebut, peran serta keluarga sangat dibutuhkan, dimana keluarga sebagai unit pertama dalam masyarakat. Apabila salah satu anggota keluarga terkena penyakit Tuberkulosis Paru akan berpengaruh terhadap anggota keluarga yang lain. Untuk mewujudkan keluarga yang sehat terhindar dari resiko penularan, maka harus ditunjang dengan pengetahuan tentang Tuberkulosis Paru.
Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi tindakan keluarga untuk bertindak dalam hal pencegahan penularan dan proses kesembuhan penderita. Sebaliknya makin rendah pengetahuan keluarga tentang bahaya penyakit Tuberkulosis Paru, makin besar pula resiko terjadi penularan dan proses kesembuhan penderita kurang optimal. Di Surabaya pada tahun 2009 terdapat 2.453 penderita Tuberkulosis Paru dan dari jumlah tersebut didapatkan 1.293 penderita merupakan BTA positif. B.
Tujuan a.
Tujuan Umum Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru di Ruang Melati RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
b. Tujuan Khusus 1) Mengetahui pengertian TB paru 2) Mengetahui etiologi TB paru 3) Mengetahui faktor predisposisi TB paru 4) Mengetahui patofisiologi TB paru 5) Mengetahui tanda gejala TB paru 6) Mengetahui pemeriksaan penunjang TB paru 7) Mengetahui pathway TB paru 8) Mengetahui pengkajian pada klien dengan TB paru 9) Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan TB paru 10) Mengetahui rencana asuhan keperawatan pada klien dengan TB paru
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Penyakit a.
Pengertian Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001). Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari tubuh manusia. Klasifikasi Tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis : 1.
Tuberkulosis paru
2.
Bekas tuberculosis
3.
Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam : a) TB paru tersangka yang diobati ( sputum BTA negatif, tapi tanda – tanda lain positif )TB paru tersangka yang tidak dapat diobati ( sputum BTA negatif dan tanda – tanda lain meragukan ) ( Depkes RI, 2006 ).
b. Anatomi dan Fisiologi
a) Hidung Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. b) Faring Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus). c)
Laring Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
d) Trakea Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos. e) Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus 11 bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli. Bronkus pulmonaris,trakea terbelah menjadi dua bronkus utama: bronkus ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam
perjalanannya
menjelajahi
paru-paru,bronkus-bronkus
pulmonaris
bercabang dan beranting lagi banyak sekali. Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa dengan yang dari trakea mempunyai diinding fibrosa berotot yang
mengandung bahan tulang rawan dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus terminalis masuk kedalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya : lapisan epitelium bersilia diganti dengan sel epitelium yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam dindingnya dijumpai kantong-kantong udara itu . f)
Paru-paru Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada clavikula didalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landae rongga thoraks,diatas diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga, permukaan dalam yang memutar tampuk paruparu, sisi belakang yang menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan jantung.Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun atas lobula. Jaringan paruparu elastis,berpori, dan seperti spons.
Fisiologi Sistem Pernafasan. Pernafasan yaitu proses masuknya O₂ ke jaringan atau sel dan dikeluarkannya karbon dioksida CO₂ ke udara ekspirasi. Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkhiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia (Sylvia A. Price, 2005). Udara disaring ketika masuk ke dalam rongga hidung, dihangatkan, dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh goblet dan kelenjar mukosa. Partikel
kasar akan disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan berada pada lapisan mukus (Sylvia A. Price, 2005). Gerakan silia akan mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam sistem pernafasan bagian bawah ke faring. Udara mengalir dari faring menuju laring. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga di antara pita suara (glotis) bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah (Sylvia A. Price, 2005). Stuktur trakea dan bronkhus disebut trakeabronkial. Trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan (karina). Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan bronkus terkecil disebut bronkus terminalis (saluran udara terkecil yang tidak mengandung alvoli (kantung udara)) (Sylvia A. Price, 2005). Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru. Setelah bronkus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorus, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis (struktur akhir paru) (Sylvia A. Price, 2005). c.
Etiologi Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002). d. Patofisiologi Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi tuberculosis terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paruparu atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar melalui gestasi bening reginal. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi
primer
paru-paru
dinamakan
fokus
gholi
dengan
gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan mengalami pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitis akan
masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan dapat mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price & Wilson, 2005)
e.
Pathway
Mycobacterium TB
Masuk ke jalan nafas
Tinggal di alveolus Reaksi inflamasi Ketidaknyamanan pada rongga dada dan diafragma
Alveolus mengalami peradanagan
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Anoreksia Nyeri
Masukan peroral menurun
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f.
Manifestasi Klinik Tanda dan gejala tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006) dapat bermacam-macam antara lain : 1.
Demam Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2.
Batuk Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
3.
Sesak nafas Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4.
Nyeri dada Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
5.
Malaise Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.
g. Penatalaksanaan 1.
Pencegahan a) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok – kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa – siswi pesantren. c)
Vaksinasi BCG
d) Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. e) Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada masyarakat. (Muttaqin, 2008). 2.
Pengobatan Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ), Streptomisin ( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ). Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat – obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).
h.
Komplikasi Menurut Suriadi (2006) kompliki dari TB Paru antara lain :
B.
1.
Meningitisas.
2.
Spondilitis.
3.
Pleuritis.
4.
Bronkopneumoni.
5.
Atelektasi
Konsep Asuhan Keperawatan 1.
Pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat megnidentifikasi, mengenai masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan a) Pengumpulan data
1).
Identitas a).
Identitas klien, perlu dikaji identitas yang mempunyai hubungan meliputi : nama hubungan dengan penyakit tidak terbatas pada semua umur tetapi anak-anak dan orang tua lebih rentan terhadap penyakit ini, jenis kelamin lebih sering laki-laki terkena dari pada perempuan karena faktor kebiasaan seperti merokok, pendidikan hubungan dengan penyakit pendidikan rendah biasanya kurang pengetahuan tentang penyakit ini, pekerjaan hubungan dengan penyakit orang-orang yang bekerja di udara terbuka lebih sering terkena seperti kuli bangunan, sopir, status marital berpengaruh pada proses penularan, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, no. medrec. Diagnosa medis dan alamat hubungan dengan penyakit TBC apakah klien tinggal dilingkungan kumuh dan rumah ventilasi kurang.
b).
Identitas penaggung jawab meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.
2).
Riwayat Kesehatan a) Keluhan utama Pada klien TB paru biasanya ditemukan keluhan utama berupa sesak nafas disertai batuk-batuk dan nyeri dadRiwayat Kesehatan Sekarang b) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan data yang menceritakan awitan gejala yang klien alami sehingga klien dibawa ke rumah sakit sampai dilakukan pengkajian. Riwayat kesehatan sekarang menggunakan metoda PQRST sebagai pengebangan dari keluhan utama. Metode ini meliputi hal-hal yang memperberat atau memperingan, kualitas dan kekerapannya, waktu timbulnya dan lamanya.
c)
Riwayat kesehatan dahulu. Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit serupa sebelumnya, tanyakan juga penyakit infeksi yang pernah diderita klien seperti pneumonia, bronkhi\ritis dan lain-lain. Selain itu perlu juga
dikaji
pola
kebiasaan
sehari-hari
mencakup
aktifitas,
penggunaan obat-obat tertentu, kebiasaan hygiene d) Riwayat Kesehatan keluarga Tanyakan di keluarga apakah ada yang menderita PPOM atau penyakit paru seperti TB paru. Jika ada gambaran dengan struktur keluarga. Bagaimana kondisi rumah dan lingkungan sekitarnya. 3) Pola Aktivitas sehari-hari Mengungkapkan pola aktivitas klien antara sebelum sakit dan sesudah sakit meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat tidur, aktivitas dan gaya hidup. 4) Pemeriksaan Fisik Dilakukan dengan cara inpeksi, palpasi, perpusi, dan auskultasi berbagai sistem tubuh, maka akan ditemukan hal-hal sebagai berikut : a) Keadaan Umum Pada klien yang dimobilisasi perlu dilihat dalam hal keadaan umumnya meliputi penampilan postum tubuh, kesadaran keadaan umum klien, tanda-tanda vital perubahan berat badan, perubahan suhu, bradikardi, labilitas emosional. b) Sistem kardiovaskular Kemungkinan terjadi penurunan ekanan darah, tachikardi, peningkatan JVP, konjugtiva pucat, perubahan jumlah hemoglobin/ hematokrit dan leukosit, bunyi jantung S1 dan S2 mungkin meredup. c)
Sistem Pernafasan Nlilai ukuran dan kesimetrisan hidung, pernafasan cuping hidung, deformitas, warna mukosa, edema, nyeri tekan pada sinus. Nilai-nilai ukuran, bentuk dan kesimterisan dada, adanya nyeri, ekspansi paru,
pola
pernapasan,
penggunaan
otot-otot
pernafasan
tambahan,
sianosis, bunyi nafas dan frekuensi nafas. Biasnya pada klien TB paru aktif ditemukan dispneu, nyeri pleuritik luas, deviasi trachesa, sianosis. Ekspansi paru berkurang pada sisi yang terkena, perkusi hipersonar, suara nafas berkurang pada sisi yang terkena, vokal fremitu berkurang. Terdengar ronchi basah atau kering. d) Sistem Gastrointestinal Kaji adanya lesi pada bibir, kelembaban mukosa, nyeri stomatitis, keluhan waktu menguyah. Amati bentuk abdomen, lesi, nyeri tekan adanya massa, bising usus. Biasanya ditemukan keluhan mual dan anorexia, palpalasi pada hepar dan limpe biasanya mengalami pembesaran bila telah terjadi komplikasi. e) Sistem Genitourinari Kaji terhadap kebutuhan dari genetalia, terjadinya perubahan pada pola eliminasi BAK, jumlah urine ouput biasanya menurun, warna perasaan yeri atau terbakar. Kaji adanya retensio atau inkontinensia urine dengan cara palpalasi abdomen bawah atau pengamatan terhadap pola berkemih dan keluhan klien. f)
Sistem Muskuloskeletal Kaji pergerakan ROM dari pergerakan sendi mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, kaji nyeri pada waktu klien bergerak. Pada klien penumothorax akibat TB ditemukan keletihan, perasaan nyeri pada tulang-tulang dan intolerance aktivitas pada saat sesak yang hebat.
g) Sistem Endokrin Kaji adanya pembesaran KGB dan tiroid, kaji adakah riwayat DM pada klien dan keluarga. h) Sistem Persyarafan Kaji tingkat kesadaran, penurunan sensori, nyeri, refleks, fungsi syaraf kranial dan fungsi syaraf serebal. Pada klien TB paru bila telah mengalami TB miliaris maka akan terjadi komplikasi meningitis yang
berakibat penurunan kesadaran, penurunan sensasi, kerusakan nervus kronial, tanda kernig dan bruzinsky serta kaku kuduk yang positif. i)
Sistem Integumen Kaji keadaan kulit meliputi tekstru, kelembaban, turgor, warna dan fungsi perabaan, kaji turgor kulit dan perubahan suhu. Pada klien TB paru ditemukan fluktuasi suhu pada malam hari, kulit tampak berkeringat dan perasaan panas pada kulit. Bila klien mengalami tirah baring lama akibat pneumotorax, maka perlu dikaji adalah kemerahan pada sensi-sendi / tulang yang menonjol sebagai antisipasi dari dekubitus.
1.
Data Psikososial a) Status emosi : pengendalian emosi mood yang dominan, mood yang dirasakan saat ini, pengaruh atas pembicaraan orang lain, kesetabilan emosi. b) Konsep dari bagaimana klien melihat dirinya sebagai seorang pria, apa yang disukai dari dirinya, sebagaimana orang lain menilai dirinya, dapat klien mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan. c)
Gaya komunikasi : cara klien bicara, cara memberi informasi, penolakan untuk berespon, komunikasi non verbal, kecocokan bahasa verbal dan nonverbal.
d) Pola interaksi, kepada siapa klien menceritakan tentang dirinya, hal yang menyebabkan klien merespon pembicaraan, kecocokan ucapan dan perilaku, anggaran terhadap orang lain, hubungan dengan lawan jenis. e) Pola koping apa yang dilakukan klien dalam mengatasi masalah, adalah tindakan mamadaptif, kepada siapa klien mengadukan masalah f)
Sosial tingkat pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial, teman dekat, cara pemanfaatan waktu dan gaya hidup
2.
Data Spiritual Arti kehidupan yang penting dalam kehidupan, keyakinan tentang penyakit dan proses kesembuhan, hubungan kepercayaan dengan Tuhan, ketaatan menjalankan ritual agama, keyakinan bantuan Tuhan dalam proses kesembuhan yang diyakini tentang kehidupan dan kematian.
3.
Data Penunjang Pemeriskaan laboratorium, darah yaitu Hb, leukosit, trombosit, hematokrit, AGD, pemeriksaan radiologik : thorax foto, sputum dan bila perlu pemeriksaan LCS. Data penunjang untuk klien dengan TB paru yaitu : a) Pemeriksaan darah -
Anemia terutama bila periode akut
-
Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
-
LED meningkat terutama fase akut
-
AGD menunjukkan peninggian kadar CO2.
b) Pemeriksaan radiologic Karakteristik radiologik yang menunjang diagnosis antara lain : - Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru - Bayangan yang berawan atau berbercak - Adanya klasifikasi - Kelainan yang bilateral - Bayangan menetap atau relatif menetap beberapa minggu - Bayangan milier c)
Pemeriksaan Bakteriologi Ditemukannya
kuman
mycobacterium
tuberculosis
dari
dahak
penderita TB d) Uji Tuberkulin (Mantoux tes) Uji tuberkulin dilakukan dengan cara mantaoux yaitu penyuntikan melalui intrakutan menggunakan semprit tuberkulin 1 cc jarum no. 26
Uji tuberkulin positif jika indusrasi lebih dari 10 mm pada gizi baik atau 5 mm pada gizi buruk . hal ini dilihat setelah 72 jam penyuntikan. Bila uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB paru. 4.
Therapi -
Agen anti infeksi Obat primer : isoniazid (INH), ethambutol, rifampycin, streptomycin
2.
-
Diet TKTP
-
Cairan rehidrasi RL
Analisa Data Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan pada perawatan klien
3.
Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu respon individu pada masalah kesehatan yang aktual maupun potensial : a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat di alveolus. b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmempuan memasukkan makanan karena faktor biologi c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi.
4.
Rencana Keperawatan
NO
NANDA
NOC
NIC
1
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif
NOC :
NIC :
(00031)
Status Pernapasan : Kepatenan
Airway suction
jalan napas (0410) Domain
11
keamanan
/
oral
perlindungan
Definisi
Kelas 2 cedera fisik
trachebronchial
:
terbuka,
saluran
bersih
untuk
untuk atau
:
obstruksi
dari
pernafasan mempertahankan
waktu ..... jam, dengan kriteria
klien
hasil :
tentang suctioning
untuk kebersihan
Jumlah pernapasan (1,2,3,4,5)
Kemampuan
pengeluaran
sekresi (1,2,3,4,5)
1. Deviasi
-
Kelainan suara nafas (rales,
Batuk, tidak efekotif atau
Produksi sputum
-
Gelisah
Berikan
nafas
jauh
O2
dengan nasal
memfasilitasi
suksion nasotrakeal dari
rentang
normal 2. Deviasi
sebelum
menggunakan untuk
Cyanosis
-
klien
suction dilakukan.
-
Kesulitan berbicara
Minta
keluarga
Kedalaman inspirasi (1,2,3,4,5)
Indikator skala :
-
dan
pada
dalam
Orthopneu
wheezing)
Informasikan
Irama pernapasan (1,2,3,4,5)
-
-
dan
sesudah suctioning.
nafas
Mata melebar
sebelum
saluran
Dispneu, Penurunan suara
-
suara
Jalan napas klien baik dalam
Batasan Karakteristik :
tidak ada
tracheal
sekresi
jalan nafas.
-
/
Auskultasi nafas
Ketidakmampuan
membersihkan
kebutuhan
suctioning
pertukaran udara Definisi
Pastikan
Gunakan
alat
yang
steril sitiap melakukan agak
besar
dari
rentang normal
tindakan
3. Deviasi sedang dari rentang
istirahat
normal
dan
napas
dalam setelah kateter
4. Deviasi ringan dari rentang
dikeluarkan
normal 5. Tidak ada deviasi dari rentang
Anjurkan pasien untuk
dari
nasotrakeal
Monitor
status
-
Perubahan frekuensi dan irama nafas
normal
oksigen pasien
Faktor-faktor
yang
Lingkungan
:
merokok,
asap
Hentikan suksion dan berikan
oksigen
perokok pasif-POK, infeksi
apabila
pasien
Fisiologis
menunjukkan
:
rokok,
disfungsi
neuromuskular, hiperplasia
bradikardi,
dinding
peningkatan
bronkus,
alergi
jalan nafas, asma. -
cara
melakukan suksion
menghirup
-
keluarga
bagaimana
berhubungan: -
Ajarkan
Obstruksi
jalan
O2, dll. nafas
:
spasme jalan nafas, sekresi tertahan,
saturasi
banyaknya
Airway Management
Buka
jalan
nafas,
mukus, adanya jalan nafas
guanakan teknik chin
buatan,
lift atau jaw thrust bila
sekresi
bronkus,
adanya eksudat di alveolus, adanya
benda
asing
di
perlu
jalan nafas.
Posisikan
pasien
untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi
pasien
perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang
mayo
bila
perlu
Lakukan
fisioterapi
dada jika perlu
Keluarkan
sekret
dengan
batuk
atau
suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya
suara
tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan udara
pelembab Kassa
basah
NaCl Lembab
Atur
intake
untuk
cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
2
Defisiensi pengetahuan (00126)
NOC :
NIC :
Domain 5 (persepsi / kognisi)
Pengetahuan : proses penyakit
Pengajaran
Kelas 4 (kognisi)
(1803).
Penyakit (5602)
:
Proses
Definisi : Membantu pasien Definisi :
Definisi : tingkat pemahaman
untuk
Tidak adanya atau kurangnya
yang disampaikan tentang proses
informasi
informasi kognitif sehubungan
penyakit
berhubungan
dengan topic spesifik.
komplikasinya Pengetahuan
Batasan
karakteristik
:
selama .... jam
tertentu
dan
proses klien
bertambah
dengan kriteria
spesifik
memahami yang
penyakit
dengan secara
memverbalisasikan masalah,
adanya
ketidakakuratan
mengikuti
instruksi,
hasil klien atau keluarga dapat menyebutkan dan mengerti:
perilaku Faktor penyebab dan faktor
tidak sesuai.
yang berkontribusi (1,2,3,4,5) Faktor resiko (1,2,3,4,5)
Faktor
yang
keterbatasan
berhubungan
: Tanda dan gejala (1,2,3,4,5)
kognitif, Proses
interpretasi terhadap informasi
perjalanan
penyakit
(1,2,3,4,5)
Berikan
penilaian
tentang
tingkat
pengetahuan
pasien
tentang
proses
penyakit yang spesifik Jelaskan dari
patofisiologi
penyakit
bagaimana
dan
hal
ini
yang salah, kurangnya keinginan Potensial komplikasi (1,2,3,4,5)
berhubungan
untuk mencari informasi, tidak Tanda dan gejala komplikasi
anatomi dan fisiologi,
mengetahui
dengan
sumber-sumber
penyakit (1,2,3,4,5)
informasi.
dengan
cara
yang
tepat. Indikator Skala :
Gambarkan tanda dan
1.
Tidak ada pengetahuan
gejala
yang
2.
Pengetahuan terbatas
muncul pada penyakit,
3.
Pengetahuan sedang
dengan cara yang tepat
4.
Pengetahuan banyak
5.
Pengetahuan sangat banyak
Gambarkan
biasa
proses
penyakit, dengan cara yang tepat Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat Sediakan pada pasien
informasi tentang
kondisi, dengan cara yang tepat Hindari jaminan yang kosong
Sediakan bagi keluarga atau
SO
informasi
tentang pasien
kemajuan dengan
cara
yang tepat Diskusikan gaya
perubahan
hidup
yang
mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi
di
masa
yang akan datang dan atau
proses
pengontrolan penyakit Diskusikan
pilihan
terapi
atau
penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau
mendapatkan
second
opinion dengan cara yang
tepat
atau
diindikasikan Eksplorasi kemungkinan atau
sumber
dukungan,
dengan cara yang tepat Rujuk pasien pada grup atau
agensi
komunitas
di lokal,
dengan cara yang tepat Instruksikan
pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk
melaporkan pemberi
pada perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat
3
Nyeri akut (00132)
NOC :
NIC :
Domain 12 (kenyamanan)
Kontrol nyeri (1605)
Manajemen nyeri (1400)
Definisi : Tindakan pribadi untuk
Definisi
mengontrol nyeri
atau reduksi nyeri sampai
Kelas 1 (kenyamanan fisik)
Definisi : Pengalaman dan
emosional
menyenangkan
sensori
yang
pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh
akibat kerusakan jaringan yang
dengan kriteria hasil
pasien
aktual
digambarkan kerusakan
muncul
pengurangan
Nyeri terkontrol selama ... jam,
atau
yang
tidak
:
potensial
atau
dalam
hal
penyebab
sedemikian
rupa
(1, 2,3,4,5)
(International Association for the
study of Pain); awitan yang tibatiba atau lambat dari intensitas
akhir yang dapat diantasipasi
faktor-faktor
Mengenal
atau di prediksi dan berlangsung
Tindakan
onset
nyeri
pengkajian
pertolongan
secara
komprehensif termasuk lokasi,
non
karakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
farmakologi (1,2,3,4,5)
kualitas, intensitas dan
Menggunakan analgetik yang
faktor pencetus
direkomendasikan (1,2,3,4,5)
Lakukan nyeri
(1,2,3,4,5)
ringan hingga berat dengan
, 6 bulan.
Mengenal
Melaporkan
gejala-gejala
monitor
respon
ketidaknyamanan
nyeri kepada tim kesehatan
secara verbal dan non
(1,2,3,4,5)
verbal.
Batasan karakteristik:
Nyeri terkontrol (1,2,3,4,5)
Perubahan selera makan
(
mis:
TD,
Indikator skala:
nadi, 1.
pernapasan, saturasi O2) Diaporesis
mandir,
analgetik dengan tepat.
tidak pernah menunjukkan
kadang-kadang menunjukkan
untuk
mengetahui
sering menunjukkan
respon
penerimaan
aktivitas 5.
secara
konsisten
pasien terhadap nyeri.
Tingkat nyeri (2102)
untuk
Definisi : keparahan nyeri yang
tidak
Evaluasi
keefektifan
penggunaan
standar checklist perilaku nyeri yang
strategi
3.
menggunakan
mereka
Gunakan
komunikasi yang efektif
menunjukkan
nyeri
jarang menunjukkan
berulang) Bukti
perawatan
2.
Perilaku distraksi (mis: berjalan 4. mondar
pasien
menerima
Perubahan dalam parameter fisiologik
Pastikan
kontrol
nyeri
Monitoring perubahan
mampu berkomunikasi secara
diamati atau dilaporkan
nyeri
verbal
Nyeri berkurang selama .... jam,
maupun potensial.
Mengekpresikan perilaku (mis:
dengan kriteria hasil
gelisah, menangis, waspada)
Melaporkan nyeri (1,2,3,4,5)
(mis: mata kurang bercahaya,
Frekuensi nyeri (1,2,3,4,5)
tampak kacau, gerakan mata
Lamanya
berpencar atau menetap pada
Sikap melindungi
Fokus (mis:persepsi
episode
Ekspresi
nyeri
nyeri;
menyempit proses
wajah
Posisi untuk menghindari nyeri Perilaku melindungi
Perubahan
Kehilangan
Ajarkan tehnik
respirasi
rate
penggunaan relaksasi
nyeri berlangsung .
tekanan
darah
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
(1,2,3,4,5)
faktor-faktor
sebelum atau sesudah
(1,2,3,4,5)
berpikir terhambat) Sikap melindungi area nyeri
Perubahan
Kurangi
ungkapan nyeri.
(1,2,3,4,5)
waktu,
lingkungan
yang dapat menambah
(1,2,3,4,5)
Tidak ada harapan
Sediakan
aktual
yang nyaman.
Ekspresi wajah terhadap nyeri
satu fokus)
baik
memilih tindakan selain nafsu
makan
obat
(1,2,3,4,5)
untuk
meringankan nyeri.
Tingkatkan
istirahat
Melaporkan perilaku nyeri
Indikator skala :
yang
Pupil dilatasi
1. Berat
meringankan nyeri.
Fokus diri sendiri
2. Cukup berat
Laporan
menggunakan
3. Sedang
Manajemen
skala nyeri yang standart (
4. Ringan
(2380)
mis:skala wajah wong baker,
5. Tidak ada
Definisi
diri
adekuat
untuk
pengobatan
:
Fasilitasi
skala nilai numerik, skala visual
penggunaan yang aman
analog)
dan efektif resep dan obat
Laporan
diri
menggunakan
istrument nyeri yang standar (
bebas Tentukan
obat
yang
mis: McGill Pain Questionnare,
dibutuhkan pasien dan
brief Pain Inventory)
cara mengelola sesuai dengan anjuran/ dosis.
Faktor yang berhubungan: Agen
cedera
biologi
Monitor efek teraupetik (mis:
infeksi, ischemic, neoplasma) Agen
cedera
kimia
(mis:
terbakar, capsaicin, methylen chloride, mustard agen)
luka
Monitor gejala
tanda
dan
serta
efek
samping dari obat. Monitor interaksi obat.
Agen cedera fisik ( mis: abses, amputasi,
dari pengobatan.
bakar,
Ajarkan
pada
pasien
keluarga
cara
terpotong, prosedur operasi,
mengatasi
efek
trauma, latihan berlebih)
samping pengobatan. Pengelolaan analgetik Periksa perintah medis tentang obat, dosis & frekuensi
obat
analgetik. Periksa riwayat alergi
pasien. Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya nyeri. Pilih cara pemberian IV atau
IM
untuk
pengobatan,
jika
mungkin. Monitor
vital
sign
sebelum dan sesudah pemberian analgetik. Kelola
jadwal
pemberian
analgetik
yang sesuai. Evaluasi
efektifitas
dosis
analgetik,
observasi gejala
tanda
efek
dan
samping,
misal
depresi
pernafasan,
mual
&
muntah, mulut kering, & konstipasi. Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis & cara
pemberian
yg
diindikasikan. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, dan
kualitas, keparahan
sebelum pengobatan.
Berikan obat dengan prinsip 5 benar
Pemberian
Analgesik
(2210) Definisi
:
Menggunakan
agen farmakologik untuk menghilangkan
atau
mengurangi nyeri
Tentukan
lokasi,
karakteristik, dan
kualitas,
derajat
sebelum
nyeri
pemberian
obat Cek
instruksi
tentang
dokter
jenis
obat,
dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi Pilih
analgesik
yang
diperlukan
atau
kombinasi
dari
analgesik
ketika
pemberian lebih dari satu Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung
tipe dan beratnya nyeri Tentukan
analgesik
pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih
rute
pemberian
secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri
secara teratur Monitor
vital
sign
sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
pertama kali Berikan analgesik tepat waktu
terutama
saat
nyeri hebat Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda dan gejala (efek samping