Tinjauan Dan Laporan Peripheral Giant Cell Granuloma Pada Anak Usia 4 Tahun.docx

  • Uploaded by: eka pottimau
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tinjauan Dan Laporan Peripheral Giant Cell Granuloma Pada Anak Usia 4 Tahun.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,337
  • Pages: 6
Tinjauan Dan Laporan Granuloma Peripheral Giant cell Pada Anak Usia 4 Tahun Granuloma Peripheral Giant cell merupakan tumor jinak umum dan epulis reaktif gingiva dalam rongga mulut. Ini sering sulit didiagnosis secara klinis, sehingga diagnosis tergantung pada gambaran histopatologis. Kami melaporkan kasus anak laki-laki Kaukasian berusia 4 tahun yang datang dengan adanya massa jaringan lunak bertangkai, lobular berukuran 20x15x12 mm sejak lima bulan lalu pada gingiva anterior kiri atas yang salah didiagnosis dan dirawat sebelumnya. Biopsi eksisi lesi diikuti dengan pemeriksaan histopatologis spesimen menunjukkan gambaran jelas Granuloma Peripheral Giant cell. Deteksi dini dan eksisi nodul hiperplastik ini khususnya pada anak penting untuk meminimalkan potensi komplikasi dentoalveolar.

PENDAHULUAN Pembesaran gingiva terlokalisir pada anak relatif umum dan biasanya muncul akibat iritan lokal atau trauma kronis. Salah satu pembesaran ini yaitu Granuloma Peripheral Giant cell (PGCG), yang merupakan lesi unik dalam rongga mulut, yang muncul hanya pada gingiva. Ini tidak dapat dibedakan dengan lesi sejenis karena histomorfologinya yang tidak biasa, yang pada dasarnya mirip dengan central giant cell granuloma, yang merupakan tumor jinak intrabony tulang rahang. Granuloma Peripheral Giant cell berasal dari jaringan interdental (periosteum atau membran periodontal). Lesi ini dapat muncul di mana saja pada gingiva atau mukosa alveolar, namun paling banyak muncul pada bagian anterior gigi molar. Walaupun lesi ini muncul pada rentang usia yang besar, insidensi puncak pada laki-laki yaitu dekade kedua, dibandingkan dengan dekade kelima pada perempuan. Terdapat hampir 2:1 predileksi perempuan dengan laki-laki, dengan mandibula lebih sering terkena daripada maksila. Pada lesi awal sering muncul sebagai massa yang tidak sakit, lobular, dan ulseratif dengan sedikit komplikasi dan perubahan kecil pada kontur gingiva, perkembangan progresif pada beberapa kasus dapat menyebabkan pembengkakan signifikan sehingga mengganggu fungsi oral normal serta resorpsi tulang alveolar dan akar gigi.

Penelitian ini bertujuan untuk melaporkan kasus PGCG pada anak yang salah didiagnosis dan dibiarkan selama 5 bulan. Kami meninjau gambaran histopatologis serta membahas kemungkinan diagnosis banding berdasarkan usia pasien, riwayat, dan gambaran klinis.

LAPORAN KASUS Anak laki-laki Kaukasian berusia 4 tahun dirujuk dari praktek pribadi ke klinik kedokteran gigi anak kami dengan keluhan pembengkakan pada area kaninus dan insisivus lateral kiri atas. Ini dimulai sekitar 5 bulan yang lalu secara bilateral dengan ukuran lebih kecil. Lesi sebelah kanan sembuh sendiri, tapi lesi kiri membesar karena manipulasi orang tua dan anak. Insisivus sentral dan lateral sulung dicabut 3 bulan lalu oleh dokter gigi dengan diagnosis abses periapikal tapi lesinya tidak sembuh dan terus berkembang. Lesi tidak sakit dan tidak berhubungan dengan perdarahan spontan kecuali saat terkena saat pengunyahan. Riwayat medis pasien tidak berkaitan. Pada pemeriksaan klinis, pasien memiliki sedikit pembengkakan ekstraoral pada anterior kiri maksila, tanpa limfonodi yang bisa diraba. Pemeriksaan intraoral menunjukkan adanya massa jaringan lunak bertangkai, lobular berukuran 20x15x12 mm pada gingiva anterior kiri atas yang berhubungan dengan gigi insisivusnya (Gambar 1).

Gambar 1. Tampak intraoral lesi preoperatif: pembesaran warna merah yang tidak sakit pada gingiva cekat maksila yang menyebar sampai mukosa alveolar antara gigi #52 dan 53.

Saat palpasi, lesi memiliki konsistensi kaku. Mukosa yang menutupi lesi menunjukkan area permukaan menggelap, merah, dan kebiruan dengan area fokal ulserasi. Foto periapikal area

ini menunjukkan erosi superfisial tulang alveolar tanpa adanya temuan signifikan lain (Gambar 2).

Gambar 2. Foto periapikal intraoral, menunjukkan erosi superfisial tulang alveolar.

Temuan klinis dan radiografi menunjukkan lesi jinak, dan dipertimbangkan beberapa diagnosis banding ini: parulis, pyogenic granuloma, peripheral ossifying fibroma, PGCG, dan peripheral odontogenic fibroma. Tumor ganas seperti karsinoma sel squamous, lesi ganas primer lain, dan lesi metastatik, walaupun kurang meyakinkan juga dipertimbangkan. Pasien dijadwalkan untuk eksisi bedah. Dalam keadaan anestesi lokal, lesi dieksisi sampai periosteum (Gambar 3). Setelah eksisi menyeluruh lesi, permukaan yang dibuka dikauterisasi untuk mengontrol perdarahan dan spesimen tersebut dikirim untuk pemeriksaan histopatologi.

Gambar 3. Gambaran intraoral postoperatif menunjukkan pembedahan menyeluruh lesi.

Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan proliferasi multinucleated giant cell dalam sel mesenkin bentuk gelendong (spindle) dan lonjong. Area perdarahan dan sel inflamatori akut, kronik juga sering muncul. Zona jaringan ikat fibrous tebal membatasi proliferasi giant cell

dari permukaan mukosa. Area dystrophic calcification dan pembentukan tulang reaktif juga tampak (Gambar 4). Histopatologi ini memastikan adanya PGCG.

Gambar 4. Pemeriksaan histopatologis: jaringan granulasi hiperplastik, adanya sel inflamatori akut dan kronik, kapilari, dan proliferasi multinucleated giant cell dalam latar belakang hemoragik menunjukkan gambaran lesi PGCG

Kunjungan follow-up dijadwalkan selama interval tiga minggu. Tidak ada tanda rekurensi lesi yang tampak saat sembilan bulan setelah eksisi.

PEMBAHASAN Walaupun PGCG muncul paling banyak pada orang dewasa, beberapa kasus muncul pada anak dimann sifat klinis yang lebih agresif ditemukan. Pada tinjuauan 720 kasus, 33% muncul pada pasien lebih muda dari usia 20 tahun, yang bersamaan dengan temuan penelitian lain dimana 33 dari 97 kasus (34%) muncul pada individu antara usia 5 sampai 15 tahun. Penelitian menunjukkan gambaran klinis Granuloma Peripheral Giant cell pada populasi orang Iran hampir mirip dengan yang dilaporkan oleh peneliti lain dengan rentang usia dari 6 sampai 75 tahun (rata-rata 33 tahun).Kasus yang kami laporkan yaitu anak usia 4 tahun dan lebih rendah dari ambang batas minimum usia untuk PGCG. Pada anak, PGCG yang mirip dengan lesi oral reaktif lain tampak memiliki tingkat pertumbuhan cepat, lebih agresif dengan infiltrasi ke area crest interproksimal dan resospsi tulang, gangguan erupsi gigi tetangga, menghasilkan kegoyangan gigi rendah sampai sedang, serta memiliki beberapa rekurensi. Karena itu, dengan mempertimbangkan kemungkinan

PGCG dalam pembesaran gingiva bahkan pada anak usia kurang dari 5 tahun mengurangi akibat serta mencegah kesalahan diagnosis seperti pada kasus kami menyebabkan pencabutan gigi insisivus sulung yang tidak beralasan. PGCG dapat mudah dibedakan dari parulis, yang sering dihubungkan dengan gigi nekrotik atau gangguan periodontal. Foto radiografi sangat penting untuk memastikan lesi giant cell dari mukosa oral, serta menolak lesi tulang sentral dengan perforasi kortikal dan perluasan ke jaringan lunak. Deteksi dini PGCG menghasilkan bedah yang lebih konservatif dengan resiko lebih rendah kehilangan tulang dan gigi. Dalam diagnosis banding kasus pembesaran gingiva pada anak kami mempertimbangkan empat lesi utama yaitu: granuloma piogenik, Granuloma Peripheral Giant cell, peripheral ossifying fibroma, dan peripheral odontogenik fibroma. Granuloma Peripheral Giant cell, seperti peripheral ossifying fibroma, merupakan lesi yang unik dalam rongga mulut, yang hanya muncul pada gingiva. Berbeda dengan peripheral ossifying fibroma, ini dapat muncul pada mukosa alveolar area tak bergigi. Seperti granuloma piogenik dan peripheral ossifying fibroma, Granuloma Peripheral Giant cell dapat tampak memiliki respon tidak biasa pada cedera jaringan. Ini dapat dibedakan dari granuloma piogenik dan peripheral ossifying fibroma hanya berdasarkan histomorfologinya yang unik, yang sama seperti central giant cell granuloma. Secara klinis, peripheral odontogenic fibroma (tipe WHO) harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding pertumbuhan berbentuk kubah atau nodular, nonulserasi pada gingiva seperti PGCG. Peripheral odontogenic fibroma memiliki ciri-ciri stroma fibrous atau fibromyxomatous yang mengandung banyak pulau dan untaian epitelium odontogenik yang jelas dibedakan dari PGCG secara histopatologi. Secara klinis, gambaran PGCG berbeda dari epulides fibrous dan vaskular. Ini tampak sebagai nodul kaku, lunak, bertangkai atau tidak bertangkai dengan beragam ukuran dari papula kecil sampai massa besar, walaupun umumnya berdiameter kurang dari 20 mm dengan perubahan warna dari merah gelap sampai ungu atau biru umumnya dengan permukaan ulseratif. Rasa sakit bukan karakteristik umum, dan pertumbuhan lesi pada sebagian besar kasus dipicu oleh trauma berulang. Granuloma Peripheral Giant cell paling baik dirawat dengan eksisi bedah menyeluruh, dengan perhatian untuk mengeksisi pada basisnya. Perawatan PGCG terdiri dari reseksi bedah dengan pembuangan seluruh basis lesi serta mengeluarkan sumber faktor iritan. Pada reseksi tulang yang tidak sempurna, rekurensi dapat terjadi. Untuk menghindari rekurensi setelah perawatan, selain eksisi menyeluruh dengan pembersihan basis lesi, sumber iritan harus dikeluarkan.

Rekurensi PGCG tidak biasa dan sebesar 5-11%, namun rekurensi beberapa kali dengan hilangnya gigi tetangga merupakan komplikasi potensial. Diagnosis dini berdasarkan temuan klinis dan radiografi, yang dipastikan oleh analisis patologis khususnya pada anak, memungkinakan penanganan konservatif dengan kurang resiko kerusakan gigi dan jaringan sekitar.

KESIMPULAN Granuloma Peripheral Giant cell sebagai lesi yang relatif umum harus dipertimbangkan pada kasus pembesaran gingiva pada anak. Pemeriksaan histopatologi merupakan alat diagnostik untuk mengeluarkan lesi yang mirip. Eksisi bedah merupakan perawatan pilihan dalam meminimalkan rekurensi lesi. Tidak memandang teknik bedah yang digunakan, penting untuk menghilangkan faktor penyebab dan memeriksa jaringan secara histologi untuk memastikan. Karena itu, pertimbangan juga harus diberikan untuk mengoreksi diagnosis dan melakukan rencana perawatan yang tepat.

Related Documents


More Documents from ""

Bedah Mulut.docx
November 2019 33
Observasi Fix.docx
December 2019 15
Dst Sistemik Keka.docx
December 2019 20
Crs Bridge Fix.docx
November 2019 13