Tinjaua Pustaka-malassezia-furfur.docx

  • Uploaded by: Titis
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tinjaua Pustaka-malassezia-furfur.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 618
  • Pages: 3
Tinjauan pustaka Malassezia furfur 1. Malassezia furfur Malassezia merupakan sejenis jamur yang dapat ditemukan pada kulit manusia dalam berbagai kondisi termasuk ketombe, dermatitis, pityriasis versicolor,

dermatitis

sobborhea,

dan

folikulitis.

Dalam

kondisi

immunocompromise Malassezia dapat menyebabkan infeksi sistemik. Malassezia termasuk dalam divisi Basidiomycota yang merupakan pathogen bagi manusia (Charles W. Saunders, 2012). Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya Pityriasis versicolor yaitu Pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau Pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme dengan jenis yang sama, yang dapat berubah sesuai dengan lingkungannya, misal suhu, media, dan kelembaban. Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi menjadi pathogen dapat endogen atau eksogen. Faktor endogen dapat berupa defisiensi imun. Eksogen dapat berupa karena faktor suhu, kelembaban udara, dan keringat (Budimulja, 2009). Malassezia furfur dapat ditemukan di kerokan kulit berupa kumpulan budding yeast cells yang bercampur dengan hifa. Malassezia furfur tumbuh dari bentuk yeast pada media diperkaya dengan lipid (Ryan, et al., 2004). Yeast dari genus Malassezia telah dikenal sebagai flora normal pada manusia. Malassezia tidak dapat sintesis asam lemak (lipid) sehingga membutuhkan lipid dari sumber eksternal. Oleh karena itu, Malassezia yang merupakan yeast lipofilik, biasanya berada di area tubuh yang banyak kelenjar sebaseanya (Rai, 2009). Malassezia furfur sendiri merupakan fase hifa yang bersifat invasive, pathogen, dan dapat ditemukan pada tempat lesi, terutama lesi yang aktif. Sedangkan Pityrosporum orbiculare adalah fase yeast yang terdapat sebagai flora normal kulit.

Malasseiza furfur berupa kelompok sel-sel bulat, bertunas, berdinding tebal, dan mempunyai hifa yang pendek dan bengkok. Malassezia furfur menghasilkan konidia yang sangat kecil (mikrokonidia) pada hifanya, tetapi dismping itu juga menghasilkan konidia yang besar (makrokonidia), multiseptat,

berbentuk

gelondong

yang

jauh

lebih

besar

daripada

mikrokonidianya (Siregar, 2005). Pityriasis versicolor timbul ketika Malassezia furfur mengkoloni mengkoloni kulit dari bentuk yeast menjadi miselium yang patologik kemudian menginvasi stratum korneum kulit. Beberapa kondisi dan faktorfaktor yang berperan pada pathogenesis Pityriasis versicolor antara lain lingkungan dengan suhu dan kelembaban tinggi serta produksi keringat yang berlebih (Siregar, 2005). Hubungan Malassezia dengan pityriasis versicolor tidak terbantahkan karena adanya pertumbuhan jamur Malassezia berlebihan pada permukaan kulit dengan transformasi yeast menjadi bentuk hifa (Gaitanis, et al., 2013). Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dilakukan dengan kerokan kulit. Kerokan kulit dapat dilakukan menggunakan skalpel atau selotip yang dilekatkan ke lesi (Tan dan Reginata, 2015). Kerokan kulit ditetesi potassium hydroxide (KOH) 20% untuk mendeteksi adanya hifa dan spora (Shah, et al., 2013). Ketika diamati mikroskopisnya, hifa dan spora tersebut akan tampak sebagai gambaran “spaghetti and meatballs” (Gaitanis, et al., 2013). Jika spesimen tidak terlarut secara merata, sebaiknya dibiarkan beberapa saat dalam petridish berisi kertas saring dan direndam dengan air di dasarnya. Pemanasan yang berlebih harus dihindari sehingga tidak terbentuk kristal KOH. Pemanasan dapat diganti dengan menggunakan Dimethyl Sulfoxide (DMSO) pada spesimen yang berkeratin. Campuran larutan KOH 20% dan setengah bagian dari tinta parker dapat digunakan untuk pengecatan elemen jamur (Isenberg, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Budimulja U. 2009. Mikosis. Di dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, ed. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke 4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. pp: 99100. Gaitanis G, Magiatis P, Hantschke M, Bassukas ID, Valegraki A. 2012. The Malassezia genus in skin and systemic disease. Clin Microbiol Rev. Vol.25(1):106-41. Siregar RS. 2005. Penyakit jamur kulit. Edisi ke 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.pp: 8-11. Branchini, M. L., M. A. Pfaller, J. Rhine-Chalberg, T. Frempong, and H.D. Isenberg.2007. Genotypic variation and slime production among blood and catheter isolates of Candida parapsilosis. J. Clin. Microbiol. 32:452–456. Tan, S.T, Gabriella R. 2015. Uji Provokasi Skuama pada Ptiriasis Versicolor. Vol.2 No.6. Charles W. Saunders, Annika Scheynius, Joseph Hitman. 2012. Malassezia fungi are spesialized to live on skin and associated with dandruff, ezcema, and another skin diseases. Vol.1. Rai MK, Wankhade S. 2009. Tinea versicolor-an epidemiology. J Microbial Biochem Technol. Vol.1(1):51-6.

Related Documents


More Documents from "Titis"