LAPORAN PENDAHULUAN PARTUS PREMATURUS IMINENS DENGAN THYPOID DI RUANG OBGYN RSUD SOEDARSONO PASURUAN
OLEH : NORMALITA DWI PUSPITA SARI (1501470016 )
POLTEKKES KEMENKES MALANG JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D- IV KEPERAWATAN MALANG
LEMBAR PENGESAHAN Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan maternitas pada pasien di ruang Obgyn RSUD Soedarsono Pasuruan oleh mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Program Studi D- IV Lawang. Nama
: Normalita Dwi Puspita Sari
NIM
: 1501470016
Telah di periksa dan disahkan oleh
Pasuruan , September 2017 Mahasiswi
Normalita Dwi Puspita Sari 1501470016
Pembimbing Lahan
Pembimbing Akademi
Kepala Ruangan
KONSEP DASAR 1. Pengertian Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Partus preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012). Menurut Rukiyah (2010), partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram. Tifus Abdominalis (demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Ibu hamil merupakan kelompok risiko untuk infeksi tifoid, yang disebabkan Salmonella typhi,. Transmisi tifoid berkembang pesat pada daerah dengan kondisi sanitasi yang buruk, komplikasi tifoid tergolong berat dan fatal. Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang mengakibatkan gejala khas : demam, nyeri kepala, nyeri perut, nyeri otot, mual muntah, anoreksia, obstipasi/ diare, dan penurunan kesadaran. Dalam hubungan dengan dengan kehamilan, tidak dilaporkan bahwa kehamilan akan memperberat perjalanan penyakit demam tifoid. Demam tifoid dapat mengakibatkan komplikasi peningkatan risiko abortus/partus prematurus. Pada umumnya, risiko berakhirnya kehamilan pada ibu yang terserang demam tifoid semakin tinggi bila infeksi terjadi saat kehamilan berusia muda.
Transmisi kuman Salmonela typhi terjadi melalui oral, kontaminasi makanan/minuman dengan kuman tersebut. Penyakit ini mengakibatkan gejala demam, yang naik bertahap (tidak mendadak tinggi, seperti kebanyakan infeksi virus). Keluhan perut umumnya selalu ada, dapat berupa diare, nyeri, atau konstipasi. Lidah tampak kotor, tremor, dengan tepi hiperemis. Nadi dapat memperlihatkan bradikardi relatif, dengan nadi per menit yang tidak sesuai (terlalu lambat) dibandingkan suhu badan yang tinggi. Laboratorium didapatkan lekopenia dan trombositopenia (tidak seberat trombositopenia pada DBD). Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka kematian yanglebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai pengaruh buruk terhadapkehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara spontan : lebih dini terjadinya infeksidalam kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhirnya kehamilan. Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin) biasanya cukupmanjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tufus abdominalis tidak di keluarkan melalui air susu, namun sebaiknya penderitatidak menyusui bayinya karena keadaan umum ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karenakemungkinan penuluaran oleh ibu melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi abortus buatan
2. Etiologi Salmonella typhi, basil gram negatif, bergerak dengan rambut, tidak berspra. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik), antigen H (flagela) dan antigen Vi.
3. Patofisiologis Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah. Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).
4.
Tanda dan Gejala Masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak semangat. Pada kasus khas biasa ditemukan gejala klinis berupa demam, gangguan pada saluran pencernaan, dan gangguan kesadaran. 1. Panas badan yang semakin hari bertambah tinggi, terutama pada sore dan malam hari.
Terjadi selama 7-10 hari, kemudian panasnya menjadi konstan dan kontinyu. Umumnya paginya sudah merasa baikan, namun ketika menjelang malam kondisi mulai menurun lagi 2. Pada fase awal timbul gejala lemah, sakit kepala, infeksi tenggorokan, rasa tidak enak
diperut, sembelit atau kadang sulit BAB, dan diare 3. Dehidrasi yang gawat (dehidrasi bertambah hebat apabila pasien juga mengalami
hiperemesis gravidarum) 4. Pada keadaan yang berat penderita bertambah sakit dan kesadaran mulai menurun
5.
Manifestasi Klinis Tanda dan gejala Demam Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3 minggu pertama .pada minggu ke 3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal. Demam tidak hilang dengan pemberian antiseptic, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Kadang pasiendisertai epitaksis.
Gangguan pada saluran pencernaan:
a. Halitosis b.
Bibir kering
c. Lidah kotor berselaput putih dan pinggirannya hiperemesis d. Perut agak kembung e.
Mual
f. Splenomegali disertai nyeri pada perabaan g. Pada permulaan umumnya terjadi diare h. Kemudian menjadi obstipasi
Gangguan kesadaran:
a. Kesadaran menurun ringan sampai berat. b. Umumnya apatis c. Bradikardi relative d. Umumnya tiap kenaikan 1celcius di ikuti penambahan denyut nadi 10-15 kali permenit. Penderita mulai cepat lelah, malas, sakit kepala, rasa tidak enak di perut, nyeri seluruhtubuh, hal tersebut dirasakan antara 10-14 hari.
6.
Komplikasi Dapat terjadi pada: 1. Usus halus Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu: a. Perdarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan b. Perforasi usus
c. Peritonitis ditemukan gejala abdomen akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri pada tekanan 2. Diluar anus Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia
7.
Pemeriksaan Penunjang Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain sebagai berikut: a. Pemeriksaan darah tepi b.
Pemeriksaan sumsum tulang
c. Biakan empedu untuk menemukan salmonella thyposa d. Pemeriksaan widal digunakan untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti
8.
Penatalaksanaan Medis 1. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta. 2. Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi mengikat sakit yang lama,
lemah dan anoreksia dll. 3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat
mutlak, berbaring terus ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan. 4.
Diet makanan harus cukup mengandung kalori, cairan dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak meragsang dan tidak banyak menimbulkan gas. Konsumsi makanan yang lunak-lunak (bubur).
5. Obat terpilih adalah kloramferikol 100 mg/kg BB/hari dai bagi dalam 4dosis selama
10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari. Bla pasien tidak serasi/alergi dapat diberikan golongan obat lain misalnya penisilin atau kortimoksazol. 6. Pada saat nifas, pertimbangkanresiko dan keuntungan untuk memberikan laktasi atau
merawat kondisi bayi yang baru dilahirkan. Meskipun hasil tipoid tidak mencapai ASI, tetapi karena ibu sakit berat dan dapat menularkannya, maka bayi segera dipisahkan dari ibu setelah lahir
KONSEP DASAR ASKEP A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN 1. Identitas pasien
Nama, umur
Jenis kelamin
Pendidkan
Pekerjaan
Status perkawinan
Alamat, dan lain-lain.
2. Data Subjektif a. Riwayat penyakit; kapan penyakit itu timbul. b. Usia penderita. c.
Adakah perasaan mual-mual, muntah atau sakit kepala.
d.
Bagaimana pola eliminasi.
3. DATA OBJEKTIF a. Demam selama masa inkubasi ± 2 minggu.
Minggu pertama suhu langsung naik dan febris yang bersifat remitten yang berlansung pagi dan malam hari.
Minggu I dan II panas terus meningkat disebabkan oleh febris kontinuitas.
b. Bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor berselaput putih, hiperemis.
Perut kembung, nyeri tekan.
Limpa membesar, lembek dan nyeri tekan.
Diare/konstipasi
Tanda perdarahan/syok.
c. Penurunan kesadaran pada mulanya apatis. d. Nadi; bradikardi.
4. Pemeriksaan penunjang:
a. Leukopeni dan limpositosis relative b.
Pemeriksaan tes widal: (+)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Peningkatan suhu tubuh hipertermia berhubungan dengan proses infeksi 2. Activity in tolerance berhubungan dengan kelemahan fisik. 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan deangan an oreksia. 4. Gangguan eliminasi BAB; Obstipasi berhubugan dengan peningkatan metabolisme. 5. Perubahan pola tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
C. PERENCANAAN 1. Peningkatan suhu tubuh hipertermia berhubungan dengan proses infeksi. Tujuan : Klien dapat mengungungkapkan keseimbangan suhu tubuh terpenuhi dengan kriteria:
Suhu tubuh normal
Bibir tidak kering
Kulit teraba hangat
Vital sign dalam batas normal
N: 60 x/menit
16x/menit
Rencanan tindakan keperawatan: Intervensi
Rasional
a.
Observasi vital sign teruatama suhu tubuh (derajata dan pola)
Peningkatan vital sign menunjukkan proses penyakit
infeksi.
Pola
demam
dapat
membantu dalam diagnosis. b.
Berikan kompres hangat pada daerah dahi, leher dan ketiak.
Kompres dapat membantu mengurangi demam.
Kompres
menimbulkan
hangat
peristiwa
difusi
dapat yaitu
perpindahan panas dari dalam tubuh keluar tubuh, yaitu menyerap panas keluar tubuh. Diletakkan didaerah dahi, leher dan ketiak karena banyak pembuluh darah sehingga mempercepat proses pengeluaran panas. c.
Pertahankan bedrest pasien.
Menurunkan beban kerja dari usus halus, sehingga fungsi usus halus dapat kembali normal
sehingga
proses
penyembuhan
menjadi lebih cepat. d.
Penata antipiretik
laksanaan
pemberian
Digunakan
untuk
mengurangi
dengan aksi sentralnya pada hipotalamus
2. Aktivity in tolerance berhububgan dengan kelemahan fisik. Tujuan :
demam
Kebutuhan aktivitas klien dapat terpenuhi dengan kriteria:
Klien tidak lemah
Klien dapat melakukan secara mandiri. Rencanan tindakan keperawatan:
Intervensi a.
Rasional
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
Dengan mengetahui tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas dapat dijadikan indikator untuk
merumuskan diagnosa
keperawatan selanjutnya sesuai indikasi. b.
Istirahatkan klien ditempat tidur
Agar dapat istirahat dan relaksasi dengan
dan ciptakan lingkungan yang tenang.
baik sehigga memberikan energi untuk proses penyembuhan.
c.
Ubah posisi klien setiap 2 jam.
Mengusahakan mengoptimalakan fungsi respiratori mengurangi
dan
mengusahakan
daerah
untuk
kerusakan jaringan.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubh berhubungan dengan an oreksia Tujuan: Klien mengatakan kebutuhan nutrisinya terpenuhi:
Klien tidak mual
Porsi makan dihabiskan
Klien tidak tampak lamah
Konjungtiva tidak pucat
Berat badan bertambah ± 1 kg setiap minggu.
Rencana tindakan keperawatan:
untuk
mencegah
Intervensi a.
Rasional
Kaji
kemampuan
pasien
mengunyah dan menelan.
Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga kerja usus tidak terlalu berat.
b.
Anjurkan kepada klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering.
Dengan memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering diharapkan kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi secara akurat.
c.
Timbang
berat
badan
sesuai
indikasi. d.
Mengevaluasi kebutuhan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi klien.
Berikan anti emetik dan vitamin penambah nasu makan.
Anti emetik sebagai obat untuk mengurangi rasa mual dan muntah. Vitamin dapat memberikan
rasa
nafsu
makan
klien
bertambah. 4. Gangguan eliminasi BAB; Obstipasi berhubugan dengan peningkatan metabolism Tujuan Kebutuhan eliminasi klien BAB klien terpenuhi dengan kriteria:
Pasien mengatakan nyeri abdomen berkurang
BAB klien lancer
BAB klien teratur
Rencanan tindakan keperawatan: Intervensi a.
Raional
Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus.
Distensi dan hilangnya peristaltik usus merupakan tanda bahwa fungsi defekasi hilang yang kemungkinan berhubungan dengan kehilangan persarafan para simpatis usus besar dengan tiba-tiba.
b.
Anjurkan klien untuk banyak minum air hangat.
Air
hangat
dapt
membantu
untuk
melunakkan feces dan mempercepat proses absorbsi pada usus halus.
c.
Beri
diit
tinggi
serat
bila
diidikakasikan.
Makanan tinggi serat dapat juga membantu melunakkan feces.
5. Perubahan pola tidur berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh. Tujuan: Kebutuhan istirahat tidur pasien terpenuhi dengan kriteria:
Klien dapat tidur sesuai dengan kebutuhan.
Konjungtiva tidak pucat.
Rencana tindakan keperawatan: Intervensi a.
Ciptakan lingkungan yang tenang menjelang dan selalma pasien tidur.
Rasional Lingkungan yang tenang dapat membantu klirn
untuk
tidur
nyenyak
sehingga
kebutuhan tidur klien dapat terpenuhi. b.
Atur posisi senyaman mungkkin.
Posisi yang nyaman dapat membuat tidur klien mudah terjaga sehingga kebutuhan tidur klien teratasi.
DAFTAR PUSTAKA -
www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=1263 diunduh tanggal 7 September 2012 17.30 WIB
-
Nugraheny,Esti.2010.Asuhan Kebidanan Pathologi.Yogyakarta: Pustaka Rihama
-
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP
-
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP
-
Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta
-
Mansjoer. A (2000). Kapikta Selekta kedokteran. edisi IV. EGC: Jakarta