The Idea Of Indonesia (review)

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View The Idea Of Indonesia (review) as PDF for free.

More details

  • Words: 828
  • Pages: 3
Konflik Antar Kelompok dan Negosiasi Alfa Saputra (0806448176) Review The Idea of Indonesia: A History. Oleh: R.E. Elson. Cambridge: Cambridge University Press, 2008 Kata Kunci: sejarah, budaya, konflik Secara umum buka ini mirip dengan buku sejarah. Buku ini bukan hanya berisi tentang nasionalisme Indonesia, bukan hanya berisi tentang masalah integrasi nasional. Lebih tepatnya, sebuah buku yang menguraikan menjelaskan asalusul, perkembangan, kemenangan, tragedi dan, baru-baru ini, ketekunan dan pembingkaian kembali Indonesia sebagai negara maupun bangsa. Tentu saja buku dimulai dengan periode pra-revolusioner, dan beberapa tema penting muncul. Istilah Indonesia lambat laun mulai berkembang dan sejak 1910-an. Terminologi Indonesia kemudian baru diberi makna politis (dalam bentuk 'Hindia' yang harus merdeka) oleh Abdul Rivai, Kartini, Abdul Moeis, Soewardi Soeryaningrat, Douwes Dekker, Cipto Mangoenkoesoemo, Ratulangie dan lain-lain antara 1903-1913. Nama 'Indonesia' mulai santer, namun dengan bobot politis yang sama dengan 'Hindia', di kalangan mahasiswa asal Indonesia di Leiden semasa Perang Dunia I sekitar 1917. Sam Ratulangie yang juga termasuk dalam kelompok peduli Indonesia di Belanda giat pula mempopulerkan nama Indonesia di tanah air. Misalnya ketika mendirikan perusahaan asuransi di Bandung dengan nama, Indonesia pada 1925. Nama Indonesia mulai berkembang sebagai perangkat perjuangan identitas bangsa yang terdiri dari masyarakat berbudaya majemuk dilandasi semangat solidaritas kebersamaan. Sebagai hasilnya, Indische Vereeniging berubah menjadi Perhimpunan Pelajar Indonesia pada 1918. Namun dalam perkembangannya hingga kini, terminologi Indonesia lebih dilekatkan pada negara Indonesia. Indonesia dalam terminologi seorang penulis berubah menjadi beberapa negara, termasuk Indonesia, Singapura dan Malaysia. Penang masuk Malaysia. Semenanjung Malaka dan Pulau Sumatra, yang kebudayaannya kental Melayu, terpisah menjadi dua negara. Papua Barat, yang sama sekali tak masuk dalam khayalan Logan, malah masuk wilayah Indonesia. Malaysia dan Indonesia menjadi dua negara berbeda karena mulanya mereka disatukan secara administrasi oleh dua kerajaan Eropa yang berbeda: Inggris dan Belanda. Ide akan Indonesia yang dapat mengatur kedaulatannya sendiri mulai merambah di kalangan kaum nasionalis sebagai sebuah ikatan bersama. Hal ini jugalah yang menyebabkan Sukarno yang anti-kolonial bergerak untuk memerdekakan Indonesia. Kepercayaan Sukarno akan modernisasi menyebabkan dia menolak peran Islam dalam politik, meskipun ia sering dinyatakan di depan umum bahwa Indonesia sebagai bangsa adalah berdasarkan nilai Ketuhanan. Meskipun Sukarno mempunyai kecenderungan akan modernisasi, namun ia tidak pernah berbalik melawan pribumi Indonesia sendiri karena tidak mempunyai kekuatan aktif dan massa. Federalisme tidak

pernah serius memikirkan pada awal gerakan nasionalis yang berusaha untuk menciptakan kesatuan yang solid dari beragam kepulauan untuk menentang federalisme di Indonesia yang kemudian datang untuk dilihat sebagai reaksi terhadap upaya Belanda untuk memecah belah negeri di tahun 1940-an. Pada fase ini juga terjadi fenomena tentang Cina-Indonesia, yang campuran Indonesia-Belanda atau keturunan, dan keturunan Arab termarjinalkan dari sejarah atas peranan mereka dalam membatu kemerdekaan. Selanjutnya, diceritakan juga dalam buku ini beberapa fase sejarah: invasi Jepang; perjuangan revolusioner; pemberontakan tahun 1950-an Islam, separatis dan separatis karakter; munculnya tentara dengan jiwa nasionalisme ; demokrasi multi-partai dan keputusan Sukarno bergeser ke arah demokrasi terpimpin ; intervensi kebijakan ekonomi yang dirancang untuk mengakhiri di Indonesia jelas statusnya sebagai neo-kolonialisme yang membangkrutkan negara; Soeharto kemunculan dari bayang-bayang untuk menghancurkan gerakan komunis Indonesia dan lawan-lawan lain untuk mencapai pemersatu (mungkin asimilasi) visi; Soeharto tangan berat melawan gerakan separatis di Timor Timur, Aceh dan Papua dan diskriminasi terhadap penduduk asli dan etnis Cina, dan, akhirnya, di Indonesia transisi menuju demokrasi pemerintahan. Dalam buku ini, tidak memberikan ruang untuk visi ultra-nasionalis tentang "pemulihan" di kawasan melayu yang ditayangkan khususnya dalam tahuntahun terakhir kekuasaan Soekarno ketika ia mencanangkan “Ganyang Malaysia”. Elson juga menulis terlalu cepat tentang "hilangnya" Megawati dari politik nasional, ketika ia terlihat diatur untuk pemilihan presiden tahun 2009. Tapi bertahan Megawati menarik bagi sektor tertentu dari populasi pemungutan suara, berdasarkan, tampaknya, hampir sepenuhnya pada statusnya sebagai putri presiden pendiri, tidak mengangkat masalah apakah menarik atau tidak "dipilih raja / ratu", fenomena Selatan Asia juga terlihat di Indonesia. Mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang singkat mungkin pengaruh contoh lain dari ini, meskipun dalam waktu yang khusus "aliran kultural" Nahdlatul Ulama dan tradisi turun-temurun. Masalah lain untuk dieksplorasi lebih lanjut seperti yang diungkapkan adalah masalah Islam di ranah publik. Upaya untuk memiliki Piagam Jakarta (atau penyebutan Syariah) dalam Konstitusi telah gagal, tapi itu tidak berarti upaya penyerapan nilai Islam. Diceritakan juga bahwa Islam Indonesia sebagai gerakan yang "tidak signifikan dalam menghalangi gelombang demokrasi", tetapi beberapa kelompok Islam telah membuat jalan mereka ke dalam tubuh politik. Beberapa kata-kata dalam undang-undang anti-pornografi yang mungkin memperluas konflik publik, pembatasan pada penyimpangan sekte Ahmaddiyah, serta penggabungan unsur-unsur hukum Syariah khususnya pada pemerintahan di kabupaten / kota membuat masalah baru dan meningkatkan momok masyarakat akan Islamisme secara diam-diam, hal semakin tampak jelas belakangan ini. Pada bagian akhir buku ini, diceritakan bagaimana Indonesia di saat ini dengan munculnya gerakan Islam moderat yang beragam pula tujuan dan cara kerjanya. Juga diceritakan bagaimana upaya reformasi Indonesia setelah lengsernya

Suharto yang menimbulkan beragam masalah dan konflik, seperti konflik antar partai politik, konflik dwi fungsi ABRI dsb. Buku ini tentu akan menyadarkan kita sebagai masyarakat Indonesia bahwa bangsa-negara Indonesia ini bukan lahir semata karena konsidensi, melainkan lahir dari berbagai gagasan yang direnungkan dengan serius dan melalui proses yang panjang.

Related Documents